Disusun Oleh :
JURUSAN KIMIA
2018
I. TEORI DASAR DARI KUANTUM ROTASI
Perhatikan satu partikel bermassa m yang bergerak terbatas dalam jalur cincin
lingkaran berjari-jari r pada bidang xy seperti ditunjukkan dengan gambar 5.1.
Energi potensial partikel tersebut tetap yang dapat dianggap berharga nol, V =0.
Karena itu, energi total pada sembarang tempat sama dengan energi kinetik,
p2
E= (5.1)
2m
J z=± pr (5.2)
Energi pada persamaan (5.1) lalu dapat diungkapkan dengan bentuk yang lain,
2
Jz
E= (5.3)
2 m r2
J 2z
E= (5.4)
2I
Selanjutnya diketahui bahwa tidak semua nilai momentum sudut diijinkan dalam
mekanika kuantum. Karenanya, kedua besaran momentum sudut dan energi rotasi
terkuantisasi.
1
Gambar 5.1 Momentum sudut dari partikel massa m pada jalur melingkar jari-jari r di
bidang xy
hr
J z=± (5.5)
λ
Misalkan pada suatu saat λ mempunyai sembarang nilai. Pada kasus ini, fungsi
gelombang bergantung pada sudut azimuth ϕ seperti yang ditunjukkan pada
gambar 5.2. Bila ϕ meningkat melampaui 2π maka fungsi gelombang terus
berubah. Untuk panjang gelombang sembarang, perubahan itu menghasilkan nilai
yang berbeda-beda pada setiap titik. Hal ini tentu tidak dapat diterima berdasarkan
prinsip kimia kuantum karena fungsi gelombang tidak bernilai tunggal pada setiap
titik.
2
Gambar 5.2 Fungsi gelombang tidak bernilai tunggal dalam penurunan momentum sudut
Yang dapat diterima adalah fungsi gelombang yang mereproduksi diri sendiri
pada rangkaian berturut-turut seperti ditunjukkan pada gambar 5.3. Hanya
beberapa fungsi gelombang memiliki sifat tersebut. Karena hanya momen sudut
tertentu yang dapat diterima, maka hanya energi rotasi tertentu yang ada dan
berarti energi partikel terkuantisasi.
Gambar 5.3 Fungsi gelombang bernilai tunggal dalam penurunan momentum sudut
Berdasarkan hal tersebut maka panjang gelombang yang diizinkan adalah yang
diungkapkan dengan persamaan sebagai berikut.
2 πr
λ= (5.6)
ml
ml h
J z= (5.7)
2π
Bilangan kuantum momentum sudut m l pada persamaan ini memiliki nilai positif
atau negatif.
ml=0 , ± 1 ,± 2 ,… . (5.8)
J z=ml ℏ (5.9)
3
Nilai m l positif adalah sesuai dengan rotasi partikel yang searah jarum jam di
sekitar sumbu z seperti ditunjukkan gambar 5.4. Nilai negatif m l adalah sesuai
dengan rotasi berlawanan arah jarum jam di sekitar sumbu z.
m2l ℏ2
E= (5.10)
2I2
−ℏ 2 ∂2 ∂2
^
H= (+
2 m ∂ x2 ∂ y 2 ) (5.11)
Konversi posisi x dan y dengan jarak r dan sudut ϕ tersebut adalah sebagai
berikut:
4
x=r cos ϕ (5.12a)
−ℏ 2 ∂ 2 1 ∂ 1 ∂ 2
^
H= +( +
2 m ∂ r 2 r ∂ r r 2 ∂ ϕ2 ) (5.13)
^ −ℏ 2 d2
H= (5.14)
2 I dϕ 2
d 2 ψ −2 IE
= 2 ψ (5.15)
dϕ2 ℏ
ei m ϕ
l
ψ m ( ϕ )= (5.16)
l
( 2 π )1 /2
Fungsi gelombang harus bernilai tunggal agar dapat diterima sebagai solusi umum
persamaan Schrödinger. Ini berarti fungsi gelombang ψ harus memenuhi kondisi
batas lingkaran dan tepat sama pada setiap titik yang dipisahkan oleh suatu
putaran sempurna,
5
ψ m ( ϕ+2 π )=ψ m ( ϕ ) e2 πi m
l l
l
(5.18a)
ψ m ( ϕ+2 π )=(−1 )2 m ψ m ( ϕ )
l
l
l
(5.18b)
Persamaan (5.10) menunjukkan bahwa energi rotasi tidak bergantung arah rotasi
karena kuadrat dari bilangan kuantum momentum sudut yang positif atau negative
menghasilkan nilai yang sama. Keadaan dengan nilai m l tertentu terdegenerasi
menjadi dua, kecuali untuk m l=0 yang tidak terdegenerasi.
Momentum sudut terkuantisasi dan berkaitan dengan nilai yang diberikan dalam
persamaan (5.9). Nilainya meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah simpul
pada bagian nyata dan imajiner dari fungsi gelombang. Panjang gelombang
memendek secara bertahap bila ml atau momentum sudut dari partikel yang
bergerak mengelilingi cincin meningkat.
l z =x p y − y p x (5.19)
dengan p x adalah komponen gerak linier yang sejajar dengan sumbu x dan p y
adalah komponen yang sejajar dengan sumbu y. Mengacu pada hal ini maka
operator untuk momentum sudut di sekitar sumbu z dapat dihasilkan,
ℏ ∂ ∂
(
l^ z = x
i ∂y
−y
∂x ) (5.20)
ℏ ∂
l^ z = (5.21)
i ∂ϕ
Nilai m l positif menunjukkan rotasi searah jarum jam yang dilihat dari bawah.
Nilai m l negatif, menunjukkan rotasi berlawanan arah jarum jam yang dilihat dari
bawah. Fitur-fitur ini menjadi asal mula representasi vektor momentum sudut
dengan besar yang diwakili oleh panjang vektor dan arah gerak oleh orientasinya
seperti ditunjukkan pada gambar 5.4.
e−i m ϕ ei m ϕ
l l
1
ψ ¿m ψ m = 1/ 2 1/ 2
= (5.23)
l l
(2 π ) (2 π ) 2π
Hamiltonian gerak tiga dimensi seperti pada bahasan gerak translasi dapat ditulis
ulang sebagai berikut,
7
−ℏ 2 ∂2 ∂2 ∂2
^
H= + ( +
2 m ∂ x2 ∂ y 2 ∂ z 2
+V ) (5.24a)
atau
2
^ −ℏ 2
H= ∇ +V (5.24b)
2m
Nabla kuadrat atau del kuadrat yang dipakai notasi singkat dari jumlah tiga
∂2 ∂2
2 ∂2
turunan kedua terhadap koordinat ∇ = 2 + 2 + 2 , disebut laplacian.
∂ x ∂ y ∂z
Partikel yang bergerak bebas pada permukaan bola dengan jari-jari r tetap
memiliki energi potensial sama dengan nol, V =0. Fungsi gelombangnya
merupakan fungsi dari komplemen lintang, θ, dan azimut, ∅, sehingga ditulis
sebagai ψ ( θ , ϕ ) yang dapat dipisahkan dengan teknik pemisahan menjadi fungsi
gelombang yang bergantung sudut θ dan fungsi gelombang yang bergantung
sudut ϕ saja.
