net/publication/339427111
CITATIONS READS
0 4,799
1 author:
Ilham Idrus
35 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Ilham Idrus on 22 February 2020.
Oleh :
Ilham Idrus*
(Dosen pada Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar)
Dalam menyongsong masyarakat ekonomi asia (MEA), dosen maupun guru dituntut
agar senantiasa meningkatkan peran sebagai fasilitator education, artinya sebagai seorang
dosen atau guru kita harus senantiasa dapat berperan aktif sebagai pusat informasi bagi semua
pihak utamanya dalam ranah akademik dan bidang keilmuan masing-masing. Sebagai seorang
fasilitator tentunya harus mempunyai konsep pengembangan diri dalam memberikan gagasan
dan ide-ide yang merupakan terobosan dalam dunia pendidikan. Terobosan yang dimaksud
adalah bagaimana seorang dosen atau guru mampu memberikan sumbangsih peran sebagai
fasilitator agar mampu mengemban amanah sebagai dosen atau guru. Langkah yang dapat
dilakukan diantaranya menerapan konsep pembelajaran online berbasis blended learning,
dimana model pembelajaran blended learning memberikan model pembelajaran yang berbeda
dengan model pembelajaran lainnya.
Blended learning memadukan berbagai konsep pembelajaran dalam satu kesatuan
system, sehingga interaksi antara dosen dan mahasiswa maupun antara guru dan siswa nya
dapat terjadi secara terus menerus tanpa harus dibatasi oleh ruang dan waktu. Media online
yang digunakan sudah mampu memberikan fasilitas interaksi secara real time sehingga
mahasiswa dipacu agar tetap konsisten melakukan proses pembelajaran dengan atau tanpa
melakukan tatap muka. Ketersediaan berbagai media pembelajaran online membuat interaksi
tersebut dapat terjadi antara dosen dan mahasiswa sharing materi maupun pemberian tugas
dan grup pembelajaran dapat tercapai sesuai konsep pembelajaran blended learning yang
diterapkan.
Hasil dari penerapan konsep pembelajaran berbasis blended learning pada beberapa
kelas perkuliahan di Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar ternyata mampu
meningkatkan minat dan motivasi mahasiswa dalam mengikuti proses perkuliahan yang
dikemas dalam konsep IT, sehingga secara tidak langsung berpengaruh pada peningkatan
kualitas pembelajaran atau perkuliahan mahasiswa pada Fakultas Teknik Universitas Islam
Makassar.
Abstrak
Dewasa ini, eksistensi dan manfaat teknologi informasi dan komunikasi (TIK)—
khususnya Internet—sudah diakui luas secara nasional dan internasional. Internet tidak saja
sebagai "solusi teknologis" yang bersifat bebas dan terbuka dalam sistem penyimpanan dan
penyebaran informasi, sumber, dan rujukan berharga, tetapi juga sebagai ruang interaksi-
komunikasi personal, profesional, maupun komunal. Makalah ini merupakan hasil kajian
tentang eksistensi, konten, dan manfaat portal Guru Pintar Online (GPO) sebagai sumber
belajar dan ruang komunitas virtual bagi guru dalam konteks pengembangan dan peningkatan
kualitas kompetensi dan profesionalismenya di era cyber-tech. Data dikumpulkan selama lima
bulan menggunakan teknik dokumentasi dan dianalisis dengan teknik analisis konten web atau
analisis tekstual. Hasil studi menunjukkan bahwa GPO telah menjadi ruang publik terbuka
bagi guru untuk memperoleh sumber dan bahan rujukan bagi kepentingan pembelajaran;
berbagi ide, pengalaman, atau sumber sesama sejawat untuk mengatasi
masalah/kesulitan/kasus yang dialami di lapangan; sebagai “one stop window” bagi ruang-ruang
media sosial (blog) para guru; dan medium untuk membangun relasi-relasi sosial antarguru
secara personal.
Kata kunci: guru pintar online, sumber belajar, ruang diskusi, kompetensi, profesionalisme.
PEMETAAN DAN PENGEMBANGAN MUTU PENDIDIKAN (PPMP) FISIKA
SEKOLAH MENENGAH ATAS DI WILAYAH INDONESIA TIMUR
Oleh. Budi Jatmiko [1], Siti Zubaidah [2], Tjipto Sumadi [3], I Ketut Budayasa [4]
[1,4]
Universitas Negeri Surabaya, [2] Universitas Negeri Malang, & [3] Universitas Negeri Jakarta
Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian kebijakan yang bertujuan untuk mendeskripsikan: a.
peta kompetensi mata pelajaran (mapel) fisika yang belum dikuasai siswa SMA, b. peta
berbagai faktor penyebab siswa belum menguasai kompetensi tersebut, dan c. model
penyelesaian masalah pendidikan fisika SMA di wilayah Indonesia Timur. Sasaran penelitian
ini adalah nilai UN mapel fisika siswa SMA IPA di wilayah Indonesia Timur dari tahun 2008
sampai tahun 2010. Penelitian dilakukan di wilayah Indonesia Timur, yang meliputi provinsi:
Maluku, Maluku Utara, Papua (dibagi ke dalam wilayah Papua 1 dan Papua 2), dan Papua
Barat selama kurang lebih satu semester mulai Mei sampai November 2011. Data dalam
penelitian ini dikumpulkan melalui agregasi dari data penelitian yang telah dikumpulkan oleh 5
tim penelitian dari 5 LPPM perguruan tinggi LPTK di wilayah Indonesia Timur, yang meliputi:
Universitas Pattimura, Universitas Cendrawasih, Universitas Musamus, Universitas Khairun,
dan Universitas Al-Amin. Sedangkan data penelitian pada masing-masing LPPM tersebut
merupakan data agregasi dari tiap-tiap Kab/Kota di wilayah provinsi yang terkait. Data yang
diperoleh dari hasil agregasi untuk tiap LPPM tersebut selanjutnya disintesiskan guna
memperoleh simpulan agregasi, melalui tahapan: a. reduksi data; b. penyajian data; dan c.
penyusunan rekomendasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a. kompetensi mapel fisika
yang belum dikuasai siswa SMA di wilayah Indonesia Timur meliputi materi: (1) penerapan
hukum Kirchoff pada rangkaian tertutup (loop), (2) hukum Coulomb, (3) induksi magnet di
sekitar kawat berarus listrik, dan (4) analisis rangkaian RLC; b. Berbagai faktor penyebab siswa
belum menguasai kompetensi adalah: (1) kompetensi guru pada materi tersebut dan kualitas
pembelajaran di kelas masih rendah, (2) sarana dan prasarana pendidikan di sekolah masih
kurang memadai, (3) peran dan fungsi MGMP fisika belum optimal, dan (4) pelaksanaan
monitoring pembelajaran di kelas masih rendah; dan c. Model penyelesaian masalah
pendidikan fisika SMA di wilayah Indonesia Timur adalah: (1) perlu dilakukan pelatihan dan
workshop bagi para guru fisika terhadap pendalaman materi tersebut, dan pembuatan
perangkat pembelajaran beserta penerapannya, (2) perlu dilakukan pemenuhan terhadap sarana
dan prasarana pendidikan di sekolah yang masih kurang, khususnya untuk materi tersebut, (3)
mengoptimalkan peran dan fungsi MGMP fisika, dan (4) melaksanakan monitoring
pembelajaran di kelas secara berkala dan kontinu. Dengan demikan, a. perlu dilakukan
pengembangan sistem pembinaan guru fisika berbasis TIK di mana perguruan tinggi LPTK
menyediakan konten dan jasa layanan untuk konsultasi pendalaman materi ajar dan
permasalahan pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini, peran dan fungsi MGMP perlu
dioptimalkan dan didukung oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Konten yang dimuat
termasuk berbagai literatur pendukung yang berkualitas yang mendukung pengembangan
materi dan strategi pembelajaran; b. perlu dilakukan pembenahan manajemen sekolah dengan
dukungan universitas/LPTK dan LPMP sebagai lembaga penjamin mutu pendidikan. Sekolah
perlu menerapkan manajemen mutu terpadu yang diwajibkan oleh Kemdikbud dan dimonitor
secara kontinu oleh LPMP dibantu LPTK; dan c. perlu pembenahan sistem manajemen
berbasis sekolah yang memungkinkan keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan kualitas
proses pembelajaran, terutama dalam mendukung pengadaan sarana dan prasarana sekolah,
serta kerjasama dengan instansi terkait guna mendukung proses pembelajaran.
Kata kunci: peta kompetensi siswa SMA, wilayah Indonesia Timur, penyebab siswa belum menguasai
kompetensi, model pemecahan masalah pendidikan.
KESULITAN GURU MATEMATIKA SMP DI KABUPATEN JEMBER DALAM
MENGINTEGRASIKAN PENILAIAN BERBASIS KARAKTER
Abstrak
Oleh. Amrozi
SMK Negeri 1 Bontang Kalimantan Timur
Abstrak
Kata kunci: kesesuaian, standar pendidikan, SMK, sarana prasarana, kompetensi guru, manajemen,
dan proses praktikum.
PELAKSANAAN PROGRAM CONTINUING EDUCATION:
SEBUAH ALTERNATIF MENGATASI PERSOALAN GURU DI LAPANGAN
Abstrak
Hasil kajian terhadap hasil ujian nasional (UN) SMA periode 2008—2010 pada empat
belas wilayah kota/kabupaten (Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto,
Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kota
Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten
Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep) di Jatim pada program IPA dan
IPS menunjukkan bahwa masih terjadi kesenjangan yang sangat lebar antara nilai UN tertinggi
dan yang terendah dan masih terindikasi adanya KD belum dikuasai peserta didik. Kenyataan
itu menunjukkan pula bahwa kondisi pembelajaran di sekolah belum menggembirakan.
Salah satu faktor yang diduga ikut memberikan andil terhadap kondisi di atas adalah
guru. Melalui tes kompetensi guru, indepth interview, FGD, dan observasi terhadap PBM yang
dilakukan guru di kelas diperoleh data tentang kualitas guru terkait dengan persoalan
kompetensi siswa. Dari sudut kompetensi profesional ditemukan data bahwa Guru kurang
menguasai materi yang ada di Standar Isi. Ada guru yang mismatch antara kualifikasi
akademisnya dengan bidang yang diajarkan. Masih ditemukan miskonsepsi pada guru tentang
substansi materi yang diajarkan. Guru tidak pernah melakukan analisis materi. Guru kurang
mengikuti pelatihan, seminar, atau workshop yang terkait dengan peningkatan kualitas
kompetensi substansi materi mata pelajaran, yang sering adalah pelatihan yang terkait dengan
pembelajaran. Penguasaan substansi materi guru hanya selingkup materi buku teks.
Dari sudut kompetensi pedagogis yang terkait dengan materi ditemukan data bahwa
guru hanya mengandalkan buku teks. Mereka belum mencari sumber-sumber lain yang ada
sebagai materi pembelajaran. Selain itu, guru juga tidak selektif dalam memilih buku pelajaran,
termasuk juga materi pembelajaran. Guru kurang kompeten dalam membelajarkan materi
secara kontekstual dengan menggunakan sumber belajar yang ada di sekitarnya. Terdapat
ketidaksesuaian antara materi pembelajaran yang disampaikan guru dalam pembelajaran di
lapangan dengan materi yang diujikan dalam UN. Ada guru yang dengan sengaja tidak
mengajarkan topik tertentu, dengan alasan karena siswanya dianggap tidak akan mampu
mempelajarinya. Guru terlalu menekankan aspek kognitif, khususnya kemampuan
mengingat/menghafal yang dalam praktiknya akan mematikan kreativitas siswa.
Dari sudut kompetensi pedagogis yang terkait dengan perangkat pembelajaran
ditemukan data bahwa guru kurang kompeten dalam menyusun dan memanfaatkan perangkat
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Pembuatan RPP dan silabus dilakukan lebih
pada upaya untuk memenuhi syarat administrasi, bukan untuk panduan mengajar. RPP juga
dibuat “seragam” dengan “copy-paste”. Pengembangan kurikulum KTSP oleh guru dan pihak
lain belum berjalan maksimal. Guru kurang kompeten dalam menyusun asesmen yang berbasis
higher order thinking (C4 sampai C6), yang pada umumnya guru hanya kompeten sampai pada
level C3.
Di samping itu, dari sudut pelaksanaan pembelajaran di kelas diketahui bahwa guru
mengajar dengan cara-cara yang kurang menarik karena mengajar adalah pekerjaan rutin yang
hanya mengejar target kurikulum. Guru belum menguasai strategi dan teknik pembelajaran
terkini. Guru kurang kompeten dalam memanfaatkan sarana belajar yang tersedia di sekolah,
seperti laboratorium sekolah (laboratorium bahasa/IPA). Guru kurang kompeten dalam
memanfaatkan IT dan internet.
Salah satu alternatif solusi yang ditawarkan mengatasi hal itu adalah pelaksanaan
program continuing education (CE) dengan sasaran guru S1. Unesa telah memiliki pengalaman
mengelola CE sejak tahun 2006. Hasil kajian terhadap pelaksanaan CE selama ini
menunjukkan hal-hal berikut: (1) guru merasa senang karena mendapatkan hal-hal yang baru
(materi baru maupun yang miskonsepsi selama ini) dan mendalam; (2) guru merasa tertantang
karena adanya tugas-tugas yang terstruktur; (3) guru mendapatkan kesempatan untuk
berinteraksi akademis dengan kalangan di luar guru (mahasiswa S2) sehingga memberikan
pengalaman akademis yang berharga; (4) upaya guru dihargai setimpal dengan usahanya karena
sertifikasi yang diperoleh dapat dihargai sebagai mata kuliah jika mereka berkuliah di S2
sehingga mereka tidak harus menempuh lagi seluruh mata kuliah dalam kurikulum; (5) guru
dapat mengatur irama kerjanya, artinya menyesuaikan dengan kesempatan mereka; ada saatnya
mereka ‘terminal’; (6) Dinas Pendidikan memperoleh hasil yang lebih baik, konkret, dan terukur
tentang peningkatan kompetensi guru dibandingkan dengan upaya dalam bentuk
pelatihan/workshop yang menggunakan sistem blok waktu dengan biaya yang relatif sama; (7)
Dinas pendidikan dapat mendorong guru untuk melaksanakan studi lanjut sebab dana yang
disediakan bersifat dana pancingan; serta (8) Dinas Pendidikan dapat lebih bersikap adil dan
merata dalam upaya meningkatkan kualitas guru sebab anggaran dapat diberikan secara bergilir
dengan distribusi yang lebih luas apabila dibandingkan dengan pembiayaan untuk studi S2.
Program CE berupa kegiatan sertifikasi mata kuliah S2 yang ditawarkan kepada guru
secara perseorangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan guru, misalnya pada hari tidak
mengajar. Proses pembelajaran mereka bergabung dengan mahasiswa S2 reguler atau dalam
kelas khusus tersendiri. Dengan demikian, beban akademis mereka sama dengan mahasiswa
S2. Program sertifikasi ini memberikan sertifikat mata kuliah tertentu setelah peserta lulus
dalam suatu mata kuliah. Sertifikat ini dapat diperhitungkan, apabila kelak peserta yang
bersangkutan mengikuti program reguler S2 sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan
demikian, kegiatan ini dapat dianggap sebagai kegiatan pengumpulan kredit. Sertifikat ini dapat
juga dijadikan bahan kredit poin untuk kenaikan pangkat.
Abstrak
Paper ini membahas tentang Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) S1 PGSD berbasis
ICT diselenggarakan yang diselenggarakan oleh UPI. Program ini sebagai sebuah alternatif
pendidikan untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan guru yang sudah bertugas (in-service
training) dipandang cukup strategis dan efektif. Mengingat sistem perkuliahan yang diterapkan
dalam program PJJ tidak sepenuhnya dilakukan di kampus, akan tetapi dilaksanakan di daerah
masing-masing.
Tujuan proam PJJ ini memberikan kesempatan kepada para guru SD untuk dapat
mengikuti perkuliahan dengan tanpa harus meninggalkan tugas pokoknya sebagai guru.
Melalui penyelenggaraan program PJJ S1 PGSD tentu saja diharapkan akan memberi banyak
keuntungan dan manfaat bagi pihak-pihak terkait. Bagi mahasiswa, secara finansial mereka
dibantu dengan program beasiswa, sehingga setiap mahasiswa diharapkan akan terpacu untuk
belajar secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu profesionalismenya sebagai guru.
Bagi pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional melalui penyelenggaraan
program PJJ ini, maka program peningkatan kualifikasi pendidikan guru minimal setara S1 atau
D4 .
Ada tiga komponen utamaprogram pembelajaran PJJ S1 PGSD yaitu: pertama
kegiatan perkuliahan residensial, kedua Tutorial On-Line, dan Ketiga Tutor Kunjung. (i)
Kegiatan perkuliahan Residensial, yang dilaksanakan dengan lancar tatap muka sesuai dengan
jadwal yang diagendakan. (ii) Kegiatan tutorial on-line, Pelaksanaan kegiatan tutorial on-line
ini menggunakan fasilitas email, baik pada saat mengirimkan tugas maupun mahasiswa
menyerahkan tugas kepada dosen tutor. Pada program ini juga dikembangkan website khusus
untuk tutorial on-line.Kemudian pada akhir tahun 2007 Seamolec mensosialisasikan
penggunaan Learning Management System Moodle yang akan digunakan pada system
perkuliahan PJJ S1 PGSD; (iii)Kegiatan Tutor Kunjung, yaitu kegiatan tutor kunjung dilakukan
sebanyak dua kali kunjungan, yaitu pada pertengahan semester dan menjelang akhir semester.
Tutorial kunjung melibatkan semua dosen dan secara langsung dilakukan di pusat-pusat
kegiatan belajar mahasiswa di daerah masing-masing. Sistem tersebut berbeda dengan kondisi
sebelumnya, dimana kelompok mahasiswa yang berdekatan kabupaten/kotanya digabung
menjadi satu.
Abstrak
Kajian ini untuk memberikan rekomendasi tentang kebutuhan pembiayaan sekolah di
Kota Bontang yang disebut dengan Biaya Operasional Sekolah “Tuntas Berkualitas” (BOSTK)
yang pembiayaannya dibiayai oleh Pemerintah kota Bontang. Penghitungan dilakukan untuk
mandapatkan informasi besaran dana operasional per siswa per tahun yang dibutuhkan oleh
satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional
pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Kajian dimulai dengan menentukan berbagai
asumsi dasar (kondisi sekolah) yang tersebar di Kota Bontang dengan mengacu pada
standar yang dibuat Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kemudian menetapkan
komponen/ subkomponen biaya, menghitung volume serta menentukan harga satuan dari
setiap komponen/ subkomponen biaya yang relevan dengan kebutuhan standar dalam
mengembangkan pendidikan yang tuntas dan berkualitas di Kota Bontang. Proses itu
dikembangkan dalam sebuah workshop yang melibatkan seluruh stakeholders
pendidikan di Kota Bontang yang hasilnya dikaji oleh tim.
Dalam penghitungan BOSTK ini dikhususkan pada penghitungan biaya operasional
bukan personil. Biaya satuan pendidikan operasional bukan personil meliputi seluruh
pengeluaran sekolah selain yang dimanfaatkan untuk keperluan kesejahteraan guru dan staf
di sekolah. Komponen biaya ini mencakup biaya-biaya sebagai berikut:
Abstrak
“Nantinya, tidak sembarang orang yang bisa menjadi guru. Hanya orang terpilih yang
kelak bisa mendidik anak-anak bangsa,” kata Supriadi, Direktur Pendidikan Tenaga
Kependidikan (Kompas, 1 Juni 2012). Penulis sependapat dengan statement di atas dan
sependapat juga seandainya pertanyaan Simposium Nasional di Unesa ini: “Memperbanyak
atau Meningkatkan Kualitas Guru” dijawab meningkatkan kualitas guru.
Guru yang berkualitas merupakan prasyarat terwujudnya pendidikan berkualitas.
Namun, masih ada sejumlah prasyarat lain yang juga harus dipenuhi. Sejumlah penelitian yang
telah dilakukan PSMS Unesa sejak tahun 1991, sebagian besar penelitian multi years, memberi
bukti kuat bahwa bahan ajar berkualitas merupakan prasyarat lain terwujudnya pendidikan
berkualitas.
Strategi yang ditempuh dalam pengembangan bahan ajar itu adalah mengadopsi dan
mengadaptasi referensi mutakhir yang telah dikembangkan di negara maju, belakangan strategi
ini menjadi sejalan dengan arahan HELT 2003 - 2010, yaitu To adopt and adapt the global
knowledge to local use.Fokus penelitian PSMS sekarang ini adalah mengembangkan bahan ajar
untuk memberi kemudahan guru mengajar dan siswa belajar HOTS (higher order thinking skills)
dan perilaku berkarakter.
Puluhan penelitian pengembangan bahan ajar telah diselesaikan PSMS Unesa, mulai
dari penelitian yang didanai perguruan tinggi sendiri, tingkat nasional, dan internasional.
Penelitian lingkup perguruan tinggi sampai kerjasama lokal, nasional, dan internasional telah
menghasilkan ratusan naskah siap cetak. Mitra dan penyandang dana itu termasuk Unesco,
Hibbah Bersaing dan Urge Dirbinlitabmas Ditjen Dikti, Direktorat Dikmenum, Dinas
Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur, LPMP Jawa Timur, Hibah Kompetensi DP2M Ditjen
Dikti. Sebagian naskah itu telah diterbitkan dan digunakan secara nasional.
Hasil-hasil penelitian tahun-tahun terakhir antara lain berjudul Pengembangan
Perangkat Pembelajaran MIPA SMP Berbasis ICT untuk Memfasilitasi Proses Belajar
Mengajar Bertaraf InternasionalTahun 2009 menghasilkan: 1) Master LKS dan Kunci LKS
MIPA SMP yang Dilengkapi Kit Berbahasa Inggris Siap Cetak yang Disiapkan untuk RSBI, 2)
Master LKS dan Kunci LKS MIPA SMP yang Dilengkapi Kit Berbahasa Indonesia Siap Cetak
yang Disiapkan untuk RSBN, 3) Unit Percontohan Multimedia Interaktif Berbasis ICT.
Penelitian Hibah Kompetensi Tahun 2010 berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran
IPA SD untuk Memberi Kemudahan Guru Mengajar dan Siswa Belajar IPA dan Keterampilan
Berpikir menghasilkan Buku Siswa IPA SD Kelas VI Semester 1 dan 11 perangkat RPP buatan
dosen 14 perangkat RPP buatan mahasiswa S2. Penelitian Hibah Kompetensi Tahun 2011
lanjutan judul tahun 2010 menghasilkan Buku Siswa IPA SD kelas 6 semester 2 dan sepuluh
perangkat RPP yang memberi kemudahan guru mengajar dan siswa belajar keterampilan
berfikir dan perilaku berkarakter.
Tahun 2012 sedang berjalan sejumlah penelitian pengembangan bahan ajar
berkolaborasi dengan mahasiswa S2 dan S3 yang sedang menyelesaikan tesis dan disertasi.
Penelitian pengembangan yang sedang berjalan bertujuan mengembangkan bahan ajar
pendidikan IPA dan teknologi dan kejuruan untuk memberi kemudahan guru mengajar dan
siswa belajar higher order thinking skills, perilaku berkarakter, dan keterampilan sosial. Penelitian
ini fokus dalam pengembangan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif, pemecahan masalah
dan keterampilan proses.
Proses belajar mengajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran itu dan
ditangani oleh guru terlatih berhasil menuntaskan sejumlah keterampilan berfikir, seperti
membedakan, mengklasifikasikan, identifikasi variabel,memanipulasi dan mengamati
variabel,merumuskan prediksi, menguji prediksi, menganalisis data, menarik
kesimpulan,merumuskan inferensi, merumuskan hipotesis. Perilaku berkarakter berkembang,
seperti bekerja sama dalam kelompok, berhati-hati dalam menangani alat dan bahan, jujur, dan
bertanggungjawab. Keterampilan sosial berkembang, seperti menjadi pendengar yang baik,
mengajukan pertanyaan, dan mengajukan pendapat.
Guru memberi respon positif terhadap bahan ajar itu. Para guru menyatakan: Tulisan
ini baik sekali karena setiap aktifitas menekankan lewat proses unjuk kerja, anak melakukan
kerja sesuai buku ini, sederhana namun mendalam, buku siswa menunjang inovasi dan
peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar karena kesesuaian dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi, menekankan pada penerapan-penerapan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari,
menunjang terlaksananya proses belajar mengajar yang lebih diwarnai oleh student centered
daripada teacher centered, memberikan kemudahan dalam mengembangkan salah satu atau lebih
keterampilan proses/inquiri/pemecahan masalah/berpikir tingkat tinggi/kreativitas/life
skills/karakter.
Siswa juga memberi respon positif. Para siswa memberi respon seperti: Dengan
gambar dan tulisannya mudah dipahami belajar lebih menyenangkan, buku ini sangat bagus
karena bisa belajar IPA lebih dalam, menurutku ini adalahbuku yang sangat baik, karena saya
dapat ilmu baru dan juga saya mendapat beberapa kosakata baru, bukunya mengandung
banyak ilmu dan gambarnya bagus-bagus sehingga membaca merasa senang. Respon siswa
terhadap proses belajar mengajar antara lain:Senang karena banyak memperoleh kesempatan
berbicara, mengeluarkan pendapat, atau bertanya kepada guru atau teman, banyak hal-hal baru
yang menyenangkan selama pelajaran, pelajaran IPA terasa semakin mudah, jika pelajaran IPA
yang pernah saya ikuti kurang bereksperimen, pelajaran yang sekarang saya ikuti saya merasa
senang karena belajar sambil bermain dan bereksperimen.
Kata kunci: keterampilan berfikir, keterampilan proses, higher order thinking skills, perilaku berkarakter,
keterampilan sosial
LEARNING FROM A TEACHER EDUCATION COURSE ROOM
Abstract
This article portrays a process in a university unit called Classroom Discourse (CD)
and how it relates to practice during the microteaching and a school based practicum. It draws
on a case study research involving seven pre-service English teachers learning classroom
language in the CD unit and uses it in the microteaching and practicum. Data were collected
through questionnaire, learning journals, videotaping and audio taping of lesson and
interviews. The results of both qualitative and quantitative analyses show that they
implemented what was taught in university into microteaching and practicum lessons and that
they also made modification to it. However, as what was taught at the university only focuses
on management language, the language used in the microteaching and practicum lessons
lacked scaffolding interaction. Lacking such skill could be carried into the pre-service English
teachers’ initial years of their careers. This could be avoided by improving teaching process in
the teacher education course room.
Key words: classroom language learning, pre-service English teachers, microteaching, and practicum
ANALISIS KRITIS PROFIL PROFESIONALITAS GURU DALAM
MENGEMBANGKAN KURIKULUM PESERTA DIDIK CERDAS ISTIMEWA
Oleh. Sujinah
Universitas Muhammadiyah Surabaya
Abstrak
Kata kunci: profesionalisme guru, peserta didik cerdas istimewa, percepatan (akselerasi), pemadatan
(compacting)
UPAYA MELATIHKAN KOMPETENSI GURU MELALUI METODE PEER
LESSON PADA MATA KALKULUS II
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kompetensi guru dapat
dilatihkan bagi mahasiswa melalui metode peer lesson pada Mata Kuliah Kalkulus II. Subyek
Penelitian adalah mahasiswa prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Madiun
angkatan 2010 yang berjumlah 39 orang dan sedang menempuh Mata Kuliah Kalkulus II.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilakukan dalam 2 siklus.
Pengumpulan data dengan lembar observasi untuk mengetahui dapat terlatihkannya
kompetensi guru yang meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi
profesional, dan kompetensi kepribadian. Hasil dan Pembahasan 2 siklus kegiatan PTK dapat
diketahui bahwa pada siklus 1, kompetensi pedagogik dapat terlatihkan sebesar 40%,
kompetensi sosial dapat terlatihkan sebesar 75%, kompetensi profesional dapat terlatihkan
sebesar 40%, dan kompetensi kepribadian dapat terlatihkan sebesar 40%. Pada siklus 2
kompetensi pedagogik dapat terlatihkan sebesar 60%, kompetensi sosial dapat terlatihkan
sebesar 75%, kompetensi profesional dapat terlatihkan sebesar 60%, dan kompetensi
kepribadian dapat terlatihkan sebesar 60%. Berdasarkan hasil refleksi diketahui bahwa
perubahan persentase kompetensi guru yang terlatihkan tersebut diakibatkan keterbiasaan dan
keseriusan mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode peer lesson pada Mata
Kuliah Kalkulus II. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode peer lesson dapat digunakan
untuk melatihkan kompetensi guru bagi mahasiswa calon guru dan perlu adanya tindak lanjut
ke siklus berikutnya untuk memperbaiki kekurangan pada siklus 2.
Abstrak
Masalah yang dihadapi pendidikan keguruan dan pendidikan kejuruan (SMK) saat ini
adalah gejala kualifikasi/kompetensi kurang (under qualification) yaitu ketidakmampuan guru
(calon guru) teknik mengajarkan bidang keahlian teknologi yang seharusnya menjadi
kompetensi profesional yang mutlak harus dikuasai guru.Satu faktor ketidakmampuan guru
teknik adalah asesmen dan evaluasi. Asesmen pada Pendidikan Profesi Guru (PPG) ditujukan
untuk menilai proses dan hasil belajar mahasiswa PPG. Asesmen proses digunakan untuk
perbaikan proses pembelajaran PPG dan asesmen hasil untuk menilai ketercapaian hasil belajar
mahasiswa (learning outcomes). Oleh karena itu penting untuk merancang dan
mengembangkan model asesmen PPG, agar dihasilkan lulusan (calon guru) yang memiliki
kompetensi profesional.
Tujuan penelitian ini adalah merancang dan mengembangkan model asesmen berbasis
kompetensi pada pendidikan profesi guru (PPG) dengan subject spesifik pedagogy (SSP)
teknik mesin, meliputi modelasesmen hasil belajar (learning outcomes) PPG berbasis
kompetensi, terdiri dari: (1) asesmen pengetahuan keterampilan (kognitif); dan (2) asesmen
keterampilan skill (psikomotor). Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and
development (R&D) dengan langkah-langkah: a) studi pendahuluan, b) perencanaan, c)
pengembangan (uji coba model), d) validasi, dan e) desiminasi dan pelaporan. Analisis data
melalui validasi: judgement ahli dan FGD (focus group discussion) guru. Hasil penelitian
adalah produk/perangkat: (1) asesmen pengetahuan keterampilan (kognitif) berdasarkan
standar profesi industri dan bengkel teknik mesin dan (2) asesmen keterampilan skill
(psikomotor) standar profesi industri teknik mesin.
Abstrak
Abstrak
Abstract
Abstrak
Oleh. Seno
SMP Negeri 1 Maospati
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pada pokok bahasan sistem persamaan
linear dua variabel: (1) prestasi belajar siswa yang lebih baik antara menggunakan Pendekatan
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM), atau Pendekatan Pembelajaran Mekanistis. (2) prestasi belajar siswa yang lebih baik
antara siswa dengan intelegensi tinggi, sedang atau rendah. (3a) pada masing-masing perlakuan
pendekatan pembelajaran, prestasi belajar siswa yang lebih baik antara siswa dengan intelegensi
tinggi, sedang, atau rendah. (3b) pada masing-masing kategori intelegensi, prestasi belajar siswa
yang lebih baik antara menggunakan Pendekatan PMR, Pendekatan PBM, atau Pendekatan
Mekanistis.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu. Populasi siswa kelas VIII
SMP di Kabupaten Magetan tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 52 sekolah. Pengambilan
sampel dilakukan dengan stratified cluster random sampling, terpilih SMP Negeri 1 Maospati, SMP
Negeri 2 Maospati dan SMP Negeri 2 Magetan, sejumlah 324 siswa. Uji statistik menggunakan
uji normalitas metode Lilliefors, homogenitas metode Barlett, uji anava dengan uji F (Fisher)
dan uji lanjut pasca anava dengan metode Scheffe’. Taraf signifikansi 0,05.
Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa pada pokok bahasan sistem persamaan linear
dua variabel: (1) penggunaan pendekatan PMR menghasilkan prestasi belajar lebih baik
dibanding dengan pendekatan mekanistis, pendekatan PBM menghasilkan prestasi belajar yang
sama dibanding pendekatan mekanistis maupun pendekatan PMR. (2) siswa yang memiliki
intelegensi tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding yang memiliki intelegensi
rendah, siswa yang memiliki intelegensi sedang mempunyai prestasi belajar yang sama
dibanding yang memiliki intelegensi rendah maupun intelegensi tinggi. (3a) untuk masing-
masing perlakuan pendekatan pembelajaran, siswa yang memiliki intelegensi tinggi mempunyai
prestasi belajar lebih baik dibanding yang memiliki intelegensi rendah, siswa yang memiliki
intelegensi sedang mempunyai prestasi belajar yang sama dibanding yang memiliki intelegensi
rendah maupun intelegensi tinggi. (3b) untuk masing-masing kategori intelegensi, penggunaan
pendekatan PMR menghasilkan prestasi belajar lebih baik dibanding dengan pendekatan
mekanistis, pendekatan PBM menghasilkan prestasi belajar yang sama dibanding pendekatan
mekanistis maupun pendekatan PMR.
Oleh. Ismono
Prodi Pendidikan Kimia FMIPA Unesa
Abstrak
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Masalah yang muncul adalah bagaimana keterampilan proses di Indonesia.
Untuk mengkaji hal tersebut metode yang digunakan adalah melakukan kajian literatur
dan kajian lapangan. Berdasarkan kajian literatur diperoleh data sebagai berikut (1) Hasil
penelitian the programme for international student assessment (PISA) disebutkan bahwa siswa-siswa
Indonasia hanya mencapai skor sekitar 400 dengan simpangan baku 100 ini artinya diduga
kemampuan para siswa baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta
sederhana (bentuk produk sains) (Rustaman, 2006 b), (2) menurut dokumen trends in
international mathematics and Science Study (TIMSS) diperoleh data bahwa skor rata-rata anak
Indonesia (kelas 4 dan 8) dalam IPA mencapai 420,221 dan skor ini tergolong dalam katagori
low benchmark artinya baru mengenal beberapa konsep dasar tentang fisika dan biologi
(Rustaman, 2006 a), (3) guru masih rendah dalam mengajarkan IPA secara benar untuk Siswa
kelas 7s.d 12. khususnya keterampilan proses IPA, di mana di kurikulum IPA disebutkan
bahwa “proses pembelajaran IPA hendaknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiri)
untuk menumbuhkan kemampuan berfikit, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup” (Rustaman, 2006 a), (4)
Keterampilan proses yang mudah melaksanakan pengamatan dan yang paling sulit melakukan
investigasi, melaksanakan investigasi dan menyusun laporan (Bambang Subali, 2009).
Sedangkan kajian di lapangan diperoleh data: (1) di Prodi Pendidikan Sains angkatan
2011 ternyata 95% lebih mahasiswa keterampilan proses IPAnya relatif belum baik seperti
pengamatan, inferensi, membedakan antara fakta dengan inverensi, mengontrol variabel
penelitian, menyimpulkan data, dan pemecahan masalah, (2) di prodi pendidikan kimia
angkatan 2009, untuk kelas internasional ternyata sekitar 85% dari mereka memiliki
keterampilan proses yang belum baik dalam pengindentifikasian dan pengoperasional variabel,
penulisan hipotesis.
Simpulan yang dapat diambil adalah kemampuan keterampilan proses mahasiswa
calon guru IPA belum mencapai hasil yang diharapkan
Abstrak
Abstract
Oleh. Gufran
Dosen STKIP Taman Siswa Bima/Guru SMK Negeri 2 Kota Bima
Abstrak
Kata kunci: pelaksanaan PLPG, relevansi kurikulum, kualitas instruktur, sarana-prasarana, rombongan
belajar, media pembelajaran, KBM, dan sistem evaluasi.
PERBEDAAN ANTARA M0DEL PEMBELAJARAN JIGSAW DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN STAD TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA
Abstrak
This research has a purpose to compare the result of the study between the students
taught by Jigsaw and STAD learning model. The research is done at SMP 5 Jombang. The
sample of the research is taken from 66 studens of SMP 5 Jombang in class VIII A and class
VIII B as the subject the data taken from the result of the study by using test instrument of
learning result (is items) with observation sheets
Data analysis uses t- test and its get t count score as much as 2,09 in the
significant level α 0,05 and got t table as much as 2,00 so, t count > t table so that it can be
concluded that the difference between the result of social learning by students taught with
jigsaw and STAD learning model, with mean gain for class VIII A taught with jigsaw learning
method is 3,14 and mean gain for class VIII B taught with STAD learning method is 2,68. In
this case that Jigsaw leraning is better than the class taught with STAD learning model
Key words: jigsaw learning model, STAD learning model, learning prestation.
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS PENGETAHUAN LOKAL:
MENGANGKAT LOKAL(ITAS), MENYAMBUT GLOBAL(ITAS)
Abstrak
Abstrak
Kebutuhan masa depan untuk menghasilkan siswa yang kreatif merupakan hal yang
mendesak. Kemampuan tersebut merupakan tanggung jawab semua bidang studi di sekolah
termasuk matematika. Kebutuhan guru adalah menyiapkan dan menggunakan strategi
pembelajaran untuk tujuan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Kenyataannya,
rancangan pembelajaran untuk tujuan itu belum banyak dikembangkan.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan model pembelajaran matematika
berbasis pengajuan dan pemecahan masalah yang secara teoritis untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif sekaligus perangkatnya yang valid. Penelitian pengembangan ini
mengikuti model Plomp, yang terdiri dari fase investigasi awal, desain, realisasi, pengujian
(evaluasi dan revisi), dan implementasi.
Pada fase investigasi awal telah dihasilkan teori model pembelajaran berbasis
pemecahan dan pengajuan masalah, hasil identifikasi karakteristik siswa kelas 5 pada 6 sekolah
di kabupaten Sidoarjo, yaitu SDN Masangan Kulon Sukodono, SDN Sepanjang II Taman,
SDN Gilang I Taman, SDN Kebon Agung II Sukodono, SDN Sidorejo Krian, dan SDN
Jemirahan Jabon, dan gambaran pengelolaan pembelajaran oleh guru yang diperoleh dari
angket. Hasil identifikasi siswa masih tidak dapat menyelesaikan soal divergen dan guru belum
menekankan pembelajaran yang mengarah pada kemampuan berpikir kreatif siswa. Fase desain
menghasilkan draf model (protipe awal model) yang terdiri dari sintaks, sistem sosial, prinsip
reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional maupun dampak pendukung. Fase
realisasi dihasilkan draf model (protipe awal) perangkat pembelajaran yang terdiri dari buku
siswa, LKS, dan penilaian, dan berdasar pendapat penilai (guru) dapat diterapkan dalam
pembelajaran di kelas.
Abstrak
Kata kunci: pelatihan berkelanjutan, kompetensi bahasa Perancis, CECRL, Jawa Tengah
UJI VALIDIDAS DAN RELIABILITAS TES KELENTUKAN SENDI
PERGELANGAN KAKI (DORSAL FLEXI)
Abstrak
Alat ukur yang baik adalah sejauh mana alat ukur mengukur apa yang hendak di ukur.
Untuk mendapatkan nilai kelentukan diperlukan suatu instrumen tes yang sesuai dengan
derajat Range Of Movement (ROM). Oleh karena itu peneliti ingin melakukan uji validitas dan
reliabilitas tes kelentukan sendi pergelangan kaki.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan tes static flexibility test-angkle.
Subjek penelitian yang digunakan adalah mahasiswa IKOR angkatan 2008 putra UNESA yang
berjumlah 30 orang. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan korelasi untuk
mengetahui nilai validitas dan reliabilitas instrumen tesnya.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui nilai validitas tes kelentukan sendi pergelangan
kaki yang digunakan untuk mengukur kelentukan pergelangan kaki kanan memiliki nilai
validitas = 0.962 termasuk kategori istimewa, dan nilai validitas untuk mengukur kelentukan
pergelangan kaki kiri memiliki nilai validitas = 0.949 termasuk kategori istimewa. Sedangkan
nilai reliabilitas dari tes kelentukan sendi pergelangan kaki yang digunakan untuk mengukur
kelentukan pergelangan kaki kanan memiliki nilai reliabilitas = 0.821 termasuk ketegori tinggi,
dan nilai reliabilitas yang digunakan untuk mengukur kelentukan pergelangan kaki kiri
memiliki nilai reliabilitas = 0.950 termasuk kategori istimewa.
Jadi pengembangan instrumen tes static flexibility test-angkle yang digunakan untuk
mengukur kelentukan pergelangan kaki kanan dan kiri memiliki nilai validitas dan reliabilitas
yang memenuhi standart, sehingga tes tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan kelentukan pergelangan kaki.
Abstract
Even with the most communicative approaches, the second or foreign language
classroom is limited in its ability to develop learner’s communicative competence in the target
language. This is due to the restricted number of exposure to the variety of functions, genres,
speech events, and discourse types that occur inside the classroom. Given such limited
condition to develop their competence and the constraint time, such as once a week, available
for learners to practice the target language in the classroom, the learners’ interest to speak up
may become low. When they are given opportunity to make questions after discussing
teaching materials, they just keep quiet. Similar case happens when the learners join the
presentation from a company willing to recruit them. They are being offered to ask some
questions but they seem to have no words to say.
Having seen these phenomena, a responsible teacher should maximize opportunities
for learner’s participation outside the classroom. These extra task-based activities are interview
and chat. To see the implementation of these natural setting communication tasks, a research
on their real communication is a need.
Having willingness to improve learners’ speaking skill, the aim of this research study is,
in general, directed to find out the problems of natural setting communication using the target
language in oral interview and written chat messaging. And the appropriate research for
teachers is an action research.
Before beginning the action research, a preliminary research is quantitatively executed
through a peer assessment to identify learners’ speaking skills. The result of this research
proves that the learners’ speaking needs improvement. Then, an action research is
qualitatively employed to monitor the quality of learners’ output in communication. By
following a four-part process of Plan-Action-Observation-Reflection, teachers can use
conversation and discourse analytic techniques to analyze the difficulties of communication in
the target language. The data are analyzed under the scope of grammatical, sociolinguistic,
strategic and discourse competence. Meanwhile, the chat data are analyzed on the basis of
turn-taking, sequencing and repairing.
Sometimes one while communicating is aware or not that his communication gets
difficulty to keep it going due to a wide range of variables such as setting, the topic of
discourse, the partner of speaking, the aim or orientation of interaction and so forth. Within
the twinkling of eye, he can continue interacting by using strategies relevant to the difficulties.
For example, a learner when he is conversing with a foreigner may not understand what is
being talked about because of the speed of speaking. After the learner asks for apologizing for
his little English, the foreigner speaks rather slowly or use grammatically simpler language and
the conversation can be kept going. In this case the foreigner accommodates to the learner by
adjusting his communicational behavior to the requisite roles that the learner can understand
the topic of interaction. Some difficulties of communication which arise in the interview or
dialogue and chat tasks in natural setting are as follows.
In the interview, the findings are about inter-language, asking private questions and
unable to create proper questions. However, it psychologically encourages and interests the
learner to be persistent to ask further when they do not understand. While in the chat, the
findings are dealing with the weak capability in making well-organized interaction and
providing sufficient information when the partner tends to reach his own orientation. The
learning strategy to provide interview before the chat is done effective in the two cycles of
action research. The stuck communication due to the poor discourse competence in the first
cycle is solved by chatting on the second cycle, so the communication can be continued and
the chat gives the practice of functional language such as greeting, establishment of identity,
closing signal and leave taking.
As the result of the mapping the learners’ speaking proficiency, they are attributed as
intermediate-low, and relevant materials for their improvement, Attachment F, are suggested
to be taught.
Key words: english language learners, english users, interview and chats
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING
PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN PROGRAM KEAHLIAN
RESTORAN
Abstrak
Abstrak
Oleh. Agustan S.
MTs Al- Kahfiyah Bulu Mampu, Dua Bocco’E, Bone Sulawesi Selatan
Abstrak
Masalah dalam penelitian ini adalah: 1) bagaimana penguasaan persegi dan persegi
panjang sebelum dilakukan pendekatan konstruktivisme, 2) bagaimana penguasaan persegi dan
persegipanjang siswa setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme, dan 3) apakah terjadi peningkatan penguasaan materi persegi dan
persegipanjang siswa kelas VII MTs Al-Kahfiyah Bulu Mampu Kecamatan Dua Bocco’E
Kabupaten Bone Sulawesi Selatan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan
pendekatan konstruktivisme
Peneltian ini bertujuan untuk menjawab masalah yang dirumuskan, yaitu untuk
mengetahui 1) penguasaan persegi dan persegipanjang sebelum dilakukan pendekatan
konstruktivisme, 2) penguasaan persegi dan persegipanjang siswa setelah dilakukan tindakan
dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, dan 3) terjadinya peningkatan penguasaan
materi persegi dan persegipanjang siswa kelas VII MTs Al-Kahfiyah Bulu Mampu Kecamatan
Dua Bocco’E Kabupaten Bone Sulawesi Selatan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dengan pendekatan konstruktivisme.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Populasi sekaligus sampel
penelitian ini berjumlah 25 orang adalah siswa kelas VII MTs Al-Kahfiyah Bulu Mampu
Kecamatan Dua Bocco’E Kabupaten Bone Sulawesi Selatan tahun pelajaran 2008/2009.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tes hasil
belajar sebanyak 20 butir soal, yang terdiri dari persegi, persegipanjang, keliling dan luasnya.
Teknik pemberian skor adalah untuk jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi
skor 0.
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis
inferensial. Hasil penelitian adalah : 1) penguasaan persegi dan persegipanjang sebelum
dilakukan pendekatan konstruktivisme berada pada kategori sedang, 2) penguasaan persegi dan
persegipanjang siswa setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme berada pada kategori tinggi , dan 3) terjadi peningkatan penguasaan materi
persegi dan persegipanjang siswa kelas VII MTs Al-Kahfiyah Bulu Mampu Kecamatan Dua
Bocco’E Kabupaten Bone Sulawesi Selatan sesudah dilakukan tindakan dengan pendekatan
konstruktivisme.
Abstrak
Abstrak
Hasil observasi di kelas II SD YPPSB 1 Sangatta ditemukan bahwa banyak siswa kelas
II yang mengalami kesulitan dalam mendeskripsikan binatang dengan bahasa tulis. Untuk itu
perlu digunakan cara baru agar dapat meningkatkan kemampuan menulis deskripsi mereka,
yaitu dengan menggunakan media ICT. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
penggunaan media ICT dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan binatang dengan
bahasa tulis siswa.
Penelitian ini diadakan pada SD YPPSB 1 Sangatta Kelas 2C semester II Tahun Ajaran
2010-2011 yang berjumlah 32 siswa, waktu penelitian berlangsung selama 3 minggu dengan 2
siklus. Siklus I siswa memperhatikan video tentang binatang yang harus dideskripsikan dengan
menggunakan media ICT dan permainan tebak suara binatang. Siklus II siswa memperhatikan
video tentang binatang yang harus dideskripsikan melalui media ICT dan mendeskripsikannya
pada lembar kerja siswa yang sudah disiapkan.
Pada tes awal (t-0) rata-rata nilai kemampuan siswa dalam mendeskripsikan binatang
adalah 79, pada tes 1 (t-1) didapat rata-rata nilai 84, pada test 2 (t-2) didapat rata-rata nilai 91.
Dalam penelitian ini, yang paling menggembirakan dengan menggunakan media ICT siswa
terlihat lebih antusias dalam belajar dan siswa lebih variatif dalam mendeskripsikan binatang
karena melalui video yang dikemas dengan media ICT, siswa belajar secara maksimal dengan
menggunakan visual dan audio mereka.
Kata kunci: kemampuan mendeskripsikan binatang, bahasa tulis, media ICT, siswa SD
MEMBERDAYAKAN SUPERVISOR SEBAGAI GURUNYA GURU
Abstrak
Abstrak
Dewasa ini pembelajaran bahasa Jepang di tingkat SMA semakin berkembang. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya SMA/MA/SMK yang menyelenggarakan pengajaran bahasa
Jepang sebagai mata pelajaran Mulok. Fenomena ini tentu saja harus didukung oleh
kompetensi pengajar dalam menyampaikan materi serta kualitas materi pembelajaran yang
disampaikan. Jumlah pengajar bahasa Jepang SMU di kota Semarang dan sekitarnya kurang
lebih 189 orang. namun kebanyakan lulusan D3 baik dari alumni UNNES, UNDIP,
UDINUS, sebagian kecil S1. Lulusan D3 secara umum tidak memperoleh pengetahuan yang
cukup tentang pengajaran. Sehingga dalam proses pembelajaran dibeberapa sekolah
ditemukan terlihat kurang dalam penguasaan kelas, perencanaan urutan materi yang kurang,
suara guru yang kurang keras, serta penggunaan media ajar yang tidak optimal, sehingga jam
belajar banyak yang terbuang dan materi kurang dipahami siswa. Bila ini terjadi terus menerus
akan menurunkan kualitas pembelajaran bahasa Jepang di SMU.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu guru perlu menggunakan strategi. Jika gaya
adalah karakteristik umum yang membedakan seseorang dari orang lainnya, maka
‘strategi’adalah ‘serangan/ cara’ spesifik yang kita tujukan pada masalah tertentu. Dalam
bidang pemerolehan bahasa kedua membedakan 2 jenis strategi yaitu strategi pembelajaran dan
strategi komunikasi. Penerapan strategi pembelajaran maupun stratedi komunikasi dikelas
bahasa biasa disebut dengan Intruksi Berbasis Strategi (Strategies-Based Instruction/ SBI), dan
hasil yang akan diraih adalah siswa akan mampu memahami materi yang diajarkan dan
mampu bagaimana cara belajar menguasai materi tersebut.
Kata kunci: strategi pembelajaran, strategi komunikasi dan Strategies-Based Instruction (SBI)
PENINGKATAN KUALITAS GURU BAHASA INGGRIS
DI SEKOLAH DASAR
Abstrak
Berdasarkan data dari World Bank Indonesia (2011) dan Kompas (2012), diketahui bahwa
kuantitas guru tidak sebanding dengan kualitas profesionalnya. Kuantitas dianggap berlebih
sementara itu kualitas masih di bawah standar. Kenyataan seperti ini memang sangat
menyedihkan. Seperti diketahui bersama, guru mengemban tugas yang sangat berat karena
anak-anak didiknya adalah generasi penerus bangsa (Setiawani, 2000: 16). Dengan tanggung
jawab besar itu, pendidik dituntut untuk menunjukkan kualitas yang tinggi agar anak didik
meraih pencapaian yang maksimal. Makalah ini mencoba mengusulkan beberapa langkah
strategis pembinaan guru, yang dapat dilakukan secara sinergis oleh guru, sekolah dan
pemerintah. Ada beberapa hal yang dapat diusahakan guru. Pertama, guru seharusnya terus
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan berbahasa Inggrisnya, baik secara lisan maupun
tulis. Kedua, guru seyogyanya memiliki pengetahuan psikologi anak. Pengetahuan ini penting
karena dapat memberikan gambaran psikologis tentang tingkah-laku anak (Thomson, 1962:4).
Dengan demikian, guru dapat menghargai keunikan setiap anak didik. Jika ingin menjadi
pendidik yang baik, guru harus mengetahui sifat anak didik sesuai dengan usianya, antara lain
kemampuan, perhatian, kebutuhan dan cara belajar mereka (Setiawani, 2000: 16,24,25).
Pengetahuan psikologis anak di atas akan sangat membantu guru dalam bersikap dan
bertindak di kelas, menentukan jenis tugas, kegiatan dan topik. Ketiga, guru perlu
meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang ditandai dengan sikap terbuka kepada anak
didik. Seperti yang diutarakan oleh Rakhmat (1994: 108) bahwa komunikasi menjadi efektif
bila ada keterbukaan. Berikutnya, ada tiga hal yang perlu dilakukan pihak sekolah. Pertama,
sekolah seyogyanya memberikan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas dan
fungsinya. Kedua, sekolah perlu menyiasati agar guru tetap mempunyai waktu dan energi
untuk meningkatkan profesionalismenya dalam rangka memberikan layanan terbaik kepada
siswa selain menjalankan tugas administratifnya. Ketiga, sekolah sebaiknya mengupayakan
peningkatan kesejahteraan guru agar mereka tidak harus mencari tambahan penghasilan di luar
bidang keilmuannya. Sementara itu, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah.
Pertama, pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap Yayasan Pendidikan dengan
tujuan agar setiap lembaga benar-benar mengupayakan pengembangan diri bagi gurunya.
Kedua, pemerintah harus mengevaluasi peraturan sekolah yang sekiranya dapat menghalangi
kesuksesan belajar. Ketiga, pemerintah menyediakan anggaran rutin bagi guru SD untuk
melakukan penelitian dan mempresentasikan hasilnya, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Keempat, pemerintah dapat bekerjasama dengan semua universitas dalam
rangka meningkatkan kemampuan akademis guru. Kelima, pemerintah dapat juga
memperbanyak pembuatan sinetron atau film yang mendokumentasikan perjuangan guru-guru
teladan. Keenam, pemerintah perlu mengadakan program studi banding, dalam hal ini
bekerjasama dengan sekolah-sekolah berkualitas. Lebih idealnya jika sekolah tersebut
memiliki guru penutur asli Bahasa Inggris. Ide sederhana di atas tidak akan terealisasi jika
ketiga pihak tidak bersehati secara sungguh-sungguh untuk mengimplementasikannya.
Abstrak
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu program pemerintah untuk
memberi pembinaan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun melalui
pemberian rangsangan pendidikan. Rangsangan pendidikan ini diharapkan dapat membantu
pertumbuhan serta perkembangan jasmani dan rohani anak agar mereka memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pemerintah serius menangani PAUD karena telah menjadi kesepakatan negara-negara
anggota UNESCO terkait pendidikan untuk semua yang pada tahun 2015 harus mencapai
target 72 persen. Saat ini jumlah anak usia dini di Indonesia sekitar 30 juta namun yang
terlayani sekitar 20 persen atau 14,5 juta anak.
Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman
Umum Program Pos Pendidikan Anak Usia Dini Terpadu (Pos PAUD Terpadu) maka
pelayanan PAUD diintegrasikan dengan Posyandu dan Badan Keluarga Berencana.
Penanggung jawab teknis pembinaan program Pos PAUD Terpadu adalah Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Bapemas dan KB). Penanggung jawab
operasional adalah Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan TP-PKK.
PAUD dinilai sebagai lembaga pendidikan dini yang memegang peran penting sebelum
anak masuk dalam pendidikan formal. Di tempat inilah anak bisa mengembangkan diri ketika
masa emas anak yang dimulai sejak lahir hingga balita terjadi. Perlu penanganan khusus untuk
menyampaikan materi pada anak agar tetap tercipta suasana belajar yang menyenangkan.
Salah satu metode penyampaian pesan yang efektif untuk anak-anak adalah melalui
dongeng (Sindhunata, 2004:38). Dari dongeng, pesan moral dan nilai-nilai luhur dengan
mudah diserap anak. Jika anak belum mampu membaca, guru menjadi sarana yang bagus
untuk penyampaian pesan ini. Jika guru bisa mendongeng dengan menarik, anak-anak akan
mendengarkan. Akan tetapi, jika guru tak mampu menyampaikan pesan dengan menarik, anak
pun akan mengabaikan.
Ratusan PAUD di 31 kecamatan di Surabaya berada di tiap RW serta kelurahan untuk
membina anak usia dini sebelum masuk ke jenjang formal seperti Taman Kanak-kanak atau
Raudhatul Athfal. Para bunda PAUD sebagai pengelola PAUD perlu mendapat perhatian agar
dapat memberikan bekal pada anak-anak menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Bunda
PAUD diajak belajar agar menguasai berbagai teknik pengajaran yang sesuai untuk anak-anak
usia dini. Salah satu sarana mengajar pada anak usia balita adalah dengan mendongeng. Lewat
dongeng yang disampaikan bunda PAUD, imajinasi anak akan tumbuh. Menurut Mar’at
(dalam Alhamdi: 2008) ada tiga aspek penting dari fungsi bahasa yakni speech art, thematic
structure, dan propositional content.
Yang dimaksud dengan speech act adalah penguasaan seni penceritaan dongeng. Yang
dimaksud dengan thematic structure adalah pemahaman penggunaan kosakata pada anak saat
menentukan topik cerita. Yang dimaksud dengan propositional content adalah keterlibatan anak pada
cerita yang disampaikan.
Melihat latar belakang bunda PAUD yang berbeda-beda, diperlukan banyak pelatihan
agar penyampaian materi yang digariskan dalam Kurikulum Inovatif PAUD (Pusat Kurikulum,
2008) dapat diterima anak dengan mudah. Salah satu cara untuk mengajak anak masuk dalam
materi adalah dengan mendongeng. Cara berkomunikasi seperti ini cukup efektif mengingat
anak belum banyak mengenal tulisan.
Salah satunya adalah mengadakan kelas mendongeng. Selain mengembangkan
kemampuan berbahasa dan berkomunikasi anak, mendongeng juga memiliki nilai hiburan
terhadap anak. Banyak aspek pendidikan yang terdapat dalam mendongeng. Selain itu tidak
ada anak yang tidak suka mendengarkan dongeng (Alhamdi: 2008).
Anak senang mendengarkan dongeng entah itu dongeng yang dibacakan dari buku
atau dongeng yang telah sangat melekat di benak orang tua sehingga dapat disampaikan secara
lisan dengan improvisasi. Tokoh dalam dongeng akan selalu diingat oleh anak bahkan hingga
mereka dewasa, baik yang baik maupun yang jahat. Anak juga belajar mengembangkan daya
pikir dan imajinasi, kemampuan berbicara, serta daya sosialisasi karena melalui dongeng anak
dapat belajar mengakui kelebihan orang lain sehingga mereka menjadi lebih sportif.
Langkah ini menjadi awal dari penguasaan keterampilan berbahasa yang lain yakni
membaca. Ini bisa dilakukan jika para bunda PAUD mendapat pelatihan intensif tentang
teknik bercerita supaya bisa menyampaikan materi dengan menyenangkan dan membuat anak
tertarik.
Penelitian ini dibatasi pada keefektifan teknik bermain drama yang diberikan pada satu
kelompok (31 orang) pada kemampuan mendongeng. Satu kelompok lainnya (31 orang) tidak
mendapatkan teknik bercerita dan tetap tampil mendongeng. Dengan demikian akan tampak
pengaruh pelatihan teknik bermain drama terhadap kemampuan mendongeng bunda PAUD
di 31 Kecamatan di Surabaya. Pengaruh itu tampak pada kelompok yang diberi pelatihan
teknik mendongeng dan kelompok yang tidak diberikan teknik mendongeng.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan mendongeng bunda PAUD di 31
Kecamatan di Surabaya sebelum diberi teknik bermain drama dan setelah diberi teknik
bermain drama. Penelitian ini dapat menjadi penelitian lebih mendalam tentang kajian atas
teknik bercerita dan mendongeng untuk para guru beserta pengaruhnya pada siswa karena
selalu ada cara baru untuk mendongeng. Jika dikembangkan pada respons siswa dan efektivitas
mendongeng untuk menyampaikan materi, maka penelitian tentang PAUD akan menjadi lebih
lengkap.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena meneliti populasi atau
sampel dengan teknik pengambilan sampel yang memakai cara random. Pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian analisis data yang bersifat statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis (Sugiyono, 2008:14).
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen karena mempunyai ciri khas
adanya kelompok kontrol. Variabel-variabel dikontrol karena dapat memengaruhi proses
eksperimen. Desain eksperimen ini memakai true experimental design. Metode penelitian ini
cocok untuk kepentingan penelitian yang mengangkut hubungan sebab akibat antarvariabel
(Sunarto, 2001:81). Bisa jadi kelompok yang tidak mendapat perlakuan ternyata pernah
memiliki bekal tentang teknik bermain drama di tempat lain. Karena pengendalian variabel
dalam proses eksperimen tak bisa dilakukan optimal, maka penelitian ini termasuk dalam
eksperimen semu (quasi experiment).
Abstrak
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan pelaksanaan supervisi akademik oleh Pengawas dan Kepala Sekolah
Menengah Atas Negeri di Kota Yogyakarta dengan mengukur: (1) ketepatan ruang lingkup, (2)
keefektifan waktu pelaksanaan, (3) keefektifan teknik, (4) keefektifan supervisi oleh pengawas
dan kepala sekolah, dan (5) upaya dan tindak lanjut yang dilakukan pengawas dan kepala
sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik.
Populasi penelitian adalah sekolah menengah atas negeri di Kota Yogyakarta. Sampel
yang dipilih adalah 5 sekolah menengah atas negeri di Kota Yogyakarta dengan menggunakan
teknik simple random sampling. Responden dalam penelitian ini sebanyak 52 orang dengan rincian
2 orang pengawas, 5 orang kepala sekolah dan 45 orang guru. Pengumpulan data
menggunakan angket dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif
kuantitatif dengan menggunakan SPSS 12.0 for windows sub program statistic description.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan supervisi akademik oleh Pengawas
Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Yogyakarta dalam hal: (1) ruang lingkup cukup tepat
(73,33%); (2) waktu cukup efektif (66,11%); (3) teknik cukup efektif (75%); (4) supervisi oleh
pengawas lebih efektif dibandingkan dengan kepala sekolah; dan (5) upaya pengawas yaitu
melakukan supervisi bersama kepala sekolah ketika mensupervisi guru dengan teknik
kunjungan kelas. Tindak lanjutnya yaitu pengawas menyelenggarakan suatu pertemuan dengan
pihak-pihak atau pelaku lain untuk mendiskusikan temuan-temuan hasil supervisi. Keefektifan
pelaksanaan supervisi akademik oleh Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota
Yogyakarta dalam hal: (1) ruang lingkup cukup tepat (75,63%); (2) waktu cukup efektif (65,58);
(3) teknik kurang efektif (53,33%); (4) supervisi oleh kepala sekolah kurang efektif
dibandingkan dengan pengawas; dan (5) upaya kepala sekolah yaitu supervisi dilimpahkan
kepada tim yang ditunjuk, kemudian tim tersebut melaporkan hasilnya kepada kepala sekolah.
Tindak lanjutnya yaitu memberikan himbauan dan saran agar guru terus bekerja melaksanakan
tugasnya sebagai guru secara profesional.
Abstrak
Salah satu strategi belajar yang dapat melatih kecakapan berpikir siswa adalah strategi
metakognitif. Untuk itu diperlukan pengembangan perangkat pembelajaran biologi berbasis
strategi metakognitif. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi materi virus,
system endokrin, dan substansi genetika.Tujuan penelitian ini adalah mengukur efektifitas
perangkat pembelajaran biologi berbasis strategi metakognitif ditinjau dari kemampuan siswa
dan kategori sekolah. Sampel dalam penelitian ini adalah 270 siswa yang terbagi dalam 90 siswa
kelas X, 90 siswa kelas XI IPA, dan 90 siswa kelas XII IPA. Siswa tersebut berasal dari tiga
sekolah yang mewakili kategori sekolah baik, sedang dan kurang yang berturut-turut SMA
Negeri 2 Surabaya, SMA Negeri 12 Surabaya, dan SMA Widyadarma Surabaya.
Hasil penelitian menunjukkan:(1) perangkat pembelajaram virus, system endokrin, dan
substansi genetika lebih efektif pada siswa kemampuan atas daripada bawah, (2) perangkat
pembelajaran substansi genetika berbasis strategi metakognitif paling efektif pada ketiga
kategori baik, sedang, dankurang.
.
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN MULTIMEDIA INTERAKTIF
(MMI) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN
MEMPERBAIKI KARAKTER BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA
NEGERI 1 BALEN KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO
Abstrak
Kata kunci: multimedia interaktif, penguasaan konsep, karakter belajar, pendidikan Agama Islam
REKONSTRUKSI LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Abstrak
Perhatian kepada dunia pendidikan yang belakangan ini meningkat ternyata datang
dengan segala konsekuensinya. Pertanyaan yang paling kritis antara lain mempertanyakan
apakah kebijakan Sertifikasi Guru dan Dosen (SGD) meningkatkan efektifitas dan kualitas
kerja para guru dan dosen secara signifikan? Isu di atas menjadi isu permukaan yang marak
dibicarakan. Namun, pertanyaan yang lebih mendasar tertuju pada kelembagaan yang
membentuk sumber daya guru, yaitu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK),
yang mempertanyakan konsekuensi jumlah peminat pelamar LPTK yang sedang mengalami
booming terhadap kualitas outcome. Bila melihat permasalahan ini secara kritis, maka kita akan
harus menimbang kuantitas pelamar dan lulusan LPTK dengan proyeksi kuantitatif dan
kualitatif terhadap permintaan pengadaan guru dari sektor pendidikan yang mengarah pada
kondisi over supply atau kelebihan pasokan. Secara logika, produksi skala besar dapat
menimbulkan dampak penurunan kualitas, terlebih dalam hal memproduksi “manusia”, bila
suatu institusi tidak melakukan perhitungan manajerial yang progresif. Ancaman trend
penurunan dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, sehingga LPTK harus melakukan
upaya-upaya rekonstrusi kelembagaannya dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Upaya-
upaya rekonstruksi LPTK dapat dikategorikan menjadi dua, internal dan eksternal. Upaya
internal meliputi: (1) penguatan visi dan misi lembaga; (2) manifestasi visi dan misi dalam
kurikulum dan kebijakan internal; (3) kepemimpinan yang kuat, berakhlak, dan visioner; (4)
sistem kendali mutu; (5) kaderisasi yang progresif; dan (6) adaptasi kultural kerja yang dinamis.
Upaya eksternal meliputi: (1) lembaga penelitian yang dinamis, progresif, berorientasi lokal dan
berwawasan global; (2) menjadi perguruan tinggi bertaraf internasional; (3) berperan aktif
melakukan analisis kebutuhan yang efektif bagi kemajuan pendidikan di tingkat daerah dan
nasional; (4) menjalin kerjasama internasional yang intesif; dan (5) kolaborasi mutualisme
dengan pemangku kebijakan. Esensinya, secara internal, LPTK perlu membangun berdasarkan
prinsip good university governance dan secara eksternal, menjadi problem solver bagi permasalahan
bangsa dan negara.
Abstrak
Abstrak
Abstrak
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini ialah bagaimanakah model perangkat
pembelajaran tematik yang mengintegrasikan pendidikan karakter di SD? Secara operasional
masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut. (1) Bagaimanakah model Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang tematik berkarakter yang dikembangkan dalam pembelajaran? (2)
Bagaimana model bahan ajar tematik berkarakter yang dapat dikembangkan dalam
pembelajaran terpadu?
Rancangan penelitian ini diadaptasi dari model pengembangan Dick dan Carey yakni
(1) tahap perencanaan, (2) tahap pengembangan, (3) tahap evaluasi, dan (4) tahap revisi.
Setting penelitian ini adalah sekolah dasar (SD) negeri di Surabaya yaitu SDN Jambangan 1,
SDN Gayungan 601, SDN Ketintang 3, SDN Sidomulyo, dan SDN Pakis 531. Subjek
penelitian ini adalah dua orang ahli di bidang pembelajaran dan materi, guru (10 orang) yang
dipilih secara purposive berdasarkan pertimbangan kebersedian dan pengajar kelas III SD. Data
dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan dokumentasi, diskusi (FGD), dan
angket.
Hasil penelitian ini adalah RPP dan perangkatnya, berupa buku siswa yang di
dalamnya juga memuat LKS yang dikembangkan dalam ikatan tema “Lingkungan” dan
mengintegrasikan karakter peduli lingkungan, tanggung jawab, jujur, dan rasa ingin tahu.
Penataan materi secara tematik yang mengintegrasikan pendidikan karakter ini akan dapat
meningkatkan kebermaknaan belajar bagi siswa, karena siswa mempelajari sesuatu yang dekat
dengan dan bermanfaat bagi kehidupannya. Produk ini telah divalidasi oleh ahli dan siap
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Kata kunci: pembelajaran tematik, pendidikan karakter, belajar bermakna, sekolah dasar
GURU BAHASA DAN PENGEMBANGAN KARAKTER:
DAMPAK PEMBELAJARAN SASTRA DAN PENDIDIKAN KARAKTER DI
KELAS BAHASA SMP DI INDONESIA
Abstract
Oleh. Dr. Muhammad Muhyi S.Pd., M.Pd[1] dan Luqmanul Hakim S.Or. M.Pd[2]
Universitas Adi Buana
Abstrak
Dunia anak adalah dunia bermain, mereka senang dan aktif melakukan aktivitas
bermain melalui aktivitas jasmani. Berbagai permainan aktif dilakukan oleh anak. Ada tiga
pintu belajar anak yakni ketertarikan, kesiapan dan gaya belajar anak. Dunia bermain sebagai
salah satu pintu belajar ketertarikan anak. Anak di sekolah tidak hanya belajar gerak tetapi juga
belajar melalui gerak. Anak bermain sekaligus belajar nilai-nilai apa saja yang dikembangkan
berdasarkan nilai karakter nasional. Banyak cara yang digunakan dalam mengembangkan
pendidikan karakter anak melalui bermain aktif salah satunya adalah melalui pendekatan
kinestetik. Pendekatan kinestetik menjadi salah satu cara yang dapat diaplikasikan di sekolah
khususnya di Sekolah Dasar yang melibatkan tidak hanya guru tetapi juga komunitas sekolah
termasuk orang tua murid. Pendekatan kinestetik dilakukan dengan menggunakan variasi
bermain melalui aktivitas jasmani yang menarik untuk anak.
Abstract
Abstrak
Kata kunci: pengembangan trainer, mikrokontroller, ATmega8535, driver dan display status kerja
motor,
TEACHING ENGLISH USING HYPNOTEACHING TO IMPROVE STUDENT’S
READING ABILITY IN THE SEVEN GRADES C OF SMP PGRI 16 SIDOARJO.
Abstract
For students of science and the information is important. There are not more
important in one's academic success but a good reader. It is like the words of Henry Ford,
founder of General Motors said that "Anyone WHO stops learning is old, whether at twenty
or eighty. Anyone WHO keeps learning stays young. The greatest thing in life is to keep your
mind young." No matter what age, if a person means a person stops learning is old, whereas if
someone will ever learn to stay young. Because the best thing in the world would be gained by
observing the mind in order to stay young ".
One of the most effective way to "stay young" is to learn through reading. Reading is
one way to improve and enhance the effectiveness of self. The importance of reading by
Stephen Covey has been analogous to a chain saw sharpening activities, namely in his title
"The 7 Habits of Highly Effective People" that the habit of sharpening the saw is the most
important habits because covering other habits on the paradigm of the seven habits of
effective human being. " This habit is to maintain and enhance the greatest asset owned by an
individual. This habit can update the four-dimensional nature, namely: - physical, mental,
spiritual, and social/emotional".
Reading is a process that is carried and used by readers to get the message about to be
delivered by the author through word or the written language (Tarin, 1993: 7). According
Soedarso (2004: 4) says that reading is a complex activity by directing a large number of
separate actions. This action by Tampubolon (1990: 5) is the basic language skills (listening,
speaking, reading and writing). Described in this chapter (1) Definition of reading, (2) The
purpose of reading, (3) the kinds of reading, (4) Definition of speed reading, (5) speed reading
techniques, (6) Barriers to rapid reading, (7) Approach Hypnoteaching, and (8) The ability to
read effectively. Hypnoteaching is teaching-learning process designed to create a comfortable
and pleasant situation in a controlled environment
The result of this study showed that in applying Hypnoteaching in reading narrative texts,
teacher did three activities, including opening activities, main activities, and closing activities.
Based on the result of questionnaire, most of students gave good responses toward the
implementation of SWELL. Meanwhile, based on the overall mean scores of the students’
writings that improved from preliminary study to cycle II; 69.2, 76.41, and 76.47 and
significant improvement on the students class mastery of final drafts from the preliminary
study to the second cycle; 35.3%, 76.5%, and 94.12%, there is a significant improvement on
the students’ writing ability that includes content, organization, vocabulary, language use, and
mechanics by using this technique.
Finally, the technique of Hypnoteaching was successfully applied to improve the eight
graders’ reading narrative texts. For suggestions, the teachers are expected to understand how
to do Hypnoteaching technique well, especially in arranging the time in every phase of
Hypnoteaching since Hypnoteaching has some stages. In addition, they can use it to other type of
the texts in order that the students can assess their writing independently, improve their
reading skill and their language proficiency in pair work.
Abstrak
Eksistensi Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) tidak lepas dari kondisi sistem
pendidikan di sekolah. Para siswa SD, SMP dan SMA berbondong-bondong masuk LBB
karena merasa bahwa apa yang mereka dapatkan disekolah tidak cukup. Oleh karena itu,
berdasarkan latar belakang tersebut tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi fenomena antusiasme siswa dalam mengikuti belajar tambahan di lembaga
bimbingan belar dan persepsi antusiasme siswa dan orang tua terhadap lembaga bimbingan
belajar.
Penelitian ini termasuk penelitian jenis kuantitatif karena data yang kami dapat berasal
dari hasil survei beberapa lembaga bimbingan belajar yang ada di beberapa kecamatan dalam
kabupaten jember. Penelitian survei ini dilakukan selama 8 (delapan) bulan dan berlokasi di
wilayah Kabupaten Jember. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu lembar
instrument dan komputerisasi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini diantaranya : Survei dan Dokumentasi. Kegiatan menganalisis data ini terdiri dua tahap,
yaitu tahap persiapan dan tahap rekapitulasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap siswa-siswi yang mengikuti
lembaga bimbingan belajar di Kabupaten Jember didapatkan bahwa siswa-siswi lebih antusias
dalam mengikuti belajar tambahan di lembaga bimbingan belajar daripada di sekolah. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa persepsi siswa dan orang tua terhadap antusiasme
lembaga bimbingan belajar lebih baik daripada di sekolah.
Kata kunci: lembaga bimbingan belajar, sekolah, persepsi siswa dan orang tua
PENGEMBANGAN PENGELOLAAN PADA RINTISAN SEKOLAH
BERTARAF INTERNASIONAL DI SURABAYA”
Abstrak
Abstrak
Penelitian ini mengembangkan supervisi kepala sekolah teknik observasi kelas dengan
gaya pendekatan kolaboratif dan nondirektif. Secara umum penelitian ini mempunyai tujuan
untuk meningkatkan pelaksanaan supervisi dengan teknik observasi kelas oleh kepala sekolah
di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Amanatul Ummah Surabaya dan kinerja guru dalam
melakukan proses belajar mengajar di kelas. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan
yang diimplementasikan melalui penelitian tindakan (action research), dengan desain
mengujicobakan ide-ide kedalam praktek atau situasi nyata dalam skala yang mikro, mengkaji
situasi sosial untuk meningkatkan kualitas kegiatan yang ada meliputi telaah, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan dampak.
Pada pelaksanaan supervisi pengembangan pada guru senior dan yunior dapat
diperoleh nilai dari kemampuan kegiatan belajar mengajar, penyusunan program pengajaran,
penggunaan metode, kegiatan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, penggunaan
alat dan media belajar, dan evaluasi belajar menunjukkan kemajuan yang lebih baik.
Peningkatan dari siklus pertama rata-rata 1.33, meningkat siklus kedua dengan nilai rata-rata
2.12, dan siklus ketiga nilai rata-rata 3.10. jadi mengalami peningkatan sebesar 0.79 dan 0.98.
Sedangkan pada guru senior; pada mulanya perencanaan kurang optimal, belum terbiasa
menggunakan gaya pendekatan direktif, pelaksanaan supervisi belum menerapkan ramah guru,
masih terbiasa menggunankan gaya pendekatan direktif, diskusi tindak lanjut yang
menakutkan, maka menjadi peningkatan ketepatan dalam perencanaan, pemahaman yang baik
terhadap gaya pendelatan nondirektif, alat-lat observasi yang lengkap, dan terjadi komunikasi
yang ramah guru. Pada pelaksanaan supervisi pengembangan dapat diperoleh nilai dari
kemampuan kegiatan belajar mengajar, penyusunan program pengajaran, penggunaan metode,
kegiatan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, penggunaan alat dan media belajar,
dan evaluasi belajar menunjukkan kemajuan yang lebih baik. Peningkatan dari siklus pertama
rata-rata 2.36, meningkat siklus kedua dengan nilai rata-rata 3.10, dan siklus ketiga nilai rata-
rata 3.24. jadi mengalami peningkatan sebesar 0.74 dan 0.14. Dengan peningkatan kemampuan
kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi dapat berdampak pada pengembangan guru
dalam meningkatkan kinerja guru.
Abstrak
Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan belajar mengajar,
motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan belajar atau seberapa jauh
menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi urtuk belajar
sesuatu akan rnenggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu,
sehingga siswa akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Salah satu
upaya menumbuhkan motivasi belajar adalah dengan cara belajar bersama. Kegiatan belajar
bersama dapat mernbantu memacu belajar aktif. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-
temaanya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka
memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
Metode pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
menerapkan menerapkan metode pengajaran kooperatif model STAD. Dengan menerapkan
metode pembelajaran ini diharapkan siswa lebih aktif dalarn proses belajar mengajar dan
harapannya prestasi belajar mereka semakin meningkat. Sedangkan tujuan dari penelitian ini
adalah ingin mengetahui prestasi belajar dan pengaruh motivasi belajar Geografi setelah
diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Penelitian di kelas XI IS I bulan Agustus semester ganjil tahun ajaran 2009/2010 pada
kompetensi menganalisis persebaran heuran dan tumbuhan ini menggunakan penelitian
tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:
rancangan, pelaksanaan kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan revisi. Sasaran penelitian ini
adalah siswa kelas XI IS. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif serta lembar observasi
kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analisis didaparkan bahwa prestasi belajar siswa rnengalami peningkatan dari
siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I 68,75%, siklus ll 78,l2% dan siklus lll 87,50%.
Kesimpulannya penelitian metode pengajaran model STAD dapat meningkatkan prestasi dan
motivasi belajar ssiwa XI IS 1. Selain itu model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah
satu altematif yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran Geografi .
Abstrak
Artikel ini sengaja dikemas dalam judul kalimat tanya karena hasil akhir dari penelitian
yang dilakukan belum sampai kepada jawaban atas pertanyaan itu. Penelitian yang telah
dilakukan adalah mengidentifikasi miskonsepsi kimia yang terjadi baik pada siswa maupun
pada guru kimia di SMA. Untuk mendekatkan temuan penelitian kepada pertanyaan pada
judul, maka identifikasi miskonsepsi dilakukan pada substansi kimia yang sama yaitu asam
basa. Pengelompokan siswa maupun guru kimia kedalam tiga status yaitu tahu konsep, tidak
tahu konsep, dan miskonsepsi menggunakan metode CRI (Certainty of Response Index). Hasil
yang diperoleh dari penelitian ini: (1) masih didapati sejumlah siswa (rerata 11,5% dari sampel
penelitian) yang berada pada status miskonsepsi pada asam basa dan (2) masih didapati
sejumlah guru kimia (22,7% dari sampel penelitian) yang berada pada status miskonsepsi pada
asam basa. Terdapat perbedaan sebaran dan intensitas miskonsepsi sub-sub konsep asam basa
antara siswa SMA dan guru kimia. Telah diperoleh data awal untuk melakukan riset lanjutan
untuk menjawab pertanyaan yang dijadikan judul artikel saat ini.
Oleh. Martadi
Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengkaji apakah desain alat peraga untuk kelas I dan II di
SDN Banjarsari, Kecamatan Sumur Bandung Kodya Bandung sudah memenuhi prinsip-
prinsip desain produk alat pengajaran yang benar. Secara khusus penelitian ini memiliki
beberapa tujuan yang ingin dicapai. Pertama, mendeskripsikan gambaran umum desain alat
pengajaran untuk Kelas I dan II di SDN Banjarsari. Kedua, mendeskripsikan seberapa jauh
desain alat pengajaran untuk kelas I dan II SDN Banjarsari telah mempertimbangkan aspek
produksi. Ketiga, mendeskripsikan seberapa jauh desain alat pengajaran untuk kelas I dan II
SDN Banjarsari telah mempertimbangkan aspek peserta didik. Keempat, mendeskripsikan
seberapa jauh desain alat pengajaran untuk kelas I dan II SDN Banjarsari telah
mempertimbangkan aspek kurikulum. Kelima, mendeskripsikan seberapa jauh desain alat
pengajaran untuk kelas I dan II SDN Banjarsari telah mempertimbangkan aspek guru.
Temuan dalam kajian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: Pertama, kondisi
lingkungan budaya dan sosial ekonomi siswa SDN Banjarsari cukup potensi untuk dapat
mendukung pengembangan alat pengajaran. Kedua, secara ekonomis pengembangan desain
alat pengajaran memiliki prospek yang cukup baik, mengingat masih kurangnya produsen yang
membuat alat pengajaran. Ketiga, secara visual desain alat pengajaran yang ada di SDN
Banjarsari, masih belum memperlihatkan citra estetika anak, terutama dari sisi warna, bentuk,
dan ilustrasinya. Keempat, pemilihan bahan, dan ukuran, alat pengajaran yang ada belum
banyak memperhatikan segi keamanan dan fisiologi anak. Kelima, tema gambar ilustrasi alat
pengajaran masih terlalu abstrak, dan belum mengangkat tema-tema yang akrab dengan
kehidupan sehari-hari anak. Keenam, secara umum kondisi alat pengajaran untuk kelas I dan
II di SDN Banjarsari, dalam perancangan sudah disesuaikan dengan materi yang ada dalam
GBPP kurikukum 1994. Ketujuh, kondisi alat peraga pengajaran untuk kelas I dan II di SDN
Banjarsari secara umum masih belum banyak membantu guru dalam memudahkan
penyampaian materi. Belum optimalnya fungsi alat pengajaran dalam membantu guru
mengajar tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a) jumlah alat pengajaran yang
ada sangat terbatas, b) secara umum di kelas I dan II sekolah dasar masih menggunakan guru
kelas, sedangkan alat pengajaran yang ada bersifat bidang studi, kondisi ini sangat merepotkan
guru dalam mengajar, c) tema dan ilustrasi alat pengajaran yang ada secara umum, tidak
langsung dikaitkan dengan contoh benda-benda yang akrab di sekitar anak, sehingga anak
merasa kesulitan dalam memahami suatu konsep, d) alat pengajaran yang ada pada umumnya
tidak dirancang dengan pendekatan “bermain sambil belajar”.
Berdasar hasil analisis permasalahan desain yang ada, dapat diajukan 2 alternatif
perancangan desain alat pengajaran, yaitu: Pertama, pendekatan bermain, artinya salah satu cara
yang paling efektif untuk meningkatkan potensi dan prestasi anak adalah melalui alat
permainan edukatif (APE) di mana anak akan terlibat banyak dalam permainan tersebut, baik
dari aspek: kognitif, emosi, motorik, kreativitas, konsentrasi, kerjasama, asosiasi dan
sebagainya, Kedua, pendekatan Integrated Learning (Pembelajaran Terpadu), di mana alat pengajaran
dapat digunakan guru untuk mengajarkan materi pada bidang studi yang berbeda secara
terpadu.
Sedangkan, konsep alternatif perancangan desain alat pengajaran dapat diusulkan
sebagai berikut: Pertama, konsep bentuk, dimana bentuk-bentuk produk harus menarik, dengan
ukuran yang disesuaikan dengan fisiologis anak. Kedua, konsep bahan, yaitu bahan sebaiknya
memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitar dan aman untuk anak. Ketiga, konsep
ilustrasi artinya gambar ilustrasi diambil dari tema-tema yang ada dalam kehidupan sehari-hari
sehingga mudah dikenali oleh anak. Keempat, konsep kreativitas artinya alat pengajaran harus
dirancang dengan memiliki tingkat kesulitan tertentu sehingga mampu mendorong munculnya
sikap-sikap kreatif anak.
Oleh. Harmanto
Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Guru merupakan ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Jika
diibaratkan sistem organ tubuh manusia, guru adalah jantungnya. Wacana peningkatan kualitas
guru bukanlah isu baru dalam sistem pendidikan nasional. Sejak lama masalah profesionalisme,
khususnya tenaga pendidik, menjadi perbincangan dan sorotan di tengah belum
menggembirakan kualitas pendidikan Indonesia. Secara normatif empat kompetensi guru
sudah memadai untuk mewujudkan kualitas pendidikan. Persoalan mendasar adalah bagaimana
das sain empat kompetensi tersebut mampu diwujudkan oleh setiap pribadi guru yang selalu
inheren dengan perikehidupannya. Satu dari sekian alternatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas guru melalui pendampingan yang berkelanjutan. Pendampingan
berkelanjutan ternyata mendapatkan tanggapan yang positif. Dampak pengiring yang
ditimbulkan bahwa guru semakin menyadari bahwa dirinya juga seorang pelajar.
Abstract
The Role of Business or Industry (DU / DI) in the Industrial Work Practices (Prakerin)
Vocational School (SMK) is to increase students’ competence. One of them is the attitude of
entrepreneurial competence. The purposes of this study were to evaluate relationship between
students’ perception about the role of DU/DI in the industrial work practice and
entrepreneurial attitude. The findings show that (1) There was a negative relationship between
students' perception toward the commitment of DU / DI in the prakerin and the
entrepreneurial attitude.; (2) There was a positive relationship between students' perception
toward the communication, the suitability of the training material, the efficiency of the
learning experience, the evaluation, and the efforts to increase the competence of the DU /
DI in the prakerin and the entrepreneurial attitude, (3) The role of DU / DI effectively
contributed to the entrepreneurial attitudes of students at 58.5% by the coefficient regression
equation y = 50,12 - 0,469 x1 + 0,758 x2 + 0,946 x3 + 0,553 x4 + 0,530 x5 + 0,484 x6. Based on
these findings, several suggestions are forwarded, as follows (1) School Job Market (BKK)
should has relationships with industry in the areas of management, (2) The teachers should
prepare a pattern entrepreneurship in productive learning, (3) School of Public Relations
make the means of performance evaluation prakerin entrepreneurial students, (4) DU / DI
introduce management activities to students about industrial management.
Abstrak
Dalam rangka peningkatan kualitas guru dan pendidik, beragam upaya telah
dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia maupun oleh
pihak-pihak lain (swasta, NGO, dll.).
Sistem Pendidikan Jarak Jauh, sebagai inovasi dalam pendidikan guru telah dimulai
oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1950an melalui kursus pendidikan guru tertulis. Sistem
PJJ kemudian menjadi popular sejak berdirinya Universitas Terbuka di tahun 1984, dan
semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
sangat mendukung pelaksanaan sistem pendidikan jarak jauh lintas ruang dan waktu dalam
skala lokal, nasional, maupun global. Saat ini, keberadaan PJJ dalam pendidikan guru dan
pendidik sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional
Indonesia, terutama sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh untuk Pendidikan Tinggi. Tercatat sampai saat ini,
sudah ada 7 model pendidikan jarak jauh yang dipraktekkan oleh berbagai institusi pendidikan
guru dan pendidik di Indonesia.
Di samping sistem PJJ, beragam inovasi dalam pendidikan guru juga diperkenalkan
oleh USAID melalui proyeknya: Decentralized Basic Education (DBE) 1-3 yang dilaksanakan
kurang lebih selama 5 tahun di berbagai wilayah Indonesia dalam rangka mewujudkan
kebijakan desentralisasi pendidikan di Indonesia. Dalam pelaksanaannya selama 5 tahun, DBE
telah menghasilkan sejumlah “best practices” dalam proses pendidikan guru prajabatan maupun
dalam jabatan, pola kerjasama pendidikan guru dan sekolah, serta pranata pemerintah daerah
dan masyarakat, serta sistem tata pamong sekolah dan guru berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
Diskusi ini akan membahas secara singkat sistem PJJ untuk pendidikan guru, sesuai
dengan Permendikbud No. 24/2012, inovasi pendidikan yang diperkenalkan DBE 1-3, serta
ulasan tentang bagaimana inovasi pendidikan tersebut dapat secara induktif diadopsi oleh
LPTK, diintegrasikan ke dalam pendidikan guru – baik sebagai contoh aplikasi teori, validasi
teori, ataupun juga sebagai benih untuk pengembangan dan penciptaan teori dan inovasi
pendidikan selanjutnya di LPTK.
Kata kunci: inovasi pendidikan guru, pendidikan jarak jauh, decentralized basic education.