Anda di halaman 1dari 19

KIMIA FISIKA

TEORI DASAR DARI KUANTUM ROTASI

Disusun Oleh :

Puthut Megantoro 17030194076

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2018
I. TEORI DASAR DARI KUANTUM ROTASI

Gerak rotasi berhubungan dengan keadaan terkuantisasi dari putaran suatu


partikel pada porosnya.. Sehingga untuk penyelesaiannya harus menyelesaikan
persamaan Schrödinger terlebih dahulu. Gerak rotasi menjadi dasar pengkajian
kuantum dari spin yang berhubungan dengan momentum sudut partikel dasar,
partikel komposit, dan inti atom. Gerak rotasi dikelompokkan menjadi dua bagian
yaitu yang berhubungan dengan gerak rotasi dalam dua dimensi dan yang
berhubungan dengan gerak rotasi dalam tiga dimensi.

A. Rotasi dalam dua dimensi: partikel pada cincin

Perhatikan satu partikel bermassa m yang bergerak terbatas dalam jalur cincin
lingkaran berjari-jari r pada bidang xy seperti ditunjukkan dengan gambar 5.1.
Energi potensial partikel tersebut tetap yang dapat dianggap berharga nol, V =0.
Karena itu, energi total pada sembarang tempat sama dengan energi kinetik,

p2
E= (5.1)
2m

Momentum sudut di sekitar sumbu z dilambangkan dengan J z. Seperti


ditunjukkan pada gambar 5.1, berikut adalah ungkapan momentum sudut tersebut
yang terletak tegak lurus bidang xy,

J z=± pr (5.2)

Energi pada persamaan (5.1) lalu dapat diungkapkan dengan bentuk yang lain,
2
Jz
E= (5.3)
2 m r2

Dengan menggunakan momen inersia I =m r 2 yang merupakan ukuran


kelembaman suatu benda untuk berotasi terhadap porosnya, maka persamaan (5.3)
dapat ditulis ulang dalam bentuk sebagai berikut,

J 2z
E= (5.4)
2I

Selanjutnya diketahui bahwa tidak semua nilai momentum sudut diijinkan dalam
mekanika kuantum. Karenanya, kedua besaran momentum sudut dan energi rotasi
terkuantisasi.

1
Gambar 5.1 Momentum sudut dari partikel massa m pada jalur melingkar jari-jari r di
bidang xy

B. Energi rotasi terkuantisasi

Penerapan postulat de Broglie, p=h/ λ, pada persamaan (5.2) menyebabkan


momentum sudut disekitar sumbu z memiliki bentuk sebagai berikut.

hr
J z=± (5.5)
λ

Tanda-tanda yang berlawanan berhubungan dengan arah gerak yang berlawanan.


Persamaan ini menunjukkan bahwa semakin pendek panjang gelombang partikel
pada jalur cincin lingkaran berjari-jari tertentu maka semakin besar momentum
sudut partikel. Dengan memahami panjang gelombang yang dibatasi pada nilai
tertentu maka dapat pula dimengerti mengapa momentum sudut terkuantisasi.

Misalkan pada suatu saat λ mempunyai sembarang nilai. Pada kasus ini, fungsi
gelombang bergantung pada sudut azimuth ϕ seperti yang ditunjukkan pada
gambar 5.2. Bila ϕ meningkat melampaui 2π maka fungsi gelombang terus
berubah. Untuk panjang gelombang sembarang, perubahan itu menghasilkan nilai
yang berbeda-beda pada setiap titik. Hal ini tentu tidak dapat diterima berdasarkan
prinsip kimia kuantum karena fungsi gelombang tidak bernilai tunggal pada setiap
titik.

2
Gambar 5.2 Fungsi gelombang tidak bernilai tunggal dalam penurunan momentum sudut

Yang dapat diterima adalah fungsi gelombang yang mereproduksi diri sendiri
pada rangkaian berturut-turut seperti ditunjukkan pada gambar 5.3. Hanya
beberapa fungsi gelombang memiliki sifat tersebut. Karena hanya momen sudut
tertentu yang dapat diterima, maka hanya energi rotasi tertentu yang ada dan
berarti energi partikel terkuantisasi.