ψ ( θ , ϕ )=Θ ( θ ) Φ ( ϕ ) (5.25)
Persamaan Schrödinger dari gerak rotasi dalam bola ini dihasilkan dengan
menerapkan Hamiltonian pada persamaan (5.24b) pada persamaan (5.25) ini,
−ℏ2 2
∇ ψ =Eψ (5.26)
2m
2 ∂2 2 ∂ 1 2
∇= + + Λ (5.27)
∂ r2 r ∂ r r2
2 1 ∂2 1 ∂ ∂
Λ= 2 2
+ sin θ
sin θ ∂ ϕ sinθ ∂θ ∂θ
(5.28)
Bagian laplacian yang hanya bergantung pada koordinat posisi diabaikan dari
persamaan (5.27) karena r tetap dalam pembentukan persamaan Schrödinger,
1 2 −2 mE
2
Λ ψ= ψ (5.29)
r ℏ2
8
Dengan menerapkan momen inersia I =m r 2, maka persamaan Schrödinger dapat
ditulis dalam bentuk yang lain.
−2 IE
Λ2 ψ= ψ (5.30a)
ℏ2
atau
Λ2 ψ=−εψ (5.30b)
dengan ε =2 IE / ℏ2 .
Θ ∂2 Φ Φ ∂ ∂Θ
2 2
+ sin θ =−ε ΘΦ (5.31)
sin θ ∂ ϕ sin θ ∂ θ ∂θ
Persamaan ini juga dapat ditulis dengan notasi sebagai berikut, setelah dibagi
dengan ΘΦ dan dikalikan dengan sin2 θ.
1 ∂2 Φ sin θ ∂ ∂Θ 2
2
+ sin θ + ε sin θ=0 (5.32)
Φ ∂ϕ Θ ∂θ ∂θ
Persamaan ini dapat dipisahkan menjadi dua bagian. Bagian pertama bila dibuat
bernilai tetap −m 2l maka nilai kedua bagian persamaan tersebut dapat ditentukan
dengan prinsip pemisahan variabel,
1 ∂2 Φ 2
2
=−ml (5.33a)
Φ ∂ϕ
sin θ ∂ ∂Θ
sin θ +ε sin 2 θ=m2l (5.33b)
Θ ∂θ ∂θ
Persamaan (5.33a) sama dengan bagian yang ditunjukkan pada persamaan (5.16).
Persamaan (5.33b) dapat diselesaikan dengan bantuan sifat fungsi Legendre.
Penyelesaian fungsi gelombangnya ditunjukkan dalam tabel 5.1.
l=0 ,1 , 2, … . (5.34a)
9
m l=−l , … , l−1 ,l (5.34b)
Harmonik sperik untuk l=0 sampai l=4 dengan m l=0 direpresentasikan pada
gambar 5.7. Gambar ini dipakai untuk menunjukkan jumlah sudut nodus atau
sudut di mana fungsi gelombang melewati nol yang meningkat bila nilai bilangan
kuantum sudut orbilal l meningkat.
Gambar 5.6 Harmonik sperik untuk l=0 sampai l=4 dengan m l=0
Pada gambar tersebut tidak ada sudut nodus di sekitar sumbu z bagi fungsi
gelombang dengan m l=0 . Ini sesuai dengan fakta bahwa tidak ada komponen
momentum sudut orbital di sekitar sumbu tersebut.
10
2
saat menggrafikkan rapat kebolehjadian karena |e i m ϕ| =1.
l
Rapat kebolehjadian
dari partikel yang ada pada momentum sudut tertentu secara rinci
direpresentasikan pada gambar 5.7. Nilainya pada setiap harga θ dan ϕ sebanding
dengan jarak permukaan dari titik pusat. Untuk nilai l tertentu lokasi yang paling
mungkin dari partikel bermigrasi ke bidang xy sebanding dengan nilai m l yang
meningkat.
Gambar 5.7 Distribusi kebolehjadian dari partikel ada pada momentum sudut tertentu
ℏ2
E=l ( l+1 ) (5.35)
2I
F. Momentum sudut
Energi partikel yang berputar berhubungan secara klasik dengan momentum sudut
J melalui persamaan (5.4). Perbandingan persamaan tersebut dengan persamaan
(5.35) dapat disimpulkan bahwa energi terkuantisasi dan begitu juga yang terjadi
dengan besarnya momentum sudut,
1 /2
J= { l ( l+1 ) } ℏ (5.36)
merefleksikan fakta bahwa momentum sudut yang lebih tinggi memiliki energi
kinetik yang lebih tinggi dan karenanya fungsi gelombang melengkung lebih
tajam. Keadaan yang bersesuaian dengan momentum sudut yang tinggi di sekitar
sumbu z berkaitan dengan jumlah nodal yang paling banyak memotong garis
ekuator. Energi kinetik tinggi muncul dari gerak sejajar dengan ekuator karena
kelengkungan paling besar ke arah itu.
G. Kuantisasi Ruang
H. Model Vektor
Perhatikan kembali operator momentum sudut yang telah dibahas pada bagian
postulat kimia kuantum,
12
ℏ ∂ ∂
l^ x = y −z
i ∂z (∂y ) (5.38a)
ℏ ∂ ∂
l^ y = z
i ∂x (
−x
∂z ) (5.38b)
ℏ ∂ ∂
l^ z = x
i ∂y (
−y
∂x ) (5.38c)
Ketiga operator ini tidak bersifat komutatif satu dengan yang lainnya,
[ l^ x , l^ y ]=iℏ l^ z (5.39a)
[ l^ y , l^ z ] =iℏ l^ x (5.39b)
[ l^ z , l^ x ]=iℏ l^ y (5.39c)
Lebih dari satu komponen tidak dapat ditentukan secara bersamaan, kecuali l = 0.
Ketiga momentum sudut l x , l y , dan l z saling melengkapi.
Operator untuk kuadrat momentum sudut dapat ditulis dalam bentuk sebagai
berikut,
[ l^ 2 , l^ y ] =0 (5.41a)
[ l^ 2 , l^ z ]=0 (5.41b)
[ l^ 2 , l^ x ]=0 (5.41c)
Besar momentum sudut dan komponen z, sebagai contoh, dapat ditentukan secara
bersamaan seperti ditunjukkan melalui gambar 5.9. Walaupun demikian, tidak
mungkin menggambarkan nilai tersebut pada dua komponen lainnya. Gambaran
yang lebih baik harus mencerminkan kemustahilan menentukan l x dan l y jika l z
diketahui.
13
Gambar 5.8 Orientasi momentum sudut untuk l=2
I. Spin
Konflik penemuan Stern dan Gerlach diatasi dengan saran bahwa momentum
sudut yang mereka amati bukan momentum sudut orbital yang berhubungan
dengan gerakan elektron mengelilingi inti atom, melainkan gerakan elektron
berotasi pada porosnya sendiri. Momentum sudut intrinsik elektron ini disebut
spin. Penjelasan keberadaan spin muncul saat Dirac mengombinasikan mekanika
kuantum dan relativitas khusus yang menghasilkan teori mekanika kuantum
relativistik.
Spin elektron pada porosnya tidak harus memenuhi kondisi batas yang sama
seperti pada partikel yang berputar mengelilingi suatu titik pusat. Bilangan
kuantum untuk momentum sudut spin mempunyai batasan yang berbeda.
Bilangan kuantum spin s dipakai untuk membedakan momentum sudut spin dari
momentum sudut orbital. Bilangan kuantum spin ini juga merupakan bilangan
yang tidak negatif. Besarnya momentum sudut spin ditentukan dengan
1 /2
{ s ( s +1 ) } ℏ. Bilangan kuantum magnetik spin ms dipakai untuk menunjukkan
proyeksi momentum sudut spin pada sumbu z. Besarnya komponen ms ℏ dibatasi
pada nilai 2 s +1 dengan
14
m s =−s , … , s−1 , s (5.42)
Partikel dengan spin setengah integral disebut fermion dan yang memiliki spin
integral, termasuk 0, disebut boson. Elektron dan proton merupakan contoh
fermion dan foton merupakan contoh boson. Semua partikel elementer yang
merupakan materi adalah fermion. Sedangkan partikel elementer yang
bertanggung jawab atas kekuatan yang mengikat fermion bersama-sama adalah
boson. Foton sebagai misal, mentransmisikan gaya elektromagnetik yang
mengikat partikel bermuatan listrik. Karena itu, materi merupakan kumpulan
fermion yang disatukan oleh kekuatan yang dihasilkan boson.
1. Perhatikan rotasi molekul diatomik HI. Atom 1H yang ringan mengorbit atom
127I yang lebih berat pada jarak keseimbangan ikatan, r = 160 pm. Momen
Jawab:
Pada hasil ini, satuan zJ singkatan dari zeptojoule dengan 1 zJ = 10 -21 J. Energi
sebesar itu setara dengan 78,09 J mol-1.
Transisi antara kedua tingkat rotasi molekul ini dapat terjadi karena emisi atau
penyerapan cahaya dengan frekuensi yang setara dengan frekuensi Bohr.
Δ E 2,594 × 10−22 J 11
ν= = =3,915 ×10 s=391,5GHz
h −34
6,626 ×10 Js
15
Radiasi dengan frekuensi ini termasuk dalam area gelombang mikro dari
spektrum elektromagnetik. Spektroskopi gelombang mikro adalah metode yang
mudah digunakan untuk mempelajari rotasi molekuler. Karena energi transisi
bergantung pada momen inersia maka spektroskopi gelombang mikro adalah
teknik yang sangat akurat untuk penentuan panjang ikatan.
Jawab :
1/ 2
1 /2 3
Besar momentum sudut spin = { s ( s +1 ) } ℏ= ()
4
ℏ=0,866 ℏ
Momentum sudut spin ini adalah sifat intrinsik elektron, seperti juga massa
elektron dan muatan electron. Setiap elektron memiliki nilai momentum sudut
spin yang tepat sama. Besar momentum sudut spin elektron tidak dapat diubah.
Spin mungkin terletak pada 2 s +1=2 orientasi yang berbeda seperti
+1
ditunjukkan pada gambar 5.9. Satu orientasi sesuai dengan m s = yang sering
2
−1
dilambangkan dengan α atau ↑, orientasi yang lain sesuai dengan m s = yang
2
sering dilambangkan dengan β atau ↓.
Partikel elementer selain electron juga memiliki spin yang khas. Proton sebagai
1
contoh adalah partikel yang memiliki s= . Proton berputar secara konstan
2
3 1/ 2
1 /2
dengan momentum sudut sebesar { s ( s +1 ) } ℏ=
4 ()
ℏ=0,866 ℏ. Massa proton
yang jauh lebih besar daripada massa elektron, walaupun memiliki momentum
sudut spin yang sama, menyebabkan secara klasik partikel tersebut berputar
jauh lebih lambat daripada elektron. Beberapa partikel elementer memiliki s=1
dan memiliki momentum sudut intrinsik sebesar 21 /2 ℏ. Sebagai contoh adalah
foton.
16
3. Bagaimana sifat momentum sudut spin ?
Momentum sudut spin memiliki sifat intrinsik elektron, seperti massa elektron
dan muatan electron. Setiap elektron memiliki nilai momentum sudut spin
yang tepat sama. Besar momentum sudut spin elektron tidak dapat diubah.
Spin mungkin terletak pada 2 s +1=2.
Partikel elementer selain electron juga memiliki spin yang khas. Proton
1
sebagai contoh adalah partikel yang memiliki s= . Proton berputar secara
2
1 /2 3 1/ 2
konstan dengan momentum sudutsebesar { s ( s +1 ) } ℏ= ()
4
ℏ=0,866 ℏ.
Massa proton yang jauh lebih besar daripada massa elektron, walaupun
memiliki momentum sudut spin yang sama, menyebabkan secara klasik
partikel tersebut berputar jauh lebih lambat daripada elektron. Beberapa
partikel elementer memiliki s=1 dan memiliki momentum sudut intrinsik
sebesar 21 /2 ℏ
17