NIM :205102010011
Indonesia adalah sebuah negeri agraris sekaligus maritim yang memiliki berbagai bentuk
masyarakat, kebuadayaan, watak, dan kehidupan sosial yang berbeda-beda. Agama Islam sebagai
agama yang memiliki rahmat bagi seluruh alam memiliki otoritas dalam upaya menyatukan cara
berfikir yang kemudian berimplikasi pada perbuatan yang nyata, khususnya pada masyarakat
Indonesia itu sendiri.
Dalam upayanya, Islam yang dibawa oleh saudagar-saudagar dari Timur Tengah (Arab,
India, Gujarat dll.) pada awalnya masih memiliki keterbatasan pada sistem dan kurikulimnya.
Namun, ada hal yang menarik dalam memahami dinamika-dinamika perkembangan Studi Islam
di Indonesia.
Perkembangan studi Islam di Indonesia dapat digambarkan demikian. Bahwa lembaga/
sistem pendidikan Islam di Indonesia memiliki tahapan-tahapan seperti: a. Sistem
langgar b. Sistem pesantren c. Sistem kelas d. Perguruan Tinggi
a. Sistem langgar
Yang dimaksud pendidikan dengan sistem langgar adalah pendidikan yang dijalankan di
langgar, surau, masjid, atau di rumah guru. Kurikulumnyapun bersifat elementer, yakni
mempelajari abjad huruf arab. Dengan sistem ini dikelola oleh ‘alim, mudin, lebai. Mereka ini
umumnya berfungsi sebagai guru agama atau sekaligus menjadi tukang baca do’a.[8] di masjid
atau dilanggar mereka; guru dan murid-murid duduk bersila atau tanpa bangku.
b. Sistem Pesantren
Umumnya kurikulum sistem pesantren adalah pada tingkat awal hanya untuk mengenal
huruf abjad Arab. Kemudian pada tingkat selanjutnya diajarakan lagu-lagu qasidah; berzanji,
tajuwid, mengaji kitab Farukunan.
Pengajaran dengan sistem Pesantren ini dilakukan dengan dua cara:.
1. Dengan cara sorogan, yakni seorang murid berhadapan secara langsung dengan guru,dan bersifat
perorangan.
2. Dengan cara halaqah, yakni guru dikelilingi oleh murid-murid
Adapun system pendidikan dengan pesantren atau dapat diidentikan dengan huttab, dimana
seorang kiyai mengajari santri dengan sarana masjid sebagai tempat pengajaran/pendidikan, dan
didukung oleh pondok sebagai tempat tinggal santri.
Hanya saja sorogan di pesantren biasanya dengan cara si santri yang membaca kitab,
sementara kiyai mendengar, sekaligus mengoreksi kalau ada kesalahan.
c. Sistem kelas.
Setelah sistem kerajaan kemudian mulai akhir abad ke 19, perkembangan pendidikan Islam
di Indonesia, mulai lahir sekolah model Belanda; sekolah Eropa, sekolah Vernahuler. Sekolah
Eropa khusus bagi ningrat Belanda. Di samping itu ada sekolah pribumi yang mempunyai sistem
yang sama dengan sekolah-sekolah Belanda tersebut, seperti sekolah taman siswa(adalah nama
sekolah yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli tahun 1922
di Yogyakarta (Taman berarti tempat bermain atau tempat belajar, dan Siswa berarti murid).Pada
waktu pertama kali didirikan, sekolah Taman Siswa ini diberi nama "National Onderwijs Institut
Taman Siswa", yang merupakan realisasi gagasan beliau bersama-sama dengan teman di
paguyuban Sloso Kliwon. Sekolah Taman Siswa ini sekarang berpusat di balai Ibu
Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta, dan mempunyai 129 sekolah
cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia
Kemudian dasawarsa kedua abad ke 20 muncul madrsah dan sekolah-sekolah model
Belanda oleh organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Jama’at al-Khair, dan
lain-lain.
Kemudian pada tahun 1916, Nahdatul Ulama membuka madrasah salafiyah di Tebuireng,
yang dalam kurikulumnya memasukkan pelajaran baca tulis huruf latin. Pada tahun 1923 ada
empat sekolah Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta, dan di Jakarta berdiri sekolah HIS
(Hollands Inlands School).
d. Perguruan tinggi
Kemudian pada level perguruan tinggi dapat digambarkan, bahwa berdirinya perguruan
tinggi Islam tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan umat Islam Indonesia untuk memiliki
lembaga pendidikan tinggi Islam sejak colonial. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, pada
bulan April 1945 ulama cendekianwan. Dalam pertemuan itu dibentuklah panitia Perencana
Sekolah Tinggi Islam yang diketauai oleh Drs. Moh. Hatta dengan anggota-anggota antara lain:
K.H. Mas Mansur, K.H.A. Muzakkir, K.H R.F Kafrawi dan lain-lain. Setelah persiapan cukup,
pada tanggal 8 Juli 1945 atau tanggal 27 Rajab 1364 H, bertepatan dengan hari Isra’ dan Mi’raj
diadakan upacara pembukaan resmi Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta.
Setelah proklamasi dan ibu kota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, STI juga hijrah
ke kota tersebut dan berubah namanya menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) dengan empat
fakultas, yaitu: Agama, Hukum, Ekonomi, dan Pendidikan. Fakultas Agama UII ini kemudian
dinegerikan dan menjelma menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1950 dan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan
Bersama Mentri Agama dan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. K/I/14641
Tahun 1951 (Agama) dan No. 28665/Kab. Tahun 1951 (Pendidikan) tanggal 1-9-1951.
PTAIN membuka tiga jurusan, yaitu Jurusan Qadla, Tarbiyah dan Dakwah. Setelah PTAIN
berjalan kira-kira sembilan tahun-waktu itu Ketua Fakultasnya adalah Prof. Muhtar Yahya
dirasakan tidak mungkin mempertahankan hanya satu fakultas. Dengan alasan, karena demikian
luasnya ilmu pengetahuan keagamaan Islam,. Maka pada tahun 1960 PTAIN dilebur dan
digabungkan dengan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADAI) milik Departemen Agama yang
didirikan di Jakarta dengan Penetapan Menteri Agama No. 1 Tahun 1957. Pengabungan Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) dengan Peraturan Presiden RI Nomor 11 tahun 1960 dan Penetapan
Menteri Agama No. 43 tahun 1960 tetang peyelengaraan IAIN. Maka IAIN al-Jami’ah al-
Islamiyah al-Hukumiyah diresmikan berdirinya oleh Menteri Agama RI pada tanggal 2 Rabi’ul
Awwal 1380 H bertepatan dengan tanggal 28 Agustus 1960 berdasarkan PP. No. 11 tahun 1960
tanggal 9 Mei 1960. IAIN di Yogyakarta dan ADIA di Jakarta.
Melihat perkembangan IAIN yang pesat yang ditandainya dengan banyaknya berdiri
fakultas-fakultas cabang di daerah-daerah menunjukkan minat masuk IAIN. Kondisi ini
melatarbelakangi lahirnya PP No. 27 Tahun 1963, yang memungkinkan didirikanya IAIN yang
terpisah dari pusat. Dari sisi waktu berdirinya IAIN dapat digambarkan berikut:
1. IAIN Ar-Raniry Banda Aceh tanggal 5 Oktober 1963.
2. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tanggal 5 Desember 1963.
3. IAIN Raden Fatah Palembang tanggal 22 Oktober 1964.
4. IAIN Antasari Kalimantan Selatan tanggal 22 Nopember 1964.
5. IAIN Sunan Ampel Surabaya tanggal 6 Juli 1965.
6. IAIN Alauddin Ujung Pandang tanggal 28 Oktober 1965.
7. IAIN Imam Bonjol Padang tanggal 21 Nopember 1966.
8. IAIN Sultasn Taha Saefuddin Jambi tahun 1967.
Dengan adanya perguruan tinggi tersebut itu membuktikan bahwa studi islam di indonesia cukup
baik dalam mengawal zaman yang semakin modern. Kesimpulannya baik dari segi ulama,
pemerintah dan masyarakat yang ada di indonesia sebenarnya saling mendukung sehingga
terciptalah studi studi islam yang dapat memfasilitasi umat islam dalam bersaing di dunia
pengetahuan dengan umat umat yang lain.
Daftar Pustaka
Darmawan , Andi dkk. 2005. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Hasbullah. 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintas Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Joesoef sou’yb. 1985. Orientalisme dan Islam .Jakarta : bulan bintang.
Murodi. 2003.Sejarah Kebudayaan Islam; Madrasah Aliyah Kelas Tiga.Jakarta: Karya Toha Putra.
Nanji,Azim. 2003. Peta Studi Islam; Orientalisme dan Arah Baru Kajian Islam di Barat.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru