Analisis Kebijakan Pengamanan Perdagangan Produk Besi Baja Nasional
Analisis Kebijakan Pengamanan Perdagangan Produk Besi Baja Nasional
Segala puji dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas telah
dapat diselesaikannya penulisan analisis ini dengan baik dan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Analisis Kebijakan Pengamanan Perdagangan Produk Besi Baja
Nasional merupakan salah satu kajian yang bersifat jangka pendek yang
dilaksanakan oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri pada Tahun
Anggaran 2015. Penulisan analisis didasarkan atas pentingnya peran
pemerintah dalam melindungi dan memajukan industri dan melindungi
tenaga kerja domestik.
Kami menyadari bahwa analisis ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu diharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca sebagai
bahan penyempurnaan. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak, yang secara langsung dan tidak langsung
telah membantu penyelesaian kajian ini. Semoga Analisis Kebijakan
Pengamanan Perdagangan Produk Besi Baja Nasional dapat bermanfaat.
i
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 4
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 4
1.2. Tujuan ............................................................................................................. 6
1.3. Ruang Lingkup ................................................................................................ 6
1.4. Metodologi ...................................................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7
2.1. Landasan Teori ............................................................................................... 7
2.1.1. Hambatan Perdagangan Tarif ................................................................ 7
2.1.2. Hambatan Perdagangan Non Tarif ........................................................ 9
2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 16
BAB III. GAMBARAN UMUM INDUSTRI BESI BAJA NASIONAL ................ 18
3.1 Perkembangan industri besi baja nasional ..................................................... 18
3.2 Perkembangan kinerja ekspor impor produk besi baja ................................... 22
BAB IV. PENGAMANAN PERDAGANGAN PRODUK BESI BAJA DAN
DAMPAKNYA .......................................................................................... 25
4.1 Kebijakan pengamanan perdagangan besi baja nasional ............................... 25
4.1.1. Kebijakan Anti Dumping ...................................................................... 27
4.1.2. Kebijakan Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard) ............. 33
4.2 Implikasi kebijakan ......................................................................................... 40
BAB V. PENUTUP......................................................................................... 46
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 46
5.2 Rekomendasi ................................................................................................. 47
ii
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
DAFTAR GAMBAR
iii
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB I. PENDAHULUAN
1
Berdasarkan penelitian kementerian perindustrian yang dipaparkan dalam FGD Industri Besi
Baja Nasional pada 1 April 2014.
2
Suara Karya
4
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Dalam rangka menyelamatkan industri besi baja, perlu dilakukan
berbagai upaya terutama dukungan pemerintah. Kementerian
Koordinator Perekonomian telah menyelenggarakan rapat koordinasi
yang melibatkan kementerian-kementerian terkait guna merumuskan
paket tindakan yang harus dilakukan. Berdasarkan permasalahan
yang dihadapi, dukungan pemerintah yang dibutuhkan antara lain
mencakup kemudahan berinvestasi dalam pembangunan smelter dan
pembaruan teknologi terutama di sektor hulu, serta pengamanan di
sektor hilir atas produk-produk impor yang semakin meningkat
dan/atau dijual dengan harga dumping.
5
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Hingga tahun 2015, jumlah tindakan pengenaan BMAD atas impor
produk besi baja nasional mencapai 12 tindakan, 5 tindakan
dikenakan untuk produk akhir seperti CRC, tin plate dan I & H section;
6 tindakan dikenakan untuk produk antara seperti HRC dan wire rod;
dan 1 tindakan dikenakan untuk produk hulu (besi mangan karbon dan
silikon).
1.2. Tujuan
1.4. Metodologi
6
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
3
Markusen et al. International Trade Theory and Evidence. (United States: McGraw-Hill, 1996)
hlm. 246
7
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Gambar 2.1 Dampak tarif impor
4
Ibid., hlm 247
8
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
2.1.2. Hambatan Perdagangan Non Tarif
a. Kuota
5
Ibid., hlm 268
9
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Bentuk lain dari kuota adalah voluntary export
restraint (VER), kuota yang secara sukarela ditetapkan
oleh negara pengekspor. Implikasi dari kebijakan ini
adalah keuntungan kuota (quota rents) beralih dari
negara pengimpor ke negara pengekspor.
6
Ibid., hlm 355-357
10
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
yang sama. Tindakan dumping inilah yang melahirkan
tindakan baru dalam perjanjian WTO berupa tindakan
antidumping, guna meminimalisir dampak yang akan
dirasakan oleh masing-masing negara atas tindakan
tersebut.
7
Puska Daglu. Analisis Kebijakan Pengamanan Perdagangan Indonesia di Negara Tujuan Ekspor
(Jakarta: Kementerian Perdagangan, 2013) hlm. 4
11
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Perhitungan untuk tindakan dumping tidak dapat
dijadikan dasar penerapan tindakan anti dumping jika
pada kenyataannya tidak terjadi kerugian industri dalam
negeri atas adanya impor barang sejenis. Sehingga
penyelidikan untuk penerapan tindakan antidumping ini
harus dilakukan secara terperinci. Tahap penyelidikan
dan pengevaluasian harus melihat semua faktor
ekonomi yang relevan dan berkaitan dengan
industrinya.
12
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
kurang dari 3% impor atau secara akumulasi mencapai
7% atau lebih dari total impor8.
8
Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2011 Pasal 6 ayat (2)
9
WTO. 2013. Agreement on Implementation of Article VI of the General Agreement on
Tariffs and Trade 1994 (Anti-Dumping Agreement)
13
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Ketiga, subsidi yang tidak dapat ditindaklanjuti,
subsidi ini berupa subsidi non-spesifik maupun subsidi
khusus yang melibatkan bantuan terhadap penelitian
sektor industri dan kegiatan pembangunan pra-
kompetitif, bantuan kepada daerah tertinggal atau jenis
bantuan tertentu untuk menyesuaikan fasilitas yang ada
terhadap adanya pemberlakuan suatu perundingan
atau peraturan.
14
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Semua bea masuk imbalan (countervailing duties)
harus dihentikan dalam waktu 5 tahun dari tanggal
pengenaan kecuali pihak yang berwenang menentukan
bahwa berdasarkan review menjelang berakhirnya
pengenaan bea masuk imbalan akan cenderung
mengarah pada berlanjutnya atau berulangnya subsidi
dan kerugian.
d. Safeguard
10
Agreement on Safeguard Article 2
15
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
terjadi jika negara berkembang yang nilai produk
impornya tidak melebihi 3% dan pangsa impornya
kurang kurang dari 3% serta secara kolektif tidak
melebihi 9% dari total impor produk yang dimaksud11.
11
Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2011 Pasal 90
16
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Semua indeks tersebut memperlihatkan penggunaan tingkatan
batas tarif dalam penerapan perlindungan dan Ad Valorem
Equivalents (AVEs) dalam NTBs. Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa negara-negara yang kesejahteraannya berada dibawah
memiliki restriksi perdagangan yang jauh lebih ketat dan hambatan-
hambatan yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena hubungan timbal
balik dalam perjanjian perdagangan baik secara bilateral maupun
multilateral. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa NTB
berkontribusi besar bagi restriksi perdagangan di negara. Selain itu, di
34 dari 78 negara dalam sampel, restriksi dengan NTB lebih besar
dibanding retriksi menggunakan tarif. Dengan demikian, NTB harus
menjadi prioritas bagi negosiator perdagangan, terutama bagi yang
mencari akses lebih baik ke pasar negara maju, dimana restriksi
dengan NTB akan terlihat lebih kuat (Kee et al, 2009).
17
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB III. GAMBARAN UMUM INDUSTRI BESI BAJA NASIONAL
18
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
sebagai bahan baku utama pembuatan besi, dilanjutkan dengan
proses ore dressing yang menghasilkan konsentrat (iron ore
concentrate). Selanjutnya dalam proses aglomeration dihasilkan pellet
dan sinter. Pellet dan sinter digunakan sebagai bahan baku
pembuatan besi (iron making), menghasilkan sponge iron, hot bricket
iron, hot metal, dan pig iron.
19
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
(CRC/S). Sementara long product digunakan untuk pemenuhan
industri konstruksi dan infrastruktur, terdiri dari bars, structurals, wire
rod. Permintaan keduanya dalam periode 2002-2010, mengalami
pertumbuhan dengan trend yang meningkat. Baik untuk konsumsi flat
product maupun long product, keduanya masih banyak yang berasal
dari impor. Khusus untuk industri long product, utilisasi produksi
rendah (sekitar 60%), barang impor banyak di pasar, sehingga
produksi lokal hanya terserap sebagian di pasar12.
12 th
75 OECD Steel Committee Meeting pada Desember 2013
20
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
kebutuhan besi baja kasar nasional melalui impor. Impor besi baja
kasar pada tahun 2013 tercatat sebanyak 4,9 juta ton, tumbuh 24,1%
per tahun dalam lima tahun terakhir.
21
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Ribu Ton
Besi/Baja Kasar Ribu Ton Besi Beton/Profile Ringan
25,000 6,000
5,000
20,000
4,000
10,806.4
2,454.0
15,000 2,328.1
9,161.5
2,053.6
3,000 1,958.9
1,899.2
5.5 8.3
10,000 6,727.3 6,873.1 7.0 60.2
3.8 65.0
6,154.8 9.9
2,000 17.2 5.5 32.4
4,876.6 53.8 54.0
13.2 1.5 3,817.7
2.2
2,402.0 2,175.2
5,000 2,092.5 2,270.0 2,402.1
1,000 1,862.5 1,910.4 2,031.2
5,347.6 5,935.2
4,064.4 4,338.5 4,669.5
0 0
2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013
2,500 12,000
1,361.3 10,000
2,000 1,084.5
6,195.3
1,227.8
1,041.2
5,570.5
953.1 8,000
4,551.2
1,500
205.3 47.7
165.1 50.7 176.6 3,538.9 73.1
6,000 164.0
223.8 149.4
132.6 180.7 3,026.0
395.0 2,591.6
1,000 163.3
2,384.0
4,000 420.9 1,802.1
462.3
1,099.7
1,232.5 828.2
1,066.1 1,129.1
500 1,025.7
922.3
2,000 3,676.8
3,144.1 3,350.6
2,660.1 2,860.1
0 0
2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013
22
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
ton atau senilai USD 12,65 miliar di tahun 2014. Namun, impor besi
baja di tahun 2014 tersebut telah berkurang 11,95% dibanding tahun
sebelumnya yang mencapai 16,04 juta ton atau senilai USD 14,40
miliar.
Dari total produk besi baja impor tersebut, sebagiannya telah dan
sedang dikenakan tindakan pengamanan berupa tindakan
antidumping dan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard).
Jumlah impor produk yang dikenakan tindakan pengamanan tersebut,
secara kumulatif 2010-2014, mencapai 27% dari impor produk besi
baja, yang terdiri dari 20% impor yang dikenakan BMAD dan 7% impor
yang dikenakan BMTP.
23
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
turun 14,60% dibanding tahun sebelumnya. Sementara impor CRC,
secara kumulatif juga berperan besar terhadap impor besi baja,
mencapai 19,26% dari impor besi baja yang dikenakan TPP atau
sebesar 3,48 juta ton. Impor HRC melonjak signifikan di tahun 2010-
2012, dan mulai turun di tahun 2013. Impor CRC di tahun 2014 juga
turun signifikan 44,50% dibanding tahun 2013.
24
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB IV. PENGAMANAN PERDAGANGAN PRODUK BESI BAJA
DAN DAMPAKNYA
25
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Selain itu, setiap impor besi atau baja oleh IP-Besi atau Baja atau
IT-Besi atau Baja harus dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis
impor terlebih dahulu oleh surveyor di pelabuhan muat sebelum
dikapalkan. Verifikasi tersebut mencakup jenis dan jumlah barang,
klasifikasi barang sesuai Pos Tarif/HS 10 (sepuluh) digit, dan
pelabuhan tujuan.
26
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
bagi industri dalam negeri produk sejenis atau produk yang secara
langsung bersaing. Safeguard dapat diterapkan setelah dilakukan
penyelidikan oleh otoritas berwenang, dalam hal ini Komite
Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan dalam penyelidikan
itu terbukti adanya kerugian serius yang dialami akibat terjadinya
lonjakan impor.
27
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Dilihat dari sisi permintaannya, kebutuhan nasional atas
HRC mencapai 3,6 juta ton di tahun 2014, jauh di atas
produksi nasionalnya yang hanya mencapai 1,8 juta ton. Di
sisi lain, capaian produksi HRC nasional tersebut baru
memanfaatkan 60,0% dari kapasitas produksinya.
Kurangnya pasokan dari dalam negeri ini menyebabkan
tetap tingginya pemintaan terhadap HRC impor untuk
memenuhi kebutuhan industri nasional, meskipun telah
dikenakan BMAD.
1.400
Perpanjangan
1.200
pengenaan BMAD thd
1.000 impor asal RRT, India,
Pengenaan BMAD Rusia, Taiwan, Thailand
800
thd impor asal
600 Korsel dan
Malaysia
400 Pengenaan BMAD thd
impor asal RRT, India,
200
Rusia, Taiwan, Thailand
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014
28
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
di tahun sebelumnya. Selama periode Januari-September
2014, total produksi HRCnya mencapai 137,6 juta ton,
cenderung tidak berfluktuasi dibanding tahun sebelumnya14.
Tidak mengherankan jika kebutuhan nasional juga banyak
dipasok oleh impor HRC asal RRT.
80
periode pengenaan
60
BMAD....
40
20
Volume Impor H&I SECTION Volume Impor TIN PLATE
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014
14
www.yieh.com, Steel News, diakses pada tanggal 24 Juni 2015
29
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Di tahun 2010, impor I & H Section kembali dikenakan
BMAD, selama lima tahun. Sejak dikenakannya BMAD
tersebut, impor I & H section memperlihatkan penurunan
yang berarti, hingga kembali mencapai titik terendahnya
dalam enam tahun terakhir, yakni 44,316 ton setelah sempat
mencapai 80,983 ton di tahun 2010.
30
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
CRC dan HRP
Ribu Ton
1.000
800
600 periode
pengenaan
BMAD....
400
200
Volume Impor CRC Volume Impor HRP
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014
31
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
miliar, atau 16,3% dari total impor besi baja. Nilai ini
didominasi oleh impor HRC yang mencapai USD 5,3 miliar,
atau 45,9% dari impor besi baja yang dikenakan BMAD.
H&I SECTION
26%
19%
HRC
3% HRP
32
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
4.1.2. Kebijakan Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard)
Ribu Ton
Paku
12.0
Volume Impor Paku
10.0
8.0
6.0 periode
pengenaan
4.0 BMTP
2.0
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
33
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Namun demikian, impor paku kembali mengalami
lonjakan tinggi pasca berakhirnya pengenaan BMTP. Di
tahun 2013, impor paku mencapai 8,662 ton atau meningkat
drastis 184,0% dibanding tahun sebelumnya, dan meningkat
71,2% dari tahun 2009. Peningkatan impor paku ini terus
berlangsung hingga tahun 2014 mencapai 9,831 ton. Hal ini
menunjukkan bahwa pengenaan BMTP pada paku sangat
berpengaruh dalam menekan laju impor.
34
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Namun demikian, sama halnya dengan paku, impor
kawat bindrant kembali meningkat tajam pasca periode
pengenaan BMTP. Impor kawat bindrant mencapai 43,550
ton di tahun 2014, atau naik 199,1% dari tahun 2010.
35
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Di sisi lain, impor tali kawat baja (termasuk tali kawat
baja lainnya) cenderung turun sejak tahun 2009, sebelum
dimulainya penyelidikan oleh KPPI. Di tahun 2009, impor tali
kawat baja mencapai 27,111 ton, kemudian turun 20,3% di
tahun 2010 hingga mencapai 21,608 ton. Sejak pengenaan
BMTP atas impor tali kawat baja tahun 2011, impornya terus
tertekan hingga hanya mencapai 12,942 ton atau turun
40,1% dari tahun 2010. Penurunan impor ini terus
berlangsung hingga tahun berikutnya, yang mencapai titik
terendahnya selama lima tahun terakhir yakni sebesar 5,923
ton atau turun 54,2% dari tahun 2011. Namun demikian, di
tahun 2013-2014, impor tali kawat baja kembali meningkat
meskipun pengenaan BMTP masih berlangsung.
Ribu Ton
Kawat Bronjong
7.0
6.0 periode
pengenaan
5.0 BMTP ... -2016
4.0
3.0
2.0
Volume Impor Kawat
1.0
Bronjong
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
36
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
pengenaan BMTP di akhir 2012, impor kawat bronjong
hingga kini terus memperlihatkan penurunan yang sginifkan.
Impor kawat bronjong di tahun 2013 turun 13,0% dibanding
tahun 2012, begitupun dengan impornya di tahun 2014 yang
juga turun 13,8% dibanding tahun sebelumnya.
37
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BJ LAS ,Casing dan Tubing, HRC
Ribu Ton
700.0
Volume Impor BJ LAS Volume Impor Casing dan Tubing HRC
600.0
500.0
400.0
periode
300.0 pengenaan
BMTP ...
200.0 -2017
100.0
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
38
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
2014. Nilai ini turun dibanding tahun 2013 yang mencapai
USD 1,1 miliar. Namun jika dilihat dari pertumbuhannya
selama enam tahun terakhir, nilai impor produk yang
dikenakan BMTP tumbuh drastis sebesar 30,4% per tahun
dan volumenya tumbuh 47,2% per tahun.
HRC
26%
I dan H section dari Baja Paduan Lainnya
18%
Kawat Bindrat
Kawat Bronjong
26% Paku
39
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
yang sangat dibutuhkan oleh industri besi baja karena sektor
ini memiliki dampak yang besar, baik bagi industri hulu
sebagai pemasok bahan baku, maupun bagi industri
pengguna sebagai konsumen akhir produk besi baja.
15
Tingkat ERP yang tertinggi adalah Gula sebesar 638,5% , sementara yang terendah adalah
Minyak sawit sebesar -43,0%.
41
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Pengaruh yang paling terasa dari kebijakan tersebut adalah
berhasil menekan laju impor produk besi baja. Sebagaimana
dijelaskan pada sub bab sebelumnya, selama periode pengenaan
BMTP dan BMAD, kinerja impor umumnya memperlihatkan penurunan
yang signifikan. Akibat dari penurunan impor ini, produk akhir besi
baja nasional dapat kembali terserap di pasar.
42
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
produk hilir, meskipun banyak diantaranya yang skala perusahaannya
tidak sebesar di sektor hulur. Sebagai dampak langsung yang
dirasakan oleh industri akibat kebijakan pengamanan perdagangan
yang diterapkan adalah berhenti beroperasinya berapa perusahaan di
sektor hilir karena tidak mampu bersaing dengan produk impor.
Produk impor memiliki harga yang lebih murah dengan kualitas yang
lebih bagus, tidak mengherankan jika industri pengguna banyak
memilih untuk menggunakan produk impor. Selain harga dan kualitas,
secara kuantitas pun produk lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan
permintaan nasional.
43
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
retsrukturisasi tarif MFN bagi produk besi baja, dan seleksi investasi
untuk pabrik baja.
Kenaikan tarif bea masuk MFN bagi produk besi baja dinilai akan
kurang memberikan dampak atau pengaruh yang signifikan bagi
kegiatan importasi besi baja. Sebagian besar impor besi baja berasal
dari RRT, pangsa impor besi baja asal RRT mencapai 24,2% dari total
impor besi baja Indonesia di tahun 2014. Impor asal RRT yang
dilakukan dengan menggunakan Surat Keterangan Asal (SKA) form E
dalam rangka ACFTA akan mendapat fasilitas bea masuk sesuai
dengan tarif preferensinya yang pada dasarnya lebih rendah
dibanding MFN. Dalam ACFTA, tarif bea masuk untuk produk besi
baja sebagian besarnya nol persen sebagaimana tertuang dalam
Lampiran PMK No.117/PMK.011/2012. Selain RRT, pangsa impor
besi baja terbesar lainnya berasal dari Jepang (20,3%) dan Korea
Selatan (10,9%), yang keduanya juga memiliki FTA dengan Indonesia
yakni IJEPA dan AKFTA.
44
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
dengan Indonesia antara lain Rusia (5,2%), Taiwan (4,8%), dan
Ukraina (1,5%).
45
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Rekomendasi
47
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
DAFTAR PUSTAKA
48
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Kemenko Perekonomian. 2014. Rapat Koordinasi Pengembangan Industri
Baja Nasional.
https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/agrm8_e.htm
KADI. 2014
KPPI. 2014
49
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan