Anda di halaman 1dari 10

GAMBARAN SELF EFFICACY DAN PENGETAHUAN PADA KLIEN

TUBERKULOSIS

Self Efficacy and Knowledge Description on Tuberculosis Clients

Muhammad Afif Hilmi Masyfahani 1, Tintin Sukartini2, Ririn Probowati3

1. Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga


2. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
3. STIKES Pemkab Jombang

Abstrak
Pendahuluan: Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang
tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena angka morbiditas dan mortalitas tinggi. Seiring dengan
meningkatnya prevalensi kejadian Tuberkulosis. Tujuan : Mengetahui
gambaran self efficacy dan pengetahuan klien Tuberkulosis di Rumah
Riwayat artikel
Sakit Umum Bangil. Metode : Penelitian deskriptif dengan pendekatan
Diajukan: 3 Agustus 2019
cross sectional. Sampel penelitian sebesar 70 responden dengan purposive
Diterima: 28 Maret 2020
sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen
menggunakan kuesioner. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan klien
Tuberkulosis mempunyai self efficacy yang baik sebanyak 41 orang
Penulis Korespondensi:
(58,6%), %), cukup sebanyak 20 orang (28,6%) dan sisanya memiliki self
- Muhammad Afif Hilmi
efficacy kurang sebanyak 9 orang (12,9%). dan memiliki pengetahuan yang
Masyfahani
baik sebanyak 36 orang (51,4%). Klien Tuberkulosis juga memiliki
- Fakultas Keperawatan,
pengetahuan yang baik sebanyak 36 orang (51,4%), cukup sebanyak 24
Universitas Airlangga
orang (34,3%) dan sisanya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 10
masyfahani@gmail.com
orang (14,3 %). Kesimpulan : Keyakinan klien mengenai manajemen
perawatan dirinya bisa meningkat dan mampu menghasilkan semangat
Kata Kunci:
untuk mencari pengetahuan, sikap positif dan keterampilan manajemen diri
peningkatan dan perilaku kesehatan klien secara umum. Pengetahuan klien
Self efficacy, Pengetahuan,
dengan memberikan informasi dan pemahaman melalui media modul pada
Tuberkulosis
klien Tuberkulosis mengenai penyakit Tuberkulosis sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan klien mengenai manajemen perawatan dirinya.

Abstract
Introduction Tuberculosis is a contagious disease that is spread
throughout the world and is a public health problem due to high morbidity
and mortality. Along with the increasing prevalence of Tuberculosis
events. Objective: To determine the self efficacy picture and knowledge of
Tuberculosis clients in Bangil General Hospital. Method: Descriptive
research with cross sectional approach. The research sample of 70
respondents with purposive sampling which inclusion and exclusion
criteria. The instrument uses a questionnaire. Results: The results showed
that tuberculosis clients had good self efficacy as many as 41 people
(58.6%),%), quite as many as 20 people (28.6%) and the rest had less self
efficacy as many as 9 people (12.9%) . and have good knowledge as many
as 36 people (51.4%). Tuberculosis clients also have good knowledge as
many as 36 people (51.4%), quite as many as 24 people (34.3%) and the
rest have less knowledge as many as 10 people (14.3%). Conclusion:
Clients' beliefs about self-care management can increase and be able to
(Masyfahani, M.A.H, et al, 2020)
Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020

generate enthusiasm to seek knowledge, positive attitudes and self-


management skills to improve and the client's health behavior in general.
Client knowledge by providing information and understanding through a
module media to the Tuberculosis client regarding Tuberculosis disease so
as to increase the client's knowledge regarding management of her care.

PENDAHULUAN Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset


Tuberkulosis merupakan salah satu Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
penyakit menular yang tersebar di seluruh 2013, angka kejadian Tuberkulosis paru di
dunia dan menjadi masalah kesehatan Jawa Timur adalah 0,2 %. Angka kejadian
masyarakat karena angka morbiditas dan Tuberkulosis paru di Jawa Timur terus
mortalitas tinggi. Penyakit ini sulit untuk mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu
diatasi walaupun pengendalian dengan pada tahun 2013 sebanyak 3660 kasus, tahun
strategi Directly Observed Treatment, Short- 2014 sebanyak 3896 kasus, tahun 2015
course chemotherapy (DOTS) telah sebanyak 3914 kasus, dan pada tahun 2016
diterapkan sejak lama. Hal ini disebabkan ditemukan sebanyak 3926 kasus yang tersebar
pengobatannya lama dan diperlukan dalam 19 kabupaten/ kota dalam Propinsi
kepatuhan dari penderitanya. Dengan Jawa Timur termasuk Kabupaten Pasuruan.
meningkatnya prevalensi kejadian Penelitian ini dilakukan untuk
Tuberkulosis tersebut, maka penanganan mengetahui gambaran self efficacy dan
Klien Tuberkulosis selain pengobatan, kini pengetahuan pada klien Tuberkulosis di
berfokus pada pemberdayaan klien agar Rumah Sakit Umum Bangil Pasuruan.
terlibat aktif dalam perawatan penyakitnya.
Akan tetapi, pemberdayaan klien METODE PENELITIAN
Tuberkulosis dalam mengelola penyakitnya Desain penelitian ini bersifat
sampai saat ini masih rendah. Semakin banyak deskriptif secara cross sectional dengan
kejadian multiple drug resistance (MDR) mengumpulkan dan mengolah data untuk
Tuberkulosis yang yang muncul sebagai mengetahui gambaran self efficacy dan
akibat dari faktor putus obat Tuberkulosis. Hal pengetahuan klien Tuberkulosis di RSUD
ini menjadikan tingkat kompleksitas masalah Bangil Pasuruan. Sampel penelitian sebesar
Tuberkulosis menjadi semakin meningkat. 70 responden dengan menggunakan tehnik
Profil Kesehatan Indonesia 2016 purposive sampling. Kriteria inklusi pada
menempatkan penyakit Tuberkulosis sebagai penelitian ini adalah Klien Tuberkulosis Paru
yang pertama dalam prioritas pengendalian Primer yang telah memasuki fase pengobatan
penyakit, dikarenakan penyakit Tuberkulosis intensif (1-2 bulan pertama) yang tercatat di
mempunyai dampak yang luas terhadap rekam medik, klien Tuberkulosis Paru berusia
kualitas hidup dan kasus kematian yang 26-45 tahun dan klien bisa membaca menulis.
tinggi. Faktor yang berpengaruh dalam upaya Kriteria eksklusi penelitian ini adalah klien
menekan atau mengendalikan angka kejadian dengan gangguan muskuloskeletal,
Tuberkulosis adalah keberhasilan pengobatan. pendengaran, kejiwaan, pendengaran dan
Berdasarkan catatan Kemenkes RI 2016, penglihatan, klien Tuberkulosis dengan
angka keberhasilan pengobatan menurun komplikasi dan yang hamil atau menyusui.
drastis dari tahun – tahun sebelumnya. Sejak 7 Alat dan bahan yang digunakan untuk
tahun sebelumnya angka keberhasilan memberikan intervensi self management
pengobatan berkisar pada 90,1% sampai 92%, education pada klien Tuberkulosis yaitu
kemudian menurun menjadi 85% (data per satuan acara kegiatan, modul, alat rekam, dan
Juni 2016), angka tersebut masih di bawah buku catatan untuk mencatat hal yang penting
target succes rate dari WHO yang ketika pemberian intervensi self management
menetapkan target > 85% (Kementerian education.
Kesehatan RI, 2016). Instrumen penelitian menggunakan
Jawa Timur merupakan salah satu kuesioner untuk mengukur variabel self
provinsi di Indonesia yang angka kejadian efficacy dan pengetahuan. Instrumen self
Tuberkulosis parunya cukup tinggi. efficacy menggunakan kuesioner yang

(Masyfahani, M.A.H,,et al 2020)


Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020

berhubungan dengan self efficacy terkait disusun dan ditata untuk disajikan dan
kemampuan dalam menghadapi penyakit dianalisis).
Tuberkulosis Paru yang terdiri dari 10
pertanyaan dengan menggunakan skala HASIL
Guttman sebagai berikut ; 1 = yakin dan 0 = Pada data menginterpretasikan
tidak yakin. Semuanya merupakan pertanyaan karakteristik umum responden yang meliputi
favourable. Nilai tertinggi adalah 10 dan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
terendah 0. Semakin tinggi nilainya maka self pekerjaan, status merokok, pernah mendapat
efficacy semakin baik, demikian sebaliknya. pendidikan kesehatan.
Sedangkan Instrumen pengetahuan Berdasarkan tabel 5.1 klien
menggunakan kuesioner yang berhubungan Tuberkulosis pada umumnya berjenis
dengan pengetahuan tentang Tuberkulosis kelamin laki-laki dari pada perempuan
Paru. Kuesioner pengetahuan yang digunakan sebanyak 46 orang (65,7%). Usia penderita
dalam penelitian ini terdiri atas 10 pertanyaan Tuberkulosis pada umumnya adalah usia
yang terdiri dari 1 pertanyaan tentang dewasa awal sebesar 41 orang (58,6%).
pengertian Tuberkulosis Paru, 1 pertanyaan Tingkat pendidikan pada klien Tuberkulosis
tentang tanda & gejala Tuberkulosis Paru, 1 sebagian besar berpendidikan SMP sebanyak
pertanyaan tentang pemeriksaan penyakit 49 orang (70%) yang merupakan sebagian
Tuberkulosis Paru, 1 pertanyaan tentang besar mempunyai pekerjaan sebagai
pengobatan Tuberkulosis Paru, 1 pertanyaan wiraswasta sebesar 40 orang (57,1%).
tentang efek samping pengobatan Sebesar 75,7% responden mengatakan
Tuberkulosis Paru, 2 pertanyaan tentang merokok dan semuanya pernah mendapat
penunjang pengobatan Tuberkulosis, 2 pendidikan kesehatan (100%).
pertanyaan tentang penularan Tuberkulosis Tabel tabel 5.2 menunjukkan bahwa
Paru, 1 pertanyaan tentang pencegahan sebagian besar klien Tuberkulosis memiliki
Tuberkulosis Paru. Semua pertanyaan self efficacy yang baik sebanyak 41 orang
merupakaan pertanyaan favourable. (58,6%), cukup sebanyak 20 orang (28,6%)
Kuesioner menggunakan pilihan ganda yang dan sisanya memiliki self efficacy kurang
diberikan 3 pilihan jawaban. Jika jawaban sebanyak 9 orang (12,9%).
responden benar, maka akan mendapatkan Tabel tabel 5.3 menunjukkan bahwa
nilai 1 dan jika jawaban responden salah maka sebagian besar klien Tuberkulosis memiliki
akan mendapatkan nilai 0. pengetahuan yang baik sebanyak 36 orang
Lokasi untuk penelitian ini adalah Poli (51,4%), cukup sebanyak 24 orang (34,3%)
Paru RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan. dan sisanya memiliki pengetahuan kurang
Waktu penelitian Maret-Agustus 2018. sebanyak 10 orang (14,3 %).
Teknik pengumpulan data adalah
melakukan perijinan, setelah itu peneliti PEMBAHASAN
melakukan pengumpulan data dengan Berdasakan hasil penelitian
memberikan kuesioner kepada klien didapatkan hasil bahwa Sebanyak 70 klien
Tuberkulosis. Pengolahan data dalam Tuberkulosis pada umumnya berjenis
penelitian ini melalui proses editing kelamin laki-laki dari pada perempuan.
(memeriksa data, memeriksa jawaban, Menurut WHO jumlah laki-laki yang
melakukan pengecekan terhadap data yang meninggal akibat Tuberkulosis paru dalam
dikumpulkan dan memeriksa kelengkapan satu tahun sedikitnya 1 juta orang, hal ini
serta kesalahan), coding (memberi kode dapat terjadi karenakan laki-laki lebih mudah
jawaban responden sesuai dengan indikator terpapar penyakit akibat penurunan sistem
pada instrumen), transfering (memindahkan imun seperti Tuberkulosis paru akibat
jawaban atau kode dalam media tertentu kebiasan laki-laki yang suka mengkonsumsi
pada master tabel), tabulating (dari data alkohol dan rokok. Hasil ini sejalan dengan
mentah dilakukan penyesuaian data yang penelitian yang dilakukan oleh Rini (2011)
merupakan pengorganisasian data sedemikian didapatkan hasil bahwa jenis kelamin yang
rupa agar dengan mudah dapat di jumlah, paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak
38 orang (56.8 %). Rini menjelaskan

(Masyfahani, M.A.H,,et al 2020)


Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020

penelitian di negara maju menunjukan bahwa


laki-laki memiliki resiko tertular akibat
kontak dan beraktifitas diluar lebih besar dari
pada perempuan, sehingga lebih memudahkan
penularan penyakit Tuberkulosis paru dari
orang lain.

(Masyfahani, M.A.H,,et al 2020)


Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan adalah kelompok dengan rentang antara usia
jenis kelamin, usia, pendidikan 15-49 tahun yang merupakan kategori usia
terakhir, pekerjaan, status produktif. Hal ini menurut peneliti dikarenakan
merokok, pernah mendapat pada usia produktif terdapat kecenderungan
pendidikan kesehatan untuk banyak melakukan interaksi dan
Karakteristik Jumlah memiliki mobilitas yang tinggi di luar rumah
N % sehingga lebih rentan untuk tertular penyakit
Jenis Kelamin tuberkulosis. Hasil ini menunjukkan bahwa
Laki-laki 46 65,7 lebih dari separuh penderita terjadi pada
Perempuan 24 34,3 kelompok usia produktif. Hal ini sesuai dengan
Usia
laporan WHO (2017) sebelumnya dua per tiga
Dewasa Awal 41 58.6
Dewasa Akhir 29 41.4
kasus Tuberkulosis terjadi pada kelompok usia
Tingkat pendidikan produktif secara ekonomi, yaitu 15 – 59 tahun.
SMP 49 70 Hasil penelitian menunjukan bahwa
SMA 21 30 karakteristik tingkat pendidikan responden
Pekerjaan terbanyak adalah SMP sebanyak 49 orang
Pedagang 23 32,9 (70%). Tingkat pendidikan merupakan salah
Wirasasta 40 57,1 satu faktor pengendalian penularan penyakit
Ibu rumah tangga 7 10 Tuberkulosis paru. Pendidikan merupakan
Status Merokok usaha dasar untuk mengembangkan
Merokok 53 75,7
kemampuan dan kepribadian yang berlangsung
Tidak Merokok 17 24,3
Pernah PENKES
seumur hidup. Semakin tinggi pendidikan
Ya 70 100 seseorang, semakin banyak pengetahuannya
Tidak 0 0 dan tinggi kesadarannya tentang hak yang
dimilikinya untuk memperoleh informasi
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi self efficacy tentang upaya pengendalian penularan penyakit
Tuberkulosis paru sehingga menuntut dirinya
klien Tuberkulosis
agar memperoleh keselamatan jiwanya.
Self efficacy Jumlah
Rendahnya tingkat pendidikan akan
N %
Baik 41 58,6 berpengaruh pada pemahaman mengenai upaya
Cukup 20 28,6 pengendalian penularan penyakit Tuberkulosis
Kurang 9 12,9 paru. Sedangkan klien dengan tingkat
Jumlah 70 100 pendidikan yang lebih tinggi akan
mempengaruhi perilakunya dalam upaya
pengendalian penularan penyakit Tuberkulosis
paru.
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian
klien Tuberkulosis menunjukan bahwa sebagian besar karakteristik
Pengetahuan Jumlah
pekerjaan responden adalah wiraswasta yang
N %
Baik 36 51,4 berjumlah 40 orang (57,1%). Menurut peneliti
Cukup 24 34,3 hasil penelitian ini memiliki hubungan dengan
Kurang 10 14,3 tingkat aktivitas yang memungkinkan
Jumlah 70 100 penularan kuman Tuberkulosis yang lebih
mudah dari penderita Tuberkulosis paru. Pada
dasarnya bekerja sebagai wiraswasta memiliki
Berdasarkan hasil penelitian yang telah resiko lebih rentan tertular dengan penderita
dilakukan didapatkan bahwa usia penderita Tuberkulosis paru dikarenakan pekerja
Tuberkulosis pada umumnya adalah usia melakukan kontak dengan banyak orang.
dewasa awal sebanyak 41 orang (58,6%).
Menurut pendapat peneliti usia sangat berperan Self efficacy klien Tuberkulosis
dalam angka kejadian penyakit Tuberkulosis. Hasil penelitian menunjukkan sebagian
Hal ini sesuai dengan penelitian Umami (2016) besar klien Tuberkulosis mempunyai self
yang menyatakan bahwa 75 % karakteristik efficacy yang baik sebanyak 41 orang (58,6%).
usia klien Tuberkulosis paru di Indonesia
(Masyfahani, M.A.H, et al, 2020)
Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020

Self efficacy dapat dicapai melalui pemberian yang tinggi. kebanyakan penderita tidak datang
motivasi dan meningkatkan keyakinan terhadap selama fase intensif karena tidak adekuatnya
kemampuan diri dalam menghadapi penyakit self efficacy pada dirinya yang mengakibatkan
Tuberkulosis. Klien mempunyai keyakinan pengaruh motivasi terhadap kepatuhan berobat,
yang kuat terhadap kemampuan yang dimiliki besarnya angka ketidakpatuhan berobat akan
seperti keyakinan klien bahwa penyakitnya bisa mengakibatkan tingginya angka kegagalan
disembuhkan dengan mengikuti pengobatan pengobatan penderita Tuberkulosis paru
secara tuntas, klien juga termotivasi untuk tetap dengan BTA yang resisten dengan pengobatan
melanjutkan minum obat walau harus standar. Hal ini akan mempersulit
mengalami efek samping dari pengobatan, klien pemberantasan penyakit Tuberkulosis paru di
yakin bahwa banyak klien lain yang sembuh Indonesia.
asal mau minum obat secara tepat dan tuntas, Petugas kesehatan selalu memberikan
klien juga yakin terhadap diri sendiri bahwa motivasi untuk meningkatkan persepsi klien
dapat mengatasi segala rintangan yang dihadapi Tuberkulosis terkait manfaat perilaku
selama pengobatan dan dukungan keluarga pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis,
selalu diberikan pada klien agar dapat sehingga meningkatkan kesadaran dan motivasi
menjalani aktivitas sehari-hari secara normal untuk berlangsungnya perilaku sehat seperti
tanpa ada perasaan dihindari oleh orang lain. menutup mulut saat batuk atau bersin,
Dalam sebuah penelitian yang membuang dahak pada tempat khusus dan
dilakukan oleh Garrod (2008) self efficacy menggunakan masker. Petugas kesehatan juga
terbukti mempengaruhi keputusan individu membantu mengatasi hambatan yang dihadapi
untuk melakukan tindakan perawatan diri. seperti kesulitan dalam pengobatan, kesulitan
Dikemukakan bahwa self efficacy bertindak dalam memperoleh informasi terkait penyakit
sebagai mediator antara perubahan dalam dan kebutuhan akan pengetahuan terkait
kualitas hidup, gejala dan fungsi fisiologis pada penyakit. Hal ini memberikan dampak yang
kepatuhan berobat dan rehabilitasi paru. positif terhadap self efficacy yang berhubungan
Pengukuran self efficacy dirancang untuk dengan pencegahan penularan dan melibatkan
menguji keyakinan individu untuk melakukan keluarga sebagai sumber utama interpersonal
kegiatan yang dipilih sebagai usaha yang yang diharapkan dapat mendukung klien dalam
diinginkan Garrod (2008). Self efficacy dapat perilaku pencegahan penularan Tuberkulosis
memberikan prediksi terhadap kepatuhan dan dapat meningkatkan perilaku yang
seseorang dalam melakukan perawatan dirinya mempromosikan kesehatan dengan
sendiri. Pada penderita Tuberkulosis paru selain meningkatkan pemahaman klien terkait
faktor fisik, penting juga diperhatikan faktor penyakit Tuberkulosis.
psikologis antara lain pemahaman individu Bandura (1997) menyampaikan terdapat
yang dapat mempengaruhi persepsi terhadap banyak bukti bahwa keberhasilan dan
penyakit. Tuberkulosis paru merupakan contoh kesejahteraan manusia dapat dicapai dengan
klasik penyakit yang tidak hanya menimbulkan rasa optimis, ketika dalam realita sosial banyak
dampak terhadap perubahan fisik, tetapi mental sekali tantangan hidup seperti hambatan,
dan juga sosial. Bagi penderita Tuberkulosis kesengsaraan, kemunduran, frustasi dan
paru dampak secara umum, batuk yang terus ketidakadilan yang harus dihadapi. Seseorang
menerus, sesak nafas, nyeri dada, nafsu makan harus mempunyai keyakinan keberhasilan yang
menurun, berat badan menurun, keringat pada kuat untuk dapat mempertahankan usahanya.
malam hari dan kadang-kadang demam yang Rasa self efficacy yang tinggi akan
tinggi. Tidak sedikit klien yang ketika menimbulkan daya tahan terhadap hambatan
didiagnosis Tuberkulosis paru timbul ketakutan dan kemunduran dari setiap kesulitan yang ada.
dalam dirinya, ketakutan itu dapat berupa Orang yang mengalami kecemasan akan mudah
ketakutan akan pengobatan, kematian, efek terserang depresi. Sedangkan orang yang
samping obat, menularkan penyakit ke orang mempunyai rasa self efficacy yang tinggi akan
lain, kehilangan pekerjaan, ditolak, dan lebih mampu untuk melakukan berbagai usaha
didiskriminasikan (International Union dan latihan serta mengotrol lingkungan
AgaintsTuberculosis and Lung Disease, 2007). sekitarnya.
Ketidakpatuhan untuk berobat secara teratur
bagi penderita Tuberkulosis paru tetap menjadi Pengetahuan klien Tuberkulosis
hambatan untuk mencapai angka kesembuhan

(Masyfahani, M.A.H, et al, 2020)


Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020

Hasil penelitian menunjukkan sebagian diharapkan dalam mencegah dan


besar klien Tuberkulosis memiliki pengetahuan menanggulangi penyakit Tuberkulosis. Tingkat
yang baik sebanyak 36 orang (51,4%). pengetahuan yang rendah dalam upaya
Pengetahuan secara keseluruhan dalam kategori mencegah dan menanggulangi penyakit
baik karena klien dapat menjawab benar Tuberkulosis dapat menjadi faktor resiko
sebagian pertanyaan seperti penyakit terjadinya penularan Tuberkulosis.
Tuberkulosis dapat menular kepada orang lain Pengetahuan yang kurang dapat terjadi karena
melalui batuk/ bersin dan dahak, sinar matahari minimnya informasi serta tidak adekuatnya
yang dapat membunuh kuman penyebab informasi yang didapatkan dan diterima oleh
penyakit Tuberkulosis, mencegah penularan responden.
dengan minum obat anti Tuberkulosis (OAT) Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh
dengan teratur dan tuntas serta dengan pola El Hameed (2014) tentang program perawatan
makan yang sehat. Hal tersebut dapat diri pada klien Tuberkulosis hasilnya adalah
dipengaruhi oleh informasi yang didapatkan peningkatan yang signifikan pada pengetahuan
klien sebelumnya dari petugas kesehatan di dan kemampuan mengelola fisik dan
rumah sakit pada saat awal pengobatan berdampak pada kondisi fisik, mental dan sosial
Tuberkulosis atau dari sumber lain, namun klien Tuberkulosis pada orang dewasa. Artinya
klien menjawab salah untuk beberapa program yang berkaitan hasil dan tujuan yang
pertanyaan seperti klien Tuberkulosis harus jelas akan membuat klien mampu
tidur terpisah dengan anggota keluarga yang meningkatkan pengetahuan dan mencapai
lain, dahak harus dibuang pada tempat khusus tujuan yang di tetapkan. Klien yang ingin cepat
dan penyakit Tuberkulosis tidak dapat menular sembuh, mampu melakukan keperawatan
melalui keturunan. Hasil Penelitian ini sendiri untuk mempercepat proses
menunjukkan bahwa pengetahuan klien yang penyembuhan. Hal ini juga di dukung oleh
berfokus pada tentang manfaat dari perilaku penelitian program suportif edukasi pada klien
pencegahan penularan Tuberkulosis tergolong Tuberkulosis di masyarakat juga di lakukan
baik, petugas kesehatan membantu mengatasi Umami (2016) dengan hasil penelitian bahwa
hambatan yang dialami klien dalam pendidikan kesehatan mampu meningkatkan
mendapatkan informasi tentang pencegahan Pengetahuan dan Sikap Penderita dalam
penularan Tuberkulosis dengan memberikan Pencegahan Penularan Tuberkulosis klien
penjelasan konsep penyakit Tuberkulosis dan Tuberkulosis di rumah.
melibatkan dukungan dari keluarga yang Penelitian yang lain dilakukan oleh
terbukti meningkatkan pengetahuan klien Ridlwan (2018) mengemukakan bahwa
terkait pencegahan penularan Tuberkulosis. pengetahuan klien tentang diet DM tipe 2
Selain penyuluhan yang diberikan merupakan hal yang penting guna mencapai
petugas kesehatan, klien juga memperoleh kepatuhan menjalani diet sehingga terbentuk
pengetahuan dari sumber-sumber informasi lain perilaku kepatuhan. Peningkatan pengetahuan
yang dapat diperoleh seperti : koran, TV, menjalani diet pada DM tipe 2 memerlukan
Majalah, Radio dan pengalaman tetangga. Jika peran serta tenaga kesehatan untuk memberikan
keluarga jarang terpapar dengan sumber informasi yang tepat untuk mengontrol pola
informasi tersebut maka, keluarga hanya makan pada penderita DM tipe 2. Pengetahuan
memperoleh sedikit informasi tentang klien yang baik adalah salah satu faktor yang
kesehatan penderita. Penerimaan atau juga meningkatkan kesadaran diri klien dari
penangkapan informasi yang diterima keluarga segi kesehatan, merubah gaya hidup kearah
juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang sehat, patuh terhadap terapi dan
keluarga yang mayoritas berpendidikan SMP, berkualitas.
yang tergolong dalam kategori pendidikan
rendah sehingga mempengaruhi keluarga dalam
penyerapan informasi. KESIMPULAN
Meningkatnya pengetahuan klien Berdasarkan hasil penelitian dan
adalah salah satu tercapainya tujuan edukasi. pembahasan yang telah dilakukan dapat
Dengan demikian meningkat juga kesadaran disimpulkan bahwa:
