Disusun oleh : Nama : Novita Endah Sari NIM : 17035 Tk/Smtr : 2/IV
AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN
2019 A. Definisi Child Abuse Child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan (Wong, 2013). Child abuse terjadi ketika orang tua menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”. “kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”. Menurut Farida (2013), Kekerasan kata-kata ( Child abuse ) adalah semua bentuk tindakan ucapan yang mempunyai sifat menghina, membentak, memaki, memarahi dan menakuti dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Sedangkan menurut Khaliq (2014), Child abuse adalah tindakan secara lisan yang membawa efek kekerasan, baik dengan kata-kata yang tersurat ( surface structure ) ataupun kata-kata yang tersirat ( deep structure ), dan bisa berakibat sangat merugikan korban, baik fisik maupun mental. Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam. B. Bentuk Child abuse Bentuk dari Child abuse adalah sebagai berikut (Martha, 2008) : 1. Tidak sayang dan dingin Tindakan tidak sayang dan dingin ini berupa misalnya: menunjukan sedikit atau tidak sama sekali rasa sayang kepada anak (seperti pelukan), kata-kata sayang. 2. Intimidasi Tindakan intimidasi bisa berupa: berteriak, menjerit, mengancam anak, dan mengertak anak. 3. Mengecilkan atau mempermalukan anak Tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak dapat berupa seperti: merendahkan anak, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak, menyatakan bahwa anak tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu yang didapat dari kesalahan. 4. Kebiasaan mencela anak Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti: mengatakan bahwa semua yang terjadi adalah kesalahan anak. 5. Tidak mengindahkan atau menolak anak Tindakan tidak mengindahkan atau menolak anak bisa berupa: tidak memperhatikan anak, memberi respon dingin, tidak peduli dengan anak. 6. Hukuman ekstrim Tindakan hukuman ekstrim bisa berupa: mengurung anak dalam kamar mandi, mengurung dalam kamar gelap. Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror. C. Akibat Child abuse Kekerasan yang dialami oleh anak dapat berdampak pada fisik maupun psikologis (Soetjiningsih, 2010). Namun, Child abuse biasanya tidak berdampak secara fisik kepada anak, tetapi dapat merusak anak beberapa tahun kedepan. Child abuse yang dilakukan orang tua menimbulkan luka lebih dalam pada kehidupan dan perasaan anak melebihi perkosaan. Berikut dampak-dampak psikologis akibat kekerasan verbal pada anak (Widyastuti, 2006): 1. Anak menjadi tidak peka dengan perasaan orang lain Anak yang mendapatkan perlakuan kekerasan emosional secara terus menerus akan tumbuh menjadi anak yang tidak peka terhadap perasaan orang lain. Sehingga kata-katanya cenderung kasar (walaupun maksudnya bercanda). 2. Menganggu perkembangan Anak yang mendapat perlakuan kekerasan verbal terus menerus akan memiliki citra diri yang negatif. Hal ini yang mengakibatkan anak tidak mampu tumbuh sebagai individu yang penuh percaya diri. 3. Anak menjadi agresif Komunikasi yang negatif mempengaruhi perkembangan otak anak. Anak akan selalu dalam keadaan terancam dan menjadi sulit berpikir panjang. Anak menjadi kesulitan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Ini berkaitan dengan bagian otak yang bernama koteks, pusat logika. Bagian ini hanya bisa dijalankan kalau emosi anak dalam keadaan tenang. Bila anak tertekan, maka input hanya sampai ke batang otak. Sehingga sikap yang timbul hanya berdasarkan insting tanpa dipertimbangkan lebih dulu. Akibatnya anak berperilaku agresif. 4. Gangguan emosi Pada anak yang sering mendapatkan perlakuan yang negatif dari orang tuanya akan berakibat gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang positif, dalam mengatasi sifat agresif. Perkembangan hubungan sosial dengan orang lain. Selain itu juga, beberapa anak menjadi lebih agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa. 5. Hubungan sosial terganggu Pada anak-anak ini menjadi susah bergaul dengan teman-temannya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai teman sedikit, dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan kriminal lainnya. 6. Kepribadian sociopath atau antisocial personality disosde Penyebab terjadinya kepribadian ini adalah Child abuse Kalau ini dibiarkan anak akan menjadi orang yang eksentrik, sering membolos, mencuri, bohong, bergaul dengan anak-anak nakal, kejam pada binatang, dan prestasi yang buruk di sekolah. 7. Menciptakan lingkaran setan dalam keluarga Anak akan mendidik anaknya lagi dengan satu-satunya cara yang dia ketahui yaitu Child abuse karena anak merupakan peniru yang ulung. Akibatnya lingkaran setan ini akan terus berlanjut dan kekerasan ini menjadi budaya di masyarakat. 8. Bunuh diri Anak yang mendapatkan perkataan yang bernada negatif secara terus menerus maka akan mengakibatkan anak menjadi lemah mentalnya, karena merasa tidak ada orang di dunia ini yang sanggup mencintainya apa adanya. Dan hal ini berakibat fatal, anak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. D. Mekanisme koping Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien untuk melindungi diri antara lain 1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah. 2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya. 3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya. 4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar. 5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya. E. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam child abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan seluruh gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang tua tanpa disertai anak, kemudian menginterview anak. a. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau saudaranya untuk beberapa waktu. b. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah psikiatrik. c. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse d. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan, ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian). e. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan jenis kelamin anak yang dilahirkan. f. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak. g. Kaji respon psikologis pada trauma h. Kaji keadekuatan dan adanya support system i. Situasi Keluarga Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain: a. Psikososial 1) Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau 2) Gagal tumbuh dengan baik 3) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial 4) With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa b. Muskuloskeletal 1) FrakturDislokasi 2) Keseleo (sprain) c. Genito Urinaria 1) Infeksi saluran kemih 2) Per vagina 3) Pada vagina/penis 4) Nyeri waktu miksi 5) Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus. d. Integumen 1) Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok) 2) Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi 3) Tanda- tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan 4) Bengkak Pemeriksaan Radiologi ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi, Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik. a. CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang berat. b. MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid. c. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral d. Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual. 2. Diagnosa Keperawatan a. Kekerasan b. Isolasi social c. Koping keluarga infektif d. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan 3. Intervensi Keperawatan a. Perilaku kekerasan Tujuan : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain. Kriteria hasil : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Intervensi : 1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik. Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya. 2) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien. 3) Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif. Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya. 4) Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien. Rasional : meningkatkan harga diri klien. 5) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan. Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan. 6) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan. 7) Berikan pujian Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan 8) Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit. Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki b. Isolasi social Tujuan : Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu Kriteria hasil Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka. Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif Kecemasan klien telah berkurang Intervensi : 1) Psikoterapeutik a. Bina hubungan saling percaya b. Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan waktu interaksi dan tujuan. c. Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk menunjukkan penghargaan yang tulus. d. Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan e. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka f. Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah yang sederhana g. Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya, kenal dan dukung kelebihan klien h. Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan klien, cara menceritakan perasaanya kepada orang lain yang terdekat/dipercaya i. Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif j. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal k. Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi, Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin. l. Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien. c. Koping keluarga inefektif Tujuan : Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal Kriteria hasil : Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan menyelesaikannya dengan tindakan yang tepat. Intervensi 1) Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif . Rasional : Keluarga mengenal dan mengungkapkan serta menerima perasaannya sehingga mempermudah pemberian asuhan kepada anak dengan benar. 2) Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif. Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam mengasuh anak secara baik dan benar tanpa menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan yang buruk. 3) Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap anak. Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang semestinya dapat dilaksanakan keluarga terhadap anak. 4) Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai status pendukung dalam proses tumbuh kembang anak. Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengasuhan dan proses tumbuh kembang anaknya 5) Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua. Rasional : Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga (orang tua), tentang pentingnya peran orang tua dalam tumbuh kembang anak,memiliki pengetahuan tentang metode pengasuhan yang baik,dan menanamkan kesadaran untuk menerima anaknya dalam keadaan apapun d. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan : Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan. Kriteria hasil: Klien dapat membina hubungan saling percaya. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif. Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan. Klien dapat menggunakan obat yang benar Intervensi : 1) Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati. Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya. 2) Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya. Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif. 3) Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan. 4) Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel. Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula. 5) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien. Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi. 6) Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien. Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan 7) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien. 8) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya. 9) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai. Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya. 10) Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien. Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif. 11) Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan. Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah 12) Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat. Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien. 13) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat. - Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. - Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal. - Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan. - Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran. Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien. DAFTAR PUSTAKA
Komnas Perlindungan Anak (2006). Kekerasan anak di Indonesia.
http://www.kompas.com, diakses 29 Mei 2019 Soetjiningsih. 2010. Tumbuh kembang anak.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC UNICEF. 2014. Data kekerasan pada anak. http://www.unicef.co.id, diakses 29 Mei 2019. Wicaksana. 2008. Mereka bilang aku sakit jiwa refleksi kasus-kasus psikiatri dan problematika kesehatan jiwa di Indonesia. Yogyakarta : Kanisius Wong. Donna L. 2013. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC Yani S. Achir. 2008. Asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC