Anda di halaman 1dari 5

Bagaimana Cara Khilafah Mengelola Industri

Apa itu Industri ? Industri adalah usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan
keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri.
Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

Industri merupakan suatu kegiatan yakni mengolah bahan mentah atau barang setengah jadi
menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Dalam
istilah “industri” berasal dari bahasa latin industria yang berarti “tenaga kerja”. Untuk hal ini
negara maju identik dengan kegiatan perindustrian yang maju pula.

Lalu Bagaimana Cara Khilafah Mengelola Industri ?

Negara Khilafah adalah negara yang berkewajiban mengemban misi untuk


menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan metode (tharîqah) dakwah dan
jihad. Dengan misi agungnya ini Khilafah harus senantiasa dalam kondisi siap siaga untuk
melakukan jihad. Untuk itu, Khilafah memerlukan pabrik-pabrik yang memproduksi industri-
industri berat maupun ringan yang mendukung misi tersebut selain untuk menjauhkan Khilafah
dari ketergantungan yang akan melemahkan posisi Khilafah di mata negara-negara lain.

Lalu bagaimana Khilafah mempersiapkan semuanya? Siapa yang ditugasi untuk


mengurusi bidang industry ini? Seperti apa pula kebijakannya ?

Dalam Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara Islam: Pasal 74, yang berbunyi:
“Departemen Perindustrian adalah departemen yang mengurusi seluruh urusan yang
berhubungan dengan industri, baik industri berat seperti industri mesin dan peralatan, industri
otomotiv dan transportasi, industri bahan baku dan industri elektonika; maupun industri ringan,
baik industri itu temasuk kepemilikan umum atau yang termasuk kepemilikan individu, tetapi
memiliki hubungan dengan industri militer; dan segala jenis industri, semuanya wajib
dijalankan berasaskan politik perang.” (Hizbut Tahrir, Masyrû’ Dustûr Dawlah al-Khilâfah,
hlm. 20-21).

1
Depertemen Perindustrian

Untuk memenuhi semua kebutuhan yang membantu perwujudan misi Khilafah, yaitu
mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan metode (tharîqah) dakwah dan
jihad, Khilafah membentuk struktur tersendiri untuk tugas ini, yaitu Departemen Perindustrian.
Departemen Perindustrian inilah yang mengurusi seluruh urusan yang berhubungan dengan
industri, baik industri berat seperti industri mesin dan peralatan, industri otomotif dan
transportasi, industri bahan baku dan industri elektonika; maupun industri ringan baik pabrik-
pabrik yang temasuk dalam kepemilikan umum atau pabrik-pabrik yang termasuk dalam
kepemilikan individu, tetapi pabrik-pabrik tersebut memiliki hubungan dengan industri militer,
yakni memproduksi sesuatu yang berkaitan dengan peralatan perang (Hizbut Tahrir,
Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 235; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 106;
Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 149).

Asas Politik Perindustrian

Semua industri tersebut dengan berbagai jenis bentuk dan produknya harus dijalankan
berasaskan politik perang (as-siyâsah al-harbiyah). Sebab, jihad dan perang memerlukan
pasukan. Pasukan—agar mampu berperang—harus memiliki persenjataan. Untuk itu, agar
dapat terpenuhi secara memadai hingga pada tingkat yang optimal harus ada industri
persenjataan di dalam negeri, khususnya industri peralatan perang, karena hubungannya yang
begitu kuat dengan aktivitas jihad (Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 235; Hizbut
Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 106; Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 149).

Agar Khilafah mampu menjadi negara maju, memiliki kontrol dan kekuasaan atas
semua masalah perang dan militer, serta jauh dari pengaruh negara lain dalam masalah tersebut,
maka Khilafah harus mendirikan industri persenjataannya sendiri, dan mampu
mengembangkan persenjataan sendiri. Dengan begitu Khilafah akan tetap memiliki kendali
atas dirinya sendiri untuk mengukuhkan kekuatannya. Khilafah juga harus sanggup memiliki
dan menguasai persenjataan yang paling canggih dan paling kuat sekalipun, apapun bentuk
kecanggihan dan ketinggian terkait kemajuan perkembangan persenjataan tersebut. Dengan
demikian, semua bentuk dan tingkat kecanggihan persenjataan yang dibutuhkan negara dapat
dikuasai, hingga akhirnya bisa menggentarkan musuh-musuh negara, baik musuh yang nyata
maupun musuh laten atau musuh dalam selimut (Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm.

2
235; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 106; Zallum, Nizhâm al-Hukm fi al-
Islâm, hlm. 149). Ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Quran (QS al-Anfâl [8]: 60),
yang memerintahkan agar mempersiapkan sebanyak mungkin peralatan (persenjataan) untuk
melakukan jihad. Dengan itu, semua musuh, baik yang memusuhi dengan terang-terangan
maupun yang sembunyi-sembunyi akan menjadi gentar dan ketakutan (Ar-Razi, Mafâtih al-
Ghayb, 15/192).

Dengan semua itu, Khilafah akan dapat mengendalikan dan memenuhi kehendaknya
sendiri; Khilafah akan sanggup memproduksi sendiri persenjataan yang dibutuhkan; Khilafah
akan sanggup mengembangkan dan terus mengembangkan semua bentuk persenjataan hingga
mampu menguasai persenjataan yang paling canggih dan paling kuat sekalipun. Pada akhirnya,
Khilafah akan dapat secara nyata menggentarkan musuh-musuhnya, baik yang nyata maupun
laten (musuh dalam selimut). Atas dasar inilah, Khilafah harus mendirikan industri-industri
persenjataan sendiri (Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 236; Hizbut Tahrir, Ajhizah
Dawlah al-Khilâfah, hlm. 106; Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 150).

Menjauhi Ketergantungan

Agar Khilafah dapat secara nyata menggentarkan musuh-musuhnya, baik yang nyata
maupun laten (musuh dalam selimut), Khilafah tidak boleh menggantungkan persenjataannya
dengan membeli dari negara-negara lain. Sebab, hal itu dapat menjadikan negara-negara
pemasok senjata itu akan mendikte serta mengendalikan kehendak dan persenjataan negara,
termasuk menentukan perang atau tidaknya (Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 236;
Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 106; Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm,
hlm. 150).

Apalagi negara-negara yang menjual persenjataan ke negara lain tidak akan menjual
semua persenjataannya, khususnya persenjataan canggih. Negara tersebut juga tidak akan
menjual persenjataan kecuali disertai dengan syarat-syarat tertentu, termasuk tatacara
penggunaan persenjataan yang mereka jual. Negara tersebut juga tidak akan menjual
persenjataan kecuali dalam jumlah yang sesuai menurut pandangannya, bukan menurut
permintaan negara yang ingin membeli persenjataan tersebut. Hal-hal itu pulalah yang
memungkinkan negara pemasok senjata mengendalikan kehendak negara pembeli
persenjataan, apalagi ketika negara pembeli itu sedang berada dalam situasi perang, tentu

3
negara tersebut akan memerlukan tambahan persenjataan, suku cadang, amunisi, dan
sebagainya (Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 236; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah
al-Khilâfah, hlm. 106; Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 150).

Semua itu akan menjadikan ketergantungan negara pembeli terhadap negara pemasok
persenjataan semakin bertambah dan ketundukan negara tersebut pada kehendak negara
pemasok juga semakin besar. Hal inilah yang membuat posisi negara pemasok semakin kuat
sehingga dapat mengendalikan negara pembeli dan mendikte kehendaknya, khususnya ketika
negara tengah berada di dalam situasi perang, serta dalam kondisi yang sangat membutuhkan
persenjataan dan suku cadang. Dengan semua itu, negara pembeli itu telah menggadaikan
dirinya sendiri, kehendaknya, peperangannya dan institusi negaranya kepada negara yang
memasok persenjataan (Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 236; Hizbut Tahrir,
Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 106; Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 150).

Wajib Mandiri

Agar Khilafah terhindar dari ketergantungan, Khilafah wajib membangun sendiri


semua industri persenjataannya, dan segala hal yang diperlukan, baik peralatan maupun suku
cadangnya. Semua itu tidak akan tercapai kecuali Khilafah mengadopsi (kebijakan
pembangunan) industri berat. Untuk langkah pertamanya, Khilafah harus membangun pabrik-
pabrik yang menghasilkan industri-industri berat, baik industri pertahanan maupun industri
non-pertahanan (Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 237; Hizbut Tahrir, Ajhizah
Dawlah al-Khilâfah, hlm. 107; Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 151).

Khilafah juga harus memiliki manufaktur-manufaktur yang akan memproduksi


persenjataan nuklir, pesawat antariksa, rudal-rudal dengan berbagai jenisnya, satelit-satelit,
pesawat, tank, artileri, kapal perang, kendaraan lapis baja dan anti peluru dengan berbagai
macamnya, serta berbagai persenjataan baik senjata berat maupun senjata ringan. Khilafah
wajib memiliki manufaktur-manufaktur yang akan memproduksi berbagai peralatan, mesin-
mesin dengan berbagai jenisnya, amunisi dan industri elektronik. Khilafah pun wajib memiliki
industri yang berkaitan dengan kepemilikan umum dan industri-industri ringan yang
mempunyai kaitan dengan industri pertahanan perang. Semua itu merupakan bentuk-bentuk
persiapan yang wajib dipenuhi oleh kaum Muslim, sebagaimana diperintahkan al-Quran (QS
al-Anfâl [8]: 60). Kaidah fikih juga mengatakan :

4
ِ ‫ب ِإل ِب ِه فَ ُه َو َو‬
‫اجب‬ ُ ‫اج‬ َ ‫َمالَ يَتِم‬
ِ ‫الو‬
Suatu kewajiban yang tidak sempurna pelaksanaannya kecuali dengan sesuatu yang lain
maka sesuatu itu menjadi wajib.

Khilafah adalah negara yang mengemban misi dakwah Islam dengan metode (tharîqah)
dakwah dan jihad. Karena itu Khilafah akan menjadi negara yang terus-menerus dalam kondisi
siap siaga untuk melaksanakan jihad. Kondisi negara yang demikian itu mengharuskan semua
industri yang ada di dalam negara Khilafah, baik industri berat maupun industri ringan,
dibangun dengan berpijak pada politik perang (as-siyâsah al-harbiyah).

Dengan demikian, jika diperlukan upaya untuk mengubah industri-industri itu menjadi
industri-industri militer (pertahanan perang) dalam segala bentuknya, maka hal itu akan mudah
dilakukan kapan pun Khilafah menginginkan. Karena itu seluruh industri yang dibangun di
dalam Negara Khilafah harus dibangun dengan berpijak pada politik perang dan pertahanan.
Artinya, semua industri, baik industri ringan maupun industri berat yang ada dalam Negara
Khilafah harus dibangun di atas asas politik perang dan pertahanan. Hal tersebut bertujuan
untuk memudahkan upaya mengubah produksinya menjadi industri yang memproduksi
produk-produk militer (pertahanan perang) kapanpun negara Khilafah memerlukan. (Hizbut
Tahrir, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 237; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm.
108; Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 151).

WalLâhu a’lam bish-shawâb.

Penulis : [Muhammad Bajuri]

https://www.kaskus.co.id/thread/57d774cd5a516386528b4574/seputar-khilafah-islam-
bagaimana-cara-khilafah-mengelola-industri/

Anda mungkin juga menyukai