diri dari segi kesehatan, merubah gaya hidup ke 1. Sebagian besar klien Tuberkulosis
arah yang sehat, patuh terhadap terapi dan mempunyai self efficacy yang baik
berkualitas. Pengetahuan yang baik sangat sebanyak 41 orang (58,6%). Keyakinan

(Masyfahani, M.A.H, et al, 2020)


Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020

klien mengenai manajemen perawatan Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of


dirinya bisa meningkat dan mampu human behavior (Vol. 4, pp. 71-81).
menghasilkan semangat untuk mencari New York: Academic Press. (Reprinted
pengetahuan, sikap positif dan in H. Friedman [Ed.], Encyclopedia of
keterampilan manajemen diri peningkatan mental health. San Diego: Academic
dan perilaku kesehatan klien secara umum. Press, 1998).
2. Sebagian besar klien Tuberkulosis Bravo, P., Edwards, A., Barr, P. J., Scholl, I.,
memiliki pengetahuan yang baik sebanyak Elwyn, G., & McAllister, M. 2015.
36 orang (51,4%). Pengetahuan klien Conceptualising patient empowerment: a
dengan memberikan informasi dan mixed methods study. BMC Health
pemahaman melalui media modul pada Services Research, 15(1), 252
klien Tuberkulosis mengenai penyakit Bourbeau, Cosgrove, D., Macmahon, J., , J.,
Tuberkulosis sehingga dapat meningkatkan Bradley, J. M., & O’Neill, B., 2013.
pengetahuan klien mengenai manajemen Facilitating education in pulmonary
perawatan dirinya. rehabilitation using the living well with
COPD programme for pulmonary
SARAN rehabilitation: a process evaluation. BMC
Diharapkan bagi klien Tuberkulosis selalu Pulmonary Medicine, 13(1), 50.
meningkatkan kesadaran untuk mencari Costa, A., Emmanuel, P., Ingebourg, G., Paiva,
informasi mengenai penyakit Tuberkulosis E., Cavalcanti, V., 2017 ‘Clinical
dalam upaya meningkatkan pemberdayaannya Nutrition ESPEN Dietary counseling
serta mempraktikan edukasi yang diberikan adherence during tuberculosis treatment:
dalam kehidupan sehari-hari. A longitudinal study’, Clinical Nutrition
ESPEN, 17, pp. 44–53. doi:
DAFTAR PUSTAKA 10.1016/j.clnesp.2016.11.001.
Depkes, RI & WHO., 2002. 'Lembar Fakta
Addisu, Y., Birhanu, Z., Tilahun, D., & Assefa, Tuberkulosis'. Hari Tuberkulosis
T., 2014 ‘Predictor Of Treatment Sedunia 24 Maret 2002.
Seeking Intention Among People With Depkes RI., (2002). Pedoman Nasional
Cough In East Wollega , Ethiopia Based Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
On The Theory Of Planned Behavior: A Depkes RI hal. 8: 3- 47
Community Based Cross-Sectional Dharma, K., 2011. Metodologi Penelitian
Study’, Ethiop J Health Sci, 24(2). doi: Keperawatan: Panduan Melaksanakan
http://dx.doi.org/10.4314/ejhs.v24i2.5. dan Menerapkan Hasil Penelitian.
Adiatama, Tjandra Y., 2000. Tuberkulosis: Jakarta: Trans Info Media.
Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Dotulong, J. F. J., Sapulete, M. R. and Kandou,
Jakarta : Laboratorium Mikobakteriologi G. D., 2015 ‘Hubungan Faktor Risiko
RSUP Persahabatan / WHO Umur, Jenis Kelamin dan Kepadatan
Collaborating Center for Tuberculosis Hunian dengan Kejadian Penyakit
Alligood,M.R.&Tomey,A.M., 2006. Nursing TUBERKULOSIS Paru di Desa Wori
Theorists and Their Work, 6th. ed, Mosby Kecamatan Wori’, Jurnal Kedokteran
Missouri. Komunitas dan Tropik, III, pp. 57–65.
Alligood,M.R.&Tomey,A.M., 2017. Pakar Efraimsson, E. Ö., Hillervik, C., & Ehrenberg,
Teori Keperawatan dan Karya Mereka, A., 2008. Effects of COPD self-care
Edisi Indonesia ke-8 Volume 2, Elsevier, management education at a nurse-led
Singapura. primary health care clinic. Scandinavian
Almatser, S., 2004. Penuntun Diit. PT. Journal of Caring Sciences, 22(5), 178–
Gramedia Pustaka Utara. Jakarta 185.
Alsagaff, H. and Mukty, A., 2005. Dasar-dasar El Hameed, B., 2014. Pengaruh program Self
ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga care terhadap pemberdayaan pasien
University Press. Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten
Amin, Z. and Bahar, A., 2009. Ilmu Penyakit Maluku Tenggara. Tesis. Yogyakarta :
Dalam Jilid III. V. Jakarta: Balai Universitas Gajah Mada
Penerbit FK UI. Garrod, R, Marshall, J, Jones, F., 2008. Self
Bandura, A. (1997). Self efficacy In V. S. efficacy measurement and goal

(Masyfahani, M.A.H, et al, 2020)


Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020

attainment after pulmonary (Canada)). ProQuest Dissertations and


rehabilitation. Int J Chron Obstruct Theses, , n/a. Retrieved from
Pulmon Dis. ;3:791–796 http://search.proquest.com/docview/304
Green, 2005. Health Education Planing a 402398?accountid=17242
Diagnostic Approach. Johns Hapkins Ministry of Health., 2014. Self-management
University: Mayfield Pub Co. Support for people with long-term
Harpita, P. and Padmawati, R., 2017 conditions, (November), 1–7.
‘Efektifitas Pendidikan Kesehatan Monteagudo, M., 2013. Factors associated with
Melalui Multimedia dan Tatap Muka changes in quality of life of COPD
terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu patients: a prospective study in primary
Hamil tentang ASI dan Menyusui’, care. Respiratory Medicine, 107(10),
Jurnal Care, 5, pp. 156–167. 1589–97.
Ho, C. and Lee, T.,2014. ‘An Evaluation Of Monteagudo M, Rodriguez-Blanco T,
Medication Adherence In Hypertensive Llagostera M.,2013. Effect of health
Patients Using The Theory Of Planned professional education on outcomes of
Behavior’, value In Health, 7(PCV45), chronic obstructive pulmonary disease in
p. A763. doi: primary care: a non-randomized clinical
10.1016/j.jval.2014.08.270. trial. Respirology., 18, 718–727.
Indrawati, L., 2012. 'Upaya Meningkatkan Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan dan
Perilaku Preventif Remaja Melalui Perilaku Kesehatan. Revisi, 20. Jakarta:
Pendidikan Kesehatan dengan Rineka Cipta.
Pendekatan HPM (HPM) Infeksi Nugroho, S. A., 2016. ‘Hubungan Antara
Menular Seksual (IMS)', Tesis, Pengetahuan Penderita Tuberculosis Dan
Universitas Airlangga Surabaya. Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
IUATLD.,2008. Nutrition and Tuberculosis. A Menelan obat Di Wilayah Kerja
Review of the Literature and Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus’.
Considerations for Tuberkulosis Control Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu
Program. Keperawatan Pendekatan Praktis. 4th
Kemenkes.,2014. Pedoman Nasional edn. Edited by P. Lestari. Jakarta Selatan:
Pengendalian Tuberkulosis. Edited by T. Salemba Medika.
Dini hari. Jakarta: Kementrian Kesehatan Nursalam. (2014). Manajemen
RI. Keperawatan.edisi 3. Jakarta : Salemba
Kementerian Kesehatan RI., 2016. Profil Medika
Kesehatan Indonesia 2015. Edited by D. Pameswari, P., Halim, A. and Yustika, L.
Budijanto. Kementrian Kesehatan RI. (2016) ‘Tingkat Kepatuhan Penggunaan
doi: 351.077 Ind. Obat pada Klien Tuberkulosis di Rumah
Lin, C., Updegraff, J. A. and Pakpour, A. H., Sakit Mayjen H . A . Thalib Kabupaten
2016. ‘Epilepsy & Behavior The Price (2006) Patofisiologi Vol 2: Konsep
relationship between the theory of Kllinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
planned behavior and medication EGC.
adherence in patients with epilepsy’, Potter & Perry., 2005. Buku Ajar Fundamental
Epilepsy & Behavior. Elsevier Inc., 61, Keperawatan Konsep, Proses, dan
pp. 231–236. doi: Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta
10.1016/j.yebeh.2016.05.030. Pender, N.J., Murdaugh, C. and Parsons, M.A.
Machfudli, 2016. 'Pengaruh modifikasi model (2002). Health Promotion in Nursing
asuhan keperawatan adaptasi Roy Practice. 4th Edition, Prentice-Hall
terhadap self efficacy, respon penerimaan Health, Inc., USA, 140-145
dan respon biologis pada pasien Rosyida, L., 2015. ‘Kepatuhan Klien Pada
tuberkulosisi paru', Disertasi, Universitas Penggunaan Obat Antidiabetes Dengan
Airlangga, Surabaya Metode Pill-Count Dan MMAS-8 Di
Marcinkho, S., 2008. The wellness planner: Puskesmas Kedurus Surabaya’, Jurbak
Testing an intervention designed to Farmasu Komunitas, 2(2), pp. 36–41.
increase empowerment and improve Ridwan,A., 2018. Efektivitas Diabetes Self
quality of life in individuals with mental Management Education melalui SMS
illness. University of Manitoba terhadap pengetahuan Penderita Diabetes

