TUBERKULOSIS
Abstrak
Pendahuluan: Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang
tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena angka morbiditas dan mortalitas tinggi. Seiring dengan
meningkatnya prevalensi kejadian Tuberkulosis. Tujuan : Mengetahui
gambaran self efficacy dan pengetahuan klien Tuberkulosis di Rumah
Riwayat artikel
Sakit Umum Bangil. Metode : Penelitian deskriptif dengan pendekatan
Diajukan: 3 Agustus 2019
cross sectional. Sampel penelitian sebesar 70 responden dengan purposive
Diterima: 28 Maret 2020
sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen
menggunakan kuesioner. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan klien
Tuberkulosis mempunyai self efficacy yang baik sebanyak 41 orang
Penulis Korespondensi:
(58,6%), %), cukup sebanyak 20 orang (28,6%) dan sisanya memiliki self
- Muhammad Afif Hilmi
efficacy kurang sebanyak 9 orang (12,9%). dan memiliki pengetahuan yang
Masyfahani
baik sebanyak 36 orang (51,4%). Klien Tuberkulosis juga memiliki
- Fakultas Keperawatan,
pengetahuan yang baik sebanyak 36 orang (51,4%), cukup sebanyak 24
Universitas Airlangga
orang (34,3%) dan sisanya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 10
masyfahani@gmail.com
orang (14,3 %). Kesimpulan : Keyakinan klien mengenai manajemen
perawatan dirinya bisa meningkat dan mampu menghasilkan semangat
Kata Kunci:
untuk mencari pengetahuan, sikap positif dan keterampilan manajemen diri
peningkatan dan perilaku kesehatan klien secara umum. Pengetahuan klien
Self efficacy, Pengetahuan,
dengan memberikan informasi dan pemahaman melalui media modul pada
Tuberkulosis
klien Tuberkulosis mengenai penyakit Tuberkulosis sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan klien mengenai manajemen perawatan dirinya.
Abstract
Introduction Tuberculosis is a contagious disease that is spread
throughout the world and is a public health problem due to high morbidity
and mortality. Along with the increasing prevalence of Tuberculosis
events. Objective: To determine the self efficacy picture and knowledge of
Tuberculosis clients in Bangil General Hospital. Method: Descriptive
research with cross sectional approach. The research sample of 70
respondents with purposive sampling which inclusion and exclusion
criteria. The instrument uses a questionnaire. Results: The results showed
that tuberculosis clients had good self efficacy as many as 41 people
(58.6%),%), quite as many as 20 people (28.6%) and the rest had less self
efficacy as many as 9 people (12.9%) . and have good knowledge as many
as 36 people (51.4%). Tuberculosis clients also have good knowledge as
many as 36 people (51.4%), quite as many as 24 people (34.3%) and the
rest have less knowledge as many as 10 people (14.3%). Conclusion:
Clients' beliefs about self-care management can increase and be able to
(Masyfahani, M.A.H, et al, 2020)
Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020
berhubungan dengan self efficacy terkait disusun dan ditata untuk disajikan dan
kemampuan dalam menghadapi penyakit dianalisis).
Tuberkulosis Paru yang terdiri dari 10
pertanyaan dengan menggunakan skala HASIL
Guttman sebagai berikut ; 1 = yakin dan 0 = Pada data menginterpretasikan
tidak yakin. Semuanya merupakan pertanyaan karakteristik umum responden yang meliputi
favourable. Nilai tertinggi adalah 10 dan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
terendah 0. Semakin tinggi nilainya maka self pekerjaan, status merokok, pernah mendapat
efficacy semakin baik, demikian sebaliknya. pendidikan kesehatan.
Sedangkan Instrumen pengetahuan Berdasarkan tabel 5.1 klien
menggunakan kuesioner yang berhubungan Tuberkulosis pada umumnya berjenis
dengan pengetahuan tentang Tuberkulosis kelamin laki-laki dari pada perempuan
Paru. Kuesioner pengetahuan yang digunakan sebanyak 46 orang (65,7%). Usia penderita
dalam penelitian ini terdiri atas 10 pertanyaan Tuberkulosis pada umumnya adalah usia
yang terdiri dari 1 pertanyaan tentang dewasa awal sebesar 41 orang (58,6%).
pengertian Tuberkulosis Paru, 1 pertanyaan Tingkat pendidikan pada klien Tuberkulosis
tentang tanda & gejala Tuberkulosis Paru, 1 sebagian besar berpendidikan SMP sebanyak
pertanyaan tentang pemeriksaan penyakit 49 orang (70%) yang merupakan sebagian
Tuberkulosis Paru, 1 pertanyaan tentang besar mempunyai pekerjaan sebagai
pengobatan Tuberkulosis Paru, 1 pertanyaan wiraswasta sebesar 40 orang (57,1%).
tentang efek samping pengobatan Sebesar 75,7% responden mengatakan
Tuberkulosis Paru, 2 pertanyaan tentang merokok dan semuanya pernah mendapat
penunjang pengobatan Tuberkulosis, 2 pendidikan kesehatan (100%).
pertanyaan tentang penularan Tuberkulosis Tabel tabel 5.2 menunjukkan bahwa
Paru, 1 pertanyaan tentang pencegahan sebagian besar klien Tuberkulosis memiliki
Tuberkulosis Paru. Semua pertanyaan self efficacy yang baik sebanyak 41 orang
merupakaan pertanyaan favourable. (58,6%), cukup sebanyak 20 orang (28,6%)
Kuesioner menggunakan pilihan ganda yang dan sisanya memiliki self efficacy kurang
diberikan 3 pilihan jawaban. Jika jawaban sebanyak 9 orang (12,9%).
responden benar, maka akan mendapatkan Tabel tabel 5.3 menunjukkan bahwa
nilai 1 dan jika jawaban responden salah maka sebagian besar klien Tuberkulosis memiliki
akan mendapatkan nilai 0. pengetahuan yang baik sebanyak 36 orang
Lokasi untuk penelitian ini adalah Poli (51,4%), cukup sebanyak 24 orang (34,3%)
Paru RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan. dan sisanya memiliki pengetahuan kurang
Waktu penelitian Maret-Agustus 2018. sebanyak 10 orang (14,3 %).
Teknik pengumpulan data adalah
melakukan perijinan, setelah itu peneliti PEMBAHASAN
melakukan pengumpulan data dengan Berdasakan hasil penelitian
memberikan kuesioner kepada klien didapatkan hasil bahwa Sebanyak 70 klien
Tuberkulosis. Pengolahan data dalam Tuberkulosis pada umumnya berjenis
penelitian ini melalui proses editing kelamin laki-laki dari pada perempuan.
(memeriksa data, memeriksa jawaban, Menurut WHO jumlah laki-laki yang
melakukan pengecekan terhadap data yang meninggal akibat Tuberkulosis paru dalam
dikumpulkan dan memeriksa kelengkapan satu tahun sedikitnya 1 juta orang, hal ini
serta kesalahan), coding (memberi kode dapat terjadi karenakan laki-laki lebih mudah
jawaban responden sesuai dengan indikator terpapar penyakit akibat penurunan sistem
pada instrumen), transfering (memindahkan imun seperti Tuberkulosis paru akibat
jawaban atau kode dalam media tertentu kebiasan laki-laki yang suka mengkonsumsi
pada master tabel), tabulating (dari data alkohol dan rokok. Hasil ini sejalan dengan
mentah dilakukan penyesuaian data yang penelitian yang dilakukan oleh Rini (2011)
merupakan pengorganisasian data sedemikian didapatkan hasil bahwa jenis kelamin yang
rupa agar dengan mudah dapat di jumlah, paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak
38 orang (56.8 %). Rini menjelaskan
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan adalah kelompok dengan rentang antara usia
jenis kelamin, usia, pendidikan 15-49 tahun yang merupakan kategori usia
terakhir, pekerjaan, status produktif. Hal ini menurut peneliti dikarenakan
merokok, pernah mendapat pada usia produktif terdapat kecenderungan
pendidikan kesehatan untuk banyak melakukan interaksi dan
Karakteristik Jumlah memiliki mobilitas yang tinggi di luar rumah
N % sehingga lebih rentan untuk tertular penyakit
Jenis Kelamin tuberkulosis. Hasil ini menunjukkan bahwa
Laki-laki 46 65,7 lebih dari separuh penderita terjadi pada
Perempuan 24 34,3 kelompok usia produktif. Hal ini sesuai dengan
Usia
laporan WHO (2017) sebelumnya dua per tiga
Dewasa Awal 41 58.6
Dewasa Akhir 29 41.4
kasus Tuberkulosis terjadi pada kelompok usia
Tingkat pendidikan produktif secara ekonomi, yaitu 15 – 59 tahun.
SMP 49 70 Hasil penelitian menunjukan bahwa
SMA 21 30 karakteristik tingkat pendidikan responden
Pekerjaan terbanyak adalah SMP sebanyak 49 orang
Pedagang 23 32,9 (70%). Tingkat pendidikan merupakan salah
Wirasasta 40 57,1 satu faktor pengendalian penularan penyakit
Ibu rumah tangga 7 10 Tuberkulosis paru. Pendidikan merupakan
Status Merokok usaha dasar untuk mengembangkan
Merokok 53 75,7
kemampuan dan kepribadian yang berlangsung
Tidak Merokok 17 24,3
Pernah PENKES
seumur hidup. Semakin tinggi pendidikan
Ya 70 100 seseorang, semakin banyak pengetahuannya
Tidak 0 0 dan tinggi kesadarannya tentang hak yang
dimilikinya untuk memperoleh informasi
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi self efficacy tentang upaya pengendalian penularan penyakit
Tuberkulosis paru sehingga menuntut dirinya
klien Tuberkulosis
agar memperoleh keselamatan jiwanya.
Self efficacy Jumlah
Rendahnya tingkat pendidikan akan
N %
Baik 41 58,6 berpengaruh pada pemahaman mengenai upaya
Cukup 20 28,6 pengendalian penularan penyakit Tuberkulosis
Kurang 9 12,9 paru. Sedangkan klien dengan tingkat
Jumlah 70 100 pendidikan yang lebih tinggi akan
mempengaruhi perilakunya dalam upaya
pengendalian penularan penyakit Tuberkulosis
paru.
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian
klien Tuberkulosis menunjukan bahwa sebagian besar karakteristik
Pengetahuan Jumlah
pekerjaan responden adalah wiraswasta yang
N %
Baik 36 51,4 berjumlah 40 orang (57,1%). Menurut peneliti
Cukup 24 34,3 hasil penelitian ini memiliki hubungan dengan
Kurang 10 14,3 tingkat aktivitas yang memungkinkan
Jumlah 70 100 penularan kuman Tuberkulosis yang lebih
mudah dari penderita Tuberkulosis paru. Pada
dasarnya bekerja sebagai wiraswasta memiliki
Berdasarkan hasil penelitian yang telah resiko lebih rentan tertular dengan penderita
dilakukan didapatkan bahwa usia penderita Tuberkulosis paru dikarenakan pekerja
Tuberkulosis pada umumnya adalah usia melakukan kontak dengan banyak orang.
dewasa awal sebanyak 41 orang (58,6%).
Menurut pendapat peneliti usia sangat berperan Self efficacy klien Tuberkulosis
dalam angka kejadian penyakit Tuberkulosis. Hasil penelitian menunjukkan sebagian
Hal ini sesuai dengan penelitian Umami (2016) besar klien Tuberkulosis mempunyai self
yang menyatakan bahwa 75 % karakteristik efficacy yang baik sebanyak 41 orang (58,6%).
usia klien Tuberkulosis paru di Indonesia
(Masyfahani, M.A.H, et al, 2020)
Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020
Self efficacy dapat dicapai melalui pemberian yang tinggi. kebanyakan penderita tidak datang
motivasi dan meningkatkan keyakinan terhadap selama fase intensif karena tidak adekuatnya
kemampuan diri dalam menghadapi penyakit self efficacy pada dirinya yang mengakibatkan
Tuberkulosis. Klien mempunyai keyakinan pengaruh motivasi terhadap kepatuhan berobat,
yang kuat terhadap kemampuan yang dimiliki besarnya angka ketidakpatuhan berobat akan
seperti keyakinan klien bahwa penyakitnya bisa mengakibatkan tingginya angka kegagalan
disembuhkan dengan mengikuti pengobatan pengobatan penderita Tuberkulosis paru
secara tuntas, klien juga termotivasi untuk tetap dengan BTA yang resisten dengan pengobatan
melanjutkan minum obat walau harus standar. Hal ini akan mempersulit
mengalami efek samping dari pengobatan, klien pemberantasan penyakit Tuberkulosis paru di
yakin bahwa banyak klien lain yang sembuh Indonesia.
asal mau minum obat secara tepat dan tuntas, Petugas kesehatan selalu memberikan
klien juga yakin terhadap diri sendiri bahwa motivasi untuk meningkatkan persepsi klien
dapat mengatasi segala rintangan yang dihadapi Tuberkulosis terkait manfaat perilaku
selama pengobatan dan dukungan keluarga pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis,
selalu diberikan pada klien agar dapat sehingga meningkatkan kesadaran dan motivasi
menjalani aktivitas sehari-hari secara normal untuk berlangsungnya perilaku sehat seperti
tanpa ada perasaan dihindari oleh orang lain. menutup mulut saat batuk atau bersin,
Dalam sebuah penelitian yang membuang dahak pada tempat khusus dan
dilakukan oleh Garrod (2008) self efficacy menggunakan masker. Petugas kesehatan juga
terbukti mempengaruhi keputusan individu membantu mengatasi hambatan yang dihadapi
untuk melakukan tindakan perawatan diri. seperti kesulitan dalam pengobatan, kesulitan
Dikemukakan bahwa self efficacy bertindak dalam memperoleh informasi terkait penyakit
sebagai mediator antara perubahan dalam dan kebutuhan akan pengetahuan terkait
kualitas hidup, gejala dan fungsi fisiologis pada penyakit. Hal ini memberikan dampak yang
kepatuhan berobat dan rehabilitasi paru. positif terhadap self efficacy yang berhubungan
Pengukuran self efficacy dirancang untuk dengan pencegahan penularan dan melibatkan
menguji keyakinan individu untuk melakukan keluarga sebagai sumber utama interpersonal
kegiatan yang dipilih sebagai usaha yang yang diharapkan dapat mendukung klien dalam
diinginkan Garrod (2008). Self efficacy dapat perilaku pencegahan penularan Tuberkulosis
memberikan prediksi terhadap kepatuhan dan dapat meningkatkan perilaku yang
seseorang dalam melakukan perawatan dirinya mempromosikan kesehatan dengan
sendiri. Pada penderita Tuberkulosis paru selain meningkatkan pemahaman klien terkait
faktor fisik, penting juga diperhatikan faktor penyakit Tuberkulosis.
psikologis antara lain pemahaman individu Bandura (1997) menyampaikan terdapat
yang dapat mempengaruhi persepsi terhadap banyak bukti bahwa keberhasilan dan
penyakit. Tuberkulosis paru merupakan contoh kesejahteraan manusia dapat dicapai dengan
klasik penyakit yang tidak hanya menimbulkan rasa optimis, ketika dalam realita sosial banyak
dampak terhadap perubahan fisik, tetapi mental sekali tantangan hidup seperti hambatan,
dan juga sosial. Bagi penderita Tuberkulosis kesengsaraan, kemunduran, frustasi dan
paru dampak secara umum, batuk yang terus ketidakadilan yang harus dihadapi. Seseorang
menerus, sesak nafas, nyeri dada, nafsu makan harus mempunyai keyakinan keberhasilan yang
menurun, berat badan menurun, keringat pada kuat untuk dapat mempertahankan usahanya.
malam hari dan kadang-kadang demam yang Rasa self efficacy yang tinggi akan
tinggi. Tidak sedikit klien yang ketika menimbulkan daya tahan terhadap hambatan
didiagnosis Tuberkulosis paru timbul ketakutan dan kemunduran dari setiap kesulitan yang ada.
dalam dirinya, ketakutan itu dapat berupa Orang yang mengalami kecemasan akan mudah
ketakutan akan pengobatan, kematian, efek terserang depresi. Sedangkan orang yang
samping obat, menularkan penyakit ke orang mempunyai rasa self efficacy yang tinggi akan
lain, kehilangan pekerjaan, ditolak, dan lebih mampu untuk melakukan berbagai usaha
didiskriminasikan (International Union dan latihan serta mengotrol lingkungan
AgaintsTuberculosis and Lung Disease, 2007). sekitarnya.
Ketidakpatuhan untuk berobat secara teratur
bagi penderita Tuberkulosis paru tetap menjadi Pengetahuan klien Tuberkulosis
hambatan untuk mencapai angka kesembuhan