Anda di halaman 1dari 34

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama/Kelamin/Umur : Tn. M/ Laki-laki / 67 tahun
Pekerjaan/ Pendidikan : Wiraswasta
Alamat : RT 03 Tanjung Raden

II. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


Status Perkawinan : menikah
Jumlah anak :2
Status Ekonomi Keluarga : Cukup
KB yang diikuti : Tidak ada
Kondisi Rumah :

Pasien tinggal di rumah semi permanen dengan luas ±


8x15m2. Lantai dan dinding rumah terbuat dari kayu
,dinding rumah tidak dilapisi cat sedangkan lantai
beralas perlak palstik berwarrna coklat yang rapi.
Kondisi rumah
memiliki 2 pintu, 1
pada bagian depan dan
1 bagian belakang
rumah dekat dapur,
selain itu terdiri rumah dari 5 jendela di bagian
depan , 3 samping kiri rumah , 2 pada bagian
belakang dan 1 pada masing-masing kamar. Rumah
memiliki ventilasi dan pencahayaan yang cukup,
pasien sering membuka jendela saat siang hari agar

1
terjadi pertukaran udara . Rumah tersebut terdiri dari 1 ruang tamu, 1 ruang tengah
tempat menonton dan 1 dapur yang bergabung dengan ruang makan, dan 2 kamar
tidur. Terdapat 1 kamar mandi dengan wc jongkok yang terletak di dalam rumah.
Sumber air bersih berasal dari PDAM, air minum berasal dari air isi ulang dan listrik
bersumber dari PLN.

Kondisi Lingkungan Sekitar


Rumah: Rumahnya berada di
lingkungan yang padat penduduk, jarak

2
rumah ke rumah hanya ± 1meter, lingkungan cukup bersih. Perkarangan depan rumah
tidak jelas karena kepadatan rumah tersebut.

Aspek Psikologis
Keluarga: Pasien tinggal bersama istrinya. Tidak ada masalah psikologis dalam
keluarga, hubungan pasien dan keharmonisan dengan anggota keluarga lainnya cukup
baik.

III. Keluhan Utama


Batuk berdarah sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas
IV. Riwayat Penyakit Sekarang
± 3 minggu sebelum datang ke puskesmas pasien mengeluh batuk, batuk
dirasakan hilang timbul disertai dahak bewarna kuning kehijauan. Batuk tidak
disertai sesak napas ataupun bersin pada pagi hari. Pasien telah berobat ke puskesmas
untuk keluhan batuknya dan diberi obat batuk, selama mengkonsumsi obat, batuk
dirasakan berkurang, namun apabila obat habis keluhan batuk muncul kembali.
Keluhan juga disertai demam yang naik turun dan hilang timbul,menggigil(-), selain
itu pasien juga mengeluhkan sering keringat pada malam hari walaupun cuaca tidak
panas.

3
±3 minggu ini pasien juga mengeluhkan nafsu makan mulai menurun, sehingga
pasien merasa bawa berat badannya mulai menurun, hal ini dirasakan pasien
saat menggunakan pakian dan sarung.
±2 minggu sebelum ke puksesmas pasien mengeluh demam yang semakin
hilang timbul, batuk semakin sering tapi dahak sudah mulai kejiahauan dan
nafsu makan yang semakin menurun .
±1 minggu ini pasien merasa badannya terasa semakin lemah dan batuk yang
bertambah parah, demam tetap hilang timbul, nafsu makan menurun dan masih
sering keringat malam.
±3 hari sebelum ke puskesmas , pasien mengeluh keluar dahak yang disertai
dengan bercak kemerahan sebanyak 2 kali dalam sehari, dahak bewarna merah
segar.
BAB dalam batass normal, berdarah (-), kencing dalam batas normal,
berdarah (-).
Pasien mengetahui ada seorang teman pasien yang menderita TBC dan sedang
dalam fase pengobatan, keluhan serupa pada keluarga (-).
Os memiliki kebiasaan merokok sejak kelas 3 smp, 1 hari bisa menghabiskan
3 bungkus rokok djisamsoe.

V. Faktor memperberat:
Apabila pasien tidak minum obat batuk, batuk akan semakin memberat.
VI. Faktor memperingan :
Keluhan batuk semakin berkurang dan sedikit lega saat mengkonsumsi obat
batuk.

VII. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit serupa sebelumnya (-)
- Riwayat penyakit Asma(-)
- Riwayat Penyakit keganansan (-)

4
- Riwayat DM(-)
- Riwayat sakit kuning(-)

VIII. Riwayat Penyakit Keluarga


- Keluhan serupa pada keluarga (-)
- Riwayat asma pada keluarga (-)
- Riwayat penyakit keganasan pada keluarga (-)

IX. Riwayat makanan ,alergi, dan perilaku kesehatan


- riwayat alergi obat (-)
- riwayat alergi makanan(-)
- riwayat penggunaan obat jangka panjang (-)
- pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak 3 smp, 3 bungkus sehari
dengan merk djisamsoe

X. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,8˚ C
Tinggi badan: 162cm
Berat Badan : 43kg
a. Kepala bentuk : normocephal
Ekspresi : biasa
Simetris : simetris
- Mata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-), sklera
ikterik (-/-). Pupil (isokor kanan/kiri)

5
- Telinga: normatia, sekret (-/-), liang telinga hiperemis (-/-), edema (-),
Membran timpani perforasi (-/-)
- Hidung: Napas cuping hidung (-), sekret (+/+) jernih, hipertrofi konka
(-/-), deviasi septum nasi (-/-), polip (-), korpus alineum (-)
- Mulut : Mukosa lembab, bibir sianosis (-), Lidah kotor (-)
- Tenggorokan: tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus (-)

b. Leher : pembesaran KGB dan tiroid (-)


c. Toraks : Bentuk simetris, retraksi (-)
Pergerakan dinding dada : tidak ada yang tertinggal
Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : nyeri tekan (-), ictus cordis teraba pada ICS V
MCS
 Perkusi : sonor (+/+)
 Auskultasi : suara normal jantung reguler, gallop (-),
murmur (-)
Paru
 Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan paru simeris
ki/ka.
 Palpasi : vokal premitus kiri=kanan (menurun)
 Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru kanan dan kiri
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+) menurun, wheezing
(-/-), suara nafas tambahan ronki basah kasar (+/+) Pada kedua
apex paru.
d. Abdomen :
 Inspeksi : soepel, hernia umbilikalis (-), asites (-), striae
(-), lesi(-)

6
 Auskultasi : bising usus (+) normal,
 Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
 Perkusi : timpani.
E. Ekstremitas : tidak ada kelainan. Akral hangat, edema (-)

XI. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Darah Rutin
Hasil Pemeriksaan
HGB : 11,0 g/ dl
RBC : 4,78 juta/mm3 darah
WBC : 18.700 sel/ mm3 darah
PLT : 250.000 sel/mm3 darah

b. Pemeriksaan Urine Rutin


Hasil Pemeriksaan
Warna : Kuning
BJ : 1020
Ph :6 (4,5 – 8 )
Protein : negatif`` (negatif)
Glukosa : negatif (negatif)
Bilirubin : negatif (negatif)
Nitrit : negatif (negatif)
Leukosit : 0 – 5/lpb (0 – 5/ lpb)
Eritrosit : 0 – 5/lpb (0 – 5/ lpb)

c. Pemeriksaan Sputum (BTA) : BTA +2

7
XII. Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan Foto Thoraks
Pemeriksaan LED
Pemeriksaan TCM
Pemeriksaan Faal Hati
XIII. Diagnosis Kerja
Tuberkulosis Kasus Baru ( A15)
XIV. Diagnosis Banding
- PPOK (J.44)
- Bronkitis (J.40)
- Ca Paru ( C.34.90)

XV. Penatalaksanaan
1. Promotif :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya
- Menjelaskan kepada pasien untuk disiplin dalam minum obatnya
- Menunjuk isteri pasien sebagai PMO bagi pasien untuk menunjang keberhasilan
pengobatan pasien
- Mengedukasi pasien dan keluarga pasien tantang resiko penularan, dan
pentingnya untuk deteksi dini
- Menjelaskan kepada pasien efek samping obat TBC
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pentingnya ventilasi dirumah dan
membuka jendela setiap hari agar cahaya matahari dan sirkulasi udara di rumah
baik.

2. Preventif :
- Jangan buang dahak sembarangan, sebaiknya ditampung di tissue / kertas lalu
dikubur atau dibakar
- Hindari bergadang

8
- Jangan mengkonsumsi alkohol
- Jangan merokok
- Jangan kumpul bersama dengan orang-orang yang merokok.
3. Kuratif :
a. Non Farmakologi
- Istirahat yang cukup
- Menggunakan masker
- Makan makanan yang bergizi
- Memperbaiki sirkulasi dan pencahayaan di rumah

b. Farmakologis
Pemberian Obat FDC
o Rifampisin 150 mg
o INH 75 mg
o Etambutol 275 mg
o Pirazinamid 400 mg

Obat tradisional
Ramuan TBC
Bahan : Andrographispaniculata nees (Sambiloto)
Cara : Daunnya digiling hingga menjadi bubuk dan diaduk
dengan madu
Aturan : Diminum 3 kali sehari

4. Rehabilitatif
Memantau minum obat pasien agar tidak terputus selama 6 bulan kedepan
secara rutin dan kontrol ke Puskesmas setiap bulan untuk mengambil obat. Hal ini
dilakukan dengan kerja sama dari pasien tersebut dengan mengikuti saran dokter

9
untuk datang secara berkala dan membawa bukti bungkus obatnya. Memeriksa
kembali dahak setelah 2 bulan fase pengobatan intensif.

10
RESEP

Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Olak Kemang
dr. Andreas Desmon
SIP. G1a216054
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Tanggal: 13 /8/2018

1.1 Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit
infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis yang
ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang
terinfeksi.Mycobacterium tuberculosis
merupakan kuman aerob yang dapat
Dinas Kesehatan Kota Jambi
hidup terutama di paru / berbagai organ Puskesmas Olak Kemang
tubuh lainnya yang bertekanan parsial dr. Andreas Desmon
tinggi.Penyakit tuberkulosis ini biasanya SIP. G1a216054

menyerang paru tetapi dapat menyebar ke


Tanggal: 13 /8/2018
hampir seluruh bagian tubuh termasuk
meninges, ginjal, tulang, nodus
limfe.Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu
kemudian dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau ketidakefektifan
respon imun.1,2

1.2 Epidemiologi

11
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini.Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO pada tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah
kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Pada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, Total seluruh
kasus TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB baru
BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB Extra
Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan ulang diluar
kasus kambuh. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan
2-3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortality sebesar
39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tetinggi terdapat di Afrika yaitu 83
per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan
cepat kasus TB yang muncul.3

1.3 Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan
batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini
berukuran lebar 0,3-0,6 μm dan panjang 1-4 μm. Dinding Mycobacterium
tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi
(60%).Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks, trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial
sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Struktur dinding sel yang kompleks
tersebut menyebabkan bakteri Mycobakterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu
apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna
tersebut dengan larutan asam-alkohol. 3

12
1.4 Patogenesis
1.4.1 Tuberkulosis primer
Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik yang
disebut sarang primer atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang primer ini
mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivitas.
Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis regional). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
bening di hilus (limfadenitis regional).Sarang primer limfangitis lokal dan
limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini
selanjutnya dapat menjadi :3

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak terjadi.


2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5
mm dan ± 10% diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang
dormant.
3. Menyebar dengan cara :
 Per kontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya
 Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
 Secara limfogen ke organ tubuh lainnya.
 Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.

1.4.2 Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)

13
Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.TB
sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit
maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.TB post-primer ini dimulai dengan sarang dini
yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikalposterior lobus superior atau
inferior).Invasinya adalah ke daerah parenkim paruparu dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histiosit dan sel Datia-Langhans (sel-sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi
oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. TB post primer juga dapat
berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua.3
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini
dapat menjadi :3

1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.


2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh denganserbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras
3. Menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya
mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan
keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding
tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam
jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan
dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim
yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan antara sitokin dengan
TNF-nya.

1.5 Klasifikasi Tuberkulosis Paru


1.5.1 Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) 3

14
TB paru dibagi atas :
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah :
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi.
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah :
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberculosis aktif.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative dan biakan
Mycobakterium tuberculosis positif.

TB paru BTA (+)

TB paru

TB paru BTA (-)

1.5.2 Berdasarkan tipe pasien 3


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)

15
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negative tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif/ perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
 Lesi nontuberkukosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
 TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang komponen
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil
obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

f. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan BTA negative (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan
lebih mendukung.

16
 Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.

Kasus baru

Kasus kambuh

Tipe penderita
TB paru
Kasus drop out

Kasus gagal
pengobatan

Kasus kronik

1.6 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, raiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya.3

1.6.1 Gejala klinis 3,5


Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala local
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala local ialah
gejala respiratori.
a. Gejala respiratori
 Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk
membuang dahak keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit
tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam

17
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).
 Batuk darah
Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena lesi dan
kemudian pecah.Batuk darah ini dapat hanya ringan saja, sedang ataupun
berat tergantung dari berbagai faktor.Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.

 Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
 Sesak napas
Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.

b. Gejala sistemik
 Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41ºC.Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.Keadaan ini sangat

18
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
TB yang masuk.
 Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain.Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi secara tidak teratur.
 Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.

1.6.2 Pemeriksan Fisik


Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemi, suhu demam (subfebris), badan
kurus dan berat badan menurun.Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai
adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas,
maka didapatkan inspeksi tidak simetris, gerakan napas kiri dan kanan yang tidak
sama, palpasi fremitus kiri tidak sama dengan kanan, perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa
ronki basah, kasar dan nyaring.Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura,
suara napasnya menjadi vesikuler melemah.Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara
amforik.5
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya.Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila
jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru akan
terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan
arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal
jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal

19
jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial
gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang
meningkat, hepatomegali, asites dan edema. Bila TB mengenai pleura sering
terbentuk efusi pleura.Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Pada
palpasi, fremitus tidak sama dan bagian paru yang terdapat efusi pleura akan lebih
lemah atau tidak ada terdengar getaran sama sekali. Perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.5

1.6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium5
1. Darah
Pada sast TB baru aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal.Laju endap darah mulai meningkat.Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.Laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga antara lain
anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama globulin meningkat,
dan kadar natrium darah menurun.

2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
basil tahan asam (BTA), diagnosis TB sudah dapat dipastikan.Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang
sudah diberikan.Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan
5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara
Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan
Gabbet. Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA tetapi pada biakan hasilnya negatif .Ini terjadi pada fenomen deadbacilli atau

20
non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat anti TB jangka
pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan menggunakan
skala IUATLD (International Union Againts Tuberculosis andLung Diseases):
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.
b. Ada 1 – 9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
c. Ada 1 – 99 BTA per 100 lapangan pandang, disebut + atau 1+
d. Ada 1 – 10 BTA per lapangan pandang, disebut ++ atau 2+
e. Ada > 10 BTA per lapangan pandang, disebut +++ atau 3+
Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan keparahan
penyakit, derajat penularan dan evaluasi pengobatan.

3. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni
dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative)
intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat
dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength).Kadang-kadang bila
dengan 5 T.U masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U.
(second strength).Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negative berarti TB
dapat disingkirkan.Umumnya tes Mantoux dengan 5 T.U. saja sudah cukup
berarti.Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria
patogen lainnya.Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-
72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang
terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan

21
antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan
antigen tuberkulin amat dipengaruhi olehantibodi humoral, makin besar pengaruh
antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan3. Berdasarkan hal-hal
tersebut diatas, hasil tes Mantoux inidibagi dalam:
a. indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity.
Disini peran antibodi humoral paling menonjol.
b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini
peran antibodi humoral masih menonjol.
c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini
peran kedua antibodi seimbang.
d. Indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity.
Disini peran antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang
positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni padapemberian
BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebihbanyak
ditemukan daripada positif palsu. Hal-hal ini memberikan reaksituberkulin berkurang
(negatif palsu) yakni :
 Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan TB
 Alergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)Penyakit eksantematous
dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis.
 Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
 Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi
lainnya.
 Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan. Untuk penderita dengan
HIV positif, test Mantoux ± 5 mm, dinilai positif.

4. Pemeriksaan Radiologi 3

22
Pemeriksaan standar ialah foto thorax PA, pemeriksaan lain atas indikasi :
foto lateral, top lordotik, oblik, CT scan. Pada pemeriksaan foto thoraks, tuberculosis
dapat member gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan/ nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif
 Fibrotik
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan pleura.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Tujuan pengobatan penderita tuberkulosis adalah : 5
− Menyembuhkan penderita
− Mencegah kematian
− Mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi terhadap OAT
− Memutuskan rantai penularan

1.7.2 Prinsip Pengobatan 5


Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan, agar semua kuman (termasuk
kuman persisten) dapat dibunuh. Apabila panduan obat yang digunakan tidak adekuat

23
(jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan berkembang menjadi
kuman kebal obat (resisten).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap
lanjutan.Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap semua Obat Anti TB (OAT),
terutama rifampisin.Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan intensif,
Sedangkan pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.

1.7.3 Paduan Obat Anti TB (OAT) di Indonesia 3,5


WHO dan IUATLD (International Union Againts Tuberculosis and Lung
Diseases) merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu : kategori 1 (2 HRZE /4
H3R3 atau 2 HRZE / 4 HR atau 2 HRZE / 6 HE); kategori 2 (2 HRZES / HRZE/ 5
H3R3E3 atau 2 HRZES / HRZE / 5 HRE); kategori 3 (2 HRZ /4 H3R3 atau 2HRZ / 4
HR atau 2 HRZ / 6 HE). Program Nasional Penanggulangan TB diIndonesia
menggunakan paduan OAT, yaitu : kategori 1 (2 HRZE / 4 H3R3);kategori 2 (2
HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3); dan paduan obat sisipan (HRZE).

 Obat Kategori 1 (2 HRZE / 4 H3R3)


Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan
etambutol (E).Obat–obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2
HRZE).Tahap ini diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniazid (H) dan
rifampisin (R) yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan pada penderita baru TB Paru BTA positif , penderita TB
Paru BTA negatif rontgen positif yang secara klinis sakit berat, dan penderita TB
Ekstra Paru yang secara klinis sakit berat.

24
 Obat Kategori 2 (2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3)
Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z),
ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan
selama 2 bulan. Tahap ini dilanjutkan dengan isoniazid (H), rifampisin (R),
pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan. Setelah itu diteruskan
dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga
kali dalam seminggu.Obat kategori 2 ini diberikan pada penderita kambuh (relaps),
penderita gagal (failure), dan penderita dengan pengobatan yang lalai (after default).

 Obat sisipan (HRZE)


Obat ini diberikan apabila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan
kategori 1 atau kategori 2, hasil pemeriksaan sputum masih BTA positif.Obat sisipan
(HRZE) diberikan setiap hari selama 1 bulan.Kini telah diperkenalkan obat dalam
bentuk FDC (Fixed DoseCombination/ Kombinasi Dosis Tetap). Dalam satu
tabletnya terdiri dari 2,3 atau 4 obat sekaligus. Obat jenis ini harus diproduksi secara
baik untuk menjamin bioavailabilitas obat-obat yang tercampur dalam satu
tablet.WHO menganjurkan obat 4 FDC, yang berisi Rifampisin 150 mg, INH 75 mg,
etambutol 275 mg, dan pirazinamid 400 mg, diberikan satu tablet untuk setiap 15
kilogram berat badan.

Tabel.1 Pemberian obat 4 FDC

BB pasien (kg) Jumlah Tablet (hari)


30-37 2
38-54 3

25
50-70 4
>71 5

Tabel 2. Jenis dan dosis OAT

Dosis yg dianjurkan Dosis Dosis (mg)/berat badan


Oba maks (kg)
Dosis
t Harian Intermitten (mg) 40-
<40 >60
(mg/kgBB/hr) (mg/KgBB/x) 60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai 750 1000
BB

a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks : lesi luas
Paduan obat yang dinajurkan : 2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6HE atau
2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk :
- TB paru BTA (+), kasus baru
- TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil
uji resistensi.

b. TB paru (kasus baru), BTA negative, pada foto toraks : lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau

26
6 RHE atau
2 RHZE / 4 R3H3

c. TB paru kasus kambuh


Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE, fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.

d. TB paru kasus gagal pengobatan


Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
paduan : 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan
15-18 bulan ofloksasi, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak
memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE.Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil
yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

e. TB paru kasus putus berobat


Pasien TB paru kasus lalai berobat akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan criteria sebagai berikut :
- Berobat ≥ 4 bulan
BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut
untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan

27
dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.