(Masyfahani, M.A.H, et al, 2020)


Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), Vol 6, No 1, Tahun 2020

Mellitus. Idea Nursing Journal.Vol IX. Simo', p.1-15


No. I 2018 Valero C, Monteagudo M, Llagostera M,
Rini, Ika S., 2011. Hubungan antara efikasi diri Bayona X, Granollers S, Acedo M.,
dengan kualitas hidup klien penyakit 2009. Evaluation of a combined strategy
paru obstruksi kronik dalam konteks directed towards health-care
asuhan keperawatan di RS Paru Batu professionals and patients with chronic
dan RSU Dr Saiful Anwar Malang Jawa obstructive pulmonary disease (COPD):
Timur. Tesis. universitas Indonesia. Information and health education
Tidak dipublikasikan feedback for improving clinical
Sarwono, S. W., 2012. Psikologi Remaja. monitoring and quality-of-life. BMC
Jakarta: PT. Raja Garlindo Persada. Public Health, 9(1), 442.
Sastroasmoro dan Ismail., 2011, Dasar-dasar WHO, 2017. Global Tuberculosis Report. 20th
metodologi penelitian klinis, Sagung edn. France: WHO Library Cataloguing-
Seto, Jakarta. in-Publication Data.
Smeltzer, S. and Bare, B., 2009. Buku Ajar Widoyono, 2011. Penyakit Tropis
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Epidemiologi,Penularan,Pencegahan
Suddarth. (Edisi 8 V. Jakarta: EGC. Dan Pemberantasannya. Jakarta:
Stark, E. and John., 2002. Manual Ilmu Erlangga.
Penyakit Paru. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Stellefson, M., Tennant, B., Don, J., 2012. A
critical review of effects of COP Self
Management Education on Self efficacy.
Journal Public Health, Vol.1, no.2012,
hal 1-10.
Sukartini, Tintin, 2015. Pengembangan model
peningkatan kepatuhan berbasis teori
sistem interaksi King dan pengaruhnya
terhadap kepatuhan pasien tuberkulosis
paru', Disertasi, Universitas Indonesia,
Depok
Sunaryo, 2004. Psikologi untuk Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Spalding., 2004. Preoperative education ;
empowering patients with confidence.
International Journal Rehabilitation.
N(4); 147-153
Tobing, T, L.,2009. ‘Pengaruh perilaku klien
Tuberkulosis paru dan kondisi rumah
terhadap pencegahan potensi penularan
Tuberkulosis paru pada keluarga di
kabupaten Tapanuli utara tahun 2008.’,
Tesis http: repository.usu.ac.id diunduh
24 September 2017.
Turner, A., Anderson, J., Wallace, L., &
Kennedy-Williams, P., 2014. Evaluation
of a self-management programme for
patients with chronic obstructive
pulmonary disease. Chronic Respiratory
Disease, 11(3), 163–172.
Umami, Y.H., 2016. Pengaruh Pendidikan
Kesehatan tentang Tuberkulosis
Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan
Sikap Penderita dalam Pencegahan
Penularan Tuberkulosis di Puskesmas

(Masyfahani, M.A.H, et al, 2020)

Anda mungkin juga menyukai