Anda di halaman 1dari 70

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/339427111

MODEL PEMBELAJARAN ONLINE BERBASIS BLENDED LEARNING DALAM


PENINGKATAN KUALITAS PERKULIAHAN MAHASISWA PADA FAKULTAS
TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR Oleh : Ilham Idrus* (Dosen pada...

Conference Paper · February 2012

CITATIONS READS

0 4,799

1 author:

Ilham Idrus

35 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

HAZOP Methode View project

My Big Data View project

All content following this page was uploaded by Ilham Idrus on 22 February 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MODEL PEMBELAJARAN ONLINE BERBASIS BLENDED LEARNING
DALAM PENINGKATAN KUALITAS PERKULIAHAN
MAHASISWA PADA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

Oleh :
Ilham Idrus*
(Dosen pada Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar)

Dalam menyongsong masyarakat ekonomi asia (MEA), dosen maupun guru dituntut
agar senantiasa meningkatkan peran sebagai fasilitator education, artinya sebagai seorang
dosen atau guru kita harus senantiasa dapat berperan aktif sebagai pusat informasi bagi semua
pihak utamanya dalam ranah akademik dan bidang keilmuan masing-masing. Sebagai seorang
fasilitator tentunya harus mempunyai konsep pengembangan diri dalam memberikan gagasan
dan ide-ide yang merupakan terobosan dalam dunia pendidikan. Terobosan yang dimaksud
adalah bagaimana seorang dosen atau guru mampu memberikan sumbangsih peran sebagai
fasilitator agar mampu mengemban amanah sebagai dosen atau guru. Langkah yang dapat
dilakukan diantaranya menerapan konsep pembelajaran online berbasis blended learning,
dimana model pembelajaran blended learning memberikan model pembelajaran yang berbeda
dengan model pembelajaran lainnya.
Blended learning memadukan berbagai konsep pembelajaran dalam satu kesatuan
system, sehingga interaksi antara dosen dan mahasiswa maupun antara guru dan siswa nya
dapat terjadi secara terus menerus tanpa harus dibatasi oleh ruang dan waktu. Media online
yang digunakan sudah mampu memberikan fasilitas interaksi secara real time sehingga
mahasiswa dipacu agar tetap konsisten melakukan proses pembelajaran dengan atau tanpa
melakukan tatap muka. Ketersediaan berbagai media pembelajaran online membuat interaksi
tersebut dapat terjadi antara dosen dan mahasiswa sharing materi maupun pemberian tugas
dan grup pembelajaran dapat tercapai sesuai konsep pembelajaran blended learning yang
diterapkan.
Hasil dari penerapan konsep pembelajaran berbasis blended learning pada beberapa
kelas perkuliahan di Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar ternyata mampu
meningkatkan minat dan motivasi mahasiswa dalam mengikuti proses perkuliahan yang
dikemas dalam konsep IT, sehingga secara tidak langsung berpengaruh pada peningkatan
kualitas pembelajaran atau perkuliahan mahasiswa pada Fakultas Teknik Universitas Islam
Makassar.

Kata kunci : blended learning, IT, fasilitator.


GURU PINTAR ONLINE: SUMBER DAN RUANG BELAJAR GURU UNTUK
PENINGKATAN KUALITAS KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME

Oleh. Dr. Mohammad Imam Farisi, M.Pd.


Universitas Terbuka, UPBJJ Surabaya

Abstrak

Dewasa ini, eksistensi dan manfaat teknologi informasi dan komunikasi (TIK)—
khususnya Internet—sudah diakui luas secara nasional dan internasional. Internet tidak saja
sebagai "solusi teknologis" yang bersifat bebas dan terbuka dalam sistem penyimpanan dan
penyebaran informasi, sumber, dan rujukan berharga, tetapi juga sebagai ruang interaksi-
komunikasi personal, profesional, maupun komunal. Makalah ini merupakan hasil kajian
tentang eksistensi, konten, dan manfaat portal Guru Pintar Online (GPO) sebagai sumber
belajar dan ruang komunitas virtual bagi guru dalam konteks pengembangan dan peningkatan
kualitas kompetensi dan profesionalismenya di era cyber-tech. Data dikumpulkan selama lima
bulan menggunakan teknik dokumentasi dan dianalisis dengan teknik analisis konten web atau
analisis tekstual. Hasil studi menunjukkan bahwa GPO telah menjadi ruang publik terbuka
bagi guru untuk memperoleh sumber dan bahan rujukan bagi kepentingan pembelajaran;
berbagi ide, pengalaman, atau sumber sesama sejawat untuk mengatasi
masalah/kesulitan/kasus yang dialami di lapangan; sebagai “one stop window” bagi ruang-ruang
media sosial (blog) para guru; dan medium untuk membangun relasi-relasi sosial antarguru
secara personal.

Kata kunci: guru pintar online, sumber belajar, ruang diskusi, kompetensi, profesionalisme.
PEMETAAN DAN PENGEMBANGAN MUTU PENDIDIKAN (PPMP) FISIKA
SEKOLAH MENENGAH ATAS DI WILAYAH INDONESIA TIMUR

Oleh. Budi Jatmiko [1], Siti Zubaidah [2], Tjipto Sumadi [3], I Ketut Budayasa [4]
[1,4]
Universitas Negeri Surabaya, [2] Universitas Negeri Malang, & [3] Universitas Negeri Jakarta

Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian kebijakan yang bertujuan untuk mendeskripsikan: a.
peta kompetensi mata pelajaran (mapel) fisika yang belum dikuasai siswa SMA, b. peta
berbagai faktor penyebab siswa belum menguasai kompetensi tersebut, dan c. model
penyelesaian masalah pendidikan fisika SMA di wilayah Indonesia Timur. Sasaran penelitian
ini adalah nilai UN mapel fisika siswa SMA IPA di wilayah Indonesia Timur dari tahun 2008
sampai tahun 2010. Penelitian dilakukan di wilayah Indonesia Timur, yang meliputi provinsi:
Maluku, Maluku Utara, Papua (dibagi ke dalam wilayah Papua 1 dan Papua 2), dan Papua
Barat selama kurang lebih satu semester mulai Mei sampai November 2011. Data dalam
penelitian ini dikumpulkan melalui agregasi dari data penelitian yang telah dikumpulkan oleh 5
tim penelitian dari 5 LPPM perguruan tinggi LPTK di wilayah Indonesia Timur, yang meliputi:
Universitas Pattimura, Universitas Cendrawasih, Universitas Musamus, Universitas Khairun,
dan Universitas Al-Amin. Sedangkan data penelitian pada masing-masing LPPM tersebut
merupakan data agregasi dari tiap-tiap Kab/Kota di wilayah provinsi yang terkait. Data yang
diperoleh dari hasil agregasi untuk tiap LPPM tersebut selanjutnya disintesiskan guna
memperoleh simpulan agregasi, melalui tahapan: a. reduksi data; b. penyajian data; dan c.
penyusunan rekomendasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a. kompetensi mapel fisika
yang belum dikuasai siswa SMA di wilayah Indonesia Timur meliputi materi: (1) penerapan
hukum Kirchoff pada rangkaian tertutup (loop), (2) hukum Coulomb, (3) induksi magnet di
sekitar kawat berarus listrik, dan (4) analisis rangkaian RLC; b. Berbagai faktor penyebab siswa
belum menguasai kompetensi adalah: (1) kompetensi guru pada materi tersebut dan kualitas
pembelajaran di kelas masih rendah, (2) sarana dan prasarana pendidikan di sekolah masih
kurang memadai, (3) peran dan fungsi MGMP fisika belum optimal, dan (4) pelaksanaan
monitoring pembelajaran di kelas masih rendah; dan c. Model penyelesaian masalah
pendidikan fisika SMA di wilayah Indonesia Timur adalah: (1) perlu dilakukan pelatihan dan
workshop bagi para guru fisika terhadap pendalaman materi tersebut, dan pembuatan
perangkat pembelajaran beserta penerapannya, (2) perlu dilakukan pemenuhan terhadap sarana
dan prasarana pendidikan di sekolah yang masih kurang, khususnya untuk materi tersebut, (3)
mengoptimalkan peran dan fungsi MGMP fisika, dan (4) melaksanakan monitoring
pembelajaran di kelas secara berkala dan kontinu. Dengan demikan, a. perlu dilakukan
pengembangan sistem pembinaan guru fisika berbasis TIK di mana perguruan tinggi LPTK
menyediakan konten dan jasa layanan untuk konsultasi pendalaman materi ajar dan
permasalahan pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini, peran dan fungsi MGMP perlu
dioptimalkan dan didukung oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Konten yang dimuat
termasuk berbagai literatur pendukung yang berkualitas yang mendukung pengembangan
materi dan strategi pembelajaran; b. perlu dilakukan pembenahan manajemen sekolah dengan
dukungan universitas/LPTK dan LPMP sebagai lembaga penjamin mutu pendidikan. Sekolah
perlu menerapkan manajemen mutu terpadu yang diwajibkan oleh Kemdikbud dan dimonitor
secara kontinu oleh LPMP dibantu LPTK; dan c. perlu pembenahan sistem manajemen
berbasis sekolah yang memungkinkan keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan kualitas
proses pembelajaran, terutama dalam mendukung pengadaan sarana dan prasarana sekolah,
serta kerjasama dengan instansi terkait guna mendukung proses pembelajaran.

Kata kunci: peta kompetensi siswa SMA, wilayah Indonesia Timur, penyebab siswa belum menguasai
kompetensi, model pemecahan masalah pendidikan.
KESULITAN GURU MATEMATIKA SMP DI KABUPATEN JEMBER DALAM
MENGINTEGRASIKAN PENILAIAN BERBASIS KARAKTER

Oleh. Dr. Hobri, S.Pd, M.Pd.


Dosen FKIP Universitas Jember

Abstrak

Salah satu komponen penting dalam pembelajaran adalah penilaian. Proses


pembelajaran yang berkualitas dan inovatif, jika diimbangi dengan penggunaan instrumen
penilaian yang baik dan akurat akan menghasilkan kualitas out put yang optimal. Penilaian hasil
belajar dalam pembelajaran matematika meliputi 3 aspek, yaitu kognitif, psikomotorik, dan
afektif. Seiring dengan gencar-gencarnya penilaian afektif atau karakter, saat ini banyak guru
matematika yang merasa kesulitan dalam menerapkan penilaian karakter di SMP. Berdasarkan
hasil survey dan wawancara terbatas dengan guru-guru matematika diperoleh data sebagai
berikut.
Kesulitan guru dalam mengintegrasikan penilaian berbasis karakter dalam
pembelajaran matematika adalah secara substansial, sedikit sekali materi matematika yang
dapat diekstrak menjadi nilai-nilai (values) karakter yang dapat ditanamkan kedalam perilaku
siswa; pembuatan instrumen penilaian (assessment) afektif, dalam hal ini karakter masih belum
baku dan guru matematika belum terbiasa, begitu pula dengan implementasinya masih
dirasakan bias dan kurang akurat; penerapan pembelajaran inovatif yang dilakukan guru
matematika belum terintegrasi dengan penilaian karakter yang sesuai; dan penetapan karakter
yang akan menjadi fokus dalam tiap pembelajaran masih belum tersentuh dengan benar, baik
indikator maupun pedoman penilaiannya.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penerapan penilaian karakter dalam
pembelajaran matematika diantaranya perlu dicari dan digali secara terus menerus tentang
nilai-nilai (values) karakter yang dapat ditanamkan kedalam perilaku siswa yang dikaitkan
dengan substansi materi matematika, baik langsung maupun tidak langsung; dan pendalaman
tentang pembuatan instrumen penilaian (assessment) karakter serta implementasinya dalam
pembelajaran matematika, termasuk penentuan karakter, indikator, pedoman penskorannya,
analisisnya, dan pengambilan keputusannya.

Kata kunci: kesulitan, guru matematika, penilaian, dan karakter


PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU SD MELALUI PENDEKATAN
RME PADA MATERI MATEMATIKA DI KECAMATAN SARADAN MADIUN

Oleh. Ninik Wahju Hidajati


Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Pembelajaran Matematika dengan menerapkan pendidikan matematika realistik,
dimana guru dalam proses pembelajaran menghadirkan masalah-masalah kontekstual dan
realistik dengan menggunakan bantuan alat peraga matematika dari bahan-bahan yang mudah
didapatkan di lingkungan sekitar. Diharapkankan pembelajaran matematika akan lebih
bermakna dan menarik bagi siswa, terlebih ditujukan pada SD yang terletak di Kabupaten
Madiun yaitu ada 45 desa atau 21,29% yang merupakan desa tertinggal. Untuk mendapatkan
data tentang karakteristik Sekolah Dasar di Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun dilakukan
metode survey . Hasil survey menyatakan bahwa rata-rata semuanya guru kelas bukan guru
bidang studi, sebagian besar sudah Sarjana (76.5%). Tingkat sosial ekonomi siswa rata-rata
masih rendah (84.2 %) dan mata pencaharian orang tua terbanyak adalah buruh tani (84.2%).
Potensi alam wilayah sekitar sekolah adalah kayu dan porang, kacang, jagung, padi, ketela,
kedelai dan mangga. Materi matematika yang dirasakan sulit pemahamannya bagi siswa di
SD daerah tertinggal adalah Pengukuran bangun Ruang (70.6%), Pecahan (64.7 %),
Perbandingan (29.4 %), FPB dan KPK (23.5 %), Operasi Bilangan Bulat (17.6 %), Materi
Akar dan pangkat (17.6 %).
Informasi data tentang karakteristik SD yang meliputi potensi alam, profile guru dan
profile siswa di Kecamatan Saradan dipakai sebagai acuan untuk mendesain prototipe alat
peraga matematika untuk membantu proses pembelajaran yang dianggap sulit dalam
penyampaian selama proses KBM di kelas. Selanjutnya diadakan workshop pembelajaran
matematika dengan menggunakan alat peraga yang bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme guru dalam menanamkan konsep matematika pada siswa selama kegiatan
PBM kepada 20 guru dari 10 SD tertinggal yang terletak di Kecamatan Saradan Kabupaten
Madiun. Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga diharapkan akan
membantu terciptanya suasana pembelajaran matematika yang menarik dan menyenangkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan guru tentang pembelajaran
matematika dengan menggunakan alat peraga ada peningkatan yang signifikan antara sebelum
dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil rata-rata nilai pre test (12) dan rata-rata nilai post test
(77.1). Dari sembilan materi matematika yang dianggap guru sulit dalam penyampaiannya,
berdasar hasil pelatihan dan pengamatan saat simulasi, menunjukan pemahaman
penyampaiannya mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahap perencanaan yang
penyampaiannya sudah mencapai pada kategori baik sekali mencapai 44.4% (4 materi) dari
sembilan materi yang dilatihkan, sedangkan 55.6% (5 materi) pada kategori layak. Sedang pada
tahap pelaksanaan yang mencapai kategori baik sekali mencapai 22.2% (2 materi) dari sembilan
materi, dan 77.8% mencapai kategori layak. Pada tahap penutup masih ada 22.2% (2 materi)
yang perlu perbaikan, 66.7% (6 materi) sudah mencapai kategori layak, dan yang mencapai
baik sekali baru 11.1% (1 materi). Hanya mungkin perlu pembiasaan diri untuk merubah dari
teaching center menjadi student center selama tahap pelaksanaan, sehingga pada tahap penutup
konsep akan bisa terbangun secara bersama-sama antara guru dan siswa.

Kata kunci: profesionalisme guru, alat peraga, RME


KESESUAIAN SARANA PRASARANA, KOMPETENSI GURU, MANAJEMEN,
DAN PROSES PRAKTIKUM PRODI KEAHLIAN TEKNIK OTOMOTIF
DITINJAU DARI STANDAR PADA PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR
19 TAHUN 2005 DI SMK SEKOTA BONTANG

Oleh. Amrozi
SMK Negeri 1 Bontang Kalimantan Timur

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengungkap kesesuaian sarana prasarana, kompetensi


guru, manajemen, dan proses praktikum ditinjau dari standar Peraturan Pemerintah RI No. 19
Tahun 2005 di SMK sekota Bontang. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
deskriptif kuantitatif, dengan subjek penelitian guru dan laboran Prodi Keahlian Teknik
Otomotif di SMK Kota Bontang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar
observasi yang di dukung dengan pedoman wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis
dengan persentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kesesuaian sarana prasarana
pada SMK Negeri mencapai 77,50%, SMK Swasta 67,69%; (2) kesesuaian kompetensi guru
SMK Negeri mencapai 82,73%, SMK Swasta 72,22%; (3) kesesuaian manajemen SMK Negeri
mencapai 78,77%, SMK Swasta 69,23%; dan (4) kesesuaian proses praktikum SMK Negeri
mencapai 80,89%, dan SMK Swasta 82,91%.

Kata kunci: kesesuaian, standar pendidikan, SMK, sarana prasarana, kompetensi guru, manajemen,
dan proses praktikum.
PELAKSANAAN PROGRAM CONTINUING EDUCATION:
SEBUAH ALTERNATIF MENGATASI PERSOALAN GURU DI LAPANGAN

Oleh. Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd


Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Hasil kajian terhadap hasil ujian nasional (UN) SMA periode 2008—2010 pada empat
belas wilayah kota/kabupaten (Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto,
Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kota
Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten
Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep) di Jatim pada program IPA dan
IPS menunjukkan bahwa masih terjadi kesenjangan yang sangat lebar antara nilai UN tertinggi
dan yang terendah dan masih terindikasi adanya KD belum dikuasai peserta didik. Kenyataan
itu menunjukkan pula bahwa kondisi pembelajaran di sekolah belum menggembirakan.
Salah satu faktor yang diduga ikut memberikan andil terhadap kondisi di atas adalah
guru. Melalui tes kompetensi guru, indepth interview, FGD, dan observasi terhadap PBM yang
dilakukan guru di kelas diperoleh data tentang kualitas guru terkait dengan persoalan
kompetensi siswa. Dari sudut kompetensi profesional ditemukan data bahwa Guru kurang
menguasai materi yang ada di Standar Isi. Ada guru yang mismatch antara kualifikasi
akademisnya dengan bidang yang diajarkan. Masih ditemukan miskonsepsi pada guru tentang
substansi materi yang diajarkan. Guru tidak pernah melakukan analisis materi. Guru kurang
mengikuti pelatihan, seminar, atau workshop yang terkait dengan peningkatan kualitas
kompetensi substansi materi mata pelajaran, yang sering adalah pelatihan yang terkait dengan
pembelajaran. Penguasaan substansi materi guru hanya selingkup materi buku teks.
Dari sudut kompetensi pedagogis yang terkait dengan materi ditemukan data bahwa
guru hanya mengandalkan buku teks. Mereka belum mencari sumber-sumber lain yang ada
sebagai materi pembelajaran. Selain itu, guru juga tidak selektif dalam memilih buku pelajaran,
termasuk juga materi pembelajaran. Guru kurang kompeten dalam membelajarkan materi
secara kontekstual dengan menggunakan sumber belajar yang ada di sekitarnya. Terdapat
ketidaksesuaian antara materi pembelajaran yang disampaikan guru dalam pembelajaran di
lapangan dengan materi yang diujikan dalam UN. Ada guru yang dengan sengaja tidak
mengajarkan topik tertentu, dengan alasan karena siswanya dianggap tidak akan mampu
mempelajarinya. Guru terlalu menekankan aspek kognitif, khususnya kemampuan
mengingat/menghafal yang dalam praktiknya akan mematikan kreativitas siswa.
Dari sudut kompetensi pedagogis yang terkait dengan perangkat pembelajaran
ditemukan data bahwa guru kurang kompeten dalam menyusun dan memanfaatkan perangkat
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Pembuatan RPP dan silabus dilakukan lebih
pada upaya untuk memenuhi syarat administrasi, bukan untuk panduan mengajar. RPP juga
dibuat “seragam” dengan “copy-paste”. Pengembangan kurikulum KTSP oleh guru dan pihak
lain belum berjalan maksimal. Guru kurang kompeten dalam menyusun asesmen yang berbasis
higher order thinking (C4 sampai C6), yang pada umumnya guru hanya kompeten sampai pada
level C3.
Di samping itu, dari sudut pelaksanaan pembelajaran di kelas diketahui bahwa guru
mengajar dengan cara-cara yang kurang menarik karena mengajar adalah pekerjaan rutin yang
hanya mengejar target kurikulum. Guru belum menguasai strategi dan teknik pembelajaran
terkini. Guru kurang kompeten dalam memanfaatkan sarana belajar yang tersedia di sekolah,
seperti laboratorium sekolah (laboratorium bahasa/IPA). Guru kurang kompeten dalam
memanfaatkan IT dan internet.
Salah satu alternatif solusi yang ditawarkan mengatasi hal itu adalah pelaksanaan
program continuing education (CE) dengan sasaran guru S1. Unesa telah memiliki pengalaman
mengelola CE sejak tahun 2006. Hasil kajian terhadap pelaksanaan CE selama ini
menunjukkan hal-hal berikut: (1) guru merasa senang karena mendapatkan hal-hal yang baru
(materi baru maupun yang miskonsepsi selama ini) dan mendalam; (2) guru merasa tertantang
karena adanya tugas-tugas yang terstruktur; (3) guru mendapatkan kesempatan untuk
berinteraksi akademis dengan kalangan di luar guru (mahasiswa S2) sehingga memberikan
pengalaman akademis yang berharga; (4) upaya guru dihargai setimpal dengan usahanya karena
sertifikasi yang diperoleh dapat dihargai sebagai mata kuliah jika mereka berkuliah di S2
sehingga mereka tidak harus menempuh lagi seluruh mata kuliah dalam kurikulum; (5) guru
dapat mengatur irama kerjanya, artinya menyesuaikan dengan kesempatan mereka; ada saatnya
mereka ‘terminal’; (6) Dinas Pendidikan memperoleh hasil yang lebih baik, konkret, dan terukur
tentang peningkatan kompetensi guru dibandingkan dengan upaya dalam bentuk
pelatihan/workshop yang menggunakan sistem blok waktu dengan biaya yang relatif sama; (7)
Dinas pendidikan dapat mendorong guru untuk melaksanakan studi lanjut sebab dana yang
disediakan bersifat dana pancingan; serta (8) Dinas Pendidikan dapat lebih bersikap adil dan
merata dalam upaya meningkatkan kualitas guru sebab anggaran dapat diberikan secara bergilir
dengan distribusi yang lebih luas apabila dibandingkan dengan pembiayaan untuk studi S2.
Program CE berupa kegiatan sertifikasi mata kuliah S2 yang ditawarkan kepada guru
secara perseorangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan guru, misalnya pada hari tidak
mengajar. Proses pembelajaran mereka bergabung dengan mahasiswa S2 reguler atau dalam
kelas khusus tersendiri. Dengan demikian, beban akademis mereka sama dengan mahasiswa
S2. Program sertifikasi ini memberikan sertifikat mata kuliah tertentu setelah peserta lulus
dalam suatu mata kuliah. Sertifikat ini dapat diperhitungkan, apabila kelak peserta yang
bersangkutan mengikuti program reguler S2 sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan
demikian, kegiatan ini dapat dianggap sebagai kegiatan pengumpulan kredit. Sertifikat ini dapat
juga dijadikan bahan kredit poin untuk kenaikan pangkat.

Kata kunci: program continuing education, persoalan guru


PROGRAM PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ) S1 PGSD UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA (UPI)

Oleh. Prof. Dr. Ahman, M.Pd.


Universitas Pendidikan Indonesia

Abstrak

Paper ini membahas tentang Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) S1 PGSD berbasis
ICT diselenggarakan yang diselenggarakan oleh UPI. Program ini sebagai sebuah alternatif
pendidikan untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan guru yang sudah bertugas (in-service
training) dipandang cukup strategis dan efektif. Mengingat sistem perkuliahan yang diterapkan
dalam program PJJ tidak sepenuhnya dilakukan di kampus, akan tetapi dilaksanakan di daerah
masing-masing.
Tujuan proam PJJ ini memberikan kesempatan kepada para guru SD untuk dapat
mengikuti perkuliahan dengan tanpa harus meninggalkan tugas pokoknya sebagai guru.
Melalui penyelenggaraan program PJJ S1 PGSD tentu saja diharapkan akan memberi banyak
keuntungan dan manfaat bagi pihak-pihak terkait. Bagi mahasiswa, secara finansial mereka
dibantu dengan program beasiswa, sehingga setiap mahasiswa diharapkan akan terpacu untuk
belajar secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu profesionalismenya sebagai guru.
Bagi pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional melalui penyelenggaraan
program PJJ ini, maka program peningkatan kualifikasi pendidikan guru minimal setara S1 atau
D4 .
Ada tiga komponen utamaprogram pembelajaran PJJ S1 PGSD yaitu: pertama
kegiatan perkuliahan residensial, kedua Tutorial On-Line, dan Ketiga Tutor Kunjung. (i)
Kegiatan perkuliahan Residensial, yang dilaksanakan dengan lancar tatap muka sesuai dengan
jadwal yang diagendakan. (ii) Kegiatan tutorial on-line, Pelaksanaan kegiatan tutorial on-line
ini menggunakan fasilitas email, baik pada saat mengirimkan tugas maupun mahasiswa
menyerahkan tugas kepada dosen tutor. Pada program ini juga dikembangkan website khusus
untuk tutorial on-line.Kemudian pada akhir tahun 2007 Seamolec mensosialisasikan
penggunaan Learning Management System Moodle yang akan digunakan pada system
perkuliahan PJJ S1 PGSD; (iii)Kegiatan Tutor Kunjung, yaitu kegiatan tutor kunjung dilakukan
sebanyak dua kali kunjungan, yaitu pada pertengahan semester dan menjelang akhir semester.
Tutorial kunjung melibatkan semua dosen dan secara langsung dilakukan di pusat-pusat
kegiatan belajar mahasiswa di daerah masing-masing. Sistem tersebut berbeda dengan kondisi
sebelumnya, dimana kelompok mahasiswa yang berdekatan kabupaten/kotanya digabung
menjadi satu.

Kata kunci: pendidikan jarak jauh, pendidikan guru, tutorial


KAJIAN PENGHITUNGAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH DI KOTA
BONTANG UNTUK PENDIDIKAN TUNTAS DAN BERKUALITAS (BOSTK)

Oleh: Martadi [1], Anwar Holil [2], dan M. Shobikh[3]


[1]
Universitas Negeri Surabaya, [2]Universitas Teknologi Surabaya,
& [3]Kualita Pendidikan Indonesia

Abstrak
Kajian ini untuk memberikan rekomendasi tentang kebutuhan pembiayaan sekolah di
Kota Bontang yang disebut dengan Biaya Operasional Sekolah “Tuntas Berkualitas” (BOSTK)
yang pembiayaannya dibiayai oleh Pemerintah kota Bontang. Penghitungan dilakukan untuk
mandapatkan informasi besaran dana operasional per siswa per tahun yang dibutuhkan oleh
satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional
pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Kajian dimulai dengan menentukan berbagai
asumsi dasar (kondisi sekolah) yang tersebar di Kota Bontang dengan mengacu pada
standar yang dibuat Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kemudian menetapkan
komponen/ subkomponen biaya, menghitung volume serta menentukan harga satuan dari
setiap komponen/ subkomponen biaya yang relevan dengan kebutuhan standar dalam
mengembangkan pendidikan yang tuntas dan berkualitas di Kota Bontang. Proses itu
dikembangkan dalam sebuah workshop yang melibatkan seluruh stakeholders
pendidikan di Kota Bontang yang hasilnya dikaji oleh tim.
Dalam penghitungan BOSTK ini dikhususkan pada penghitungan biaya operasional
bukan personil. Biaya satuan pendidikan operasional bukan personil meliputi seluruh
pengeluaran sekolah selain yang dimanfaatkan untuk keperluan kesejahteraan guru dan staf
di sekolah. Komponen biaya ini mencakup biaya-biaya sebagai berikut:

Tabel 1. Perbandingan Komponen Biaya Operasional Bukan Personil


Permendikna USAID Perwali No.
N BOSTK
Deskripsi s No. 69 DBE1 4 Tahun Keterangan
o Bontang
Tahun 2009 Tahun 2011 2010
1 ATS v v v v
2 Bahan dan Alat Habis v v v v
Pemeliharaan/Perbaikan
3 v v v v
Sarpras
4 Daya dan Jasa v v v v
Tranportasi/Perjalanan
5 v v v v
Dinas
6 Konsumsi v v - v
Masuk biaya
7 Asuransi v v - -
pegawai
8 Pelaksanaan Ujian - - v v
Pembinaan
9 v v v v
siswa/Ekstrakurikuler
Peningkatan Kompetensi
10 - - v v
Guru
11 Uji Kompetensi (SMK) v - - v
Praktek Kerja industri
12 v - - v
(SMK)
13 Persiapan UN - - - v
14 Buku Referensi - - v v
15 Pelaporan v v v v
Metode penghitungan BOSTK dikembangkan berdasarkan metode yang dipakai oleh
BSNP. Metode itu memiliki beberapa karakteristik: (1) yang dihitung adalah biaya minimal, (2)
standar biaya dihitung berdasarkan standar-standar yang tercantum dalam PP 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dan peraturan pelaksanaan yang telah ada, (3) dalam
beberapa kasus, dilakukan penilaian (judgement) untuk menilai kepantasannya. Sedangkan
dalam penghitungan BOSTK Kota Bontang ada tiga hal yang sangat menentukan, yaitu (1) Level
penghitungan BOSTK dalam kajian ini adalah level “standar” untuk keperluan operasi
sekolah dalam menjalankan proses pendidikannya secara tuntas dan berkualitas, (2)
Komponen biaya, (3) tingkat penggunaan seperti jumlah, frekuensi, dsb, untuk periode waktu
tertentu, serta (4) harga yang berlaku sesuai Peraturan Walikota Bontang Nomor 4 Tahun
2000 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja sekolah di
lingkungan pemerintah Kota Bontang.
Dalam menghitung Standar BOSP, BSNP menggunakan jumlah rombongan belajar
(rombel) untuk mengakomodir variasi antar sekolah. Sekolah dengan jumlah rombel berbeda
akan mempunyai nilai BOSP yang berbeda. Dalam beberapa kasus, jumlah rombel dianggap
tidak cukup mewakili variasi sekolah yang berimplikasi pada variasi nilai BOSP. Dalam kasus
demikian, perlu dicari kriteria yang akan digunakan untuk melakukan klasifikasi sekolah.
Beberapa model klasifikasi sekolah (selain jumlah rombel) yang umum digunakan antara lain
jumlah kegiatan di sekolah, jarak dari pusat kegiatan (kota) status sekolah, dan hasil akreditasi
Badan Akreditasi Sekolah (BAS). Berikut adalah hasil penghitungan BOSTK Kota
Bontang.

Tabel 2. Kompilasi Hasil Penghitungan BOSTK Kota Bontang Menurut Kategori

Hitungan Persiswa Perbulan dalam rupiah


BOSTK
BOSTK Level BOSTK Level
Jenjang Sekolah Level
Standar Ideal
Minimal
PAUD/TK/ RA 55.180,- 68.530,- 78.610,-
SD/MI 80.590,- 81.910,- 87.810,-
SMP/MTs 116.070,- 156.870,- 161.110,-
SMA/MA 222.320,- 256.610,- 277.420,-
SMK/MAK 320.220,- 327.070,- 332.830,-

Berdasarkan tabel di atas, bila dibandingkan antara biaya operasional yang


diberikan ke sekolah saat ini dengan BOSTK hasil kajian, masih diperlukan
penambahan BOSTK. Terutama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah
untuk memberikan layanan dengan kategori level “standar”. Untuk itu, Pemerintah
Kabupaten Bontang secara terencana perlu membuat tahapan sehingga pembiayaan
BOSTK untuk mengembangkan sekolah yang mendukung slogan pendidikan Kota
Bontang Tuntas dan Berkualitas dapat terealisasi.

Kata kunci: biaya operasional sekolah, pendidikan tuntas berkualitas.


PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MEMBERI KEMUDAHAN GURU
MENGIMPLEMENTASIKAN INOVASI PEMBELAJARAN

Oleh. Prof. Dr. Mohamad Nur


Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

“Nantinya, tidak sembarang orang yang bisa menjadi guru. Hanya orang terpilih yang
kelak bisa mendidik anak-anak bangsa,” kata Supriadi, Direktur Pendidikan Tenaga
Kependidikan (Kompas, 1 Juni 2012). Penulis sependapat dengan statement di atas dan
sependapat juga seandainya pertanyaan Simposium Nasional di Unesa ini: “Memperbanyak
atau Meningkatkan Kualitas Guru” dijawab meningkatkan kualitas guru.
Guru yang berkualitas merupakan prasyarat terwujudnya pendidikan berkualitas.
Namun, masih ada sejumlah prasyarat lain yang juga harus dipenuhi. Sejumlah penelitian yang
telah dilakukan PSMS Unesa sejak tahun 1991, sebagian besar penelitian multi years, memberi
bukti kuat bahwa bahan ajar berkualitas merupakan prasyarat lain terwujudnya pendidikan
berkualitas.
Strategi yang ditempuh dalam pengembangan bahan ajar itu adalah mengadopsi dan
mengadaptasi referensi mutakhir yang telah dikembangkan di negara maju, belakangan strategi
ini menjadi sejalan dengan arahan HELT 2003 - 2010, yaitu To adopt and adapt the global
knowledge to local use.Fokus penelitian PSMS sekarang ini adalah mengembangkan bahan ajar
untuk memberi kemudahan guru mengajar dan siswa belajar HOTS (higher order thinking skills)
dan perilaku berkarakter.
Puluhan penelitian pengembangan bahan ajar telah diselesaikan PSMS Unesa, mulai
dari penelitian yang didanai perguruan tinggi sendiri, tingkat nasional, dan internasional.
Penelitian lingkup perguruan tinggi sampai kerjasama lokal, nasional, dan internasional telah
menghasilkan ratusan naskah siap cetak. Mitra dan penyandang dana itu termasuk Unesco,
Hibbah Bersaing dan Urge Dirbinlitabmas Ditjen Dikti, Direktorat Dikmenum, Dinas
Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur, LPMP Jawa Timur, Hibah Kompetensi DP2M Ditjen
Dikti. Sebagian naskah itu telah diterbitkan dan digunakan secara nasional.
Hasil-hasil penelitian tahun-tahun terakhir antara lain berjudul Pengembangan
Perangkat Pembelajaran MIPA SMP Berbasis ICT untuk Memfasilitasi Proses Belajar
Mengajar Bertaraf InternasionalTahun 2009 menghasilkan: 1) Master LKS dan Kunci LKS
MIPA SMP yang Dilengkapi Kit Berbahasa Inggris Siap Cetak yang Disiapkan untuk RSBI, 2)
Master LKS dan Kunci LKS MIPA SMP yang Dilengkapi Kit Berbahasa Indonesia Siap Cetak
yang Disiapkan untuk RSBN, 3) Unit Percontohan Multimedia Interaktif Berbasis ICT.
Penelitian Hibah Kompetensi Tahun 2010 berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran
IPA SD untuk Memberi Kemudahan Guru Mengajar dan Siswa Belajar IPA dan Keterampilan
Berpikir menghasilkan Buku Siswa IPA SD Kelas VI Semester 1 dan 11 perangkat RPP buatan
dosen 14 perangkat RPP buatan mahasiswa S2. Penelitian Hibah Kompetensi Tahun 2011
lanjutan judul tahun 2010 menghasilkan Buku Siswa IPA SD kelas 6 semester 2 dan sepuluh
perangkat RPP yang memberi kemudahan guru mengajar dan siswa belajar keterampilan
berfikir dan perilaku berkarakter.
Tahun 2012 sedang berjalan sejumlah penelitian pengembangan bahan ajar
berkolaborasi dengan mahasiswa S2 dan S3 yang sedang menyelesaikan tesis dan disertasi.
Penelitian pengembangan yang sedang berjalan bertujuan mengembangkan bahan ajar
pendidikan IPA dan teknologi dan kejuruan untuk memberi kemudahan guru mengajar dan
siswa belajar higher order thinking skills, perilaku berkarakter, dan keterampilan sosial. Penelitian
ini fokus dalam pengembangan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif, pemecahan masalah
dan keterampilan proses.
Proses belajar mengajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran itu dan
ditangani oleh guru terlatih berhasil menuntaskan sejumlah keterampilan berfikir, seperti
membedakan, mengklasifikasikan, identifikasi variabel,memanipulasi dan mengamati
variabel,merumuskan prediksi, menguji prediksi, menganalisis data, menarik
kesimpulan,merumuskan inferensi, merumuskan hipotesis. Perilaku berkarakter berkembang,
seperti bekerja sama dalam kelompok, berhati-hati dalam menangani alat dan bahan, jujur, dan
bertanggungjawab. Keterampilan sosial berkembang, seperti menjadi pendengar yang baik,
mengajukan pertanyaan, dan mengajukan pendapat.
Guru memberi respon positif terhadap bahan ajar itu. Para guru menyatakan: Tulisan
ini baik sekali karena setiap aktifitas menekankan lewat proses unjuk kerja, anak melakukan
kerja sesuai buku ini, sederhana namun mendalam, buku siswa menunjang inovasi dan
peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar karena kesesuaian dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi, menekankan pada penerapan-penerapan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari,
menunjang terlaksananya proses belajar mengajar yang lebih diwarnai oleh student centered
daripada teacher centered, memberikan kemudahan dalam mengembangkan salah satu atau lebih
keterampilan proses/inquiri/pemecahan masalah/berpikir tingkat tinggi/kreativitas/life
skills/karakter.
Siswa juga memberi respon positif. Para siswa memberi respon seperti: Dengan
gambar dan tulisannya mudah dipahami belajar lebih menyenangkan, buku ini sangat bagus
karena bisa belajar IPA lebih dalam, menurutku ini adalahbuku yang sangat baik, karena saya
dapat ilmu baru dan juga saya mendapat beberapa kosakata baru, bukunya mengandung
banyak ilmu dan gambarnya bagus-bagus sehingga membaca merasa senang. Respon siswa
terhadap proses belajar mengajar antara lain:Senang karena banyak memperoleh kesempatan
berbicara, mengeluarkan pendapat, atau bertanya kepada guru atau teman, banyak hal-hal baru
yang menyenangkan selama pelajaran, pelajaran IPA terasa semakin mudah, jika pelajaran IPA
yang pernah saya ikuti kurang bereksperimen, pelajaran yang sekarang saya ikuti saya merasa
senang karena belajar sambil bermain dan bereksperimen.

Kata kunci: keterampilan berfikir, keterampilan proses, higher order thinking skills, perilaku berkarakter,
keterampilan sosial
LEARNING FROM A TEACHER EDUCATION COURSE ROOM

Oleh. Ahmad Munir


Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya

Abstract

This article portrays a process in a university unit called Classroom Discourse (CD)
and how it relates to practice during the microteaching and a school based practicum. It draws
on a case study research involving seven pre-service English teachers learning classroom
language in the CD unit and uses it in the microteaching and practicum. Data were collected
through questionnaire, learning journals, videotaping and audio taping of lesson and
interviews. The results of both qualitative and quantitative analyses show that they
implemented what was taught in university into microteaching and practicum lessons and that
they also made modification to it. However, as what was taught at the university only focuses
on management language, the language used in the microteaching and practicum lessons
lacked scaffolding interaction. Lacking such skill could be carried into the pre-service English
teachers’ initial years of their careers. This could be avoided by improving teaching process in
the teacher education course room.

Key words: classroom language learning, pre-service English teachers, microteaching, and practicum
ANALISIS KRITIS PROFIL PROFESIONALITAS GURU DALAM
MENGEMBANGKAN KURIKULUM PESERTA DIDIK CERDAS ISTIMEWA

Oleh. Sujinah
Universitas Muhammadiyah Surabaya

Abstrak

Terlepas dari kompleksnya permasalahan yang ditemukan dalam penelitian terkait


pelaksanaan layanan kepada siswa cerdas istimewa (kelas akselerasi), penelitian ini berfokus
pada profesionalisme guru dalam memberi pelayanan kepada peserta didik cerdas istimewa di
sekolah penyelenggaraan kelas CI. Guru disinyalir belum memahami bagaimana melayani
peserta didik cerdas istimewa, terutama pelayanan di bidang kurikulum dan pembelajaran yang
seharusnya diberikan dalam bentuk yang berdiferensiasi. Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan profesionalisme guru dalam mengembangkan kurikulum peserta didik
cerdas istimewa dan mendeskripsikan penyebab guru kurang professional dalam
mengembangkan kurikulum untuk peserta didik cerdas istimewa.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan angket
dan wawancara, serta dianalisis dengan menggunakan analisis mengalir dan kontigensi.
Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
istimewa yang berupa program percepatan yang ditemukan di lapangan baru memanfaatkan
percepatan waktu, belum diiringi dengan pemilihan materi yang esensi oleh guru dan
melibatkan siswa. Dengan kata lain kurikulum yang digunakan untuk peserta didik cerdas
istimewa belum berdiferensiasi, kurikulum yang digunakan sama dengan kurikulum untuk
siswa regular hanya saja dimampatkan/dipadatkan. Kurikulum belum dieskalasi dengan
menggunakan level tinggi C4, C5 dan C6 agar menantang. Hal ini disebabkan karena guru
belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam memberi layanan kepada siswa CI.

Kata kunci: profesionalisme guru, peserta didik cerdas istimewa, percepatan (akselerasi), pemadatan
(compacting)
UPAYA MELATIHKAN KOMPETENSI GURU MELALUI METODE PEER
LESSON PADA MATA KALKULUS II

Oleh. Wasilatul Murtafi’ah, S.Pd., M.Pd.


Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA, IKIP PGRI Madiun

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kompetensi guru dapat
dilatihkan bagi mahasiswa melalui metode peer lesson pada Mata Kuliah Kalkulus II. Subyek
Penelitian adalah mahasiswa prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Madiun
angkatan 2010 yang berjumlah 39 orang dan sedang menempuh Mata Kuliah Kalkulus II.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilakukan dalam 2 siklus.
Pengumpulan data dengan lembar observasi untuk mengetahui dapat terlatihkannya
kompetensi guru yang meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi
profesional, dan kompetensi kepribadian. Hasil dan Pembahasan 2 siklus kegiatan PTK dapat
diketahui bahwa pada siklus 1, kompetensi pedagogik dapat terlatihkan sebesar 40%,
kompetensi sosial dapat terlatihkan sebesar 75%, kompetensi profesional dapat terlatihkan
sebesar 40%, dan kompetensi kepribadian dapat terlatihkan sebesar 40%. Pada siklus 2
kompetensi pedagogik dapat terlatihkan sebesar 60%, kompetensi sosial dapat terlatihkan
sebesar 75%, kompetensi profesional dapat terlatihkan sebesar 60%, dan kompetensi
kepribadian dapat terlatihkan sebesar 60%. Berdasarkan hasil refleksi diketahui bahwa
perubahan persentase kompetensi guru yang terlatihkan tersebut diakibatkan keterbiasaan dan
keseriusan mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode peer lesson pada Mata
Kuliah Kalkulus II. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode peer lesson dapat digunakan
untuk melatihkan kompetensi guru bagi mahasiswa calon guru dan perlu adanya tindak lanjut
ke siklus berikutnya untuk memperbaiki kekurangan pada siklus 2.

Kata kunci: peer lesson, kompetensi guru, Kalkulus II.


PENGEMBANGAN MODEL ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI PADA
PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
SUBJECT SPESIFIC PEDAGOGY (SSP) TEKNIK MESIN

Oleh. Wahid Munawar dan Sumarto


Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia

Abstrak

Masalah yang dihadapi pendidikan keguruan dan pendidikan kejuruan (SMK) saat ini
adalah gejala kualifikasi/kompetensi kurang (under qualification) yaitu ketidakmampuan guru
(calon guru) teknik mengajarkan bidang keahlian teknologi yang seharusnya menjadi
kompetensi profesional yang mutlak harus dikuasai guru.Satu faktor ketidakmampuan guru
teknik adalah asesmen dan evaluasi. Asesmen pada Pendidikan Profesi Guru (PPG) ditujukan
untuk menilai proses dan hasil belajar mahasiswa PPG. Asesmen proses digunakan untuk
perbaikan proses pembelajaran PPG dan asesmen hasil untuk menilai ketercapaian hasil belajar
mahasiswa (learning outcomes). Oleh karena itu penting untuk merancang dan
mengembangkan model asesmen PPG, agar dihasilkan lulusan (calon guru) yang memiliki
kompetensi profesional.
Tujuan penelitian ini adalah merancang dan mengembangkan model asesmen berbasis
kompetensi pada pendidikan profesi guru (PPG) dengan subject spesifik pedagogy (SSP)
teknik mesin, meliputi modelasesmen hasil belajar (learning outcomes) PPG berbasis
kompetensi, terdiri dari: (1) asesmen pengetahuan keterampilan (kognitif); dan (2) asesmen
keterampilan skill (psikomotor). Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and
development (R&D) dengan langkah-langkah: a) studi pendahuluan, b) perencanaan, c)
pengembangan (uji coba model), d) validasi, dan e) desiminasi dan pelaporan. Analisis data
melalui validasi: judgement ahli dan FGD (focus group discussion) guru. Hasil penelitian
adalah produk/perangkat: (1) asesmen pengetahuan keterampilan (kognitif) berdasarkan
standar profesi industri dan bengkel teknik mesin dan (2) asesmen keterampilan skill
(psikomotor) standar profesi industri teknik mesin.

Kata kunci: asesmen berbasis kompetensi, subject spesifik pedagogy (SSP)


EFEKTIFITAS CARA EVALUASI DIRI ( SELF EVALUATION &
INSTROPECTION) SECARA BERKALA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS
SIKAP GURU PADA SISWA DALAM KEPEMIMPINAN BELAJAR MENGAJAR DI
SMK NEGERI I BUDURAN SIDOARJO

Oleh. Eny Hastuti, S.Pd.


SMK Negeri I Buduran Sidoarjo

Abstrak

Sekolah Menengah Kejuruan Kompetensi Keahlian Jasa Boga, termasuk Program


Study Keahlian Pariwisata bertujuan menyiapkan tenaga terampil yaitu tamatan atau lulusan
yang siap pakai yang memiliki keahlian yang berkualitas untuk mampu bersaing di pasar global
serta harus mengadopsi nilai-nilai yang diterapkan dalam melaksanakan pekerjaan, yaitu
disiplin, taat azas, efektif dan efisien.
Mengingat betapa pentingnya kualitas pendidikan di SMK, khususnya Kompetensi
keahlian Jasa Boga, sehingga timbul keinginan penulis untuk mengadakan Penelitian Tindakan
Kelas guna meningkatkan kualitas lulusan yang dilandasi dengan Iman dan Taqwa serta
menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan membuktikan
efektifitas penggunaan cara evaluasi diri (Self evaluation & instropection) yang dilakukan
secara berkala untuk meningkatkan kualitas sikap guru pada siswa dalam Kepemimpinan
Belajar Mengajar.
Berdasarkan hsil evaluasi, instropeksi dan refleksi proses dan hasil penelitian selama
dua siklus, dapat disimpulkan bahwa cara melakukan evaluasi diri (Self evaluation &
Instropection) yang dilakukan secara berkala efektif untuk meningkatkan kualitas
kepemimpinan guru dalam belajar mengajar.
Saran-saran yang ditujukan kepada para guru, yaitu: 1).Kualitas kepemimpinan guru
seringkali tidak dapat dipisahkan dari masalah personal karakter pemimpin (guru sendiri).
Sebagai manusia biasa adalah layak jika usaha untuk meningkatkan profesionalitas itu dibarengi
juga denganupaya pembentukan pribadi yang bijaksana, 2). Hal yang kita anggap biasa atau
sederhana sering kali justru menjadikan kita melalaikannya. Contohnya masalah etika dalam
berkomunikasi antara guru dan siswa (Guru membentak murid atau marah-marah dihadapan
siswa lain, anggapan sebagai anak ?). Apapun alas an-alasannya sesuai latar budaya yang kita
anut, etika dalam hal ini terbukti tidak dapat diabaikan jika kita ingin membangun hubungan
(kepemimpinan ) yang simpati di kelas. Hal ini sesuai dengan tuntutan jaman dan kewajiban
professional. 3). Patut direnungkan bahwa membangun hubungan yang harmonis dengan
siswa bukan berarti memperlemah diri seorang guru melainkan sebuah hubungan yang
berlandaskan saling kepercayaan untuk membangun dan mengembangkan sikap serta
kepribadian masing-masing. 4).Guru harus mempunyai awasan bahwa siswa dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangannya dan guru wajib membantu untuk menjadikan
siswa lebih baik dan professional dalam bersikap dan berprilaku sesuai dengan perkembangan
jaman dalam ere globalisasi ini.

Kata kunci: evaluasi diri, kualitas kepemimpinan.


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN AKTIVITAS SISWA PADA TOPIK EKOSISTEM MELALUI
LESSON STUDY DI SMPN 37 SURABAYA

Oleh. Anik Wismiarti


SMP Negeri 37 Surabaya

Abstrak

Lesson Study merupakan pengkajian terhadap berbagai aspek pembelajaran agar


pembelajaran berpusat pada siswa sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri.
Penelitian ini bertujuan mengoptimalkan aktivitas siswa selama pembelajaran pada topik
ekosistem dengan pembelajaran Kooperatif.
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 37 Surabaya kelas 7A dengan materi ekosistem
yang meliputi dua tahap, yaitu tahap pertama adalah perencanaan (plan) untuk pengembangan
perangkat dan tahap kedua adalah pelaksanaan (do) merupakan uji coba perangkat
pembelajaran. Jenis penelitian termasuk dalam kategori penelitian eksperimen semu dengan
desain one-shot case study. Pada kegiatan pelaksanaan dilakukan pengamatan dan refleksi.
Observer mencatat aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa cukup aktif mengikuti kegiatan diskusi
selama pembelajaran. Siswa yang aktif sebesar 78% sedangkan pada pelaksanaan pembelajaran
siswa antusias mempresentasikan hasil kelompoknya. Selama mengikuti pembelajaran siswa
dapat berinteraksi dengan baik. Kegiatan Lesson study sangat berpotensi dalam meningkatkan
kreativitas siswa dan profesionalisme guru.

Kata kunci: pembelajaran kooperatif, ekosistem, aktivitas siswa.


HAVING THE STUDENTS USED TO BILINGUAL EDUCATION TO
STIMULATE THEIR COMMUNICATIVE COMPETENCE.

Oleh. Refi Ranto Rozak


IKIP PGRI BOJONEGORO

Abstract

Bilingual program has become a momentous alternative education, encouraging the


use of English in non-English subjects (known as subjects across curriculum). In bilingual
learning, students and teachers can apply foreign language as a tool to pursue knowledge in
subject specific contents. There is a propensity for obtaining better achievements than those
in monolingual program. In advent of the so called competency-based curriculum (CBC),
which was reported in early 2004 to be revised as the 2006 Curriculum or Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), it would be sensible to impart more understanding on language
learning strategies, one of which is by applying bilingual program to enhance the students
insight, who experience barriers to use L2 to express their ideas in L1.
In this study, the concern of the research is the bilingual education conducted at
Designated International Rating School (DIRS) of SMP Negeri I Bojonegoro. Adopting
international curriculum to enrich school curriculum based on Standar National Pendidikan
(SNP), the school appends ‘X’ on its contents as well which is comprising of 1) Bilingual for
mathematic and sciences, 2) ICT program, 3) Link with Cambridge curriculum program, 4)
Mandarin language, and 5) Arabic language. The study attempts to investigate and find out the
research problems dealing with the influence of bilingual education on students’ speaking
English competence, communicative environment motivating students to have awareness to
speak in English, bilingual methodology in the classrooms, and the impediments encountered
by the teachers and students of DIRS in employing bilingual learning.
The research design of the study is descriptive qualitative using triangulation technique
in collecting the data required. The population is seventh and eighth graders students of
DIRS. Meanwhile the theoretical samples of the study are taken according to the use of
bilingual across subject contents (sciences and mathematic) at diverse DIRS classes. The
research has been carried out for three months starting from January to March 2009.
The result of the study shows that the program raises the students’ and teachers’
awareness in bilingual as it is used in subject specific contents. It consequently enhances the
motivation for foreign language learning. Furthermore, the program is expected to provide a
better preparation for workplace as a result of the contact with subject specific language.
For a better success in bilingual education, it is highly recommended to make
significant betterments on teaching learning quality while improving language learning. The
education department of Indonesia needs to vary and enrich language curriculum by
introducing bilingual learning not only at well-established and well-funded junior high schools
but also all state or private junior high schools level across the country whether they are
qualified or not. Some preparations need to take into some consideration as well such as
school management, teachers’ competence, the instructional material, supports in language
learning, innovative language programs, and the policy on language goal. Commitment and
consensus on the program which has been stipulated is determining the success of the
program.

Key Words: bilingual education, communicative competence.


PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOTECNOPRENEURSHIP
BERORIENTASI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA UNTUK
MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK CALON
GURU PENDIDIKAN SAINS

Oleh. Hasan Subekti


Program Studi Pendidikan Sains, FMIPA, UNESA

Abstrak

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah


kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan
mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja
dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di
berbagai sektor (Peraturan Presiden RI No. 8 Tahun 2012). Untuk mendukung program
KKNI diperlukan pengembangan inovasi teknologi yang bermanfaat dalam menyelesaikan
beragam persoalan bangsa ini. Pentingnya merancang suatu proses pembelajaran yang
mengintegrasikan pengembangan sains, teknologi, dan entrepreneurship sebagai upaya untuk
mendorong berkembangnya inovasi teknologi yang sesuai bagi dan bermanfaat untuk
masyarakat.
Penelitian ini sejalan dengan kebijakan Depdiknas (2012: 1-2) yang menyatakan bahwa
lulusan perguruan tinggi hendaknya tidak hanya menjadi pencari kerja (job seeker) tetapi juga
pencipta kerja (job creator). Hal ini menyebabkan perguruan tinggi harus melakukan reorientasi
terhadap sistem pembelajaran yang selama ini dijalankannya. Dengan adanya tuntutan tersebut,
reorientasi yang diharapkan adalah bagaimana menanamkan jiwa wirausaha kepada mahasiswa
sehingga setelah lulus mereka juga mempunyai mental wirausaha. Penelitian ini bertujuan
untuk mengembangan bahan ajar berorientasi KKNI untuk meningkatkan kompetensi
profesional dan pedagogik calon guru pendidikan sains.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan menggunakan siklus
pengembangan instruksional yang dikembangkan Fenrich, (1997: 56), yaitu: (1) fase analisis,
(2) perencanaan, (3) perancangan, (4) pengembangan, dan (5) implementasi, dimana pada
setiap fase tersebut dilakukan evaluasi dan revisi. Analisis data dilakukan dengan analisis
deskriptif kuantitatif dan kualitatif (mixing method). Proses dan hasil pengembangan bahan ajar
yang mengintergrasikan KKNI yang diterapkan diprogram studi pendidikan sains semester
genap tahun akademik 2011/2012, tingkat validitas bahan ajar, dan respon mahasiswa
diuraikan dalam tulisan ini.

Kata kunci: biotecnopreneurship, KKNI, profesional, pedagogik, sains, calon guru


EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
REALISTIK (PMR) DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH (PBM) DITINJAU DARI INTELEGENSI SISWA SMP DI
KABUPATEN MAGETAN

Oleh. Seno
SMP Negeri 1 Maospati

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pada pokok bahasan sistem persamaan
linear dua variabel: (1) prestasi belajar siswa yang lebih baik antara menggunakan Pendekatan
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM), atau Pendekatan Pembelajaran Mekanistis. (2) prestasi belajar siswa yang lebih baik
antara siswa dengan intelegensi tinggi, sedang atau rendah. (3a) pada masing-masing perlakuan
pendekatan pembelajaran, prestasi belajar siswa yang lebih baik antara siswa dengan intelegensi
tinggi, sedang, atau rendah. (3b) pada masing-masing kategori intelegensi, prestasi belajar siswa
yang lebih baik antara menggunakan Pendekatan PMR, Pendekatan PBM, atau Pendekatan
Mekanistis.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu. Populasi siswa kelas VIII
SMP di Kabupaten Magetan tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 52 sekolah. Pengambilan
sampel dilakukan dengan stratified cluster random sampling, terpilih SMP Negeri 1 Maospati, SMP
Negeri 2 Maospati dan SMP Negeri 2 Magetan, sejumlah 324 siswa. Uji statistik menggunakan
uji normalitas metode Lilliefors, homogenitas metode Barlett, uji anava dengan uji F (Fisher)
dan uji lanjut pasca anava dengan metode Scheffe’. Taraf signifikansi 0,05.
Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa pada pokok bahasan sistem persamaan linear
dua variabel: (1) penggunaan pendekatan PMR menghasilkan prestasi belajar lebih baik
dibanding dengan pendekatan mekanistis, pendekatan PBM menghasilkan prestasi belajar yang
sama dibanding pendekatan mekanistis maupun pendekatan PMR. (2) siswa yang memiliki
intelegensi tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding yang memiliki intelegensi
rendah, siswa yang memiliki intelegensi sedang mempunyai prestasi belajar yang sama
dibanding yang memiliki intelegensi rendah maupun intelegensi tinggi. (3a) untuk masing-
masing perlakuan pendekatan pembelajaran, siswa yang memiliki intelegensi tinggi mempunyai
prestasi belajar lebih baik dibanding yang memiliki intelegensi rendah, siswa yang memiliki
intelegensi sedang mempunyai prestasi belajar yang sama dibanding yang memiliki intelegensi
rendah maupun intelegensi tinggi. (3b) untuk masing-masing kategori intelegensi, penggunaan
pendekatan PMR menghasilkan prestasi belajar lebih baik dibanding dengan pendekatan
mekanistis, pendekatan PBM menghasilkan prestasi belajar yang sama dibanding pendekatan
mekanistis maupun pendekatan PMR.

Kata kunci: PMR, PBM, mekanistis, intelegensi siswa, prestasi belajar.


STUDI TENTANG KEMAMPUAN KETERAMPILAN PROSES IPA (SCIENCE
PROCESS SKILLS) PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN
SAINS DAN PENDIDIKAN KIMIA

Oleh. Ismono
Prodi Pendidikan Kimia FMIPA Unesa

Abstrak

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Masalah yang muncul adalah bagaimana keterampilan proses di Indonesia.
Untuk mengkaji hal tersebut metode yang digunakan adalah melakukan kajian literatur
dan kajian lapangan. Berdasarkan kajian literatur diperoleh data sebagai berikut (1) Hasil
penelitian the programme for international student assessment (PISA) disebutkan bahwa siswa-siswa
Indonasia hanya mencapai skor sekitar 400 dengan simpangan baku 100 ini artinya diduga
kemampuan para siswa baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta
sederhana (bentuk produk sains) (Rustaman, 2006 b), (2) menurut dokumen trends in
international mathematics and Science Study (TIMSS) diperoleh data bahwa skor rata-rata anak
Indonesia (kelas 4 dan 8) dalam IPA mencapai 420,221 dan skor ini tergolong dalam katagori
low benchmark artinya baru mengenal beberapa konsep dasar tentang fisika dan biologi
(Rustaman, 2006 a), (3) guru masih rendah dalam mengajarkan IPA secara benar untuk Siswa
kelas 7s.d 12. khususnya keterampilan proses IPA, di mana di kurikulum IPA disebutkan
bahwa “proses pembelajaran IPA hendaknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiri)
untuk menumbuhkan kemampuan berfikit, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup” (Rustaman, 2006 a), (4)
Keterampilan proses yang mudah melaksanakan pengamatan dan yang paling sulit melakukan
investigasi, melaksanakan investigasi dan menyusun laporan (Bambang Subali, 2009).
Sedangkan kajian di lapangan diperoleh data: (1) di Prodi Pendidikan Sains angkatan
2011 ternyata 95% lebih mahasiswa keterampilan proses IPAnya relatif belum baik seperti
pengamatan, inferensi, membedakan antara fakta dengan inverensi, mengontrol variabel
penelitian, menyimpulkan data, dan pemecahan masalah, (2) di prodi pendidikan kimia
angkatan 2009, untuk kelas internasional ternyata sekitar 85% dari mereka memiliki
keterampilan proses yang belum baik dalam pengindentifikasian dan pengoperasional variabel,
penulisan hipotesis.
Simpulan yang dapat diambil adalah kemampuan keterampilan proses mahasiswa
calon guru IPA belum mencapai hasil yang diharapkan

Kata kunci: keterampilan proses, IPA


MODEL PENYUSUNAN BAHAN AJAR DALAM PEMBELAJARAN
KELAS AKSELERASI
(Studi kasus pada Guru SMP Penyelenggara Kelas Akselerasi
Se-Provinsi Jawa Timur Tahun 2011)

Oleh. Eko Suprianto


Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstrak

Penyelenggaraan kelas akselerasi sebagai bentuk penerapan ketentuan Undang-Undang


Sisdiknas Pasal 31 menuntut adanya diferensiasi dalam seleksi, cara mengajar, kurikulum serta
evaluasi yang berbeda dibandingkan dengan kelas regular. Salah satu tuntutan yang sangat
penting adalah penyediaan bahan ajar yang sesuai dengan karakter keunggulan siswa akselerasi.
Bahan ajar yang tidak sesuai akan menyebabkan munculnya siswa unggul menjadi
underachievement dan gagalnya pengembangan potensi kecerdasan creative productive yang
menjadikan siswa sebagai aset negara. Munculnya bahan ajar yang bercorak dumb down akan
terjadi kontraproduktif yang menyebabkan keberadaan kelas akselerasi tidak pernah berhasil
memenuhi tuntutan pengembangan potensi siswa menjadi berkembang kecerdasan creative
productive serta menjadi pemasok lulusan yang dibutuhkan dalam pembangunan. Salah satu
penyebab ketidaktersediaan bahan ajar di kelas akselerasi yang sesuai dengan keunggulan siswa
karena guru tidak mempunyai kemampuan dan pengetahuan bagaimana menyediakan bahan
ajar diferensiasi serta selama menempuh S1 tidak pernah dikenalkan keilmuan tentang kelas
akselerasi beserta komponen pembelajarannya. LPTK selama ini hanya menyiapkan calon guru
menjadi guru kelas regular bukan dilengkapi dengan kemampuan menjadi calon guru kelas
akselerasi, kelas pengayaan dan kelas inklusi. Akibat lebih lanjut selama bertahun-tahun
penyelenggaraan kelas akselerasi di Indonesia hanya sebatas label sebutan kelas akselerasi
tetapi hakikatnya tidak pernah ada wujud kelas yang dimaksud (gifted children without gifted
program). Itulah sebabnya penelitian yang bertujuan mengidentifikasi model penyusunan bahan
ajar dalam kelas akselerasi menjadi penting agar pelaksanaan pendidikan akselerasi dapat
diluruskan sekaligus diketahui tingkat kesiapan pengetahuan dan ketrampilan guru dalam
melaksanakan tugas mengajar di kelas akselerasi.
Penelitian kualitatif ini dilakukan pada seluruh SMP penyelenggara kelas Akselerasi se
Provinsi Jawa timur dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa angket dan
wawancara mendalam kepada guru-guru pengampu kelas akselerasi. Dengan menggunakan
teknik analisis kontingensi dan analisis mengalir dihasilkan temuan sebagai berikut: 1) guru
dalam memilih bahan ajar tidak pernah mengkaitkan bobot bahan ajar dengan keunggulan
siswa akselerasi, sehingga di kelas tidak tersedia bahan ajar berdiferensiasi. 2) Guru tidak
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk menyiapkan bahan ajar khusus bagi kelas
akselerasi yang bercorak diferensiasi sebagaimana diharuskan dalam prinsip pembelajran kelas
akselerasi. 3) di SMP penyelenggara kelas akselerasi tidak terjadi layanan pendidikan akselerasi,
yang ada adalah sebatas pemisahan kelas yang di dalamnya ada siswa unggul yang diajar dengan
layanan kelas biasa/regular. 4) kelas akselerasi yang sekarang berlangsung tidak dilayani dengan
prinsip diferensiasi dalam kurikulum, bahan ajar, proses pembelajaran dan penugasan, tetapi
dilayani dengan layanan regular.

Kata kunci: diferensiasi, kelas akselerasi dan underachievement


MENGEMBANGKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN KEMAMPUAN
AKADEMIK SISWA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENEMUAN
(DISCOVERY LEARNING)

Oleh. Khaeruddin, M.Pd.


Guru Fisika SMK Negeri 2 Sumbawa Besar

Abstract

This study investigated the difference of student’s cognitive competency, scientific


skills, and responsibility level after following teaching and learning process using discovery
learning type less structured guided discovery and type guided discovery and describes the
implementation and student’s activity on physics learning using teaching material based on
discovery learning approah. The Subject of this study was students 10th grade of SMK Negeri
2 Sumbawa Besar at 2nd semester academic year 2010/2011. It was experimental research of
two-groups pretesst-posttest design. The techniques of data collecting are testing and
observing. The data were analyzed desciptively and by using inferential statistic. The results
revealed that: (1) Student’s cognitive competency, scientific skills, and responsibility level after
following teaching and learning process using discovery approach with less structured guided
discovery type was better than guided discovery type (2) The implemnetation of physic
learning by using teaching material which based on discovery learning on both less structured
guided discovery and guided discovery types were each 98.08%; (3) The steps of discovery
learning on both less structured guided discovery and guided discovery types have been
proved to be able develope student’s academic competency and responsibility character; (4)
Student’s activities at physics learning by using teaching material which based on discovery
learning described activities which relevant with steps of discovery learning on both the less
structured guided discovery and guided discovery types.

Keywords: responsibility character, academic competency, discovery learning approach.


PELAKSANAAN PLPG SEBAGAI WAHANA PENGEMBANGAN DAN AUDIT
KOMPETENSI DALAM SERTIFIKASI GURU DITINJAU DARI PERSEPSI LPTK
PENYELENGGARA, DINAS PENDIDIKAN, LPMP, DAN GURU KEJURUAN
BERSERTIFIKAT PENDIDIK

Oleh. Gufran
Dosen STKIP Taman Siswa Bima/Guru SMK Negeri 2 Kota Bima

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan relevansi kurikulum, kualitas instruktur,


sarana dan prasarana pendukung, penentuan rombongan belajar, media pembelajaran, proses
KBM, dan sistem evaluasi pelaksanaan PLPG sebagai wahana pengembangan dan audit
kompetensi dalam sertifikasi guru pada rayon 22 NTB. Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian deskriptif kuantitatif, dengan subjek penelitian panitia sertifikasi guru pada LPTK
Penyelenggara, Dinas Pendidikan, LPMP dan guru kejuruan yang bersertifikat pendidik di
provinsi NTB. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar kuesioner berupa angket
dan dokumentasi. Data dianalisis dengan persentase. Hasil penelitian menunjukan bahwa:
relevansi kurikulum, kualitas instruktur, sarana dan prasarana pendukung, penentuan
rombongan belajar, proses KBM, dan sistem evaluasi pelaksanaan PLPG pada rayon 22 NTB
pada kategori sesuai, sedangkan media pembelajaran pada kategori tidak sesuai.

Kata kunci: pelaksanaan PLPG, relevansi kurikulum, kualitas instruktur, sarana-prasarana, rombongan
belajar, media pembelajaran, KBM, dan sistem evaluasi.
PERBEDAAN ANTARA M0DEL PEMBELAJARAN JIGSAW DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN STAD TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

Oleh. Dr. Munawaroh, M.Kes


Dosen Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Jombang

Abstrak

This research has a purpose to compare the result of the study between the students
taught by Jigsaw and STAD learning model. The research is done at SMP 5 Jombang. The
sample of the research is taken from 66 studens of SMP 5 Jombang in class VIII A and class
VIII B as the subject the data taken from the result of the study by using test instrument of
learning result (is items) with observation sheets
Data analysis uses t- test and its get t count score as much as 2,09 in the
significant level α 0,05 and got t table as much as 2,00 so, t count > t table so that it can be
concluded that the difference between the result of social learning by students taught with
jigsaw and STAD learning model, with mean gain for class VIII A taught with jigsaw learning
method is 3,14 and mean gain for class VIII B taught with STAD learning method is 2,68. In
this case that Jigsaw leraning is better than the class taught with STAD learning model

Key words: jigsaw learning model, STAD learning model, learning prestation.
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS PENGETAHUAN LOKAL:
MENGANGKAT LOKAL(ITAS), MENYAMBUT GLOBAL(ITAS)

Oleh. Anas Ahmadi, M.Pd.


Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra IndonesiacUniversitas Negeri Surabaya

Abstrak

Perbincangan mengenai dunia pendidikan dengan komplektisitasnya, merupakan hal


yang menarik. Saat ini, Indonesia tengah melakukan kekonstruksi, restrukturisasi, dan
redefinisi dunia pendidikan. Salah satu terobosan pemerintah adalah memunculkan pendidikan
karakter (character education) dan pembangunan karakter (character building). Selain itu,
pemerintah juga melakukan penginovasian strategi pembelajaran (strategic of learning), model
pengajaran (models of teaching), dan teori pembelajaran (theory of learning) Harapannya,
pendidikan bisa menghasilkan generasi penerus bangsa yang mumpuni dan memiliki akhlakul
karimah.
Berkait dengan hal tersebut, dalam tulisan ini dipaparkan pembelajaran bahasa
Indonesia berbasis pengetahuan lokal (local knowledge). Pembelajaran ini secara esensial lebih
memumpunkan tukikannya pada dunia lokal. cara pandang masyarakat terhadap apa-apa yang
ada di dalam masyarakat mereka. Dengan demikian, nilai-nilai lokalitas yang terkandung di
dalam masyarakat pendukungnya, belum tentu nilai-nilai tersebut di dukung oleh masyarakat
yang lain. Karena itu, pengetahuan lokal memiliki diktum bahwa kelokalitasan adalah sebuah
kelegalitasan bagi masyarakat pendukungnya. Prinsip pembelajaran ini memili tiga pilar, yakni
(1) pembelajaran bahasa Indonesia berbasis sastra lokal (local literature), /sastra lisan (oral
literature) (2) pembelajaran bahasa Indonesia berbasis budaya lokal (local culture), dan (3)
pembelajaran bahasa Indonesia berbasis kearifan lokal (local genius).

Kata kunci: pembelajaran bahasa Indonesia, pengetahuan lokal


MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENGAJUAN DAN
PEMECAHAN MASALAH (JUCAMA) SEBAGAI ALTERNATIF STRATEGI
GURU UNTUK MENDORONG KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

Oleh. Tatag Yuli Eko Siswono


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Kebutuhan masa depan untuk menghasilkan siswa yang kreatif merupakan hal yang
mendesak. Kemampuan tersebut merupakan tanggung jawab semua bidang studi di sekolah
termasuk matematika. Kebutuhan guru adalah menyiapkan dan menggunakan strategi
pembelajaran untuk tujuan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Kenyataannya,
rancangan pembelajaran untuk tujuan itu belum banyak dikembangkan.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan model pembelajaran matematika
berbasis pengajuan dan pemecahan masalah yang secara teoritis untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif sekaligus perangkatnya yang valid. Penelitian pengembangan ini
mengikuti model Plomp, yang terdiri dari fase investigasi awal, desain, realisasi, pengujian
(evaluasi dan revisi), dan implementasi.
Pada fase investigasi awal telah dihasilkan teori model pembelajaran berbasis
pemecahan dan pengajuan masalah, hasil identifikasi karakteristik siswa kelas 5 pada 6 sekolah
di kabupaten Sidoarjo, yaitu SDN Masangan Kulon Sukodono, SDN Sepanjang II Taman,
SDN Gilang I Taman, SDN Kebon Agung II Sukodono, SDN Sidorejo Krian, dan SDN
Jemirahan Jabon, dan gambaran pengelolaan pembelajaran oleh guru yang diperoleh dari
angket. Hasil identifikasi siswa masih tidak dapat menyelesaikan soal divergen dan guru belum
menekankan pembelajaran yang mengarah pada kemampuan berpikir kreatif siswa. Fase desain
menghasilkan draf model (protipe awal model) yang terdiri dari sintaks, sistem sosial, prinsip
reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional maupun dampak pendukung. Fase
realisasi dihasilkan draf model (protipe awal) perangkat pembelajaran yang terdiri dari buku
siswa, LKS, dan penilaian, dan berdasar pendapat penilai (guru) dapat diterapkan dalam
pembelajaran di kelas.

Kata kunci: pemecahan masalah, pengajuan masalah, berpikir kreatif


PENGEMBANGAN KETERAMPILAN KEBAHASAAN GURU BAHASA
PERANCIS DI JAWA TENGAH MELALUI PELATIHAN BERKELANJUTAN

Oleh. Mohamad Syaefudin, S.Pd, M.Pd


Universitas Negeri Semarang

Abstrak

Kemampuan kebahasaan guru bahasa Perancis di Jawa Tengah dibina dan


dikembangkan melalui lima kegiatan yakni seminar, workshop, pendampingan pelaksanaan
pembelajaran; pembekalan calon evaluator tes profisiensi bahasa Perancis; serta pemantapan
kemampuan evaluator. Pelatihan berkelanjutan ini mendorong pencapaian standar kompetensi
kebahasaan secara praktis bagi guru. Mereka didorong agar mengikuti standar kemampuan
berbahasa tingkat dasar yang didasarkan pada Bingkai Acuan Bahasa seluruh Eropa (CECRL).
Kegiatan pelatihan ini dilakukan secara sinergis antara pihak guru, perguruan tinggi dan
organisasi profesi bahasa Perancis. Hasil yang dicapai adalah peningkatan kompetensi
kebahasaan para guru serta pencapaian level evaluator tes profisiensi bahasa Perancis DELF
bagi sejumlah guru di Jawa Tengah.

Kata kunci: pelatihan berkelanjutan, kompetensi bahasa Perancis, CECRL, Jawa Tengah
UJI VALIDIDAS DAN RELIABILITAS TES KELENTUKAN SENDI
PERGELANGAN KAKI (DORSAL FLEXI)

Oleh. Dr. Achmad Widodo, M.Kes.


Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Alat ukur yang baik adalah sejauh mana alat ukur mengukur apa yang hendak di ukur.
Untuk mendapatkan nilai kelentukan diperlukan suatu instrumen tes yang sesuai dengan
derajat Range Of Movement (ROM). Oleh karena itu peneliti ingin melakukan uji validitas dan
reliabilitas tes kelentukan sendi pergelangan kaki.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan tes static flexibility test-angkle.
Subjek penelitian yang digunakan adalah mahasiswa IKOR angkatan 2008 putra UNESA yang
berjumlah 30 orang. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan korelasi untuk
mengetahui nilai validitas dan reliabilitas instrumen tesnya.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui nilai validitas tes kelentukan sendi pergelangan
kaki yang digunakan untuk mengukur kelentukan pergelangan kaki kanan memiliki nilai
validitas = 0.962 termasuk kategori istimewa, dan nilai validitas untuk mengukur kelentukan
pergelangan kaki kiri memiliki nilai validitas = 0.949 termasuk kategori istimewa. Sedangkan
nilai reliabilitas dari tes kelentukan sendi pergelangan kaki yang digunakan untuk mengukur
kelentukan pergelangan kaki kanan memiliki nilai reliabilitas = 0.821 termasuk ketegori tinggi,
dan nilai reliabilitas yang digunakan untuk mengukur kelentukan pergelangan kaki kiri
memiliki nilai reliabilitas = 0.950 termasuk kategori istimewa.
Jadi pengembangan instrumen tes static flexibility test-angkle yang digunakan untuk
mengukur kelentukan pergelangan kaki kanan dan kiri memiliki nilai validitas dan reliabilitas
yang memenuhi standart, sehingga tes tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan kelentukan pergelangan kaki.

Kata kunci: validitas dan reliabilitas tes, kelentukan pergelangan kaki.


MAKING LEARNERS AS ENGLISH USERS THROUGH
INTERVIEW AND CHATS

Oleh. Imam Dui Agusalim


Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS)–ITS

Abstract

Even with the most communicative approaches, the second or foreign language
classroom is limited in its ability to develop learner’s communicative competence in the target
language. This is due to the restricted number of exposure to the variety of functions, genres,
speech events, and discourse types that occur inside the classroom. Given such limited
condition to develop their competence and the constraint time, such as once a week, available
for learners to practice the target language in the classroom, the learners’ interest to speak up
may become low. When they are given opportunity to make questions after discussing
teaching materials, they just keep quiet. Similar case happens when the learners join the
presentation from a company willing to recruit them. They are being offered to ask some
questions but they seem to have no words to say.
Having seen these phenomena, a responsible teacher should maximize opportunities
for learner’s participation outside the classroom. These extra task-based activities are interview
and chat. To see the implementation of these natural setting communication tasks, a research
on their real communication is a need.
Having willingness to improve learners’ speaking skill, the aim of this research study is,
in general, directed to find out the problems of natural setting communication using the target
language in oral interview and written chat messaging. And the appropriate research for
teachers is an action research.
Before beginning the action research, a preliminary research is quantitatively executed
through a peer assessment to identify learners’ speaking skills. The result of this research
proves that the learners’ speaking needs improvement. Then, an action research is
qualitatively employed to monitor the quality of learners’ output in communication. By
following a four-part process of Plan-Action-Observation-Reflection, teachers can use
conversation and discourse analytic techniques to analyze the difficulties of communication in
the target language. The data are analyzed under the scope of grammatical, sociolinguistic,
strategic and discourse competence. Meanwhile, the chat data are analyzed on the basis of
turn-taking, sequencing and repairing.
Sometimes one while communicating is aware or not that his communication gets
difficulty to keep it going due to a wide range of variables such as setting, the topic of
discourse, the partner of speaking, the aim or orientation of interaction and so forth. Within
the twinkling of eye, he can continue interacting by using strategies relevant to the difficulties.
For example, a learner when he is conversing with a foreigner may not understand what is
being talked about because of the speed of speaking. After the learner asks for apologizing for
his little English, the foreigner speaks rather slowly or use grammatically simpler language and
the conversation can be kept going. In this case the foreigner accommodates to the learner by
adjusting his communicational behavior to the requisite roles that the learner can understand
the topic of interaction. Some difficulties of communication which arise in the interview or
dialogue and chat tasks in natural setting are as follows.
In the interview, the findings are about inter-language, asking private questions and
unable to create proper questions. However, it psychologically encourages and interests the
learner to be persistent to ask further when they do not understand. While in the chat, the
findings are dealing with the weak capability in making well-organized interaction and
providing sufficient information when the partner tends to reach his own orientation. The
learning strategy to provide interview before the chat is done effective in the two cycles of
action research. The stuck communication due to the poor discourse competence in the first
cycle is solved by chatting on the second cycle, so the communication can be continued and
the chat gives the practice of functional language such as greeting, establishment of identity,
closing signal and leave taking.
As the result of the mapping the learners’ speaking proficiency, they are attributed as
intermediate-low, and relevant materials for their improvement, Attachment F, are suggested
to be taught.

Key words: english language learners, english users, interview and chats
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING
PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN PROGRAM KEAHLIAN
RESTORAN

Oleh. Dra. Arita Puspitorini


Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibarengi dengan semakin


berkembangnya arus teknologi dan informasi, membawa dampak perubahan yang positif
dalam dunia pendidikan. Menurut Samani (2000) di masa mendatang keterampilan intelektual
(intellectual skills) dan keinovatifan akan sangat diperlukan. Model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan bernalar, abstraksi, adaptasi dan kemampuan mengembangkan diri
(self training) dengan memanfaatkan teknologi adalah melalui e-learning (pembelajaran berbasis
elektronik).
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis e-
learning untuk SMK program keahlian restoran. Tujuan yang ingin dicapai adalah adanya
perangkat pembelajaran berbasis e-leming untuk SMK program keahlian restoran yang
meliputi : (1) Silabus, (2) RPP (Rencana Program Pengajaran), (3) Bahan Pengajaran (modul
dan LKS/PKS/Panduan Kegiatan siswa), dan (4) Pedoman penilaian.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dilaksanakan selama 3 tahun.
Model pengembangan yang digunakan adalah Model 4D yang membagi tahap penyusunan
perangkat pembelajaran menjadi 4 bagian yaitu, define (Pendefinisian), design (desain), develop
(pengembangan) dan disseminate (Pendeseminasian) (Thiagarajan, Semmel and Semmel, 1974).
Pada tahun ke dua kegiatan, difokuskan pada tahap develop meliputi 5 tahap yaitu : (1)
Menyusun perangkat pembelajaran berbasis e-leaning, (2) Penilaian Ahli (ahli materi, ahli
komputer/multimedia, dan ahli teknologi pembelajaran), (3) Revisi perangkat pembejaran
berbasis e-learning, (4) Uji coba terbatas (1 SMK Negeri dan 1 SMK Swasta yang ada program
Kahlian Restoran), (5) Melakukan analisis hasil uji coba.
Pada tahun ke tiga, penelitian difokuskan pada tahap develop, dengan hasil: 1)
Penyusunan perangkat pembelajaran berbasis e-learning menggunakan aplikasi yang bernama
Moodler (Modulator Object Oriented Dynamic Learning Environment), 2) Hasil penilaian ahli terhadap
perangkat pembelajaran berbasis e-leaming diperoleh skor rata-rata secara keseluruhan
menunjukkan 3,4 artinya bahwa komponen dalam perangkat pembelajaran berbasis e-learning
untuk siswa SMK program keahlian restoran sudah Baik, 3) Revisi perangkat pembelajaran
berbasis e-learning, telah diperbaiki sesuai dengan Masukan, saran, dan tanggapan para ahli, 4)
Uji coba terbatas dilakukan di SMKN 1 Dlagu Mojokerto dan di SMK Mater Amabilis
Surabaya pada bulan Oktober 2010 dengan sampel sebanyak 20 siswa SMKN 1 Dlagu
Mojokerto dan 20 sisrrra SMK Mater Amabilis Surabaya,
Hasil analisis uji coba terbatas, adalah : (a) Pengamatan pembelajaran secara
keseluruhan baik yang ada di SMKN 1 Dlagu Mojokerto, maupun di SMK Mater Amabilis
telah berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dicapai. Hal ini dapat
dilihat dari skor rata-rata setiap tahap pembelajaran yang meliputi tahap pendahuluan, kegiatan
inti, dan penutup menunjukkan penilaian yang baik, (b) Hasil analisis menunjukkan bahwa
100% siswa menyatakan belum pernah belajar dengan menggunakan program pembelajaran
berbasis eleaming, baik di SMKN 1 Dlagu Mojokerto maupun di SMK Mater Ambilis
Surabaya. Seluruh siswa menyatakan lebih tertarik belajar menggunakan pembelajaran berbasis
elearning. Berdasarkan hasil respon siswa menyatakan bahwa seluruh siswa (100%) baik dari
SMKN 1 Dlagu Mojokerto maupun SMK Mater Amabilis Surabaya tertarik menggunakan
pembelajaran secara e-learning untuk diterapkan pada mata pelajaran yang lain, (c) Hasil
belajar siswa SMKN 1 Dlagu Mojokerto terjadi peningkatan rata-rata nilai sebesar 50.65 antara
pre tes dengan pos tes. Sedangkan hasil belajar yang diperoleh siswa SMK Mater Amabilis
Surabaya terjadi peningkatan rata-rata nilai sebesar 24.65 antara pre tes dengan pos tes.
Saran : 1) Perlu diadakan pelatihan bagi guru SMK untuk menggunakan program
pembelajaran e-learning dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran yang lain, 2)
penambahan sarana/laboratorium komputer yang lebih memadai/mencukupi Jumlahnya
untuk bias digunakan secara bersama-sama untuk 1 kelas, 3) Perlu adanya publikasi tentang
Pelaksanaan dan keuntungan penggunaan program pembelajaran e-learning dalam proses
belajar mengajar di SMK, sehingga bisa menginspirasi guru-guru yang lain untuk menggunakan
program pembelajaran e-learning dalam proses belajar mengajar di sekolahnya.

Kata kunci: perangkat pembelajaran, e-learning, SMK, restoran


PENINGKATAN DINAMIKA ORGANISASI MGMP MELALUI
PENDAMPINGAN BERBASIS PEMBELAJARAN ORANG DEWASA
(Kasus di MGMP Ekonomi Tingkat SMA Kabupaten Jombang)

Oleh. Nanik Sri Setyani


STKIP PGRI Jombang

Abstrak

Pengembangan atau peningkatan kemampuan profesional guru harus ber-tolak pada


kebutuhan atau permasalahan nyata yang dihadapi oleh guru. Agar proses peningkatan
keprofesionalan atau kualitas guru tersebut dapat terprogram dengan baik, diperlukan wadah
pembinaan guru yang mandiri dan profesional seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) untuk guru SMP/MTs./ SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK /MAK.
Pendekatan penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah kualitatif. Jenis Penelitian ini
termasuk penelitian terapan (applied research) khususnya penelitian tindakan (action research).
Penelitian ini menggunakan proses pendampingan penyusunan Rencana dan Proses Kegiatan
MGMP selama satu semester (semester Gasal 2010/2011). Kesimpulan penelitian ini adalah
melalui pendampingan manajemen organisasi MGMP dapat disimpulkan bahwa dinamika
organisasi MGMP dapat meningkat. Pengurus lebih memahami tugas dan fungsinya dengan
baik, sehingga dapat mengkoordinir kegiatan anggota dengan maksimal.

Kata kunci: dinamika organisasi, pendampingan, pembelajaran orang dewasa


MENINGKATKAN PENGUASAAN MATERI PERSEGI DAN
PERSEGIPANJANG DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME SISWA
KELAS VII MTS AL- KAHFIYAH BULU MAMPU KECAMATAN DUA BOCCO’E
KABUPATEN BONE SULAWESI SELATAN

Oleh. Agustan S.
MTs Al- Kahfiyah Bulu Mampu, Dua Bocco’E, Bone Sulawesi Selatan

Abstrak

Masalah dalam penelitian ini adalah: 1) bagaimana penguasaan persegi dan persegi
panjang sebelum dilakukan pendekatan konstruktivisme, 2) bagaimana penguasaan persegi dan
persegipanjang siswa setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme, dan 3) apakah terjadi peningkatan penguasaan materi persegi dan
persegipanjang siswa kelas VII MTs Al-Kahfiyah Bulu Mampu Kecamatan Dua Bocco’E
Kabupaten Bone Sulawesi Selatan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan
pendekatan konstruktivisme
Peneltian ini bertujuan untuk menjawab masalah yang dirumuskan, yaitu untuk
mengetahui 1) penguasaan persegi dan persegipanjang sebelum dilakukan pendekatan
konstruktivisme, 2) penguasaan persegi dan persegipanjang siswa setelah dilakukan tindakan
dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, dan 3) terjadinya peningkatan penguasaan
materi persegi dan persegipanjang siswa kelas VII MTs Al-Kahfiyah Bulu Mampu Kecamatan
Dua Bocco’E Kabupaten Bone Sulawesi Selatan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dengan pendekatan konstruktivisme.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Populasi sekaligus sampel
penelitian ini berjumlah 25 orang adalah siswa kelas VII MTs Al-Kahfiyah Bulu Mampu
Kecamatan Dua Bocco’E Kabupaten Bone Sulawesi Selatan tahun pelajaran 2008/2009.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tes hasil
belajar sebanyak 20 butir soal, yang terdiri dari persegi, persegipanjang, keliling dan luasnya.
Teknik pemberian skor adalah untuk jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi
skor 0.
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis
inferensial. Hasil penelitian adalah : 1) penguasaan persegi dan persegipanjang sebelum
dilakukan pendekatan konstruktivisme berada pada kategori sedang, 2) penguasaan persegi dan
persegipanjang siswa setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme berada pada kategori tinggi , dan 3) terjadi peningkatan penguasaan materi
persegi dan persegipanjang siswa kelas VII MTs Al-Kahfiyah Bulu Mampu Kecamatan Dua
Bocco’E Kabupaten Bone Sulawesi Selatan sesudah dilakukan tindakan dengan pendekatan
konstruktivisme.

Kata kunci: penguasaan, persegi, persegi panjang dan konstruktivisme.


PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIS GURU DALAM MENERAPKAN
METODE PEMBELAJARAN MELALUI MODIFIKASI SUPERVISI KLINIS DI
SMA NEGERI 8 MALANG

Oleh. Notulis: Kristiani


SMA Negeri 8 Malang

Abstrak

Kompetensi guru sangat dibutuhkan untuk peningkatan kualitas pendidikan di tingkat


sekolah. Guru yang profesional memiliki kompetensi secara utuh. Namun karena kompleksnya
permasalahan kompetensi guru, maka perlu prioritas penanganan. Penelitian tindakan sekolah
ini adalah memprioritaskan pada kompetensi pedagogis guru dalam menerapkan metode
pembelajaran.
Berdasarkan refleksi tahun pelajaran 2010/2011 kelemahan guru adalah kemampuan
menerapkan metode pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh kurangnya wawasan dan
pengetahuan guru mengenai metode-metode pembelajaran, di samping kurangnya
pendampingan kepala sekolah dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi guru. Solusi yang
diterapkan dalam penelitian ini adalah menerapkan modifikasi supervisi akademik. Letak
modifikasi ini adalah adanya kerjasama dengan pihak eksternal dalam mengatasi masalah
kompetensi pedagogis guru dalam menerapakan metode pembelajaran. Pendampingan di kelas
di laksanakan melalui supervisi akademik yang lebih mengarah kepada upaya kepala sekolah
mengangkat kekuatan guru daripada sekedar menilai dan melalui lesson study.
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) siklus. Siklus I di awali dengan workshop
selama 2 (dua) hari dengan pendamping dari UM dilanjutkan dengan pendampingan di kelas
melalui supervisi akademik. Siklus II memperbaiki kelemahan siklus I dengan cara
melaksanakan workshop dengan pendamping berbeda dengan pendamping siklus I,
pendampingan dilaksanakan melalui open class dalam bentuk lesson study. Hasil penelitian ini
meningkat dari siklus I ke siklus II, yaitu pada siklus I guru yang mendapatkan sebutan metode
pembelajarannya sangat bagus sebesar 32% dan sangat bagus 26%, sedangkan pada siklus II
guru yang mendapatkan sebutan sangat baik sebesar 39% dan sebuatn bagus 20%. Indikator
ketercapaian telah terwujud pada siklus II yaitu minimal guru yang mendapatkan sebutan
sangat bagus minimal telah mencapai 35%, bagus sebesar 20% dan sebutan sangat bagus
meningkat pada siklus II.
Simpulan dari penelitian ini adalah modifikasi supervisi klinis dapat meningkatkan
kompetensi pedagogis guru dalam menerapkan metode pembelajaran. Saran yang penulis
berikan sebagai rekomendasi adalah perlu modifikasi supervisi klinis yang lebih bagus dari
yang sudah diterapkan dalam penelitian ini, perlu mengembangkan instrumen supervisi klinis
yang sesuai dengan masalah yang dihadapi guru, perlu mengembangkan lesson study berbasis
sekolah untuk meningkatkan layanan pendidikan di tingkat sekolah, dan perlu menjalin
kerjasama dengan pihak eksternal dalam mengatasi masalah kompetensi guru.

Kata kunci: kompetensi pedagogis, metode pembelajaran, modifikasi supervisi klinis.


PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN BINATANG MELALUI
BAHASA TULIS MENGGUNAKAN MEDIA ICT PADA SISWA KELAS II
SD YPPSB 1 SANGATTA

Oleh: Nur Rachma Winarti, S.Pd


SD Yayasan Pendidikan Prima Swargabara I Sangatta, Kalimantan Timur

Abstrak

Hasil observasi di kelas II SD YPPSB 1 Sangatta ditemukan bahwa banyak siswa kelas
II yang mengalami kesulitan dalam mendeskripsikan binatang dengan bahasa tulis. Untuk itu
perlu digunakan cara baru agar dapat meningkatkan kemampuan menulis deskripsi mereka,
yaitu dengan menggunakan media ICT. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
penggunaan media ICT dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan binatang dengan
bahasa tulis siswa.
Penelitian ini diadakan pada SD YPPSB 1 Sangatta Kelas 2C semester II Tahun Ajaran
2010-2011 yang berjumlah 32 siswa, waktu penelitian berlangsung selama 3 minggu dengan 2
siklus. Siklus I siswa memperhatikan video tentang binatang yang harus dideskripsikan dengan
menggunakan media ICT dan permainan tebak suara binatang. Siklus II siswa memperhatikan
video tentang binatang yang harus dideskripsikan melalui media ICT dan mendeskripsikannya
pada lembar kerja siswa yang sudah disiapkan.
Pada tes awal (t-0) rata-rata nilai kemampuan siswa dalam mendeskripsikan binatang
adalah 79, pada tes 1 (t-1) didapat rata-rata nilai 84, pada test 2 (t-2) didapat rata-rata nilai 91.
Dalam penelitian ini, yang paling menggembirakan dengan menggunakan media ICT siswa
terlihat lebih antusias dalam belajar dan siswa lebih variatif dalam mendeskripsikan binatang
karena melalui video yang dikemas dengan media ICT, siswa belajar secara maksimal dengan
menggunakan visual dan audio mereka.

Kata kunci: kemampuan mendeskripsikan binatang, bahasa tulis, media ICT, siswa SD
MEMBERDAYAKAN SUPERVISOR SEBAGAI GURUNYA GURU

Oleh. Prof. Dr. Abd. Kadim Masaong, M.Pd


Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak

Jabatan supervisor (pengawas) dalam Sistem Pendidikan Nasional sangat stratejik


untuk memperbaiki mutu guru. Supervisor (pengawas) bertugas mendorong, mengkoordinir,
menstimulir dan menuntun pertumbuhan profesi guru-guru secara berkesinambungan baik
secara individual maupun kelompok agar lebih efektif menjalankan proses pembelajaran.
Dengan posisi yang stratejik ini, maka pengawas disebut sebagai ‘Gurunya Guru’. Untuk dapat
menjalankan tugas dan fungsi sebagai gurunya guru secara efektif, Menteri Pendidikan
Nasional telah menetapkan Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar
Kompetensi Pengawas. Permen tersebut menegaskan bahwa untuk menjadi seorang
supervisor (pengawas) dituntut memiliki kualifikasi akademik minimal S2 dan dipersyaratkan
memenuhi 6 (enam) standar kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi
manajerial, komptensi supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi
penelitian dan pengembangan, serta kompetensi sosial.
Untuk itu, salah satu aspek yang perlu dirumuskan sebagai langkah strategis dalam
mengelola dan membina guru mempercepat peningkatan mutu pendidikan adalah penguatan
posisi pengawas sebagai ‘gurunya guru’. Guru sangat membutuhkan pengawas sebagai mitra
kerja dalam meningkatkan kompetensinya. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa jabatan
pengawas yang sangat strategik itu, justru sering berbenturan dengan berbagai kebijakan
pemerintah terutama di era otonomi daerah. Di satu sisi pengawas dituntut bertanggung jawab
atas rendahnya mutu guru dan mutu pendidikan, namun disisi lain pengawas justru kurang
diimbangi dengan implementasi kebijakan untuk peningkatan profesionalismenya. Selain itu,
sistem rekrutmen pengawas yang tidak mengacu pada kualifikasi akademik dan standar
kompetensi sebagaimana diatur dalam Permendiknas no 12 tahun 2007, dan bahkan posisi
pengawas sering dijadikan sebagai tempat parkir bagi mantan pejabat di daerah.

Kata kunci: pengawas, gurunya guru.


STRATEGI-STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG TINGKAT SMA
DAN UPAYA GURU MENINGKATKAN MINAT BELAJAR DAN
PRESTASI SISWA

Oleh. Yoyok Nugroho, S.Pd, M.Pd


Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Dewasa ini pembelajaran bahasa Jepang di tingkat SMA semakin berkembang. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya SMA/MA/SMK yang menyelenggarakan pengajaran bahasa
Jepang sebagai mata pelajaran Mulok. Fenomena ini tentu saja harus didukung oleh
kompetensi pengajar dalam menyampaikan materi serta kualitas materi pembelajaran yang
disampaikan. Jumlah pengajar bahasa Jepang SMU di kota Semarang dan sekitarnya kurang
lebih 189 orang. namun kebanyakan lulusan D3 baik dari alumni UNNES, UNDIP,
UDINUS, sebagian kecil S1. Lulusan D3 secara umum tidak memperoleh pengetahuan yang
cukup tentang pengajaran. Sehingga dalam proses pembelajaran dibeberapa sekolah
ditemukan terlihat kurang dalam penguasaan kelas, perencanaan urutan materi yang kurang,
suara guru yang kurang keras, serta penggunaan media ajar yang tidak optimal, sehingga jam
belajar banyak yang terbuang dan materi kurang dipahami siswa. Bila ini terjadi terus menerus
akan menurunkan kualitas pembelajaran bahasa Jepang di SMU.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu guru perlu menggunakan strategi. Jika gaya
adalah karakteristik umum yang membedakan seseorang dari orang lainnya, maka
‘strategi’adalah ‘serangan/ cara’ spesifik yang kita tujukan pada masalah tertentu. Dalam
bidang pemerolehan bahasa kedua membedakan 2 jenis strategi yaitu strategi pembelajaran dan
strategi komunikasi. Penerapan strategi pembelajaran maupun stratedi komunikasi dikelas
bahasa biasa disebut dengan Intruksi Berbasis Strategi (Strategies-Based Instruction/ SBI), dan
hasil yang akan diraih adalah siswa akan mampu memahami materi yang diajarkan dan
mampu bagaimana cara belajar menguasai materi tersebut.

Kata kunci: strategi pembelajaran, strategi komunikasi dan Strategies-Based Instruction (SBI)
PENINGKATAN KUALITAS GURU BAHASA INGGRIS
DI SEKOLAH DASAR

Oleh. Yuli Christiana Yoedo


Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Kristen Petra

Abstrak

Berdasarkan data dari World Bank Indonesia (2011) dan Kompas (2012), diketahui bahwa
kuantitas guru tidak sebanding dengan kualitas profesionalnya. Kuantitas dianggap berlebih
sementara itu kualitas masih di bawah standar. Kenyataan seperti ini memang sangat
menyedihkan. Seperti diketahui bersama, guru mengemban tugas yang sangat berat karena
anak-anak didiknya adalah generasi penerus bangsa (Setiawani, 2000: 16). Dengan tanggung
jawab besar itu, pendidik dituntut untuk menunjukkan kualitas yang tinggi agar anak didik
meraih pencapaian yang maksimal. Makalah ini mencoba mengusulkan beberapa langkah
strategis pembinaan guru, yang dapat dilakukan secara sinergis oleh guru, sekolah dan
pemerintah. Ada beberapa hal yang dapat diusahakan guru. Pertama, guru seharusnya terus
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan berbahasa Inggrisnya, baik secara lisan maupun
tulis. Kedua, guru seyogyanya memiliki pengetahuan psikologi anak. Pengetahuan ini penting
karena dapat memberikan gambaran psikologis tentang tingkah-laku anak (Thomson, 1962:4).
Dengan demikian, guru dapat menghargai keunikan setiap anak didik. Jika ingin menjadi
pendidik yang baik, guru harus mengetahui sifat anak didik sesuai dengan usianya, antara lain
kemampuan, perhatian, kebutuhan dan cara belajar mereka (Setiawani, 2000: 16,24,25).
Pengetahuan psikologis anak di atas akan sangat membantu guru dalam bersikap dan
bertindak di kelas, menentukan jenis tugas, kegiatan dan topik. Ketiga, guru perlu
meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang ditandai dengan sikap terbuka kepada anak
didik. Seperti yang diutarakan oleh Rakhmat (1994: 108) bahwa komunikasi menjadi efektif
bila ada keterbukaan. Berikutnya, ada tiga hal yang perlu dilakukan pihak sekolah. Pertama,
sekolah seyogyanya memberikan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas dan
fungsinya. Kedua, sekolah perlu menyiasati agar guru tetap mempunyai waktu dan energi
untuk meningkatkan profesionalismenya dalam rangka memberikan layanan terbaik kepada
siswa selain menjalankan tugas administratifnya. Ketiga, sekolah sebaiknya mengupayakan
peningkatan kesejahteraan guru agar mereka tidak harus mencari tambahan penghasilan di luar
bidang keilmuannya. Sementara itu, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah.
Pertama, pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap Yayasan Pendidikan dengan
tujuan agar setiap lembaga benar-benar mengupayakan pengembangan diri bagi gurunya.
Kedua, pemerintah harus mengevaluasi peraturan sekolah yang sekiranya dapat menghalangi
kesuksesan belajar. Ketiga, pemerintah menyediakan anggaran rutin bagi guru SD untuk
melakukan penelitian dan mempresentasikan hasilnya, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Keempat, pemerintah dapat bekerjasama dengan semua universitas dalam
rangka meningkatkan kemampuan akademis guru. Kelima, pemerintah dapat juga
memperbanyak pembuatan sinetron atau film yang mendokumentasikan perjuangan guru-guru
teladan. Keenam, pemerintah perlu mengadakan program studi banding, dalam hal ini
bekerjasama dengan sekolah-sekolah berkualitas. Lebih idealnya jika sekolah tersebut
memiliki guru penutur asli Bahasa Inggris. Ide sederhana di atas tidak akan terealisasi jika
ketiga pihak tidak bersehati secara sungguh-sungguh untuk mengimplementasikannya.

Kata kunci: peningkatan, kualitas, guru, sekolah, pemerintah


PENGARUH TEKNIK MENDONGENG PADA PENYAMPAIAN DONGENG DI
PAUD KECAMATAN SURABAYA.

Oleh. Endah Imawati


Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu program pemerintah untuk
memberi pembinaan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun melalui
pemberian rangsangan pendidikan. Rangsangan pendidikan ini diharapkan dapat membantu
pertumbuhan serta perkembangan jasmani dan rohani anak agar mereka memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pemerintah serius menangani PAUD karena telah menjadi kesepakatan negara-negara
anggota UNESCO terkait pendidikan untuk semua yang pada tahun 2015 harus mencapai
target 72 persen. Saat ini jumlah anak usia dini di Indonesia sekitar 30 juta namun yang
terlayani sekitar 20 persen atau 14,5 juta anak.
Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman
Umum Program Pos Pendidikan Anak Usia Dini Terpadu (Pos PAUD Terpadu) maka
pelayanan PAUD diintegrasikan dengan Posyandu dan Badan Keluarga Berencana.
Penanggung jawab teknis pembinaan program Pos PAUD Terpadu adalah Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Bapemas dan KB). Penanggung jawab
operasional adalah Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan TP-PKK.
PAUD dinilai sebagai lembaga pendidikan dini yang memegang peran penting sebelum
anak masuk dalam pendidikan formal. Di tempat inilah anak bisa mengembangkan diri ketika
masa emas anak yang dimulai sejak lahir hingga balita terjadi. Perlu penanganan khusus untuk
menyampaikan materi pada anak agar tetap tercipta suasana belajar yang menyenangkan.
Salah satu metode penyampaian pesan yang efektif untuk anak-anak adalah melalui
dongeng (Sindhunata, 2004:38). Dari dongeng, pesan moral dan nilai-nilai luhur dengan
mudah diserap anak. Jika anak belum mampu membaca, guru menjadi sarana yang bagus
untuk penyampaian pesan ini. Jika guru bisa mendongeng dengan menarik, anak-anak akan
mendengarkan. Akan tetapi, jika guru tak mampu menyampaikan pesan dengan menarik, anak
pun akan mengabaikan.
Ratusan PAUD di 31 kecamatan di Surabaya berada di tiap RW serta kelurahan untuk
membina anak usia dini sebelum masuk ke jenjang formal seperti Taman Kanak-kanak atau
Raudhatul Athfal. Para bunda PAUD sebagai pengelola PAUD perlu mendapat perhatian agar
dapat memberikan bekal pada anak-anak menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Bunda
PAUD diajak belajar agar menguasai berbagai teknik pengajaran yang sesuai untuk anak-anak
usia dini. Salah satu sarana mengajar pada anak usia balita adalah dengan mendongeng. Lewat
dongeng yang disampaikan bunda PAUD, imajinasi anak akan tumbuh. Menurut Mar’at
(dalam Alhamdi: 2008) ada tiga aspek penting dari fungsi bahasa yakni speech art, thematic
structure, dan propositional content.
Yang dimaksud dengan speech act adalah penguasaan seni penceritaan dongeng. Yang
dimaksud dengan thematic structure adalah pemahaman penggunaan kosakata pada anak saat
menentukan topik cerita. Yang dimaksud dengan propositional content adalah keterlibatan anak pada
cerita yang disampaikan.
Melihat latar belakang bunda PAUD yang berbeda-beda, diperlukan banyak pelatihan
agar penyampaian materi yang digariskan dalam Kurikulum Inovatif PAUD (Pusat Kurikulum,
2008) dapat diterima anak dengan mudah. Salah satu cara untuk mengajak anak masuk dalam
materi adalah dengan mendongeng. Cara berkomunikasi seperti ini cukup efektif mengingat
anak belum banyak mengenal tulisan.
Salah satunya adalah mengadakan kelas mendongeng. Selain mengembangkan
kemampuan berbahasa dan berkomunikasi anak, mendongeng juga memiliki nilai hiburan
terhadap anak. Banyak aspek pendidikan yang terdapat dalam mendongeng. Selain itu tidak
ada anak yang tidak suka mendengarkan dongeng (Alhamdi: 2008).
Anak senang mendengarkan dongeng entah itu dongeng yang dibacakan dari buku
atau dongeng yang telah sangat melekat di benak orang tua sehingga dapat disampaikan secara
lisan dengan improvisasi. Tokoh dalam dongeng akan selalu diingat oleh anak bahkan hingga
mereka dewasa, baik yang baik maupun yang jahat. Anak juga belajar mengembangkan daya
pikir dan imajinasi, kemampuan berbicara, serta daya sosialisasi karena melalui dongeng anak
dapat belajar mengakui kelebihan orang lain sehingga mereka menjadi lebih sportif.
Langkah ini menjadi awal dari penguasaan keterampilan berbahasa yang lain yakni
membaca. Ini bisa dilakukan jika para bunda PAUD mendapat pelatihan intensif tentang
teknik bercerita supaya bisa menyampaikan materi dengan menyenangkan dan membuat anak
tertarik.
Penelitian ini dibatasi pada keefektifan teknik bermain drama yang diberikan pada satu
kelompok (31 orang) pada kemampuan mendongeng. Satu kelompok lainnya (31 orang) tidak
mendapatkan teknik bercerita dan tetap tampil mendongeng. Dengan demikian akan tampak
pengaruh pelatihan teknik bermain drama terhadap kemampuan mendongeng bunda PAUD
di 31 Kecamatan di Surabaya. Pengaruh itu tampak pada kelompok yang diberi pelatihan
teknik mendongeng dan kelompok yang tidak diberikan teknik mendongeng.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan mendongeng bunda PAUD di 31
Kecamatan di Surabaya sebelum diberi teknik bermain drama dan setelah diberi teknik
bermain drama. Penelitian ini dapat menjadi penelitian lebih mendalam tentang kajian atas
teknik bercerita dan mendongeng untuk para guru beserta pengaruhnya pada siswa karena
selalu ada cara baru untuk mendongeng. Jika dikembangkan pada respons siswa dan efektivitas
mendongeng untuk menyampaikan materi, maka penelitian tentang PAUD akan menjadi lebih
lengkap.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena meneliti populasi atau
sampel dengan teknik pengambilan sampel yang memakai cara random. Pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian analisis data yang bersifat statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis (Sugiyono, 2008:14).
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen karena mempunyai ciri khas
adanya kelompok kontrol. Variabel-variabel dikontrol karena dapat memengaruhi proses
eksperimen. Desain eksperimen ini memakai true experimental design. Metode penelitian ini
cocok untuk kepentingan penelitian yang mengangkut hubungan sebab akibat antarvariabel
(Sunarto, 2001:81). Bisa jadi kelompok yang tidak mendapat perlakuan ternyata pernah
memiliki bekal tentang teknik bermain drama di tempat lain. Karena pengendalian variabel
dalam proses eksperimen tak bisa dilakukan optimal, maka penelitian ini termasuk dalam
eksperimen semu (quasi experiment).

Kata kunci: PAUD, dongeng, teknik mendongeng, anak-anak.


REVOLUSI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh. Siti M. Amin


Jurusan Matematika FMIPA Unesa

Abstrak

Guru matematika biasanya mengajar dengan urutan: 1) menjelaskan materi; 2)


memberi contoh soal; 3) memberi latihan yang serupa dengan contoh; dan kalau
memungkinkan 4) memberi contoh dan latihan soal cerita tentang penerapan materi yang
bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru memberikan matematika yang
sudah jadi kepada peserta didik dan tidak melatih keterampilan menyelesaikan masalah bagi
peserta didik. Dengan pembelajaran seperti itu peserta didik menjadi penerima pasif
pengetahuan yang diberikan guru dan selalu meniru apa yang dicontohkan gurunya.
Pembelajaran yang dilakukan guru tersebut kurang sesuai dengan amanah Permen No 22
Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, yang biasa dikenal
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP mengamanahkan bahwa
pembelajaran matematika hendaknya diawali dengan masalah kontekstual (masalah yang terkait
dengan kehidupan sehari-hari) dan fokus pembelajaran matematika adalah pemecahan
masalah. Karena itulah para guru perlu melakukan revolusi pembelajaran matematika dengan
berusaha keras untuk mencari masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat digunakan
sebagai wahana bagi peserta didik untuk membangun pengetahuan matematika mereka melalui
matematisasi horizontal dan vertikal. Pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan
itu adalah Realistic Mathematics Education (RME), yang di Indonesia dekenal dengan nama
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Urutan pembelajaran dengan pendekatan
PMRI sebagai berikut: 1) memberi soal yang terkait dengan kehidupan sehari-hari; 2) memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk membuat model pemecahan masalah, memproduksi,
dan membangun pengetahuan dengan cara mereka sendiri; 3) mengelola kelas sedemikian
hingga memungkinkan terjadinya multi interaksi; 4) mengaitkan materi yang sedang dipelajari
peserta didik dengan materi lain dalam matematika atau ilmu lain.

Kata kunci: KTSP, pemecahan masalah, PMRI.


KEEFEKTIFAN PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK OLEH PENGAWAS
DAN KEPALA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI KOTA
YOGYAKARTA

Oleh. Desi Nurhikmahyanti


Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan pelaksanaan supervisi akademik oleh Pengawas dan Kepala Sekolah
Menengah Atas Negeri di Kota Yogyakarta dengan mengukur: (1) ketepatan ruang lingkup, (2)
keefektifan waktu pelaksanaan, (3) keefektifan teknik, (4) keefektifan supervisi oleh pengawas
dan kepala sekolah, dan (5) upaya dan tindak lanjut yang dilakukan pengawas dan kepala
sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik.
Populasi penelitian adalah sekolah menengah atas negeri di Kota Yogyakarta. Sampel
yang dipilih adalah 5 sekolah menengah atas negeri di Kota Yogyakarta dengan menggunakan
teknik simple random sampling. Responden dalam penelitian ini sebanyak 52 orang dengan rincian
2 orang pengawas, 5 orang kepala sekolah dan 45 orang guru. Pengumpulan data
menggunakan angket dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif
kuantitatif dengan menggunakan SPSS 12.0 for windows sub program statistic description.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan supervisi akademik oleh Pengawas
Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Yogyakarta dalam hal: (1) ruang lingkup cukup tepat
(73,33%); (2) waktu cukup efektif (66,11%); (3) teknik cukup efektif (75%); (4) supervisi oleh
pengawas lebih efektif dibandingkan dengan kepala sekolah; dan (5) upaya pengawas yaitu
melakukan supervisi bersama kepala sekolah ketika mensupervisi guru dengan teknik
kunjungan kelas. Tindak lanjutnya yaitu pengawas menyelenggarakan suatu pertemuan dengan
pihak-pihak atau pelaku lain untuk mendiskusikan temuan-temuan hasil supervisi. Keefektifan
pelaksanaan supervisi akademik oleh Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota
Yogyakarta dalam hal: (1) ruang lingkup cukup tepat (75,63%); (2) waktu cukup efektif (65,58);
(3) teknik kurang efektif (53,33%); (4) supervisi oleh kepala sekolah kurang efektif
dibandingkan dengan pengawas; dan (5) upaya kepala sekolah yaitu supervisi dilimpahkan
kepada tim yang ditunjuk, kemudian tim tersebut melaporkan hasilnya kepada kepala sekolah.
Tindak lanjutnya yaitu memberikan himbauan dan saran agar guru terus bekerja melaksanakan
tugasnya sebagai guru secara profesional.

Kata kunci: supervisi akademik, pengawas, kepala sekolah


EFEKTIFITAS PERANGKAT PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS
STRATEGI METAKOGNITIF PADA BERBAGAI KATEORI SEKOLAH

Oleh. Endang Susantini


Jurusan Biologi, UniversitasNegeri Surabaya

Abstrak

Salah satu strategi belajar yang dapat melatih kecakapan berpikir siswa adalah strategi
metakognitif. Untuk itu diperlukan pengembangan perangkat pembelajaran biologi berbasis
strategi metakognitif. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi materi virus,
system endokrin, dan substansi genetika.Tujuan penelitian ini adalah mengukur efektifitas
perangkat pembelajaran biologi berbasis strategi metakognitif ditinjau dari kemampuan siswa
dan kategori sekolah. Sampel dalam penelitian ini adalah 270 siswa yang terbagi dalam 90 siswa
kelas X, 90 siswa kelas XI IPA, dan 90 siswa kelas XII IPA. Siswa tersebut berasal dari tiga
sekolah yang mewakili kategori sekolah baik, sedang dan kurang yang berturut-turut SMA
Negeri 2 Surabaya, SMA Negeri 12 Surabaya, dan SMA Widyadarma Surabaya.
Hasil penelitian menunjukkan:(1) perangkat pembelajaram virus, system endokrin, dan
substansi genetika lebih efektif pada siswa kemampuan atas daripada bawah, (2) perangkat
pembelajaran substansi genetika berbasis strategi metakognitif paling efektif pada ketiga
kategori baik, sedang, dankurang.

Kata kunci: perangkat pembelajaran biologi, strategi metakognitif

.
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN MULTIMEDIA INTERAKTIF
(MMI) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN
MEMPERBAIKI KARAKTER BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA
NEGERI 1 BALEN KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO

Oleh. Hasanuddin Arif


Universitas Islam Lamongan

Abstrak

Multimedia interaktif menekankan pada aktivitas peserta didik menggunakan media


berbasis komputer dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengembangkan
multimedia interaktif pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dan (2) mendeskripsikan
langkah-langkah pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan multimedia interaktif.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian quasi eksperiment.
Metode ini adalah metode penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya
dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua
variabel yang relevan (Luhut P. Panggabean, 1996). Manipulasi disini maksudnya adalah
mengubah secara sistematis sifat-sifat atau nilai-nilai pada variable bebas. Penelitian ini juga
termasuk penelitian tindakan kelas (classroom action research) ini termasuk dalam penelitian
deskriptif data kualitatif dan data kuantitatif. Urutan kegiatan penelitian kali ini mencakup: 1)
perencanaan, (2) Implementasi, (3) pengamatan dan (4) refleksi. Dari hasil analisis,
menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis multimedia menggunakan multimedia
ini mampu meningkatkan penguasaan konsep peserta didik.
Peserta didik mengalami kemajuan dalam mengikuti penilaian dan peserta didik juga
begitu antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hal initerbukti secara kuantitatif dari skor
peserta didik yang diperoleh pada setiap pos-tes, yakni: nilai rata-rata kelas pra tindakan = 56,9
siklus I = 77,8 dan siklus II = 81,78. Bukti kualitatif dapat dijelaskan berdasarkan hasil
pengamatan perilaku peserta didik pada saat kerja kelompok dan antusias mengikuti
pembelajaran.

Kata kunci: multimedia interaktif, penguasaan konsep, karakter belajar, pendidikan Agama Islam
REKONSTRUKSI LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Oleh. Lalu Ari Irawan, SE., S.Pd., M.Pd.


Dosen Jurusan Pend. Bahasa Inggris, FPBS IKIP Mataram

Abstrak

Perhatian kepada dunia pendidikan yang belakangan ini meningkat ternyata datang
dengan segala konsekuensinya. Pertanyaan yang paling kritis antara lain mempertanyakan
apakah kebijakan Sertifikasi Guru dan Dosen (SGD) meningkatkan efektifitas dan kualitas
kerja para guru dan dosen secara signifikan? Isu di atas menjadi isu permukaan yang marak
dibicarakan. Namun, pertanyaan yang lebih mendasar tertuju pada kelembagaan yang
membentuk sumber daya guru, yaitu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK),
yang mempertanyakan konsekuensi jumlah peminat pelamar LPTK yang sedang mengalami
booming terhadap kualitas outcome. Bila melihat permasalahan ini secara kritis, maka kita akan
harus menimbang kuantitas pelamar dan lulusan LPTK dengan proyeksi kuantitatif dan
kualitatif terhadap permintaan pengadaan guru dari sektor pendidikan yang mengarah pada
kondisi over supply atau kelebihan pasokan. Secara logika, produksi skala besar dapat
menimbulkan dampak penurunan kualitas, terlebih dalam hal memproduksi “manusia”, bila
suatu institusi tidak melakukan perhitungan manajerial yang progresif. Ancaman trend
penurunan dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, sehingga LPTK harus melakukan
upaya-upaya rekonstrusi kelembagaannya dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Upaya-
upaya rekonstruksi LPTK dapat dikategorikan menjadi dua, internal dan eksternal. Upaya
internal meliputi: (1) penguatan visi dan misi lembaga; (2) manifestasi visi dan misi dalam
kurikulum dan kebijakan internal; (3) kepemimpinan yang kuat, berakhlak, dan visioner; (4)
sistem kendali mutu; (5) kaderisasi yang progresif; dan (6) adaptasi kultural kerja yang dinamis.
Upaya eksternal meliputi: (1) lembaga penelitian yang dinamis, progresif, berorientasi lokal dan
berwawasan global; (2) menjadi perguruan tinggi bertaraf internasional; (3) berperan aktif
melakukan analisis kebutuhan yang efektif bagi kemajuan pendidikan di tingkat daerah dan
nasional; (4) menjalin kerjasama internasional yang intesif; dan (5) kolaborasi mutualisme
dengan pemangku kebijakan. Esensinya, secara internal, LPTK perlu membangun berdasarkan
prinsip good university governance dan secara eksternal, menjadi problem solver bagi permasalahan
bangsa dan negara.

Kata kunci: rekonstruksi, internal, eksternal, LPTK


MODEL PEMBELAJARAN MULTI SIKLUS DEAL UNTUK MENGAJARKAN
KETERAMPILAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SISWA SD

Oleh. Suryanti [1], Budi Jatmiko[2], Muslimin Ibrahim[3]


[1]
PGSD FIP UNESA, [2,3] Pendidikan Fisika FMIPA UNESA

Abstrak

Salah satu tujuan pembelajaran IPA di SD adalah menggunakan keterampilan proses


untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan pengambilan keputusan. Untuk
mencapai tujuan pembelajaran IPA tersebut telah dikembangkan model pembelajaran Multi
Siklus DEAL. Untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran Multi Siklus dalam
meningkatkan penguasaan keterampilan pengambilan keputusan perlu dilakukan ujicoba di
kelas.
Tujuan dari penelitian ini (ujicoba) adalah 1) mengetahui bagaimana penguasaan
keterampilan pengambilan keputusan dengan menggunakan model pembelajaran Multi Siklus
DEAL dan 2) mengetahui bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran IPA dengan
menggunakan model Multi Siklus DEAL. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
penelitian pada 35 siswa kelas IV SD di Kota Surabaya dengan disain one group pretest-postest
design. Data terkumpul dianalisis dengan deskriptif kuantitatif berupa persentase.
Berdasarkan hasil analisis data bahwa secara keseluruhan penguasaan keterampilan
pengambilan keputusan siswa mengalami peningkatan dari skor pretes (27,95) ke postes
(63,33). Peningkatan skor ini juga terjadi pada setiap indikator pengambilan keputusan.
Sedangkan respon siswa terhadap penerapan pembelajaran IPA dengan menerapkan model
Multi Siklus DEAL diperoleh 99,30% siswa memberikan kesan yang positif dan 93%
mnyatakan bahwa model pembelajaran Multi Siklus DEAL mampu menyediakan kegiatan
yang memudahkan mereka berlatih keterampilan pengambilan keputusan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka direkomendasikan saran-saran sebagai berikut:
1) model pembelajaran Multi Siklus DEAL perlu diujicobakan pada skala luas baik pada
sampel maupun lingkup materi IPA; 2) pada penelitian lanjutan perlu dilihat faktor lain yang
mempengaruhi hasil belajar, misalnya status akreditasi sekolah.

Kata kunci: pengambilan keputusan, model pembelajaran, Multi Siklus DEAL


PERAN GURU DALAM MENGATASI PERGAULAN BEBAS REMAJA MELALUI
PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI BAGI SISWA SMA

Oleh. Mutimmatul Faidah dan Choirul Anna Nur Afifah


Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi fakta empiris meningkatnya angka kenakalan remaja


terkait pergaulan bebas, aborsi, pornografi serta ketergantungan pada obat terlarang.
Permasalahan krusial remaja ini membutuhkan kepedulian semua pihak untuk melakukan
berbagai langkah preventif guna mencegah terjadinya lost generation, mengingat remaja adalah
aset bangsa yang strategis bagi pembangunan. Signifikansi penelitian ini adalah menyiapkan
bahan pendidikan tentang reproduksi kegiatan ekstra kurikuler di sekolah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model Pendidikan Kesehatan
Reproduksi bagi siswa SMA. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan model
Plomp, dengan menempuh lima fase, yaitu investigasi, disain, konstruksi, validasi, dan
implementasi.
Simpulan penelitian ini adalah: (1) model pendidikan kesehatan reproduksi yang
direalisasikan dalam bentuk penyusunan modul, multimedia presentasi dan CD interaktif valid
ditinjaui dari sisi content, bahasa dan penyajian; (2) model pendidikan kesehatan reproduksi
yang direalisasikan dalam bentuk modul, multimedia presentasi dan CD interaktif direspon
positif oleh siswa yakni terbaca jelas, mudah dipahami, menarik dan membantu dalam
memahami kesehatan reproduksi; (3) Hasil ujicoba luas pada siswa di tiga sekolah dengan
varian sekolah umum negeri, sekolah swasta berbasis agama dan sekolah kejuruan memberikan
hasil yang baik ( > 86) dan peningkatan persepsi siswa terhadap permasalahan reproduksi
yang signifikan.

Kata kunci: remaja, kesehatan, reproduksi, pergaulan


PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN TEMATIK BERKARAKTER
UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN BELAJAR BAGI SISWA
SEKOLAH DASAR DI SURABAYA

Oleh. Oksiana Jatiningsih dan Maya Mustika Kartika Sari


Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini ialah bagaimanakah model perangkat
pembelajaran tematik yang mengintegrasikan pendidikan karakter di SD? Secara operasional
masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut. (1) Bagaimanakah model Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang tematik berkarakter yang dikembangkan dalam pembelajaran? (2)
Bagaimana model bahan ajar tematik berkarakter yang dapat dikembangkan dalam
pembelajaran terpadu?
Rancangan penelitian ini diadaptasi dari model pengembangan Dick dan Carey yakni
(1) tahap perencanaan, (2) tahap pengembangan, (3) tahap evaluasi, dan (4) tahap revisi.
Setting penelitian ini adalah sekolah dasar (SD) negeri di Surabaya yaitu SDN Jambangan 1,
SDN Gayungan 601, SDN Ketintang 3, SDN Sidomulyo, dan SDN Pakis 531. Subjek
penelitian ini adalah dua orang ahli di bidang pembelajaran dan materi, guru (10 orang) yang
dipilih secara purposive berdasarkan pertimbangan kebersedian dan pengajar kelas III SD. Data
dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan dokumentasi, diskusi (FGD), dan
angket.
Hasil penelitian ini adalah RPP dan perangkatnya, berupa buku siswa yang di
dalamnya juga memuat LKS yang dikembangkan dalam ikatan tema “Lingkungan” dan
mengintegrasikan karakter peduli lingkungan, tanggung jawab, jujur, dan rasa ingin tahu.
Penataan materi secara tematik yang mengintegrasikan pendidikan karakter ini akan dapat
meningkatkan kebermaknaan belajar bagi siswa, karena siswa mempelajari sesuatu yang dekat
dengan dan bermanfaat bagi kehidupannya. Produk ini telah divalidasi oleh ahli dan siap
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Kata kunci: pembelajaran tematik, pendidikan karakter, belajar bermakna, sekolah dasar
GURU BAHASA DAN PENGEMBANGAN KARAKTER:
DAMPAK PEMBELAJARAN SASTRA DAN PENDIDIKAN KARAKTER DI
KELAS BAHASA SMP DI INDONESIA

Oleh. Ali Mustofa


English Department, Faculty of Languages and Arts, State University of Surabaya

Abstract

Pengajaran bahasa di sekolah, terutama sekolah menengah baik pertama (SMP)


maupun atas (SMA), di Indonesia masih berkutat pada pengajaran tata bahasa dan
kemampuan menulis. Dari sini dapat dikatakan bahwa banyak guru yang belum mampu
mengajarkan “bahasa” itu dengan baik. Bahasa itu dekat dengan budaya. Oleh karena itu
mengajarkan bahasa juga bisa berarti mengajarkan budaya. Tujuan pengajaran bahasa adalah
mampu mempergunakan bahasa itu dengan baik dan benar sesuai dengan konteks dan budaya
bahasa yang dipelajari. Hal ini menimbulkan dua paradoks. Paradoks pertama pengajaran
bahasa akan berfokus pada tata bahasa yang membosankan sehingga tidak menyentuh esensi
dan nafas pembelajaran bahasa yang sesungguhnya. Sedangkan paradoks kedua adalah tidak
diajarkannya budaya dari bahasa yang dipelajari. Kedua paradoks ini merupakan buah dari
tuntutan kurikulum yang tidak berorientasi pada pembangunan karakter dan nilai-nilai moral
budaya yang baik. Sastra merupakan bentuk manifestasi dari pemaparan karakter dan budaya
yang termediasi dan tersublimasi lewat bahasa. Salah satu kelemahan guru (pengajar) dalam
memahami esensi dari pembelajaran bahasa itu adalah tidak mampu mengintegrasikan sastra
ke dalam materi pembelajaran bahasanya. Pembelajaran bahasa menjadi kering dan tidak
menanamkan nilai-nilai moral didaktis dan karakter sebuah bangsa. Inilah kelemahan
pengajaran bahasa dewasa ini yang ingin penulis urai dan rangkum. Metode wawancara dan
pemberian kuesioner dalam penelitian ini cukup mewakili argumen penulis dalam memaparkan
pentingnya sastra dalam pembelajaran bahasa di sekolah. Implikasi dan temuan dari penelitian
ini memberikan kontribusi pada bidang-bidang seperti pengembangan kurikulum, metode
pengajaran bahasa dan sastra, serta pendidikan karakter di sekolah-sekolah.

Kata kunci: guru bahasa, pembelajaran sastra, pendidikan karakter, SMP


MENGAJARKAN NILAI KARAKTER MELALUI PENDEKATAN KINESTETIK
DI TINGKAT SEKOLAH DASAR

Oleh. Dr. Muhammad Muhyi S.Pd., M.Pd[1] dan Luqmanul Hakim S.Or. M.Pd[2]
Universitas Adi Buana

Abstrak

Dunia anak adalah dunia bermain, mereka senang dan aktif melakukan aktivitas
bermain melalui aktivitas jasmani. Berbagai permainan aktif dilakukan oleh anak. Ada tiga
pintu belajar anak yakni ketertarikan, kesiapan dan gaya belajar anak. Dunia bermain sebagai
salah satu pintu belajar ketertarikan anak. Anak di sekolah tidak hanya belajar gerak tetapi juga
belajar melalui gerak. Anak bermain sekaligus belajar nilai-nilai apa saja yang dikembangkan
berdasarkan nilai karakter nasional. Banyak cara yang digunakan dalam mengembangkan
pendidikan karakter anak melalui bermain aktif salah satunya adalah melalui pendekatan
kinestetik. Pendekatan kinestetik menjadi salah satu cara yang dapat diaplikasikan di sekolah
khususnya di Sekolah Dasar yang melibatkan tidak hanya guru tetapi juga komunitas sekolah
termasuk orang tua murid. Pendekatan kinestetik dilakukan dengan menggunakan variasi
bermain melalui aktivitas jasmani yang menarik untuk anak.

Kata kunci: kinestetik, karakter, permainan, pintu belajar anak.


KONSTRUKSI KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN TERPADU ANTARA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN (PKN) DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI UPAYA
PENINGKATAN SINERGITAS GURU

Oleh. Muhammad Turhan Yani, at.al


Universitas Negeri Surabaya

Abstract

Model construction of curriculum and integrated learning between the Islamic


Religious Education (PAI) and Civic Education (PKn) in elementary schools oriented to
synergize the PAI and Civics teachers in designing integrated learning a more comprehensive
and effective while improving the personality of students for the future be able to reflect the
intellectual potential and the potential for in attitude. Basically, in the process of education and
learning, teachers are required to conduct a comprehensive innovations and effective to
prevent saturation, both teachers and students. Concerned it, this research produces research
that has been tested in three elementary schools (SD) in Surabaya in the form of construction
of an integrated curriculum in a way to bring some basic competence of these two subjects,
then packaged in an integrated learning syllabus equipped, Learning Implementation Plan,
Instructional Materials, and the Learning Guide.

Keywords: curriculum and Integrated learning, PAI, civic.


PENGEMBANGAN TRAINER DRIVER DAN DISPLAY STATUS KERJA
MOTOR DENGAN MIKROKONTROLLER ATMEGA8535 BERBASIS CODE
VISION AVR DALAM MERAKIT PERALATAN DAN PERANGKAT
ELEKTRONIK SISTEM PENGENDALI ELEKTRONIKA DI SMK NEGERI 2
BOJONEGORO

Oleh. Mokhammad Lukman Afandi


Universitas Negeri Surabaya.

Abstrak

Dunia Otomasi (automation) tidak jauh dari perangkat kontrol menggunakan


mikrokontoller, dimana dalam pembelajaran di SMK tidak hanya diajarkan teorinya saja,
tetapi perlu adanya praktikum yang secara langsung sangat diperlukan untuk pemahaman
aplikasi serta pemrograman. Sejauh ini menjadi alasan klasik adalah pemahaman terhadap
bahasa mesin yang dianggap memerlukan pemahaman lebih dan memakan waktu dalam
prosesnya, kurangnya sarana dan prasarana, serta mahalnya perangkat kontrol. Sehingga
diperlukan inovasi-inovasi yang inovatif untuk menunjang pemahaman siswa SMK dalam
proses pembelajaran yang efektif dan manfaatnya bisa dirasakan serta di terapkan pada aplikasi
kontrol pada dunia kerja dan keseharian. Trainer berbasis mikrokontroller ATmega8535
sebagai driver dan display status kerja motor yang dikombinasikan dengan sensor garis
berbasis code vision AVR untuk software pemrogramannya dikembangkan dengan
dikombinasikan menggunakan perangkat rancangan pembelajaran bermuatan keterampilan
berfikir dan perilaku berkarakter yang ditekankan pada unjuk kerja/ psikomotorik serta
modul siswa berbasis computer interactive and assisted learning diterapkan pada standar
kompetensi merakit peralatan dan perangkat elektronik sistem pengendali elektronika di
SMK Negeri 2 Bojonegoro. Sangatlah memberi efek positif bagi siswa untuk tertarik
belajar dengan rata-rata rating respon siswa 80 % (menarik), hasil yang diperoleh dalam
belajar klasikal kelas 89,63 % (sangat tuntas dan tercapai), serta menimbulkan
kemandirian siswa untuk belajar terhitung 55% (melakukan sendiri ) dan 20 %
(membaca modul) yang mana menjadikan instruktur bertindak sebagai koreksi dan
pemantau. Keseluruhan masing-masing trainer dan perangkat pembelajaran mendapat rating
sebesar 85,6 % dan 84,8 % sehingga sangat layak dan bisa digunakan di SMK.

Kata kunci: pengembangan trainer, mikrokontroller, ATmega8535, driver dan display status kerja
motor,
TEACHING ENGLISH USING HYPNOTEACHING TO IMPROVE STUDENT’S
READING ABILITY IN THE SEVEN GRADES C OF SMP PGRI 16 SIDOARJO.

By. Emy Nur Fauzia


SMP PGRI 16 Sidoarjo

Abstract

For students of science and the information is important. There are not more
important in one's academic success but a good reader. It is like the words of Henry Ford,
founder of General Motors said that "Anyone WHO stops learning is old, whether at twenty
or eighty. Anyone WHO keeps learning stays young. The greatest thing in life is to keep your
mind young." No matter what age, if a person means a person stops learning is old, whereas if
someone will ever learn to stay young. Because the best thing in the world would be gained by
observing the mind in order to stay young ".
One of the most effective way to "stay young" is to learn through reading. Reading is
one way to improve and enhance the effectiveness of self. The importance of reading by
Stephen Covey has been analogous to a chain saw sharpening activities, namely in his title
"The 7 Habits of Highly Effective People" that the habit of sharpening the saw is the most
important habits because covering other habits on the paradigm of the seven habits of
effective human being. " This habit is to maintain and enhance the greatest asset owned by an
individual. This habit can update the four-dimensional nature, namely: - physical, mental,
spiritual, and social/emotional".
Reading is a process that is carried and used by readers to get the message about to be
delivered by the author through word or the written language (Tarin, 1993: 7). According
Soedarso (2004: 4) says that reading is a complex activity by directing a large number of
separate actions. This action by Tampubolon (1990: 5) is the basic language skills (listening,
speaking, reading and writing). Described in this chapter (1) Definition of reading, (2) The
purpose of reading, (3) the kinds of reading, (4) Definition of speed reading, (5) speed reading
techniques, (6) Barriers to rapid reading, (7) Approach Hypnoteaching, and (8) The ability to
read effectively. Hypnoteaching is teaching-learning process designed to create a comfortable
and pleasant situation in a controlled environment
The result of this study showed that in applying Hypnoteaching in reading narrative texts,
teacher did three activities, including opening activities, main activities, and closing activities.
Based on the result of questionnaire, most of students gave good responses toward the
implementation of SWELL. Meanwhile, based on the overall mean scores of the students’
writings that improved from preliminary study to cycle II; 69.2, 76.41, and 76.47 and
significant improvement on the students class mastery of final drafts from the preliminary
study to the second cycle; 35.3%, 76.5%, and 94.12%, there is a significant improvement on
the students’ writing ability that includes content, organization, vocabulary, language use, and
mechanics by using this technique.
Finally, the technique of Hypnoteaching was successfully applied to improve the eight
graders’ reading narrative texts. For suggestions, the teachers are expected to understand how
to do Hypnoteaching technique well, especially in arranging the time in every phase of
Hypnoteaching since Hypnoteaching has some stages. In addition, they can use it to other type of
the texts in order that the students can assess their writing independently, improve their
reading skill and their language proficiency in pair work.

Key Words: hypnoteaching, reading, and narrative text.


ELEKTABILITAS SISWA DAN ORANG TUA TERHADAP LEMBAGA
BIMBINGAN BELAJAR DENGAN SEKOLAH DI KABUPATEN JEMBER

Oleh. Silvia Melan Agustina


IKIP PGRI Jember

Abstrak
Eksistensi Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) tidak lepas dari kondisi sistem
pendidikan di sekolah. Para siswa SD, SMP dan SMA berbondong-bondong masuk LBB
karena merasa bahwa apa yang mereka dapatkan disekolah tidak cukup. Oleh karena itu,
berdasarkan latar belakang tersebut tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi fenomena antusiasme siswa dalam mengikuti belajar tambahan di lembaga
bimbingan belar dan persepsi antusiasme siswa dan orang tua terhadap lembaga bimbingan
belajar.
Penelitian ini termasuk penelitian jenis kuantitatif karena data yang kami dapat berasal
dari hasil survei beberapa lembaga bimbingan belajar yang ada di beberapa kecamatan dalam
kabupaten jember. Penelitian survei ini dilakukan selama 8 (delapan) bulan dan berlokasi di
wilayah Kabupaten Jember. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu lembar
instrument dan komputerisasi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini diantaranya : Survei dan Dokumentasi. Kegiatan menganalisis data ini terdiri dua tahap,
yaitu tahap persiapan dan tahap rekapitulasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap siswa-siswi yang mengikuti
lembaga bimbingan belajar di Kabupaten Jember didapatkan bahwa siswa-siswi lebih antusias
dalam mengikuti belajar tambahan di lembaga bimbingan belajar daripada di sekolah. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa persepsi siswa dan orang tua terhadap antusiasme
lembaga bimbingan belajar lebih baik daripada di sekolah.

Kata kunci: lembaga bimbingan belajar, sekolah, persepsi siswa dan orang tua
PENGEMBANGAN PENGELOLAAN PADA RINTISAN SEKOLAH
BERTARAF INTERNASIONAL DI SURABAYA”

Oleh. Prof. Dr. Murtadlo, M.Pd


Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya,

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengembangkan rintisan sekolah bertaraf internasional telah


melaksanakan proses transformasi nilai pendidikan yang bertaraf internasional, disamping itu
ingin menemukan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) menggunakan kurikulum
nasional dan internasional. penelitian dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan model
research development. Lokasi penelitian RSBI se Kotamadya. Hasi Penelitial adalah:1) Ketiga
SMP RSBI telah mengembangkan proses transformasi nilai pendidikan yang bertaraf
internasional, dengan cara adopsi dan adaptasi sebagian kurikulum internasional melalui
kerjasama, telah mengembangkan kurikulum internasional, Pengelolaan proses pembelajaran
sesuai KTSP, Manajemen RSBI telah sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan SBI dan
RSBI terus mengembangkan secara berkesinambungan baik kualitas proses maupun hasil
pendidikannya.

Kata kunci: SMP, RSBI, pengelolaan, dan pengembangan.


PENGEMBANGAN SUPERVISI OBSERVASI KELAS KEPALA SEKOLAH
UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU

Oleh. Muhamad Sholeh, S.Pd., M.Pd.


Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Penelitian ini mengembangkan supervisi kepala sekolah teknik observasi kelas dengan
gaya pendekatan kolaboratif dan nondirektif. Secara umum penelitian ini mempunyai tujuan
untuk meningkatkan pelaksanaan supervisi dengan teknik observasi kelas oleh kepala sekolah
di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Amanatul Ummah Surabaya dan kinerja guru dalam
melakukan proses belajar mengajar di kelas. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan
yang diimplementasikan melalui penelitian tindakan (action research), dengan desain
mengujicobakan ide-ide kedalam praktek atau situasi nyata dalam skala yang mikro, mengkaji
situasi sosial untuk meningkatkan kualitas kegiatan yang ada meliputi telaah, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan dampak.
Pada pelaksanaan supervisi pengembangan pada guru senior dan yunior dapat
diperoleh nilai dari kemampuan kegiatan belajar mengajar, penyusunan program pengajaran,
penggunaan metode, kegiatan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, penggunaan
alat dan media belajar, dan evaluasi belajar menunjukkan kemajuan yang lebih baik.
Peningkatan dari siklus pertama rata-rata 1.33, meningkat siklus kedua dengan nilai rata-rata
2.12, dan siklus ketiga nilai rata-rata 3.10. jadi mengalami peningkatan sebesar 0.79 dan 0.98.
Sedangkan pada guru senior; pada mulanya perencanaan kurang optimal, belum terbiasa
menggunakan gaya pendekatan direktif, pelaksanaan supervisi belum menerapkan ramah guru,
masih terbiasa menggunankan gaya pendekatan direktif, diskusi tindak lanjut yang
menakutkan, maka menjadi peningkatan ketepatan dalam perencanaan, pemahaman yang baik
terhadap gaya pendelatan nondirektif, alat-lat observasi yang lengkap, dan terjadi komunikasi
yang ramah guru. Pada pelaksanaan supervisi pengembangan dapat diperoleh nilai dari
kemampuan kegiatan belajar mengajar, penyusunan program pengajaran, penggunaan metode,
kegiatan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, penggunaan alat dan media belajar,
dan evaluasi belajar menunjukkan kemajuan yang lebih baik. Peningkatan dari siklus pertama
rata-rata 2.36, meningkat siklus kedua dengan nilai rata-rata 3.10, dan siklus ketiga nilai rata-
rata 3.24. jadi mengalami peningkatan sebesar 0.74 dan 0.14. Dengan peningkatan kemampuan
kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi dapat berdampak pada pengembangan guru
dalam meningkatkan kinerja guru.

Kata kunci: supervisi, kepala sekolah, kinerja guru


PEMANFAATAN METODE PEMBELAJARAN MODEL STAD (STUDENT
TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) UNTU MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS XI
DI I SMA NEGERI 2 NGAWI TAHUN 2009

Oleh. Nowo Hadi Wusono, S.Pd


SMA NEGERI 2 NGAWI

Abstrak

Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan belajar mengajar,
motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan belajar atau seberapa jauh
menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi urtuk belajar
sesuatu akan rnenggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu,
sehingga siswa akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Salah satu
upaya menumbuhkan motivasi belajar adalah dengan cara belajar bersama. Kegiatan belajar
bersama dapat mernbantu memacu belajar aktif. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-
temaanya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka
memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
Metode pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
menerapkan menerapkan metode pengajaran kooperatif model STAD. Dengan menerapkan
metode pembelajaran ini diharapkan siswa lebih aktif dalarn proses belajar mengajar dan
harapannya prestasi belajar mereka semakin meningkat. Sedangkan tujuan dari penelitian ini
adalah ingin mengetahui prestasi belajar dan pengaruh motivasi belajar Geografi setelah
diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Penelitian di kelas XI IS I bulan Agustus semester ganjil tahun ajaran 2009/2010 pada
kompetensi menganalisis persebaran heuran dan tumbuhan ini menggunakan penelitian
tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:
rancangan, pelaksanaan kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan revisi. Sasaran penelitian ini
adalah siswa kelas XI IS. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif serta lembar observasi
kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analisis didaparkan bahwa prestasi belajar siswa rnengalami peningkatan dari
siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I 68,75%, siklus ll 78,l2% dan siklus lll 87,50%.
Kesimpulannya penelitian metode pengajaran model STAD dapat meningkatkan prestasi dan
motivasi belajar ssiwa XI IS 1. Selain itu model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah
satu altematif yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran Geografi .

Kata kunci: motivasi beiajar, pembelajaran kooperatii Model STAD


APAKAH GURU SEBAGAI PENCIPTA MISKONSEPSI PADA SISWA?

Oleh. Suyono, Leny Yuanita, dan Laily Rohmawati


Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Artikel ini sengaja dikemas dalam judul kalimat tanya karena hasil akhir dari penelitian
yang dilakukan belum sampai kepada jawaban atas pertanyaan itu. Penelitian yang telah
dilakukan adalah mengidentifikasi miskonsepsi kimia yang terjadi baik pada siswa maupun
pada guru kimia di SMA. Untuk mendekatkan temuan penelitian kepada pertanyaan pada
judul, maka identifikasi miskonsepsi dilakukan pada substansi kimia yang sama yaitu asam
basa. Pengelompokan siswa maupun guru kimia kedalam tiga status yaitu tahu konsep, tidak
tahu konsep, dan miskonsepsi menggunakan metode CRI (Certainty of Response Index). Hasil
yang diperoleh dari penelitian ini: (1) masih didapati sejumlah siswa (rerata 11,5% dari sampel
penelitian) yang berada pada status miskonsepsi pada asam basa dan (2) masih didapati
sejumlah guru kimia (22,7% dari sampel penelitian) yang berada pada status miskonsepsi pada
asam basa. Terdapat perbedaan sebaran dan intensitas miskonsepsi sub-sub konsep asam basa
antara siswa SMA dan guru kimia. Telah diperoleh data awal untuk melakukan riset lanjutan
untuk menjawab pertanyaan yang dijadikan judul artikel saat ini.

Kata kunci: asam basa, metode CRI, miskonsepsi


KAJIAN DESAIN ALAT PENGAJARAN
UNTUK KELAS I DAN II SEKOLAH DASAR
(Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Banjarsari Kecamatan Sumur Bandung
Kodya Bandung)

Oleh. Martadi
Universitas Negeri Surabaya

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengkaji apakah desain alat peraga untuk kelas I dan II di
SDN Banjarsari, Kecamatan Sumur Bandung Kodya Bandung sudah memenuhi prinsip-
prinsip desain produk alat pengajaran yang benar. Secara khusus penelitian ini memiliki
beberapa tujuan yang ingin dicapai. Pertama, mendeskripsikan gambaran umum desain alat
pengajaran untuk Kelas I dan II di SDN Banjarsari. Kedua, mendeskripsikan seberapa jauh
desain alat pengajaran untuk kelas I dan II SDN Banjarsari telah mempertimbangkan aspek
produksi. Ketiga, mendeskripsikan seberapa jauh desain alat pengajaran untuk kelas I dan II
SDN Banjarsari telah mempertimbangkan aspek peserta didik. Keempat, mendeskripsikan
seberapa jauh desain alat pengajaran untuk kelas I dan II SDN Banjarsari telah
mempertimbangkan aspek kurikulum. Kelima, mendeskripsikan seberapa jauh desain alat
pengajaran untuk kelas I dan II SDN Banjarsari telah mempertimbangkan aspek guru.
Temuan dalam kajian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: Pertama, kondisi
lingkungan budaya dan sosial ekonomi siswa SDN Banjarsari cukup potensi untuk dapat
mendukung pengembangan alat pengajaran. Kedua, secara ekonomis pengembangan desain
alat pengajaran memiliki prospek yang cukup baik, mengingat masih kurangnya produsen yang
membuat alat pengajaran. Ketiga, secara visual desain alat pengajaran yang ada di SDN
Banjarsari, masih belum memperlihatkan citra estetika anak, terutama dari sisi warna, bentuk,
dan ilustrasinya. Keempat, pemilihan bahan, dan ukuran, alat pengajaran yang ada belum
banyak memperhatikan segi keamanan dan fisiologi anak. Kelima, tema gambar ilustrasi alat
pengajaran masih terlalu abstrak, dan belum mengangkat tema-tema yang akrab dengan
kehidupan sehari-hari anak. Keenam, secara umum kondisi alat pengajaran untuk kelas I dan
II di SDN Banjarsari, dalam perancangan sudah disesuaikan dengan materi yang ada dalam
GBPP kurikukum 1994. Ketujuh, kondisi alat peraga pengajaran untuk kelas I dan II di SDN
Banjarsari secara umum masih belum banyak membantu guru dalam memudahkan
penyampaian materi. Belum optimalnya fungsi alat pengajaran dalam membantu guru
mengajar tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a) jumlah alat pengajaran yang
ada sangat terbatas, b) secara umum di kelas I dan II sekolah dasar masih menggunakan guru
kelas, sedangkan alat pengajaran yang ada bersifat bidang studi, kondisi ini sangat merepotkan
guru dalam mengajar, c) tema dan ilustrasi alat pengajaran yang ada secara umum, tidak
langsung dikaitkan dengan contoh benda-benda yang akrab di sekitar anak, sehingga anak
merasa kesulitan dalam memahami suatu konsep, d) alat pengajaran yang ada pada umumnya
tidak dirancang dengan pendekatan “bermain sambil belajar”.
Berdasar hasil analisis permasalahan desain yang ada, dapat diajukan 2 alternatif
perancangan desain alat pengajaran, yaitu: Pertama, pendekatan bermain, artinya salah satu cara
yang paling efektif untuk meningkatkan potensi dan prestasi anak adalah melalui alat
permainan edukatif (APE) di mana anak akan terlibat banyak dalam permainan tersebut, baik
dari aspek: kognitif, emosi, motorik, kreativitas, konsentrasi, kerjasama, asosiasi dan
sebagainya, Kedua, pendekatan Integrated Learning (Pembelajaran Terpadu), di mana alat pengajaran
dapat digunakan guru untuk mengajarkan materi pada bidang studi yang berbeda secara
terpadu.
Sedangkan, konsep alternatif perancangan desain alat pengajaran dapat diusulkan
sebagai berikut: Pertama, konsep bentuk, dimana bentuk-bentuk produk harus menarik, dengan
ukuran yang disesuaikan dengan fisiologis anak. Kedua, konsep bahan, yaitu bahan sebaiknya
memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitar dan aman untuk anak. Ketiga, konsep
ilustrasi artinya gambar ilustrasi diambil dari tema-tema yang ada dalam kehidupan sehari-hari
sehingga mudah dikenali oleh anak. Keempat, konsep kreativitas artinya alat pengajaran harus
dirancang dengan memiliki tingkat kesulitan tertentu sehingga mampu mendorong munculnya
sikap-sikap kreatif anak.

Kata kunci: desain alat pengajaran, sekolah dasar


PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MELALUI
PENDAMPINGAN BERKELANJUTAN

Oleh. Harmanto
Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Guru merupakan ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Jika
diibaratkan sistem organ tubuh manusia, guru adalah jantungnya. Wacana peningkatan kualitas
guru bukanlah isu baru dalam sistem pendidikan nasional. Sejak lama masalah profesionalisme,
khususnya tenaga pendidik, menjadi perbincangan dan sorotan di tengah belum
menggembirakan kualitas pendidikan Indonesia. Secara normatif empat kompetensi guru
sudah memadai untuk mewujudkan kualitas pendidikan. Persoalan mendasar adalah bagaimana
das sain empat kompetensi tersebut mampu diwujudkan oleh setiap pribadi guru yang selalu
inheren dengan perikehidupannya. Satu dari sekian alternatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas guru melalui pendampingan yang berkelanjutan. Pendampingan
berkelanjutan ternyata mendapatkan tanggapan yang positif. Dampak pengiring yang
ditimbulkan bahwa guru semakin menyadari bahwa dirinya juga seorang pelajar.

Kata kunci: profesionalisme guru, pendampingan, berkelanjutan


HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PERAN DU/DI DALAM
PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN SIKAP KEWIRAUSAHAAN SISWA KELAS XII
TEKNIK PEMESINAN SMK NEGERI 6 MALANG TAHUN 2011

Oleh. Kurnia Gangga Pradhana


SMK Negeri 6 Malang

Abstract

The Role of Business or Industry (DU / DI) in the Industrial Work Practices (Prakerin)
Vocational School (SMK) is to increase students’ competence. One of them is the attitude of
entrepreneurial competence. The purposes of this study were to evaluate relationship between
students’ perception about the role of DU/DI in the industrial work practice and
entrepreneurial attitude. The findings show that (1) There was a negative relationship between
students' perception toward the commitment of DU / DI in the prakerin and the
entrepreneurial attitude.; (2) There was a positive relationship between students' perception
toward the communication, the suitability of the training material, the efficiency of the
learning experience, the evaluation, and the efforts to increase the competence of the DU /
DI in the prakerin and the entrepreneurial attitude, (3) The role of DU / DI effectively
contributed to the entrepreneurial attitudes of students at 58.5% by the coefficient regression
equation y = 50,12 - 0,469 x1 + 0,758 x2 + 0,946 x3 + 0,553 x4 + 0,530 x5 + 0,484 x6. Based on
these findings, several suggestions are forwarded, as follows (1) School Job Market (BKK)
should has relationships with industry in the areas of management, (2) The teachers should
prepare a pattern entrepreneurship in productive learning, (3) School of Public Relations
make the means of performance evaluation prakerin entrepreneurial students, (4) DU / DI
introduce management activities to students about industrial management.

Kata kunci: hubungan, praktik kerja industri, sikap kewirausahaan.


BEBERAPA INOVASI
UNTUK PENDIDIKAN GURU DI INDONESIA

Oleh. Paulina Pannen


Tim Pembelajaran Inovatif Dikti

Abstrak

Dalam rangka peningkatan kualitas guru dan pendidik, beragam upaya telah
dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia maupun oleh
pihak-pihak lain (swasta, NGO, dll.).
Sistem Pendidikan Jarak Jauh, sebagai inovasi dalam pendidikan guru telah dimulai
oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1950an melalui kursus pendidikan guru tertulis. Sistem
PJJ kemudian menjadi popular sejak berdirinya Universitas Terbuka di tahun 1984, dan
semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
sangat mendukung pelaksanaan sistem pendidikan jarak jauh lintas ruang dan waktu dalam
skala lokal, nasional, maupun global. Saat ini, keberadaan PJJ dalam pendidikan guru dan
pendidik sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional
Indonesia, terutama sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh untuk Pendidikan Tinggi. Tercatat sampai saat ini,
sudah ada 7 model pendidikan jarak jauh yang dipraktekkan oleh berbagai institusi pendidikan
guru dan pendidik di Indonesia.
Di samping sistem PJJ, beragam inovasi dalam pendidikan guru juga diperkenalkan
oleh USAID melalui proyeknya: Decentralized Basic Education (DBE) 1-3 yang dilaksanakan
kurang lebih selama 5 tahun di berbagai wilayah Indonesia dalam rangka mewujudkan
kebijakan desentralisasi pendidikan di Indonesia. Dalam pelaksanaannya selama 5 tahun, DBE
telah menghasilkan sejumlah “best practices” dalam proses pendidikan guru prajabatan maupun
dalam jabatan, pola kerjasama pendidikan guru dan sekolah, serta pranata pemerintah daerah
dan masyarakat, serta sistem tata pamong sekolah dan guru berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
Diskusi ini akan membahas secara singkat sistem PJJ untuk pendidikan guru, sesuai
dengan Permendikbud No. 24/2012, inovasi pendidikan yang diperkenalkan DBE 1-3, serta
ulasan tentang bagaimana inovasi pendidikan tersebut dapat secara induktif diadopsi oleh
LPTK, diintegrasikan ke dalam pendidikan guru – baik sebagai contoh aplikasi teori, validasi
teori, ataupun juga sebagai benih untuk pengembangan dan penciptaan teori dan inovasi
pendidikan selanjutnya di LPTK.

Kata kunci: inovasi pendidikan guru, pendidikan jarak jauh, decentralized basic education.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai