Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN KEHUTANAN

EVALUASI CAPAIAN RKTN DITINJAU DARI SISI KEBIJAKAN

Disusun oleh:

Melinda Anggraeni

11518048

PROGRAM STUDI REKAYASA KEHUTANAN

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Evaluasi
Capaian RKTN Ditinjau Dari Sisi Kebijakan”.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak Dr. Endang Hernawan dan Ibu
Dr. Mulyaningrum selaku dosen pengampu mata kuliah Peraturan dan Perundang-
undangan Kehutanan yang telah memberikan memberikan materi dan ilmu pengetahuan
sehungga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Peraturan dan Perundang-Undangan Kehutanan, dan untuk mengetahui
bagaimana rencana dan evaluasi target RKTN dipandang dari kebijakaannya yang dapat
berguna bagi pembaca dan bagi penulis sendiri.
Saya menyadari, bahwa laporan yang saya buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar saya bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga
laporan ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Bandung, 26 Februari 2021

Penyusun,
Melinda Anggraeni
BAB I
PENDAHULUAN

Hutan merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia yang patut untuk
disyukuri keberadaannya. Hutan menjadi manifestasi terbesar yang perlu dijaga dan
dilestarikan karena potensu sumber daya alamnya yang melimpah. Dewasa ini,
permasalahan-permasalahan lingkungan yang timbul dan terjadi di Indonesia tak jauh
dari kehilangan dan keberadaan hutan. Hutan memiliki beragam peran dan fungsi bagi
kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
keberlangsungan hidup, seperti fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Fungsi-
fungsi tersebut akan memberikan peranan yang nyata apabila upaya pengelolaan dan
pelestariannya berjalan berkesinambungan guna mewujudkan pembangunan nasional
yang berkelanjutan.
Untuk mewujudkan upaya nyata tersebut, Kementerian Kehutanan RI telah
menyusun suatu rencana berisi arahan-arahan pemanfaatan dan penggunaan Kawasan
hutan secara berkelanjutan di tingkat nasional yang disusun dalam sebuah buku
“Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011 – 2030”. Rancangan ini
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.49/Menhut-II/2011 pada tanggal 28 Juni 2011. Secara lebih jelasnya, RKTN
merupakan rencana berisi arahan-arahan makro pemanfaatan dan penggunaan spasial
atau ruang dan potensi kawasan hutan untuk pembangunan kehutanan dan
pembangunan di luar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan dalam skala
nasional untuk jangka waktu 20 tahun. Rencana tersebut digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan rencana pembangunan, investasi, kerja usaha dalam berbagai skala
geografis, juga penentuan jangka waktu dan fungsi-fungsi pokok kawasan hutan.
Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) memberikan arah pengurusan
hutan ke depan melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara adil dan berkelanjutan,
potensi multi fungsi hutan untuk kesejahteraan masyarakat serta untuk mencapai posisi
penting Kehutanan Indonesia di tingkat nasional, regional dan global di tahun 2030
melalui optimalisasi dan pemantapan kawasan hutan, peningkatan produktivitas dan
nilai sumberdaya hutan, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan,
peningkatan riset dan teknologi kehutanan, mewujudkan kelembagaan bagi tata kelola
kehutanan secara efisien dan efektif serta mengoptimalkan keunggulan komparatif
kehutanan Indonesia.
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.49/Menhut-
II/2011 Pasal 2 disebutkan bahwa RKTN digunakan sebagai acuan penyusunan rencana
makro penyelenggaraan kehutanan, penyusunan rencana kehutanan tingkat provinsi,
kabupaten/kota dan rencana pengelolaan hutan di tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH), penyusunan rencana pembangunan kehutanan, penyusunan rencana kerja usaha
pemanfaatan hutan, koordinasi perencanaan jangka panjang dan menengah antar sector,
dan/atau pengendalian kegiatan pembangunan kehutanan. Maka dari itu dengan adanya
RKTN upaya pengelolaan dan pelestarian kawasan hutan diharap akan berjalan
berkesinambungan guna mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Target capaian RKTN
Target capaian pembangunan sektor kehutanan dalam RKTN 2011-2030 adalah
pembangunan kehutanan berkelanjutan (sustainable forest development). Pembangunan
kehutanan berkelanjutan dikonstruksikan berlandaskan pada sinergitas basis ekologi,
basis ekonomi, dan basis sosial pembangunan sektor kehutanan.

a. Kawasan Untuk Konservasi


Luas arahan kawasan konservasi ialah 26.819.385 ha dimana 61% diantaranya
merupakan areal taman nasional. Secara umum orientasi pengelolaan kawasan
konservasi ditujukan untuk pemanfaatan secara lestari seluruh potensi kawasan,
perlindungan penyangga kehidupan dan pengawetan plasma nutfah. Produk hasil
hutan bukan kayu serta jasa lingkungan hutan merupakan komoditas yang harus
dikembangkan dan menjadi unggulan sektor kehutanan di masa depan. Jasa-jasa
lingkungan berbasis hutan harus terus dikembangkan dan akan semakin
diperdagangkan dan diinternalisasikan dalam mekanisme pasar baik ditingkat lokal,
nasional, regional maupun global seiring dengan kemajuan pendekatan
pengukurannya.
Maka dari itu, nilai jasa lingkungan hutan harus diperhitungkan sebagai sumber
pertumbuhan baru sektor kehutanan yang cukup signifikan melalui kegiatan
pemanfaatan berbasis perlindungan dan pengawetan di kawasan konservasi untuk
kedepannya. Pemanfaatan dan pengembangan produk hasil hutan bukan kayu
(HHBK) dan jasa lingkungan berupa karbon, air dan energi panas bumi di kawasan
konservasi khususnya di taman nasional harus menjadi prioritas dan perlu didukung
oleh regulasi yang tepat dan efektif. Potensi komoditas dan jasa lingkungan di
Taman Nasional sebagai contoh dapat di lihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Potensi komoditas dan jasa lingkungan di Taman Nasional
Taman Nasional
Karbon 2, 96 Air Wisata Alam Panas Bumi Tumbuhan dan Satwa Liat
Gigaton Karbon -13000 juta m3 1,2 jua ha (zona 1,134 Mega Watt -Dana Konservasi 236
-3,2 mega Watt pemanfaatan di TN) Spesies
-Genetik dan Mikroba

Potensi-potensi tersebut memiliki banyak peranan dan fungsi bagi sector


kehidupan masyarakat untuk menunjang kebutuhan hidupnya terutama air. Walau
potensi lainnya hanya menjadi kebutuhan secara sekunder maupun tersier, tidak
dipungkiri jika semua itu harus turut dikelola dan dijaga. Adanya Undang-undang
terkait Konservasi Air dan Tanah juga dapat mengatur penyelenggaraan pemerintah
dalam pengelolaan sumber daya air.

b. Kawasan untuk Perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut


Luas total arahan kawasan hutan alam dan lahan gambut mencapai 28,4 juta
hektar. Tujuan utama dari kawasan ini adalah diarahkan untuk stok potensi karbon.
Dari luasan tersebut seluas 1,83 juta ha merupakan areal gambut dengan kedalaman
lebih dari 2 meter. Dengan asumsi bahwa 1 hektar hutan alam berpotensi
menyimpan 254 ton karbon dan 1 hektar lahan gambut dapat menyimpan 3.500 ton
karbon, maka potensi penyimpanan karbon secara keseluruhan mencapai 13,15
milyar ton karbon. Selain secara ekologis berperan dalam pengendalian pemanasan
global, potensi penyimpanan karbon di hutan alam dan lahan gambut dapat pula
dimanfaatkan secara ekonomi dalam skema perdagangan karbon.
Kebijakan Lahan Gambut juga  diatur melalui Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan No. 40 Tahun 2017 yang diterbitkan pada Juli 2017
(selanjutnya disebut P.40/2017), dan pada tahun 2018 pernah dilakukan proses
persetujuan terhadap setidaknya 921.230 hektar sebagai area Lahan Gambut. Namun
demikian, penentuan area tersebut tidak transparan, dan juga tidak membuka ruang
partisipasi publik.
Atas nama perlindungan gambut, proses yang tidak transparan dan akuntabel
tersebut sangat membahayakan bagi hutan-hutan alam tersisa, seperti di Kalimantan,
Sumatera, dan Papua, karena bisa saja ditetapkan sebagai area land swap untuk
kemudian dikonversi menjadi konsesi HTI. Meski di beberapa tempat area tersebut
sudah tidak kompak (fragmented) atau bahkan berupa belukar muda, tetapi tutupan
hutan seperti itu tetap saja berfungsi penting sebagai ekosistem yang memiliki
cadangan karbon yang menjaga perubahan iklim dan habitat keragaman hayati.
Kebijakan terbut juga akan mengancam sumber-sumber kehidupan dan sosial
masyarakat adat/lokal yang selama bertahun-tahun tergantung pada hutan di daerah
tersebut.
c. Kawasan untuk Rehabilitasi
Kawasan ini merupakan lahan kritis yang perlu dilakukan percepatan
rehabilitasi. Luas total arahan kawasan yang perlu direhabilitasi sampai dengan
tahun 2030 adalah seluas 11,55 juta hektar sehingga setiap tahun minimal 580.000
hektar areal harus dapat terehabilitasi. Dengan asumsi dalam satu hektar terdapat
1.650 batang pohon, maka jumlah total pohon yang akan ditanam sampai dengan
tahun 2030 mencapai 19,04 Milyar batang pohon. Lebih lanjut, dengan asumsi 1
hektar kawasan hasil rehabilitasi dapat menyerap 140 ton karbon, maka pada tahun
2030 jumlah total karbon yang dapat terserap sebanyak 1,62 milyar ton karbon.
Luasan dan jumlah pohon rehabilitasi dari tahun 2011-2030 ditargetkan akan
selalu mengalami peningkatan yang signifikan. Ditargetkan pada tahun 2011 yang
hanya memiliki luas 1 juta hektar atau sekitar 0,6 milyar jumlah pohon, pada tahun
2030 akan menjadi 19 juta hektar atau sekitar 11,5 milyar pohon yang terehabilitasi.
Hasil rehabilitasi dapat dilakukan pengelolaan sesuai dengan fungsi dan arahan
pemanfaatannya, baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan.
Seperti yang kita ketahui, permasalahan utama pada sector kehutananan adalah
kegiatan deforestasi yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti kenservasi hutan,
penebangan hutan liar, perambahan dan kebakaran hutan, lemahnya penegakan
hukum, kemiskinan, ketimpangan supply dan demand kayu, dll. Maka dari itu
kehadiran RHL (Rehabilitasi Hutan dan Lahan) sangat diperlukan sebagai upaya
memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga
daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung system penyangga
kehidupan tetap terjaga.
d. Kawasan Untuk Pengusahaan Hutan Skala Besar dan Kecil
Hasil analisis spasial dan skenario rasionalisasi kawasan hutan, sampai dengan
tahun 2030 terdapat lebih kurang 43,6 juta hektar dialokasikan untuk pengusahaan
hutan skala besar (IUPHHK-HA/HT/RE) dan 5,6 juta hektar untuk pengusahaan
skala kecil (HTR,HKm dan HD). Dari luasan tersebut, sampai dengan awal tahun
2011, kawasan hutan yang telah diberikan izin pemanfaatan untuk pengusahaan
skala besar yaitu seluas 34,47 juta hektar dan pengusahaan skala kecil seluas 0,67
juta hektar, sehingga masih terdapat 9,1 huta hektar kawasan yang dapat
dialokasikan untuk pengusahaan skala besar dan 4,9 juta hektar untuk pengusahaan
skala kecil. Secara lebih rinci, ketersediaan kawasan hutan untuk pemanfaatan dapat
dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Ketersediaan Kawasan Hutan Untuk Pemanfaatan
Arahan/ Luas Izin Alokasi Arahan Pemanfaatan Per Total Sisa
Rincian Pemanfaatan Fungsi Luas Alokasi
HL HP HPT
Eksisting Arahan Kawasan
Kawasan 34,48 - 20,93 16,14 43,62 9,14
Pengusahaa (+6,55)
n Hutan
Skala Besar
Kawasan 0,69 1,44 1,76 1,15 5,57 4,90
Pengusahaa (+1,22)
n Hutan
Skala Kecil
Total 35,15 1,44 30,46 17,29 49,19 14,04

Pemanfaatan kawasan hutan khususnya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku


kayu akan lebih difokuskan pada pembangunan hutan tanaman untuk kedepannya
baik hutan tanaman industri maupun hutan tanaman rakyat serta dengan
mengoptimalkan pengelolaan hutan alam yang telah memiliki izin pemanfaatan
seluas 24,8 juta ha. Sampai dengan tahun 2030 ditargetkan pembangunan hutan
tanaman industri (IUPHHK-HT) mencapai 10 juta hektar dan hutan tanaman rakyat
(HTR) seluas 1,7 juta hektar. Dengan asumsi Nett Plantable Area (NPA) adalah
65% maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk pembangunan hutan tersebut
adalah seluas 15,4 juta hektar untuk IUPHHK-HT dan 2,6 juta hektar untuk HTR.

Tabel 3. Target Pembangunan Hutan Tanaman (Juta Hektar)


Arahan Jenis Target 2030 Pemanfaatan Kebutuhan Kawasan
Saat Ini Sampai 2030
Kawasan IUPHHK-HT 15,9 9,4 6,5
Pengusahaan IUPHHK-HA 24,8 24,8 -
Hutan Skala
Besar
Kawasan HTR 2,6 0,63 2,0
Pengusahaan
Hutan Skala
Kecil
Total 43,3 34,83 8,5

Dengan luas target pembangunan hutan tanaman, optimalisasi pengelolaan hutan


alam dan tanaman, serta pengembangan hutan rakyat diharapkan akan
meningkatkan produksi kayu dan mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri
berbasis kayu. Selain pembangunan hutan tanaman di dalam kawasan hutan,
pengembangan hutan rakyat khususnya di Pulau Jawa yang sampai saat ini telah
mencapai 2,8 juta hektar merupakan bagian penting dalam upaya pemenuhan bahan
baku kayu dan pengembangan ekonomi rakyat.
Pada tahun 2030, hutan tanaman industri, hutan tanaman rakyat dan hutan rakyat
dengan luas total mencapai 14,5 juta hektar diprediksi akan mampu memproduksi
kayu sebesar 362,5 juta m3/tahun dengan syarat riap pertumbuhan atau Mean
Annual Increament (MAI) sebesar 25 m3/ha/tahun. Sedangkan untuk hutan alam,
dengan luas 24,8 juta hektar, diprediksi akan mampu memproduksi kayu sebesar 14
juta m3 dengan syarat MAI sebesar 0,57 m3/ha/tahun. Dengan jumlah produksi
kayu tersebut, pada tahun 2030 diharapkan industri plywood dapat meningkatkan
produksinya menjadi 37,2 juta m3, kayu gergajian sebesar 41,25 juta m3,
woodworking dan furniture ditargetkan mampu memproduksi masing-masing
sebesar 21,8 juta m3 dan 3,4 juta m3. Ke depan industri kehutanan juga diharapkan
mampu berkontribusi terhadap pemenuhan energi baru terbarukan (bio energy)
melalui produksi 5 juta ton methanol pada tahun 2030 (Gambar 1)
Gambar 1. Target Produksi Plywood, Kayu Gergajian, Woodworking, Furniture
dan Bioenergy.
Secara lebih lanjut, pada tahun 2030, industri pulp dan kertas Indonesia
ditargetkan mampu memproduksi pulp sebesar 45-63 juta ton dan produksi kertas
sebesar 40,5- 56,7 juta ton (Gambar 2 dan Gambar 3).

Gambar 2. Skenario Target Produksi Pulp dalam juta ton.


Gambar 3. Skenario Target Produksi Kertas dalam juta ton.
e. Kawasan Untuk Pembangunan Non Kehutanan
Sebagai bagian dari pembangunan nasional, sektor kehutanan telah berperan
dalam mendukung pembangunan sektor non kehutanan melalui penyediaan lahan
baik melalui mekanisme pinjam pakai kawasan hutan maupun melalui mekanisme
tukar menukar dan pelepasan kawasan hutan. Sampai dengan bulan Januari tahun
2011, total seluas 0,6 juta hektar kawasan telah dipinjampakaikan untuk kepentingan
berbagai sektor seperti pertambangan, energi, transportasi dan lain sebagainya.
Selain itu total seluas 5,9 juta hektar kawasan hutan telah dilepaskan untuk
mendukung usaha perkebunan dan pengembangan wilayah transmigrasi.
Kawasan non kehutanan merupakan kawasan yang disiapkan untuk pemenuhan
lahan bagi masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan sektor non kehutanan.
Prosesnya tetap melalui prosedur sesuai ketentuan peraturan perundangan-
undangan. Berdasarkan hasil analisis spasial dan rasionalisasi kawasan hutan,
sampai dengan tahun 2030 total seluas 18 juta hektar kawasan hutan dapat
dialokasikan untuk kepentingan pembangunan sektor non kehutanan. Alokasi
kawasan hutan tersebut ditujukan untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan
nasional serta kebutuhan masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi
distribusi fungsi dan manfaat kawasan hutan serta dilakukan sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
f. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
Selain kontribusi dari hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu seperti rotan,
minyak kayu putih, gondorukem, terpentin, serta berbagai jenis tumbuhan dan satwa
liar, hutan Indonesia dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam bentuk jasa-
jasa lingkungan dan wisata alam diantaranya melalui penyediaan oksigen dan
keindahan bentang alamnya. Selama ini, pemanfaatan sumberdaya hutan lebih
difokuskan pada hasil hutan berupa kayu. Ke depan, potensi sumberdaya hutan yang
berupa hasil hutan non kayu harus dapat dikelola secara optimal.
Tabel 4. Contoh Komoditi dan Target Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu
Unggulan.
Komoditi Produk Saat Ini Target Produksi 2030
Rotan (Ton) 269.870 716.000
Gondorukmen (Ton) 56.817 150.700
Terpentin (Ton) 12.147 32.200
Kayu Putih (Ton) 338 900
Kulit Satwa (Lembar) 1.600.00 4.245.200

g. Penyerapan Tenaga Kerja


Tabel 5. Tenaga Kerja Yang Dibutuhkan Dalam Pembangunan Hutan Tanaman
dan Industri Kehutanan (Juta Orang).
Tenaga Kerja Pembangunan Tenaga Kerja Industri Total
Hutan Tanaman
HTI 5,42 Primer 2,45 7,87
HTR 0,49 Pulp 0,067 0,56
HR 0,80 Kertas 0,087 0,87
Total 6,71 2,60 9,31

Apabila dijumlahkan dengan total tenaga kerja yang dibutuhkan/diserap dalam


pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam di taman nasional sebesar 5,8 juta
orang maka, total tenaga kerja yang dibutuhkan/diserap sekitar 15,1 juta orang.
h. Kontribusi Sosial Kawasan Hutan
Di masa datang, kolaborasi pengelolaan kawasan hutan bersama masyarakat
termasuk pengakuan hutan adat diharapkan menjadi salah satu basis dan potensi
pembangunan kehutanan. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan
kawasan dan fungsi hutan sampai dengan tahun 2030 ditempuh melalui upaya
penyediaan 5,6 juta hektar untuk keperluan pengembangan hutan kemasyarakatan,
hutan tanaman rakyat, hutan desa dan skema-skema lainnya. Melalui peningkatan
partisipasi masyarakat dan membangun kolaborasi pengelolaan kawasan hutan
bersama masyarakat diharapkan sampai dengan tahun 2030 tidak hanya dapat
menyelesaikan konflik kawasan hutan di Indonesia, tetapi juga mampu menciptakan
kelembagaan pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan (institutional
sustainability) pada aras mikro dan makro.
Pada aras mikro, kelembagaan berkelanjutan pengelolaan kawasan hutan
ditargetkan dengan meningkatkan program-program kemitraan sektor kehutanan di
kawasan seluas 5,6 juta hektar tersebut yang berbasis pada modal sosial (social
capital) komunitas lokal. Pada aras makro, sampai dengan tahun 2030 diwujudkan
suatu kelembagaan pengelolaan kawasan dan fungsi hutan berkelanjutan yang
dibangun dengan tidak hanya bertumpu pada pilar regulasi dan interes ekonomi
tetapi juga bertumpu pada pilar cultural cognitive yang ada dan berkembang dalam
masyarakat.
i. Kelembagaan Pengelolaan Hutan
Basis sosial pembangunan kehutanan berkelanjutan dalam RKTN 2011-2030
adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dan menciptakan kelembagaan
berkelanjutan dalam pemanfaatan kawasan dan fungsi hutan. Untuk menjalankan
seluruh target di atas dibangun Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) pada seluruh
fungsi hutan dan seluruh kawasan hutan negara sebagai lembaga pengelola hutan di
tingkat tapak. Pembangunan KPH ini diprioritaskan di provinsi yang pemerintah
daerahnya telah siap dan berkomitmen membangun KPH dan pada wilayah-wilayah
yang diprioritaskan sebagai lokasi penurunan emisi gas rumah kaca.

2.2 Arahan Kebijakan dan Strategi


a. Kebijakan dan Strategi Umum
Milestone
2011- 2016- 2021- 2026-
Kebijakan Strategi
2015 2020 2025 2030
Perbaikan/revisi dan penguatan √
peraturan perundangan (cth:
Revisi Peraturan Kehutanan
Terkait perijinan).
Transformasi teknologi dan √
kelembagaan
Pembaharuan
Perbaikan sistem pengelolaan √
sistem
kawasan hutan
Pembangunan baseline sistem √
informasi kehutanan
Rencana Makro √
Penyelenggaraan Kehutanan
Penyusunan sesuai arahan √
pemanfaatan kawasan hutan
Rasionalisasi kawasan hutan √
(luas dan fungsi)
Penyelesaian review RTRWP √
tepat waktu
Percepatan Pengukuhan √ √
Kawasan Hutan
Peningkatan produktifitas √ √ √ √
hutan
Penerapan multisistem dalam √ √ √ √
pengelolaan kawasan hutan
(cth: Joint Production)
Peningkatan PNBP √ √ √ √
pemanfaatan kawasan hutan
Pemanfaatan kawasan hutan √ √ √ √
dalam mendukung ketahanan
pangan, air dan energi
Pemantapan dan Pengembangan/diversifikasi √ √ √ √
Optimalisasi jasa lingkungan dan wisata
Kawasan Hutan alam yang kreatif
Promosi/pemasaran termasuk √ √ √ √
penyusunan peta investasi jasa
lingkungan dan wisata alam
Pelibatan pihak swasta dalam √ √ √ √
meningkatkan HHBK
Pengembangan energi baru √ √ √ √
terbarukan (EBT)
Pengadaan bibit terkonsentrasi √ √ √ √
untuk menjamin kualitas dan
kuantitas (bersertifikat)
Pengalokasian DAK- √ √ √
Kehutanan dan dana Dekon ke
daerah berbasis kinerja
pengurusan hutan
(perencanaan, pengelolaan)
Pemberian kemudahan proses √ √ √ √
Pengembangan
dan perizinan kepada swasta
sistem insentif
yang secara sungguhsungguh
dan disinsentif
mengelola hutannya
Insentif Hutan Rakyat untuk √ √ √ √
yang bersertifikat Sistem
Verfikasi Legalitas Kayu
(SVLK) oleh BUMN
Kehutanan
Penetapan berbagai tema riset √ √ √ √
(cth: lanskap hutan,
pengelolaan hutan, perubahan
iklim, kebijakan, pengolahan
hasil hutan)
Pengembangan penelitian √ √ √ √
berbasis kebutuhan
Pemanfaatan dan penerapan √ √ √ √
Peningkatan
hasil riset dan teknologi bagi
Penelitian dan
perbaikan pengelolaan hutan
Pengembangan
Memberikan kemudahan √ √ √ √
Kehutanan
kepada masyarakat untuk
mengakses teknologi dan hasil
riset kehutanan.
Percepatan pembentukan dan √ √
penguatan kelembagaan
pengelolaan hutan di tingkat
Penguatan tapak (KPH)
Pemberian kewenangan kepada √ √ √ √
desentralisasi
Daerah untuk mengelola
dalam
sebagian Hutan Konservasi
pengelolaan
Pemberian kewenangan yang √ √
hutan
lebih jelas terhadap pemerintah
daerah dalam pengelolaan
hutan lindung dan hutan
produksi
Peningkatan pemanfaatan √ √ √ √
potensi penyuluhan melalui
kerjasama dengan instansi
terkait (cth: pemanfaatan
sarjana penggerak desa)
Pembangunan infrastruktur √ √ √
penunjang pembangunan
kehutanan (cth: transportasi
menuju taman nasional)
Peningkatan
Deregulasi industri dan √ √
Koordinasi lintas
perdagangan hasil hutan
sektor/ Promosi produk-produk kayu √ √ √ √
kementerian bersertifikat SVLK
Penggunaan PDB Kawasan √ √ √ √
Hutan dalam instrumen
ekonomi nasional
Pengelolaan Daerah Aliran √ √ √ √
Sungai yang terintegrasi
Pengembangan sistem √ √ √ √
penyuluhan kehutanan
Peningkatan peran penyuluh √ √ √ √
kehutanan
Penguatan kelembagaan √ √ √ √
penyuluhan kehutanan
Peningkatan pengembangan √ √ √ √
Penguatan
SDM dengan Badan Diklat
Kelembagaan
Daerah
Penyuluhan dan Pengembangan SDM √ √ √ √
Pengembangan Kehutanan sesuai komoditas
SDM Kehutanan unggulan daerah
Peningkatan kompetensi dan √ √ √ √
sertifikasi SDM Kehutanan
pusat dan daerah
Standardisasi kompetensi SDM √ √ √ √
Kehutanan
Peningkatan Peningkatan kerjasama luar √ √ √ √
Peran Sektor negeri berbasis kesetaraan
Peningkatan kekuatan √ √ √ √
Kehutanan
penetrasi produk kehutanan
Indonesia di
dalam pasar regional dan
tingkat regional
global
dan global
Peningkatan peran kehutanan √ √ √ √
Indonesia dalam
kepemimpinan regional dan
globa
Komitmen dan Penegakan hukum secara √ √ √ √
Konsistensi konsekuen dan konsisten
Koordinasi intensif dengan √ √ √ √
Penegakan
aparat penegak hukum
Hukum Bidang
Kehutanan

b. Kebijakan dan Strategi Kawasan Untuk Konservasi


Milestone
2011- 2016- 2021- 2026-
Kebijakan Strategi
2015 2020 2025 2030
Peningkatan Peran √ √ √ √
Pemanfaatan dalam
Perlindungan dan Konservasi
SDH (3P =
Penguatan Pemanfaatan, Perlindungan,
Pemanfaatan Pengawetan)
Percepatan pembentukan √ √
SDA untuk kelembagaan
tujuan konservasi yang mandiri
Perlindungan (KPHK/BLU) pada
dan Pelestarian taman nasional yang
Alam mempunyai potensi
tinggi dan tantangan rendah
Mendorong investasi hijau √ √ √ √
(green investment) melalui
pemberian insentif/disinsentif
Diversifikasi dan nilai tambah √ √
produk jasa lingkungan (cth:
geothermal, pemanfaatan
air/energi)
Rencana Makro √
Penyelenggaraan Kehutanan
Perubahan orientasi kawasan √
konservasi yang mandiri (dari
cost center menjadi profit
center) tanpa menghilangkan
fungsi konservasi.

c. Kebijakan dan Strategi Kawasan Untuk Perlindungan Hutan Alam dan Lahan
Gambut
Milestone
2011- 2016- 2021- 2026-
Kebijakan Strategi
2015 2020 2025 2030
Mendorong investasi hijau √ √ √ √
(green investment) melalui
pemberian insentif/disinsentif.
Menyusun dan √ √
Mengimplementasikan Strategi
Penguatan
Nasional REDD+
Pemanfaatan
Mengembangkan pengelolaan √ √ √ √
SDA untuk
hutan alam dan lahan gambut
keseimbangan
yang berkelanjutan
lingkungan
global

d. Kebijakan dan Strategi Kawasan Untuk Rehabilitas


Milestone
2011- 2016- 2021- 2026-
Kebijakan Strategi
2015 2020 2025 2030
Diversifikasi pola rehabilitasi √ √ √ √
di seluruh fungsi kawasan
Pemberian insentif kepada para √ √ √ √
pihak yang mmpunyai inisiatif
Percepatan
melakukan
rehabilitasi
rehabilitasi/menarik investasi
kawasan hutan
di bidang rehabilitasi
Mempermudah dan √ √ √ √
mempercepat proses perizinan
para pihak yang mengajukan
pola peningkatan stok karbon
(Carbon enhancement) dalam
skema REDD+
Mempermudah masyarakat √ √ √ √
untuk mengakses pusat bibit
yang berkualitas (bersertifikat)
dan dalam jumlah yang
memadai

e. Kebijakan dan Strategi Kawasan Untuk Pengusahaan Hutan Skala Besar dan
Kecil
Milestone
2011- 2016- 2021- 2026-
Kebijakan Strategi
2015 2020 2025 2030
Intensifikasi produksi hasil √ √ √ √
hutan kayu
Diversifikasi dan peningkatan √ √ √ √
1. Peningkatan
nilai tambah hasil hutan
produk hasil
Penetapan dan Pengembangan √ √ √ √
hutan
komoditas strategis kehutanan
2. Peningkatan Penetapan wilayah-wilayah √ √ √ √
akses dan tertentu sebagai pusat produksi
peran hasil hutan tertentu
masyarakat Meningkatkan efisiensi BUMN √ √ √ √

dalam Kehutanan
Pengembangan pengelolaan √ √ √ √
pengelolaan
kawasan hutan berbasis
hutan
masyarakat (HTR, HKm,
Hutan Desa)
Pelibatan masyarakat dalam √ √ √ √
pengelolaan hutan berskala
besar (cth: 10% dari areal
harus dikelola bersama
masyarakat)
Perbaikan mekanisme √ √
pengakuan hutan adat
Pembinaan dan pengembangan √ √ √ √
hutan rakyat dan industri
ikutannya
Kolaborasi pengadaan bahan √ √ √ √
baku dan peningkatan
kemitraan dengan masyarakat

f. Kebijakan dan Strategi Kawasan Untuk Non Kehutanan


Milestone
2011- 2016- 2021- 2026-
Kebijakan Strategi
2015 2020 2025 2030
Integrasi pemanfaatan kawasan √ √ √ √
Optimalisasi untuk non
distribusi fungsi kehutanan dengan pengelolaan
dan manfaat kawasan
Penerapan prinsip kehati hatian √ √ √ √
kawasan hutan
dalam proses perubahan
peruntukan dan fungsi
kawasan

g. Prioritas Kebijakan Pembangunan Kehutanan RKTN 2011-2030 Menurut Pulau


Wilayah Kebijakan Umum
JAWA • Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan serta
meningkatkan efisiensi BUMN Kehutanan (Perum Perhutani).
• Pengembangan Industri kehutanan berbasis hutan rakyat dan peningkatan
nilai tambah hasil hutan.
SUMATRA • Menyelesaikan masalah kawasan hutan, peningkatan peran perlindungan
dan konservasi hutan serta efisiensi usaha kehutanan dan pengembangan
usaha kehutanan bernilai tambah tinggi.
• Pengembangan hutan tanaman.
KALIMANTAN • Menyelesaikan masalah kawasan hutan, peningkatan peran konservasi serta
efisiensi dan pengembangan SFM bagi usaha kehutanan
• Pengembangan hutan tanaman.
• Pengembangan industri kehutanan
SULAWESI • Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan serta
usaha kehutanan bagi masyarakat lokal.
• Pengembangan hutan tanaman.
• Pengembangan industri kehutanan
• Pengembangan HHBK.
MALUKU • Peningkatan peran perlindungan dan konservasi serta usaha kehutanan bagi
masyarakat lokal.
• Pengembangan hutan tanaman.
• Pengembangan industri kehutanan.
BALI DAN NUSA • Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan serta
TENGGARA peningkatan perlindungan dan konservasi hutan.
• Pengembangan HHBK.
• Pengembangan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
PAPUA • Menyelesaikan masalah kawasan hutan, pengembangan usaha bernilai
tambah tinggi serta pengelolaan hutan bagi masyarakat lokal.
• Pengembangan hutan tanaman.
• Pengembangan industri kehutanan.
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Setelah keberjalanan selama terhitung 5 tahun dari 2011 hingga 2021,
perwujudan RKTN ini masih belum berjalan optimal seperti kondisi aktualnya,
dimana masih terdapat beberapa teks kebijakan yang masih belum terlaksana
semestinya. Kekurangan tersebut juga masih terjadi diantaranya manajemen
pengelolaan yang kurang persiapan, pemeliharaan yang belum berjalan optimal,
pertanggung jawabannya, serta utamanya adalah partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat yang belum sepenuhnya dapat ikut andil karena kurangnya transparansi.
Namun, sejauh ini RKTN juga sudah menjadi acuan bagaimana pengelolaan dan
pemanfaatan untuk jangka panjang. Diharapkan dengan adanya RKTN ini menjadi
sebuah pertanggungjawaban pemerintah bersama masyarakat guna mewujudkan
pengelolaan dan pelestarian hutan yang lebihterpadu
2. Rekomendasi
 Keselarasan dan transparasi seluruh kebijakan dan peraturan perundang-
undangan terkait harus tetap dilakukan dengan ideal sesuai dengan kondisi
faktual yang telah direncanakan dalam RKTN, agar penyebab konflik utama
terkait pengelolaan hutan seperti kepastian status kawasan, ketidakpastian
batas kawasan, keterbatasan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan,
dan tumpeng tindih perizinan pengelolaan sumber daya dapat segera diatasi
 Pandangan pemerintah dan masyarakat terkait pentingnya keberjalanan
tindakan konservasi harus lebih diperhatikan dengan sosialisasi dan
transparansi terkait kebijakan dan peraturan itu sendiri.
 Keikutsertaan masyarakat dalam perumusan kebijakan atau minimalnya
dalam pemutusan kebijakan harus lebih diperhatikan
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Nomor: P.49/Menhut-Ii/2011.
Tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030.
Santoso, Harry. (2011). Kebijakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Kementerian
Kehutanan.
Nurhayati, Fitria. (2020). Kewenangan Pemda Menjaga Hutan Alam dan Melestarikan
Lingkungan. Kata data.
https://katadata.co.id/padjar/infografik/5fbf2b87a162c/kewenangan-pemda-
menjaga-hutan-alam-dan-melestarikan-lingkungan. Diakses pada 26 Februari
2020.
EoF Press. (2018). Kebijakan Land Swap: Setengah Hati Perlindungan Gambut dan
Hutan Alam Indonesia. Eyes on The Forest.
Siswanto, Wandojo. (2017). Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia. Deutsche
Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH

Anda mungkin juga menyukai