Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN

KESEHATAN KERJA DALAM KEPERAWATAN

Disusun Oleh :
1. Nugroho Adhy Prasetyo (C2019081)
2. Nurul Fatimah (C2019082)
3. Oktaviany Ayu Prawita Sari (C2019083)
4. Putri Ana Devi (C2019084)
5. Putri Silvia Dewi (C2019085)
6. Regita Cahyani (C2019086)
7. Retno Widayanti (C2019087)
8. Rhido Rhizeky Suroso (C2019088)
9. Rima Fitria Anggraini (C2019089)
10.Rina Sri Widayanti (C2019090)

UNIVERSITAS `AISYIYAH SURAKARTA


TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya yang telah di
limpahkan kepada kita sehingga kita dapat menyelesaikan tugas dari dosen kami Ibu Ns.
Kanthi Suratih, M.Kes. yaitu makalah tentang “Konsep Infeksi Nosokomial”.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak, atas bantuan serta dukungan dan doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini
dan dapat mengetahui tentang konsep infeksi nosokomial. Kami mohon maaf apabila
makalah ini mempunyai banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis yang masih dalam
tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun, sangat diharapkan oleh kami dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga
makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca maupun kami.

Surakarta, 05 Oktober 2020


Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI…........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
C. Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3
A. Pengertian Infeksi Nosokomial..................................................................................... 3
B. Sumber Infeksi Nosokomial...................................................................................... 3-4
C. Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial........................................................................ 5-6
D. Jenis-Jenis Infeksi Nosokomial.................................................................................. 6-7
E. Cara Penularan Infeksi Nosokomial.......................................................................... 7-8
F. Gejala Infeksi Nosokomial......................................................................................... 8-9
G. Pencegahan Infeksi Nosokomial.............................................................................. 9-12
H. Pengobatan Infeksi Nosokomial............................................................................ 12-14
I. Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial....................................... 14-15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA………………………….………………………………………..…. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah tempat untuk mencari kesembuhan tetapi bisa juga merupakan
sumber dari berbagai penyakit, yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang
berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit,
seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda peralatan medis maupuu non medis
(Nugraheni, dkk, 2012). Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-
kuman, virus, dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam
proses asuhan keperawatan dengan mudah (Darmadi, 2008).
Penyakit infeksi bersifat dinamis atau mudah menyesuaikan diri dengan keadaan di
sekitar nya. Salah satu penyakit infeksi yang menjadi masalah penting di semua rumah sakit
di dunia dan merupakan penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka
kematian (mortality) adalah infeksi nosokomial (Darmadi, 2008).
Angka kejadian infeksi nosokomial di dunia pada umumnya masih tinggi. Survei
prevalensi yang dilakukan dengan bantuan World Health Organization (WHO) pada 55
rumah sakit di 14 negara yang mewakili 4 wilayah WHO (Eropa, Mediteranian Timur, Asia
Tenggara, dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien rumah sakit mengalami
infeksi nosokomial. Frekuensi infeksi nosokomial yang tinggi dilaporkan dari Rumah Sakit di
wilayah Asia Tenggara yaitu 10,0% (WHO, 2002). Angka ini tidak jauh berbeda dengan yang
ditemukan di Indonesia. Berdasarkan penelitian di 10 Rumah Sakit Umum (RSU) pendidikan
pada tahun 2010, infeksi nosokomial di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 6-16% dengan
rata-rata 9,8% (Jeyamohan, 2011). Di RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan data dari
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi prevalensi infeksi nosokomial tahun 1996 dan
2002 adalah 9,1 % dan 10,6 % (Novelni, 2011).
Penderita yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit
dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara umum keadaan
umumnya tentu tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuhnya menurun. Infeksi adalah
masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang
disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry, 2005). Oleh karena
itu, di dalam makalah ini membahas tentang infeksi yang ada di rumah sakit atau biasa
disebut dengan infeksi nosokomial.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari infeksi nosokomial?
2. Dari mana sajakah sumber infeksi nosokomial?
3. Apa faktor penyebab infeksi nosokomial?
4. Apa saja jenis-jenis infeksi nosokomial?
5. Bagaimana cara penularan infeksi nosokomial?
6. Apa saja gejala infeksi nosokomial?
7. Bagaimana pencegahan infeksi nosokomial?
8. Pengobatan apa saja untuk menangani infeksi nosokomial?
9. Apa peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial.
2. Untuk mengetahui sumber infeksi nosokomial.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab infeksi nosokomial.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis infeksi nosokomial.
5. Untuk mengetahui cara penularan infeksi nosokomial.
6. Untuk mengetahui gejala infeksi nosokomial.
7. Untuk mengetahui pencegahan infeksi nosokomial.
8. Untuk mengetahui pengobatan infeksi nosokomial.
9. Untuk mengetahui peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi Nosokomial


Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan ini disebut infeksi nosokomial. Nosokomial berasal dari Bahasa Yunani, dari
kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti
tempat untuk untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nosokomial dapat diartikan
sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit (Darmadi, 2008).
Menurut Darmadi (2008), rumah sakit sebagai institusi pelayanan medis tidak
mungkin lepas dari keberadaan sejumlah mikroba pathogen. Hal ini dimungkinkan karena
rumah sakit merupakan tempat perawatan segala macam penyakit, rumah sakit
merupakan “gudangnya” mikroba pathogen, dan mikroba pathogen yang ada umumnya
sudah kebal terhadap antibotik.
Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat
masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien
menjadi terinfeksi. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang bersumber dari rumah
sakit atau infeksi yang terdapat di sarana kesehatan (Sabarguna, 2007).
Ciri-ciri infeksi nosokomial antara lain saat masuk rumah sakit tidak ada tanda gejala
atau tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut, infeksi terjadi minimal 3 x 24 jam setelah
pasien di rumah sakit, dan infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh
mikroorganisme yang berbeda (Sabarguna, 2007).

B. Sumber Infeksi Nosokomial


Di rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya sumber penularan infeksi
adalah pendeita dan petugas tempat pelayanan tersebut. Tuan rumah bisa penderita yang
sakit parah, orang-orang tanpa gejala tetapi dalam masa inkubasi atau dalam window
period dari suatu penyakit, atau orang-orang yang karier khronik dari satu mikroba
penyebab infeksi. Sumber infeksi lain adalah flora endogen penderita sendiri atau dari
benda-benda di lingkungan penderita termasuk obat-obatan, dan alat kedokteran serta
devices yang terkontaminasi.

3
Manusia mempunyai tingkat kekebalan yang berbeda-beda terhadap infeksi,
tergantung pada usia, penyakit yang dideritanya, dan faktor lain yang mungkin ada,
misalnya karena sistem kekebalan terganggu, akibat pengobatan dengan obat-obat
immuno suppressant atau radiasi. Risiko infeksi juga lebih tinggi pada penderita yang
menjalani pembedahan dan narkose, dan pada penderita yang tinggal di rumah sakit untuk
waktu yang lama. Alat yang dimasukkan ke tubuh penderita, misalnya kateter, terutama
bila digunakan dalam waktu yang lama, juga bisa meninggikan resiko infeksi nosokomial.
Selain itu, infeksi nosokomial disebabkan oleh bakteri yang ada di rumah sakit.
Bakteri tersebut bisa didapat dari orang lain yang ada di rumah sakit, bakteri yang
menjadi flora normal (bakteri yang secara normal ada di dalam tubuh dan pada keadaan
normal tidak menyebabkan gangguan) orang itu sendiri, atau bakteri yang
mengontaminasi lingkungan dan alat-alat di rumah sakit. Selain bakteri, jamur, virus, atau
parasit juga dapat menjadi penyebab infeksi nosokomial.
Menurut Reksodipuro, et.al, 1996, penyebab utama yang menyebabkan infeksi
nosokomial adalah Streptococcus alpha herniolyticus dan Staphylococcus epidermidis.
Dalam beberapa dekade terakhir ini infeksi nosokomial yang disebabkan oleh
Staphylococcus epidermidis makin sering terjadi, terutama pada pasien yang diberi terapi
kortikosteroida, bakteri ini bersifat oportunitis.
Bakteri yang resisten adalah ketika antibiotik menjadi kurang efektif untuk
membunuh bakteri tersebut. Hal ini disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak
sesuai dengan anjuran dokter. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan
mengakibatkan bakteri yang ada di dalam tubuh manusia berubah karakter dan menjadi
tahan terhadap antibiotik. Rumah sakit merupakan tempat berbagai jenis pasien, sehingga
bakteri yang resisten tersebut dapat menyebar di lingkungan rumah sakit dan akan lebih
sulit untuk ditangani bila menjangkiti seseorang.

4
C. Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial
Utji (1996) faktor yang menentukan terjadinya infeksi nosokomial yaitu sumber
infeksi dapat berupa kuman, virus, protozoa dan parasit yang terdapat di alam. Bahkan
manusia sehat juga penuh dengan kuman yang dianggap normal. Untuk penderita yang
imunokompromi, kuman normal pun dapat menjadi patogen karena daya tahan tubuh
yang berkurang. Lingkungan kita terkenal dengan sumber kuman patogen yang paling
besar. Bila Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial akan mengawasi semua sumber
kuman dengan jalan memantau secara rutin, biayanya akan sangat besar dan tidak praktis.
Hidayat (2006) menyebutkan terdapat beberapa sumber infeksi nosokomial, antara
lain :
1) Pasien
Pasien merupakan unsur utama terjadinya infeksi nosokomial yang dapat
menyebarkan infeksi kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung atau
benda, dan alat kesehatan lainnya.
2) Petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung, yang
dapat menularkan berbagai kuman ke tempat lain.
3) Pengunjung
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam
lingkungan rumah sakit atau sebaliknya yang didapat dari dalam rumah sakit ke luar
rumah sakit.
4) Sumber lain
Sumber lain yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang
meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, atau alat yang ada di
rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan
sebaliknya.
5) Penderita
Penderita selalu menjadi sasaran bibit penyakit karena biasanya keadaan tubuh
yang lemah. Langkah pertolongan yang diberikan rumah sakit dalam perawatan
penderita serba sulit karena perawatan yang kurang akan melemahkan daya tahan
penderita.

5
Dalam pengendalian infeksi nosokomial, penderita harus menjadi objek yang
paling utama : to do the patient no harm. Kita harus cepat dalam menanggulangi atau
mencegah infeksi dari luar maupun dari dalam. Keadaan yang paling optimal adalah
kalau penderita dirawat secara khusus seperti di isolasi atau dilayani khusus oleh
perawat tertentu.

D. Jenis-Jenis Infeksi Nosokomial


Muhlis (2006) dan Isselbacher, et.at (1999) dalam bukunya menyebutkan infeksi
nosokomial yang sering ditemukan antara lain :
1) Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial yang paling sering,
sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan
penggunaan kateter urin. bakteri yang menginfeksi biasanya E. Coli.
2) Infeksi pada saluran operasi
Infeksi luka operasi menyebabkan sekitar 25-30% infeksi nosokomial tetap
berperan sampai 57% hari perawatan tambahan di rumah sakit dan 42% biaya
tambahan. Infeksi ini biasanya disebabkan karena flora mukosa dan kulit yang
didapatkan dari rumah sakit atau endogen dan kadang-kadang dengan penyebaran
sisik kulit lewat udara yang mungkin dilepaskan ke luka dari anggota tim ruang
operasi.
3) Bakteriemia
Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5% dari total infeksi nosokomial. Tetapi
dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang
resisten antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida.
4) Infeksi saluran nafas bagian bawah atau pneumonia
Pneumonia menyebabkan 15-20% infeksi nosokomial tetapi menyebabkan
24% hari-hari tambahan perawatan dirumah sakit dan 39% biaya tambahan. Hampir
semua pneumonia nosokomial bakterial disebabkan karena aspirasi flora lambung dan
orofaring yang didapatkan dari rumah sakit atau endogen. Pneumonia nosokomial
menyebabkan angka kematian sampai 50% di Unit Perawatan Intensif.
5) Apabila infeksi nosokomial dibagi berdasarkan jenis infeksinya, gejala-gejala yang
tampak adalah sebagai berikut:

6
 Infeksi aliran darah
Infeksi rumah sakit yang berkaitan dengan infeksi aliran darah menunjukkan
gejala-gejala yaitu demam, tubuh menggigil, suhu tubuh sangat rendah, buang air
kecil lebih jarang dari biasanya, denyut nadi lebih cepat, napas lebih cepat, mual,
muntah, dan diare.
 Pneumonia
Apabila infeksi nosokomial berhubungan dengan pneumonia, tanda-tanda dan
gejala yang dapat dirasakan yaitu demam, batuk yang disertai dahak, wheezing
(mengi, suara tersengal-sengal), suara bergemeretak saat bernapas, berkeringat
berlebih, napas lebih pendek dan cepat, rasa sakit yang menusuk di dada saat
bernapas atau batu, kehilangan nafsu makan, tubuh lemas, mual dan muntah, serta
kebingungan, terutama pada pasien berusia lanjut.

E. Cara Penularan Infeksi Nosokomial


Cara penularan melalui tenaga perawat ditempatkan sebagai penyebab yang paling
utama infeksi nosokomial. Penularan melalui tangan perawat dapat secara langsung
melalui peralatan yang invasif. Dengan tindakan mencuci tangan secara benar saja,
infeksi nosokomial dapat dikurangi 50%. Peralatan yang kurang steril, air yang
terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang mengandung kuman, sering
meningkatkan resiko infeksi nosokomial.
Selain itu, penularan infeksi bisa melalui udara (lewat saluran nafas), kontak langsung
melalui sentuhan kulit, atau lewat saluran cerna. Mikroba yang sama bisa ditularkan
melalui lebih dari satu rute penularan. Penularan lewat udara secara langsung bisa juga
terjadi misalnya melalui droplet, atau melalui partikel debu dalam udara di ruangan.
Penularan liwat udara termasuk aerosol (partikel kolloidal dalam gas), yang bisa
dihasilkan pada berbagai prosedur tindakan, antara lain mencuci alat medis dan peralatan
lain secara manual, pembuangan sampah pada tempat sampah yang dipakai tanpa
penutup. Mikroorganisme yang dibawa dengan cara ini bisa disebarkan oleh udara sampai
jauh, melalui ventilasi atau mesin penyejuk ruangan.
Penyebaran lewat droplet bisa terjadi saat bersin, batuk, berbicara, atau saat me-
lakukan prosedur medis misalnya bronkhoskopi, dan mengisap (suctioning). Jarak pe-
nyebaran droplet ditentukan oleh kekuatan eksplosif dan gaya gravitasi, sedangkan
distribusi partikel udara ditentukan oleh gerakan udara.

7
Kontak kulit bisa langsung atau tidak langsung, dan biasanya disebarkan oleh tangan
atau via kontak dengan darah dan bagian tubuh. Penyebaran infeksi bisa juga lewat
common vechicle (makanan, air, obat-obatan, devices, dan peralatan yang
terkontaminasi). Penularan via vector (lewat nyamuk, lalat, tikus dan binatang lain)
mungkin bisa terjadi, walaupun jarang.
Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang yang berada di
lingkungan rumah sakit untuk terkena infeksi nosokomial, antara lain:
1) Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya akibat HIV/AIDS atau
menggunakan obat imunosupresan.
2) Menderita koma, cedera berat, luka bakar, atau syok.
3) Memiliki akses atau sering kontak dengan pasien yang sedang menderita penyakit
menular, tanpa menggunakan alat pelindung diri yang sesuai standar operasional
(SOP).
4) Mendapatkan perawatan lebih dari 3 hari atau dalam jangka panjang di ICU.
5) Berusia di atas 70 tahun atau masih bayi.
6) Memiliki riwayat mengonsumsi antibiotik dalam jangka panjang.
7) Menggunakan alat bantu pernapasan, seperti ventilator.
8) Menggunakan infus, kateter urine, dan tabung endotrakeal (ETT).
9) Menjalani operasi, seperti operasi jantung, operasi tulang, operasi penanaman
peralatan medis (misalnya alat pacu jantung atau implan), atau operasi
transplantasi organ.
10) lingkungan rumah sakit yang padat.
11) Kegiatan memindahkan pasien dari satu unit ke unit yang lain.
12) penempatan pasien sistem imun yang lemah dengan pasien yang menderita
penyakit menular di ruangan yang sama, juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya infeksi nosokomial.

F. Gejala Infeksi Nosokomial


Beberapa gejala umum infeksi nosokomial, antara lain:
1) Batuk dengan dahak kental.
2) Demam atau menggigil.
3) Jantung berdebar cepat (takikardia).
4) Tubuh terasa lemas.

8
5) Nyeri punggung bawah atau perut bawah.
6) Sesak napas.

G. Pencegahan Infeksi Nosokomial


1) Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program yang termasuk :
 Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci
tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi, dan
desinfektan.
 Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
 Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang
cukup dan vaksinasi.
 Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
 Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit, dan mengontrol penyebarannya.
2) Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
hygiene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar,
karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan,
sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan
yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan
melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi.
Hal yang perlu diingat adalah :
 Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan
tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap
telah terkontaminasi.
 Segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
 Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan
tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap
pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sarung tangan
harus segera diganti.

9
3) Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
 Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan.
 Pergunakan jarum steril.
 Penggunaan alat suntik yang disposabel.
 Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita
melakukan tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses
(Wenxel, 2002).
4) Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit
sangat bersih dari debu, minyak dan kotoran. Pengaturan udara yang baik dengan
mengusahakan pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status
imun dan penderita yang menyebabkan penyakit melalui udara. Selain itu, rumah
sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan
pemprosesan serta filternya untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri.
tentunya, toilet juga harus dijaga kebersihannya serta diberikan desinfektan untuk
membunuh kuman (Pohan, 2002).
5) Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu
pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang
penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang menyebabkan
kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV.
Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukemia dan pengguna
obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga
kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan didalam ruang isolasi juga
sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu
menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila
sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien
dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
6) Mengontrol risiko penularan dari lingkungan.
7) Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotik profilaksis yang tepat, nutrisi yang
cukup, dan vaksinasi.
8) Mengurangi risiko infeksi endogen dengan cara mengurangi prosedur invasif dan
menggunakan antimikroba secara optimal.

10
9) Pengamatan infeksi, identifikasi, dan pengendalian wabah.
10) Pencegahan infeksi pada tenaga medis.
11) Edukasi terhadap tenaga medis.
12) Penggunaan masker bertujuan untuk melindungi pasien dan tenaga medis.
Penggunaan masker oleh tenaga medis saat bekerja di ruang operasi dan saat
merawat pasien imunokompromais memberikan perlindungan untuk pasien. Tenaga
medis harus memakai masker ketika merawat pasien dengan infeksi yang ditularkan
melalui udara, atau ketika melakukan bronkoskopi. Pasien dengan infeksi yang
ditularkan melalui udara harus menggunakan masker ketika berada di luar ruang
isolasi.

Dalam mencegah / mengendalikan infeksi nosokomial, ada tiga hal yang perlu ada
dalam program pengendalian infeksi nosokomial yaitu, Roeshadi (1996) :
1) Adanya sistem surveillance yang mantap
Surveillance suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan
dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi
tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Tujuan
dari surveillance adalah untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
Keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial ditentukan oleh kesempurnaan
perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar (the proper
nursing care). Dalam pelakanaan surveillance ini, perawat sebagai petugas lapangan
digaris paling depan, mempunyai peran yang sangat menentukan.
2) Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, dengan tujuan untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial
Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah
dimengerti semua petugas. Standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus)
ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan
peraturan ini, peran perawat sangat besar sekali.
3) Adanya program pendidikan yang terus menerus bagi semua petugas rumah sakit
dengan tujuan mengembalikan sikap mental benar dalam merawat penderita.
Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan mengajar yang terus
menerus. Program pendidikan hendaknya tidak hanya ditekankan pada aspek
perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi dari infeksi
nosokomial.
11
Menurut Hidayat (2006) tindakan pencegahan infeksi nosokomial dapat dilakukan
beberapa cara antara lain :
1) Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini
dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan
jumlah mikoorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar
alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.
2) Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikoorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
3) Dekontaminasi yaitu tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh
petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum
pencucian dilakukan, caranya dibersihkan dengan cairan Lysol.
4) Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau setiap
benda asing seperti debu dan kotoran.
5) Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan mikroorganime (bakteri, jamur, virus)
termasuk bakteri endospora dari benda mati dengan cara pembakaran alat dengan
menggunakan alkohol, menggunakan alat sterilisator.
6) Desinfeksi, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua)
mikoorganisme penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi
dilakukan dengan merebus atau menggunakan laturan kimia.

H. Pengobatan Infeksi Nosokomial


Pengobatan Infeksi Nosokomial tergantung pada jenis infeksi nosokomial. Dokter
mungkin akan merekomendasikan antibiotik, pengobatan bedah invasif, dan perawatan
luka, atau bahkan bed rest.
1. Antibiotik
Waktu yang dibutuhkan untuk mengonsumsi antibiotik bervariasi untuk mengobati
infeksi luka bedah, tetapi biasanya selama 1 minggu. Penderita infeksi nosokomial
mungkin mulai menggunakan antibiotik yang dimasukkan melalui pembuluh darah
dan kemudian diganti dengan pil. Disarankan untuk mengonsumsi semua antibiotik
yang diresepkan, bahkan jika merasa lebih baik.

12
Jika keluar cairan dari luka, mungkin akan dilakukan tes untuk mengetahui
antibiotik yang cocok dan terbaik. Beberapa luka terinfeksi methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) yang kebal terhadap methicillin, resisten terhadap
antibiotik yang biasa digunakan. Infeksi MRSA akan membutuhkan antibiotik khusus
untuk mengobatinya.
2. Pembedahan Invasif
Terkadang, dokter bedah akan melakukan prosedur untuk membersihkan luka.
Dokter dapat menangani kondisi ini di ruang operasi, di ruang perawatan atau di
klinik. Dokter akan melakukan prosedur membuka luka misalnya dengan melepas
jahitan. Melakukan tes cairan yang keluar dari luka atau jaringan pada luka untuk
mengetahui apakah ada infeksi dan untuk menentukan obat antibiotik apa yang paling
baik. Membersihkan luka dengan menghilangkan jaringan yang mati atau terinfeksi
dalam luka. Membilas luka dengan air garam (larutan garam). Menguras kantong
nanah (abses), jika ada. Membalut luka dengan perban.
3. Perawatan Luka
Luka bedah mungkin perlu dibersihkan dan perban diganti secara teratur. Guna
membantu luka bedah cepat sembuh, mungkin membutuhkan terapi luka tekanan
negatif atau dikenal dengan balutan vacuum-assisted closure (VAC), yang dapat
meningkatkan aliran darah pada luka dan membantu penyembuhan. VAC terdiri dari
pompa vakum, potongan busa agar sesuai dengan luka, dan tabung vakum. Perban
yang bening ditempel di bagian atas luka. Potongan busa dapat diganti setiap 2 hingga
3 hari.
Pengobatan ini mungkin butuh berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan
berbulan-bulan untuk membersihkan luka, bersih dari infeksi, dan akhirnya sembuh.
Jika luka terbuka tidak kunjung sembuh dengan sendirinya, mungkin memerlukan
operasi cangkok kulit atau otot untuk menutup luka. Jika cangkok otot diperlukan,
dokter bedah dapat mengambil sebagian otot dari pantat, bahu, atau dada bagian atas
untuk menutupi luka. Selain itu, dokter akan melepaskan perangkat medis seperti
kateter secepatnya sesuai kebutuhan medis. Sementara untuk membantu proses
penyembuhan alami, dokter akan menganjurkan pola makan sehat, asupan cairan yang
cukup, dan istirahat.

13
4. Terapi suportif, seperti pemberian cairan, oksigen, atau obat untuk mengatasi gejala,
akan diberikan sesuai kondisi dan kebutuhan pasien. Terapi suportif dilakukan untuk
memastikan agar kondisi pasien tetap stabil.
5. Bila memungkinkan, seluruh alat yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi akan
dicabut atau diganti.

I. Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial


Menurut Roeshadi (1996) peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial ada 3
yang harus dilaksanakan antara lain :
1) Sebagai pelaksana lapangan dalam melaksanakan pengendalian infeksi nosokomial
mempunyai tugas melakukan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai
evaluasi pada kasus infeksi nosokomial yang terjadi di ruang perawatan. Sebagai
pelaksana lapangan perawat harus mendokumentasikan secara tertulis hasil proses
keperawatan ke bagian rekam medis. Di samping itu perawat harus melakukan
konsultasi kepada kepala Tim serta melaporkan hasil pelaksanaan ke kepala ruang
mengenai kasus infeksi nosokomial. Serta melakukan perawatan kepada pasien
sesuai dengan protap yang ada di rumah sakit melakukan pencegahan dengan cara
membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan
dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik; sterilisasi dan
desinfektan, melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat; nutrisi
yang cukup dan vaksinasi.
Melakukan dekontaminasi tangan, melakukan pencegahan penularan dari
lingkungan rumah sakit dengan cara pembersihan yang rutin dari debu, minyak dan
kotoran. Serta melakukan pencegahan dengan membuat suatu pemisahan pasien
terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara yang menyebabkan
kontaminasi berat, memakai alat pelindung selama melakukan tindakan keperawatan.
Melakukan evaluasi melalui dokumentasi terhadap setiap tindakan perawatan kepada
pasien yang terinfeksi nosokomial serta melakukan evaluasi tentang respon pasien
setelah dilakukan tindakan keperawatan.

14
2) Sebagai tim kontrol infeksi dalam pengendalian infeksi nosokomial, perawat
mempunyai tugas yaitu melakukan surveilan suatu penyakit secara sistematik dan
dilakukan terus menerus terhadap penyakit yang terjadi pada pasien atau penderita
yang terkena infeksi sehingga dengan adanya tindakan pengamatan resiko terjadinya
infeksi akan menurun. Dan ikut serta dalam koordinasi atau rapat pengendalian
infeksi nosokomial. Perawat sebagai tim kontrol infeksi juga membuat laporan
kegiatan dan hasil dalam pengendalian infeksi nosokomial, mengumpulkan data yang
diperlukan dalam pengendalian infeksi nosokomial sesuai prosedur tetap dan juga
mengumpulkan beberapa data untuk mengklasifikasikan jenis infeksi nosokomial
serta melakukan identifikasi pasien yang mempunyai penyakit infeksi dengan pasien
yang tidak mempunyai penyakit infeksi dengan cara melakukan isolasi setiap pasien
di ruangan khusus. Melaporkan kejadian infeksi nosokomial secara menyeluruh.
3) Sebagai pendidik dalam pengendalian infeksi nosokomial dimana tugasnya
memberikan bimbingan dan pengajaran tentang cara pencegahan ataupun
pengendalian infeksi nosokomial yang ada di rumah sakit kepada tenaga keperawatan
lain yang di nilai bahwa perawat tersebut mengenai pengetahuan infeksi nosokomial
masih kurang, dengan tujuan mengembalikan sikap mental yang benar dalam
merawat penderita. Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien tentang
pencegahan infeksi nosokomial serta memberikan informasi kepada keluarga pasien
bila berkunjung untuk mentaati peraturan berkunjung yang dibuat oleh rumah sakit
untuk mencegah penularan infeksi nosokomial.
4) Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit
dan praktik keperawatan.
5) Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi.
6) Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah atau tanda dan gejala infeksi pada
saat pemberian layanan kesehatan.
7) Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular.
8) Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung, staf rumah
sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan
keperawatan.
9) Mempertahankan keamanan peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan di
ruangan dari penularan infeksi nosokomial.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa Permasalahan Infeksi
Nosokomial atau juga dikenal dengan nama Hospital Acquired Infection (HAI) atau yang
dikenal dengan sebutan nosocomion dalam bahasa yunani, nosos yang artinya penyakit
dan komeo yang artinya merawat. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi
yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita – penderita yang sedang dalam
proses asuhan keperawatan.
Perawat sebagai petugas lapangan digaris paling depan, mempunyai peran yang
sangat menentukan. Karena keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah
ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan
perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar (the proper
nursing care).

B. Saran
Setiap perawat harus mempunyai ”body of knowledge” yang spesifik, melanjtukan
program pendidikan yang terus menerus dengan tujuan mengembalikan sikap mental
benar dalam merawat penderita, perhatian dengan sepenuh hati terhadap pasien,
memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik keprofesian yang didasari
motivasi altruistik, mempunyai standar kompetensi dan kode etik profesi, memiliki
kepedulian, empati, komunikasi yang lemah lembut dan rasa kasih sayang perawat
terhadap seorang pasien akan membentuk suatu hubungan perawat-klien yang terapeutik.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://www.halodoc.com/kesehatan/infeksi-nosokomial
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/39079
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/104/jtptunimus-gdl-mardianada-5193-3-bab2.pdf
http://scholar.unand.ac.id/25374/2/2.%20BAB%201.pdf
Buntuan, V et al. 2016. Potensi Penyebaran Infeksi Nosokomial Di Ruangan Instalasi Rawat
Inap Khusus Tuberkulosis (Irina C5) Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-Biomedik
(eBm). Volume 6 : Halaman 2
Nasution, L. 2012. Infeksi nosokomial. Volume 39 : Halaman 36-41
http://www.perdoski.or.id/doc/mdvi/fulltext/20/115/Infeksi_Nososkomial_(36-41).pdf
diakses 06 Oktober 2020
Ibrahim, H. 2019. Pengendalian Infeksi Nosokomial Dengan Kewaspadaan Umum Di Rumah
Sakit [ONLINE] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/15016/1/Pengendalian%20infeksi
%20nosokomial%20dengan%20kewaspadaan%20umum%20di%20rumah%20sakit%20.pdf
diakses 06 Oktober 2020
Satriyo, J. 2020. Infeksi Nosokomial: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan, dll
[ONLINE] https://doktersehat.com/infeksi-nosokomial-penyebab-dan-pencegahannya/
diakses 07 Oktober 2020
Na’imah, S. 2020. Infeksi Nosokomial [ONLINE]
https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/infeksi-nosokomial-adalah-gejala-penyebab/
diakses 06 Oktober 2020
Pane, M. 2020. Infeksi Nosokomial [ONLINE] https://www.alodokter.com/infeksi-
nosokomial diakses 06 Oktober 2020

17

Anda mungkin juga menyukai