Gambar 5.3 Fungsi gelombang bernilai tunggal dalam penurunan momentum sudut

Berdasarkan hal tersebut maka panjang gelombang yang diizinkan adalah yang
diungkapkan dengan persamaan sebagai berikut.

2 πr
λ= (5.6)
ml

Simbol ml merupakan notasi konvensional untuk bilangan kuantum momentum


sudut. Nilainya mulai dari 0 yang dihasilkan bila λ=∞. Suatu gelombang yang
memiliki panjang gelombang tak hingga ini mempunyai tinggi tetap pada semua
nilai sudut ∅. Dengan menyubstitusikan persamaan (5.6) dalam persamaan (5.5)
maka diketahui bahwa momentum sudut memiliki nilai tertentu.

ml h
J z= (5.7)

Bilangan kuantum momentum sudut m l pada persamaan ini memiliki nilai positif
atau negatif.

ml=0 , ± 1 ,± 2 ,… . (5.8)

Persamaan (5.7) dapat disederhanakan dengan menggunakan deinisi ℏ, yaitu


ℏ=h/2 π .

J z=ml ℏ (5.9)
3
Nilai m l positif adalah sesuai dengan rotasi partikel yang searah jarum jam di
sekitar sumbu z seperti ditunjukkan gambar 5.4. Nilai negatif m l adalah sesuai
dengan rotasi berlawanan arah jarum jam di sekitar sumbu z.

Gambar 5.4 kiri rotasi positif; kanan rotasi negatif

Substitusi persamaan (5.8) dalam persamaan (5.4) menunjukkan bahwa energi


momentum sudut menjadi terkuantisasi dengan nilai-nilai tertentu.

m2l ℏ2
E= (5.10)
2I2

C. Fungsi gelombang gerak rotasi

Hamiltonian untuk partikel bermassa m dalam suatu bidang yang mempunyai


V =0 telah dibahas pada kasus partikel dalam kotak dua dimensi, yaitu

−ℏ 2 ∂2 ∂2
^
H= (+
2 m ∂ x2 ∂ y 2 ) (5.11)

Dalam persamaan Schrödinger yang melibatkan Hamiltonian ini, fungsi


gelombangnya merupakan fungsi dari sudut ϕ. Perubahan koordinat dari
koordinat Cartesian menjadi koordinat silinder menghasilkan konversi posisi x
dan y dengan jarak r dan sudut ϕ seperti ditunjukkan gambar 5.5.

Gambar 5.5 koordinat silinder

Konversi posisi x dan y dengan jarak r dan sudut ϕ tersebut adalah sebagai
berikut:
4
x=r cos ϕ (5.12a)

y=r sin ϕ (5.12b)

Substitusi persamaan-persamaan ini dalam persamaan (5.11) menghasilkan


ungkapan Hamiltonian dalam koordinat silinder.

−ℏ 2 ∂ 2 1 ∂ 1 ∂ 2
^
H= +( +
2 m ∂ r 2 r ∂ r r 2 ∂ ϕ2 ) (5.13)

Jari-jari lintasan yang tetap menyebabkan turunan terhadap r dapat diabaikan.


Penerapan bentuk momen inersia lalu menghasilkan bentuk baru dari
Hamiltonian.

^ −ℏ 2 d2
H= (5.14)
2 I dϕ 2

Berdasarkan bentuk Hamiltonian ini maka persamaan Schrödinger bagi


momentum sudut dapat diperoleh.

d 2 ψ −2 IE
= 2 ψ (5.15)
dϕ2 ℏ

Persamaan Schrödinger ini menghasilkan solusi umum berupa fungsi gelombang


momentum sudut.

ei m ϕ
l

ψ m ( ϕ )= (5.16)
l
( 2 π )1 /2

Fungsi gelombang pada persamaan ini adalah fungsi gelombang yang


ternormalisasi. Fungsi gelombang terendah dihasilkan dengan m l=0 , yaitu
ψ 0 ( ϕ )=1 / ( 2 π )1/ 2. Fungsi gelombang ini memiliki nilai yang sama pada semua titik
dalam lingkaran. Besaran ml merupakan besaran tanpa dimensi.

Fungsi gelombang harus bernilai tunggal agar dapat diterima sebagai solusi umum
persamaan Schrödinger. Ini berarti fungsi gelombang ψ harus memenuhi kondisi
batas lingkaran dan tepat sama pada setiap titik yang dipisahkan oleh suatu
putaran sempurna,

ψ ( ϕ+2 π )=ψ ( ϕ ) (5.17)

Substitusi persamaan (5.15) dalam persamaan (5.16) mengubah bentuk umum


penyelesaian persamaan Schrödinger,

5
ψ m ( ϕ+2 π )=ψ m ( ϕ ) e2 πi m
l l
l
(5.18a)

yang setara dengan persamaan berikut bila diketahui bahwa e iπ =−1,

ψ m ( ϕ+2 π )=(−1 )2 m ψ m ( ϕ )
l
l

l
(5.18b)

Berdasarkan syarat (−1 )2 m =1 maka integer m l harus merupakan bilangan bulat


l

seperti ditunjukkan pada persamaan (5.8) dengan energi yang bersesuaian


ditunjukkan melalui persamaan (5.9).

D. Kuantisasi pada Gerak Rotasi

Persamaan (5.10) menunjukkan bahwa energi rotasi tidak bergantung arah rotasi
karena kuadrat dari bilangan kuantum momentum sudut yang positif atau negative
menghasilkan nilai yang sama. Keadaan dengan nilai m l tertentu terdegenerasi
menjadi dua, kecuali untuk m l=0 yang tidak terdegenerasi.

Momentum sudut terkuantisasi dan berkaitan dengan nilai yang diberikan dalam
persamaan (5.9). Nilainya meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah simpul
pada bagian nyata dan imajiner dari fungsi gelombang. Panjang gelombang
memendek secara bertahap bila ml atau momentum sudut dari partikel yang
bergerak mengelilingi cincin meningkat.

Momentum sudut orbital l z di sekitar sumbu z dalam mekanika klasik


didefinisikan sebagai berikut,

l z =x p y − y p x (5.19)

dengan p x adalah komponen gerak linier yang sejajar dengan sumbu x dan p y
adalah komponen yang sejajar dengan sumbu y. Mengacu pada hal ini maka
operator untuk momentum sudut di sekitar sumbu z dapat dihasilkan,

ℏ ∂ ∂
(
l^ z = x
i ∂y
−y
∂x ) (5.20)

Manipulasi standar terhadap koordinat mengubah bentuk operator momentum


sudut ini dalam bentuknya pada koordinat silinder,

ℏ ∂
l^ z = (5.21)
i ∂ϕ

Penerapan operator momentum sudut ini pada fungsi gelombang momentum


sudut pada persamaan (5.16), dengan mengabaikan bentuk normalisasinya,
menghasilkan persamaan kuantum momentum sudut,
6
l^ z ψ m ( ϕ )=ml ℏ ψ m ( ϕ )
l l
(5.22)

Nilai m l positif menunjukkan rotasi searah jarum jam yang dilihat dari bawah.
Nilai m l negatif, menunjukkan rotasi berlawanan arah jarum jam yang dilihat dari
bawah. Fitur-fitur ini menjadi asal mula representasi vektor momentum sudut
dengan besar yang diwakili oleh panjang vektor dan arah gerak oleh orientasinya
seperti ditunjukkan pada gambar 5.4.

Rapat kebolehjadian menemukan partikel yang ditentukan dengan fungsi


gelombang pada persamaan (5.15) menjadi sebesar

e−i m ϕ ei m ϕ
l l
1
ψ ¿m ψ m = 1/ 2 1/ 2
= (5.23)
l l
(2 π ) (2 π ) 2π

Rapat kebolehjadian tidak bergantung pada sudut ϕ menunjukkan bahwa


kebolehjadian menemukan partikel pada suatu tempat dalam cincin tidak
bergantung pula pada ϕ. Lokasi partikel menjadi benar-benar tak dapat
ditentukan. Penentuan momentum sudut justru menghilangkan kemungkinan
menentukan lokasi partikel. Momentum sudut dan sudut adalah sepasang besaran
yang komplementer. Ketakmampuan menentukan keduanya secara simultan
adalah contoh lain dari prinsip ketidakpastian.

E. Rotasi dalam Tiga Dimensi: Partikel dalam Bola

Sekarang perhatikan suatu partikel bermassa m bergerak bebas pada permukaan


bola berjari-jari r seperti ditunjukkan oleh gambar 5.6. Hasil perhitungan
dibutuhkan untuk menggambarkan molekul yang berputar ataupun keadaan
electron-elektron dalam suatu atom. Fungsi gelombang dipersyaratkan harus tepat
sesuai jalur yang dapat dilacak pada kutub atau di sekitar ekuator bola
mengelilingi titik pusat.

Gambar 5.6 partikel yang bergerak bebas dalam tiga dimensi

5.2.1 Persamaan Schrödinger gerak rotasi tiga dimensi

Hamiltonian gerak tiga dimensi seperti pada bahasan gerak translasi dapat ditulis
ulang sebagai berikut,
7
−ℏ 2 ∂2 ∂2 ∂2
^
H= + ( +
2 m ∂ x2 ∂ y 2 ∂ z 2
+V ) (5.24a)

atau
2
^ −ℏ 2
H= ∇ +V (5.24b)
2m

Nabla kuadrat atau del kuadrat yang dipakai notasi singkat dari jumlah tiga
∂2 ∂2
2 ∂2
turunan kedua terhadap koordinat ∇ = 2 + 2 + 2 , disebut laplacian.
∂ x ∂ y ∂z

Partikel yang bergerak bebas pada permukaan bola dengan jari-jari r tetap
memiliki energi potensial sama dengan nol, V =0. Fungsi gelombangnya
merupakan fungsi dari komplemen lintang, θ, dan azimut, ∅, sehingga ditulis
sebagai ψ ( θ , ϕ ) yang dapat dipisahkan dengan teknik pemisahan menjadi fungsi
gelombang yang bergantung sudut θ dan fungsi gelombang yang bergantung
sudut ϕ saja.

ψ ( θ , ϕ )=Θ ( θ ) Φ ( ϕ ) (5.25)

Persamaan Schrödinger dari gerak rotasi dalam bola ini dihasilkan dengan
menerapkan Hamiltonian pada persamaan (5.24b) pada persamaan (5.25) ini,

−ℏ2 2
∇ ψ =Eψ (5.26)
2m

Di sini dilakukan perubahan Laplacian dari koordinat Kartesian ke dalam


koordinat kutub bulat,

2 ∂2 2 ∂ 1 2
∇= + + Λ (5.27)
∂ r2 r ∂ r r2

Legendrian Λ2 merupakaian yang berkaitan dengan sudut θ dan ϕ,

2 1 ∂2 1 ∂ ∂
Λ= 2 2
+ sin θ
sin θ ∂ ϕ sinθ ∂θ ∂θ
(5.28)

Bagian laplacian yang hanya bergantung pada koordinat posisi diabaikan dari
persamaan (5.27) karena r tetap dalam pembentukan persamaan Schrödinger,

1 2 −2 mE
2
Λ ψ= ψ (5.29)
r ℏ2
8
Dengan menerapkan momen inersia I =m r 2, maka persamaan Schrödinger dapat
ditulis dalam bentuk yang lain.

−2 IE
Λ2 ψ= ψ (5.30a)
ℏ2

atau

Λ2 ψ=−εψ (5.30b)

dengan ε =2 IE / ℏ2 .

Pemisahan fungsi gelombang dengan prinsip pemisahan variabel menyebabkan


persamaan ini dapat ditulis dengan notasi gelombang yang hanya bergantung pada
sudut θ dan sudut ϕ .

Θ ∂2 Φ Φ ∂ ∂Θ
2 2
+ sin θ =−ε ΘΦ (5.31)
sin θ ∂ ϕ sin θ ∂ θ ∂θ

Persamaan ini juga dapat ditulis dengan notasi sebagai berikut, setelah dibagi
dengan ΘΦ dan dikalikan dengan sin2 θ.

1 ∂2 Φ sin θ ∂ ∂Θ 2
2
+ sin θ + ε sin θ=0 (5.32)
Φ ∂ϕ Θ ∂θ ∂θ

Persamaan ini dapat dipisahkan menjadi dua bagian. Bagian pertama bila dibuat
bernilai tetap −m 2l maka nilai kedua bagian persamaan tersebut dapat ditentukan
dengan prinsip pemisahan variabel,

1 ∂2 Φ 2
2
=−ml (5.33a)
Φ ∂ϕ

sin θ ∂ ∂Θ
sin θ +ε sin 2 θ=m2l (5.33b)
Θ ∂θ ∂θ

Persamaan (5.33a) sama dengan bagian yang ditunjukkan pada persamaan (5.16).
Persamaan (5.33b) dapat diselesaikan dengan bantuan sifat fungsi Legendre.
Penyelesaian fungsi gelombangnya ditunjukkan dalam tabel 5.1.

Fungsi gelombang sebagai solusi persamaan Schrödinger ditentukan oleh dua


bilangan kuantum, yaitu l dan ml. Batasan nilai dari masing-masing bilangan
kuantum tersebut adalah

l=0 ,1 , 2, … . (5.34a)

9
m l=−l , … , l−1 ,l (5.34b)

Setiap bilangan kuantum sudut orbital l tertentu mempunyai 2 l+ 1 bilangan


kuantum magnetik m l. Fungsi gelombangnya secara normal diberikan notasi
Y l , m ( θ , ϕ ) dan disebut sebagai harmonik sperik.
l

Tabel 5.1 penyelesaian fungsi gelombang harmonik sperik

Harmonik sperik untuk l=0 sampai l=4 dengan m l=0 direpresentasikan pada
gambar 5.7. Gambar ini dipakai untuk menunjukkan jumlah sudut nodus atau
sudut di mana fungsi gelombang melewati nol yang meningkat bila nilai bilangan
kuantum sudut orbilal l meningkat.

Gambar 5.6 Harmonik sperik untuk l=0 sampai l=4 dengan m l=0

Pada gambar tersebut tidak ada sudut nodus di sekitar sumbu z bagi fungsi
gelombang dengan m l=0 . Ini sesuai dengan fakta bahwa tidak ada komponen
momentum sudut orbital di sekitar sumbu tersebut.

Masing-masing bagian real dan imajiner dari fungsi gelombang Φ,


e i m ϕ =cos ml ϕ+isin ml ϕ, memiliki simpul sudut. Simpul sudut ini tidak terlihat
l

10
2
saat menggrafikkan rapat kebolehjadian karena |e i m ϕ| =1.
l
Rapat kebolehjadian
dari partikel yang ada pada momentum sudut tertentu secara rinci
direpresentasikan pada gambar 5.7. Nilainya pada setiap harga θ dan ϕ sebanding
dengan jarak permukaan dari titik pusat. Untuk nilai l tertentu lokasi yang paling
mungkin dari partikel bermigrasi ke bidang xy sebanding dengan nilai m l yang
meningkat.

Gambar 5.7 Distribusi kebolehjadian dari partikel ada pada momentum sudut tertentu

Energi partikel yang diperoleh dari penyelesaian persamaan Schrödinger ternyata


terbatas pada nilai-nilai tertentu,

ℏ2
E=l ( l+1 ) (5.35)
2I

Energi tersebut terkuantisasi dan tidak bergantung pada m l. Karena ada 2 l+ 1


fungsi gelombang berbeda, satu untuk setiap nilai m l, maka bilangan kuantum l
pada tingkat energi yang sama terdegenerasi sebanyak ( 2 l+1 ).

F. Momentum sudut

Energi partikel yang berputar berhubungan secara klasik dengan momentum sudut
J melalui persamaan (5.4). Perbandingan persamaan tersebut dengan persamaan
(5.35) dapat disimpulkan bahwa energi terkuantisasi dan begitu juga yang terjadi
dengan besarnya momentum sudut,
1 /2
J= { l ( l+1 ) } ℏ (5.36)

Dalam konteks rotasi tampak bahwa momentum sudut di sekitar sumbu z


terkuantisasi,
11
J z=ml ℏ (5.37)

Fakta bahwa jumlah nodus dalam ψ l ,m ( θ , ϕ ) meningkat terhadap peningkatan l


l

merefleksikan fakta bahwa momentum sudut yang lebih tinggi memiliki energi
kinetik yang lebih tinggi dan karenanya fungsi gelombang melengkung lebih
tajam. Keadaan yang bersesuaian dengan momentum sudut yang tinggi di sekitar
sumbu z berkaitan dengan jumlah nodal yang paling banyak memotong garis
ekuator. Energi kinetik tinggi muncul dari gerak sejajar dengan ekuator karena
kelengkungan paling besar ke arah itu.

G. Kuantisasi Ruang

Jumlah m l dibatasi oleh nilai −l , … ,l−1, l. Nilai l tertentu menghasilkan


komponen momentum sudut di sekitar sumbu z sebanyak 2 l+ 1. Jika momentum
sudut diwakili sebuah vektor yang panjangnya sebanding dengan besarannya,
1/ 2
yaitu dengan panjang { l ( l+ 1 ) } satuan, maka untuk mewakili dengan tepat nilai
komponen momentum sudut, vektor harus diorientasikan sehingga proyeksinya
pada sumbu z adalah sepanjang m l satuan seperti ditunjukkan pada gambar 58.
Hal ini menunjukkan bahwa orientasi benda berotasi terkuantisasi.

Gambar 5.8 Orientasi momentum sudut untuk l=2

Benda berotasi tidak berorientasi sembarangan terhadap beberapa sumbu tertentu.


Ini disebut sebagai kuantisasi ruang.

H. Model Vektor

Perhatikan kembali operator momentum sudut yang telah dibahas pada bagian
postulat kimia kuantum,
12
ℏ ∂ ∂
l^ x = y −z
i ∂z (∂y ) (5.38a)

ℏ ∂ ∂
l^ y = z
i ∂x (
−x
∂z ) (5.38b)

ℏ ∂ ∂
l^ z = x
i ∂y (
−y
∂x ) (5.38c)

Ketiga operator ini tidak bersifat komutatif satu dengan yang lainnya,

[ l^ x , l^ y ]=iℏ l^ z (5.39a)

[ l^ y , l^ z ] =iℏ l^ x (5.39b)

[ l^ z , l^ x ]=iℏ l^ y (5.39c)

Lebih dari satu komponen tidak dapat ditentukan secara bersamaan, kecuali l = 0.
Ketiga momentum sudut l x , l y , dan l z saling melengkapi.

Operator untuk kuadrat momentum sudut dapat ditulis dalam bentuk sebagai
berikut,

l^ 2=l^ 2x + l^ 2y + l^ 2z=ℏ 2 Λ2 (5.40)

Operator ini ternyata bersifat komutatif dengan ketiga komponen operator


momentum sudut,

[ l^ 2 , l^ y ] =0 (5.41a)

[ l^ 2 , l^ z ]=0 (5.41b)

[ l^ 2 , l^ x ]=0 (5.41c)

Besar momentum sudut dan komponen z, sebagai contoh, dapat ditentukan secara
bersamaan seperti ditunjukkan melalui gambar 5.9. Walaupun demikian, tidak
mungkin menggambarkan nilai tersebut pada dua komponen lainnya. Gambaran
yang lebih baik harus mencerminkan kemustahilan menentukan l x dan l y jika l z
diketahui.

13
Gambar 5.8 Orientasi momentum sudut untuk l=2

Model vektor momentum sudut menggunakan model kerucut yang digambarkan


1/ 2
dengan sisi { l ( l+ 1 ) } satuan yang mewakili besarnya momentum sudut. Setiap
kerucut memiliki proyeksi satuan m l tertentu pada sumbu z yang mewakili nilai l z
. Proyeksi l x dan l y tidak tentu. Vektor yang mewakili keadaan momentum sudut
dapat dianggap berada dengan ujung pada suatu titik di mulut kerucut.

I. Spin

Mekanika kuantum menunjukkan bahwa momentum sudut l menghasilkan ( 2 l+1 )


orientasi dan momentum sudut l harus bilangan bulat. Hasil bertentangan
diperoleh Stern dan Gerlach yang menemukan hanya ada dua pita dari atom
1
perak. Pengamatan tersebut menjadi benar sama dengan 2 hanya jika l= yang
2
bukan merupakan bilangan bulat.

Konflik penemuan Stern dan Gerlach diatasi dengan saran bahwa momentum
sudut yang mereka amati bukan momentum sudut orbital yang berhubungan
dengan gerakan elektron mengelilingi inti atom, melainkan gerakan elektron
berotasi pada porosnya sendiri. Momentum sudut intrinsik elektron ini disebut
spin. Penjelasan keberadaan spin muncul saat Dirac mengombinasikan mekanika
kuantum dan relativitas khusus yang menghasilkan teori mekanika kuantum
relativistik.

Spin elektron pada porosnya tidak harus memenuhi kondisi batas yang sama
seperti pada partikel yang berputar mengelilingi suatu titik pusat. Bilangan
kuantum untuk momentum sudut spin mempunyai batasan yang berbeda.

Bilangan kuantum spin s dipakai untuk membedakan momentum sudut spin dari
momentum sudut orbital. Bilangan kuantum spin ini juga merupakan bilangan
yang tidak negatif. Besarnya momentum sudut spin ditentukan dengan
1 /2
{ s ( s +1 ) } ℏ. Bilangan kuantum magnetik spin ms dipakai untuk menunjukkan
proyeksi momentum sudut spin pada sumbu z. Besarnya komponen ms ℏ dibatasi
pada nilai 2 s +1 dengan
14
m s =−s , … , s−1 , s (5.42)

Partikel dengan spin setengah integral disebut fermion dan yang memiliki spin
integral, termasuk 0, disebut boson. Elektron dan proton merupakan contoh
fermion dan foton merupakan contoh boson. Semua partikel elementer yang
merupakan materi adalah fermion. Sedangkan partikel elementer yang
bertanggung jawab atas kekuatan yang mengikat fermion bersama-sama adalah
boson. Foton sebagai misal, mentransmisikan gaya elektromagnetik yang
mengikat partikel bermuatan listrik. Karena itu, materi merupakan kumpulan
fermion yang disatukan oleh kekuatan yang dihasilkan boson.

II. SOAL DAN PEMBAHASAN TERKAIT KUANTUM ROTASI

1. Perhatikan rotasi molekul diatomik HI. Atom 1H yang ringan mengorbit atom
127I yang lebih berat pada jarak keseimbangan ikatan, r = 160 pm. Momen

inersia HI adalah I = mHr2 = 4,288 × 10-47 kg m2. Tentukan frekwensi yang


dapat menyebabkan terjadinya transisi dari l = 0 dan l = 1

Jawab:

Energi yang berkaitan dengan momentum sudut ini adalah


2
ℏ2 ( 1.054 57 ×10−34 Js )
E= = =1.297 ×10−22 J=0,1297 zJ
2 I 2 × ( 4.288× 10− 47 kg m 2 )

Pada hasil ini, satuan zJ singkatan dari zeptojoule dengan 1 zJ = 10 -21 J. Energi
sebesar itu setara dengan 78,09 J mol-1.

Dengan menggunakan persamaan (5.35) diketahui bahwa empat tingkat energi


rotasi pertama sama dengan 0 (l = 0), 0,2594 zJ (l = 1), 0,7782 zJ (l = 2), dan
1,556 zJ (l = 3). Degenerasi dari tingkat-tingkat ini masing-masing adalah 1, 3,
5, dan 7 diperoleh sesuai dengan ( 2 l+1 ). Harga momentum sudut molekul
sama dengan 0, 21/2 ℏ, 61/2 ℏ, dan (12)1 / 2 ℏ. Tingkat l = 0 dan l = 1 dipisahkan
oleh perbedaan energi sebesar ΔE = 0,2594 zJ.

Transisi antara kedua tingkat rotasi molekul ini dapat terjadi karena emisi atau
penyerapan cahaya dengan frekuensi yang setara dengan frekuensi Bohr.

Δ E 2,594 × 10−22 J 11
ν= = =3,915 ×10 s=391,5GHz
h −34
6,626 ×10 Js

15
Radiasi dengan frekuensi ini termasuk dalam area gelombang mikro dari
spektrum elektromagnetik. Spektroskopi gelombang mikro adalah metode yang
mudah digunakan untuk mempelajari rotasi molekuler. Karena energi transisi
bergantung pada momen inersia maka spektroskopi gelombang mikro adalah
teknik yang sangat akurat untuk penentuan panjang ikatan.

2. Sebuah elektron ternyata hanya diperbolehkan mempunyai satu nilai s, yaitu,


1
s= . Tentukan besarnya momentum sudut spin dari electron tersebut.
2

Jawab :
1/ 2
1 /2 3
Besar momentum sudut spin = { s ( s +1 ) } ℏ= ()
4
ℏ=0,866 ℏ

Momentum sudut spin ini adalah sifat intrinsik elektron, seperti juga massa
elektron dan muatan electron. Setiap elektron memiliki nilai momentum sudut
spin yang tepat sama. Besar momentum sudut spin elektron tidak dapat diubah.
Spin mungkin terletak pada 2 s +1=2 orientasi yang berbeda seperti
+1
ditunjukkan pada gambar 5.9. Satu orientasi sesuai dengan m s = yang sering
2
−1
dilambangkan dengan α atau ↑, orientasi yang lain sesuai dengan m s = yang
2
sering dilambangkan dengan β atau ↓.

Gambar 5.8 momentum sudut spin di sekitar sumbu z

Partikel elementer selain electron juga memiliki spin yang khas. Proton sebagai
1
contoh adalah partikel yang memiliki s= . Proton berputar secara konstan
2
3 1/ 2
1 /2
dengan momentum sudut sebesar { s ( s +1 ) } ℏ=
4 ()
ℏ=0,866 ℏ. Massa proton

yang jauh lebih besar daripada massa elektron, walaupun memiliki momentum
sudut spin yang sama, menyebabkan secara klasik partikel tersebut berputar
jauh lebih lambat daripada elektron. Beberapa partikel elementer memiliki s=1
dan memiliki momentum sudut intrinsik sebesar 21 /2 ℏ. Sebagai contoh adalah
foton.
16
3. Bagaimana sifat momentum sudut spin ?

Momentum sudut spin memiliki sifat intrinsik elektron, seperti massa elektron
dan muatan electron. Setiap elektron memiliki nilai momentum sudut spin
yang tepat sama. Besar momentum sudut spin elektron tidak dapat diubah.
Spin mungkin terletak pada 2 s +1=2.

Partikel elementer selain electron juga memiliki spin yang khas. Proton
1
sebagai contoh adalah partikel yang memiliki s= . Proton berputar secara
2
1 /2 3 1/ 2
konstan dengan momentum sudutsebesar { s ( s +1 ) } ℏ= ()
4
ℏ=0,866 ℏ.

Massa proton yang jauh lebih besar daripada massa elektron, walaupun
memiliki momentum sudut spin yang sama, menyebabkan secara klasik
partikel tersebut berputar jauh lebih lambat daripada elektron. Beberapa
partikel elementer memiliki s=1 dan memiliki momentum sudut intrinsik
sebesar 21 /2 ℏ

17

Anda mungkin juga menyukai