BTA saat ini positif


Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama

- Berobat < 4 bulan


Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
Bila BTA negatif, gambaran foto torak positif TB aktif pengobatan
diteruskan.

f. TB paru kasus kronik


- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif),
ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll.
Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

Tabel 3. Ringkasan paduan obat


Katego Kasus Paduan obat yang dianjurkan Keterangan
ri
I TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau

28
(+), BTA (-), 2 RHZE / 6 HE
lesi luas *2 RHZE / 4 R3H3

Bila
II Kambuh RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji
resistensi atau streptomisin
2RHZES/1RHZE/5RHE alergi, dpt
Gagal
diganti
pengobatan 3-6 kanamisin, ofloksasin,
etionamid,sikloserin/15-18 kanamisin
ofloksasin,etionamid, sikloserin
atau 2RHZES/1RHZE/5RHE

II TB paru putus Sesuai lama pengobatan


obat sebelumnya, lama berhenti minum
obat dan keadaan klinis,
bakteriologi dan radiologi saat ini
9lihat uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III TB paru BTA 2RHZE / 4RH atau 6RHE atau


(-), lesi minimal *2RHZE / 4R3H3

IV Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi


(minimal OAT yg sensitif) + obat
lini 2 (pengobatan minimal 18
bulan)

IV MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2


atau H seumur hidup

Catatan : * obat yang disediakan oleh Program Nasional TB

1.8 Komplikasi
TB Paru dapat menimbulkan komplikasi berupa :3,4,5
1. Batuk darah (Hemoptysis)

29
Pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, jika diantara jaringan
yang mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar kemungkinan
akan mengalami batuk darah.
2. TB Laring
Setiap kali sputum yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui laring, ada
basil yang tersangkut di laring dan menimbulkan proses TB di tempat
tersebut.
3. Pleuritis Eksudatif
Bila terdapat proses TB di bagian paru yang dekat sekali dengan pleura,
pleura akan ikut meradang dan menghasilkan cairan eksudat.
4. Pneumotoraks
Jika proses nekrosis dekat sekali dengan pleura, maka pleura akan ikut
mengalami nekrosis dan bocor, sehingga terjadi pneumotoraks. Sebab lain
pneumotoraks ialah pecahnya kavitas yang kebetulan berdekatan dengan
pleura, sehingga pleura robek.
5. Hidropneumotoraks, Empiema / piotoraks, dan Piopneumotoraks
Jika efusi pleura dan pnemotoraks terjadi bersamaan, maka disebut
hidropneumotoraks.Bila cairannya mengalami infeksi sekunder,
terjadilahpiopneumotoraks.Jika infeksi sekunder mengenai cairan eksudat
pada pleuritis eksudatif, terjadilah empiema atau piotoraks.
6. Abses Paru
Infeksi sekunder dapat mengenai jaringan nekrotis langsung, sehingga
akan terjadi abses paru.
7. Cor Pulmonale
Makin parah destruksi paru dan makin luas proses fibrotik di paru, resistensi
di paru akan meningkat. Resistensi ini akan menjadi beban bagi jantung kanan,
sehingga akan terjadi hipertrofi. Jika hal ini terus berlanjut akan terjadi dilatasi
ventrikel kanan dan berakhir dengan payah jantung kanan.
8. Aspergiloma

30
Kaviti tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan sudah sembuh kadang
– kadang tinggal terbuka dan dapat terinfeksi dengan jamur Aspergillus
fumigatus. Pada foto rontgen akan terlihat semacam bola terdiri atas fungus
yang berada dalam kavitas (fungus ball).
1.9 Prognosis
Penderita TB Paru BTA positif yang tidak diobati akan mengalami kematian
sebesar 50%, bila diobati secara massal angka kematiannya sebesar 12% dan jika
diobati secara individual masih memberikan angka kematian sebesar 7,5%, seperti
yang ditunjukkan oleh tabel di bawah ini.5
Tabel 4. Prognosis penderita TB paru BTA positif
Tanpa pengobatan Pengobatan Pengobatan
missal individual
Sembuh BTA 25% 63% 90%
(-)
25% 25% 3%
Kronik BTA (+)

BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis penyakit dengan keadaan rumah dan lingkungan


sekitar
Kondisi rumah memiliki 2 pintu, 1 pada bagian depan dan 1 bagian belakang
rumah dekat dapur, selain itu terdiri rumah dari 5 jendela di bagian depan , 3
samping kiri rumah , 2 pada bagian belakang dan 1 pada masing-masing kamar.
Rumah memiliki ventilasi dan pencahayaan yang cukup, pasien sering membuka
jendela saat siang hari agar terjadi pertukaran udara . lingkungan sekitar rumah
pasien tampak bersih dan rapi. Sumber air bersih berasal dari PDAM, air minum

31
berasal dari air isi ulang dan listrik bersumber dari PLN. Tidak terdapat hubungan
diagnosis penyakit dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Pasien tinggal bersama istrinya. Tidak ada masalah psikologis dalam keluarga,
hubungan pasien dan keharmonisan dengan anggota keluarga lainnya cukup baik.
Aspek psikologis dikeluarga tidak ada hubungannya dengan penyakit pasien,
karena didalam keluarga pasien berhubungan baik dengan keluargaanya.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Dari anamnesis di peroleh bahwa teman pasien ada yang menderita TBC dan
sedang dalam pengobatan, pasien tidak mnggunakan masker apa bila berkumpul
dengan teman pasien, sehingga bisa terjadi penularan bakteri TBC melalui udara.
Disini terdapat hubungan antara perilaku kesehatan pasien dengan lingkungan
sekitar, pasien kurang menjaga kesehatan dengan tidak menggunakan masker
saat bertemu dengan teman yang sedang sakit.
d. Analisis kemungkinan faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien
Penyebab tuberkulosis dimana akibat ada kontak dengan penderita TBC dan
daya tahan tubuh pasien sedang menurun. Dari anamnesis didapatkan bahwa ada
teman pasien yang menderita penyakit TBC dan sedang dalam fase pengobatan,
penyebaran dapat terjadi saat pasien bertemu dengan temannya, dimana terjadi
penularan memalui droplet yang tidak disadari pasien.

e. Analisis untuk mengurangi menghindari factor memperberat dan


penularan penyakit :
Untuk menghindari faktor yang memperberat yaitu dengan memodifikasi gaya
hidup yang sehat seperti makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan
kekebalan tubuh, hindari kontak dengan pasien yang menderita TBC dan

32
usahakan kamar ataupun ruangan di rumah harus terpapar matahari jadi harus
dibuka selalu jendela.

f. Edukasi
Menjelaskan tentang penyakit tuberculosis, cara penularan, cara pencegahan
dan penatalaksanaan penyakit ini. Menganjurkan keluarga untuk lebih berhati-
hati agar menggunakan masker saat keluar rumah. Menjelaskan kepada
keluarga bahwa penyakit ini dapat sembuh apabila mengikuti pengobatan
denga baik dan benr, apabila tidak mengikuti pengobatan maka angka
kesembuhan akan kecil. Menjaga kekebalan sistem imun dalam tubuh dengan
makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aviccena. Tuberculosis Paru. 2009. Diunduh dari http://TB paru/264-tuberculosis-


paru-tb-paru.html. (Diakses pada tanggal 12 agustus 2018).
2. Anonim. Tuberkulosis Paru. 2010. Diunduh dari
http://www.Scribd.com/doc/20358065/Tuberkulosis-Paru. (Diakses pada tanggal 12
agustus2018).
3. PDPI. Tuberkulosis, Pedoman dan Diagnosis Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia : 2006

4. Amin Zulkifli, Bahar Asril. Tuberkulosis Paru dalam : Sudoyo Aru W dkk. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran UI : 2006

33
5. Israr Yayan, Christoper dkk. Tuberkulosis Paru. 2009. Diunduh dari
http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/3448/I/paru-amira.Pdf. (Diakses
pada tanggal 12 agustus2018)

Lampiran

34

Anda mungkin juga menyukai