Disusun Oleh :
Lulu Ma’natul Fadlillah (1901016019)
Anggita Hikmatul Hinayah (1901016031)
A. Latar Belakang
Konseling lintas budaya adalah pelbagai hubungan konseling yang melibatkan para
peserta yang berbeda etnik atau kelompok-kelompok minoritas; atau hubungan konseling
yang melibatkan konselor dan klien yang secara rasial dan etnik sama, tetapi memiliki
perbedaan budaya yang dikarenakan variabelvariabel lain seperti seks, orientasi seksual,
faktor sosio-ekonomik, dan usia (Atkinson, Morten, dan Sue, 1989:37).
Para ahli dan praktisi lintas budaya pun berbeda paham dalam menggunakan
pendekatan universal atau etik, yang menekankan inklusivitas, komonalitas atau
keuniversalan kelompok-kelompok; atau pendekatan emik (kekhususan-budaya) yang
menyoroti karakteristik-karakteristik khas dari populasi-populasi spesifik dan kebutuhan-
kebutuhan konseling khusus mereka.
Namun, Fukuyama (1990) yang berpandangan universal pun menegaskan, bahwa
pendekatan inklusif disebut pula konseling “transcultural” yang menggunakan pendekatan
emik; dikarenakan titik anjak batang tubuh literaturnya menjelaskan karakteristik-
karakteristik, nilai-nilai, dan teknik-teknik untuk bekerja dengan populasi spesifik yang
memiliki perbedaan budaya dominan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep-konsep dasar konseling lintas budaya?
2. Bagaimana perkembangan budaya di dunia?
3. Apa saja kajian konseling lintas budaya?
4. Apa pengertian konseling lintas budaya?
5. Apa saja hambatan-hambatan konseling lintas budaya?
6. Bagaimana minat terhadap kajian konseling lintas budaya?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep-konsep dasar konseling lintas budaya
2. Mengetahui perkembangan budaya di dunia
3. Mengetahui kajian konseling lintas budaya
4. Mengetahui pengertian konseling lintas budaya
5. Mengetahui hambatan-hambatan konseling lintas budaya
6. Mengetahui minat terhadap kajian konseling lintas budaya
BAB II
PEMBAHASAN
b. Nilai (value)
Merupakan kecenderungan/disposisi mengenai preferensi (kelebih-sukaan) yang
didasarkan pada konsepsi tertentu, yaitu hal yang dikehendaki/diinginkan dan disukai
orang banyak. Ini berkenaan dengan baik/buruk, pantas/tidak pantas, patut/tidak patut.
Nilai merupakan konstruk yang disimpulkan (sebagai sesuatu yang dianut masyarakat
secara kolektif dan pribadi-pribadi secara perorangan). Istilah nilai menunjuk suatu konsep
yang dikukuhi individu atau anggota suatu kelompok secara kolektif mengenai sesuatu
yang diharapkan dan berpengaruh terhadap pemilihan cara maupun tujuan tindakan dari
beberapa alternative (Kluckhohn dalam Berry, 1999). Nilai menjadi faktor penghambat
dalam Konseling Lintas Budaya bilamana:
1) Memaksakan Nilai diri terhadap orang lain
2) Memaksakan Nilai golongan mayoritas terhadap nilai golongan minoritas.
Di Indonesia tidak sedikit terdapat perbedaan nilai yang ada pada konselor dan nilai-
nilai yang dianut klien. Klien menganut nilai dari kehidupan keluarga itupun masih sering
terdapat kesenjangan dengan orang tuanya apalagi dengan konselor yang merupakan orang
asing bagi klien. Kesenjangan nilai bisa juga terjadi karena antara konselor dan klien
berasal dari latar kehidupan sosial yang berbeda, tingkat sosial ekonomi, usia, agama,
suku, jenis kelamin dan sebagainya.
c. Stereotip/ Prasangka
Sampai dengan tahun 2000 mungkin ada 6 milyar manusia di atas muka bumi-di
antaramya tidak ada yang sama persis. Orang-orang bisa memiliki badan yang besar dan
kecilm dan memiliki warna kulit yang beragam. Kita memakai pakaian yang berbeda dan
mempunyai ide yang berbeda tentang kecantikan. Banyak dari kita yang percaya hanya
ada satu Tuhan, dan masih ada orang yang percaya akan adanya banyak tuhan, dan masih
ada orang lain yang tidak percaya adanya tuhan.
Stereotype dan prasangka adalah salah satu dinding penghalang bagi komunikasi
intercultural. Istilah stereotype merupakan perluasan istilah yang umum digunakan untuk
mengacu pada judgment negative atau positif yang dibuat dan ditunjukkan kepada
individu-individu didasarkan pada beberapa pengamatan atau keyakinan anggota
kelompok, dimana prasangka berkenaan dengan kebencian atau kecurigaan yang irasional
terhadap suatu kelompok, ras, agama, atau orientasi seks. Istilah-istilah tersebut dengan
pembuatan judgment tentang individu-individu didasarkan atas anggota kelompok.
Dalam proses konseling, tingkat perbedaan pengalaman antara konselor dengan klien,
persepsi dan wawasan mereka terhadap dunia dapat merupakan hambatan besar. Konselor
dari kelas sosial menengah mungkin kurang paham terhadap kebiasaan hidup klien dari
kelas sosial bawah dan atas.
c) Indonesia- Korea
Perbedaan Indonesia Korea
Kesimpulan
Dilihat dari sisi identitas budaya, konseling lintas budaya merupakan hubungan konseling
pada budaya yang berbeda antara konselor dengan konseli. Kemudian juga terhadapat
beberapa hambatan dalam konseling lintas budaya, seperti dalam bahasa, nilai dan prasangka.
Tak hanya itu dunia kita nampaknya bergerak dan diwarnai oleh menonjolnya pola struktur,
sistem nilai kebudayaan yang berciri kemanusiaan (Haryati Subadio). Kalau kila sepaham
dengan Tylor (1977), kebudayaan diberi pengertian sebagai 'human products' di mana
kebudayaan merupakan hasil kemampuan manusia yang bersifat khas.
DAFTAR PUSTAKA
Dewantara, KH. 1977. Pendidikan 9(cetakan kedua). Yogyakarta: Majalis Luhur Persatuan Taman
Siswa.
Samovar, Larry A, Richard E, Porter, Edwin R. McDaniel. (2017). Communication Between Cultures.
Boston: Cengage Learning US.
Sue, D. . (1981). Counseling The Culturally Different : Theory and Practice. (I. John Wiley and Sons,
ed.). New York.
Supriyatna, M. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Supriatna, Mamat.2009. Bimbingan dan Konseling Lintas Budaya. (Materi PLP)