Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah adalah tempat mentransper ilmu kepada siswa. Juga berfungsi

sebagai tempat pembentukan kepribadian serta pelatihan kedisiplinan anak. RR.

Djamaluddin Acok menyatakan “kedisiplinan serta konformitas terhadap peraturan

dan tugas adalah aspek kepribadian yang ikut dibentuk oleh sekolah.” 1 Pembentukan

kepribadian ini merupakan salah satu tugas guru, Hazlenawatey binti Shaya

menyatakan “guru mempunyai tanggungjawab dalam menangani disiplin penuntut di


2
sekolah.” Disiplin perlu untuk semua tingkat usia dan pada semua jenjang

pendidikan dan merupakan faktor positif dalam hidup, sebagaIi pengembangan dari

“pengawasan dari dalam” yang menuntut seseorang ke arah pola perilaku yang dapat

diterima oleh masyarkat dan menunjang kesejahteraan diri sendiri.3

Mutu suatu lembaga pendidikan dilihat pada kualitas outputnya. 4. Image suatu

lembaga pendidikan juga erat kaitannya dengan output yang dihasilkan sekolah

tersebut. Image fositif suatu lembaga pendidikan karena kemampuannya melahirkan

siswa yang berkualitas secara kognitif bisa hancur karena sikap dan tingkah laku

negative alumninya. Tingkah laku negative akan muncul jika penanaman disiplin

tidak diupayakan seoptimal mungkin. Oleh sebab itu penanaman disiplin harus
1
RR. Djamaluddin Ancok dalam Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja,
Editor: rama Furqona Cet. 1 (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001). Hlm. 58
2
Hazlenawatey binti Shaya, Bersama Menangani Disiplin Penuntut Sekolah,
http://www.brunet.bn/news/pelita/27sept/minda.htm, 14 januari 2016
3
Utami Munandar, Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak-anak & Remaja, Editor: rama
Furqona Cet. 1 (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001). Hlm. 109-110
4
Ibid.Hlm. 232
2

dilaksanakan semaksimal mungkin dan sedini mungkin. Dr. Umar Tirta Rahardja

mengatakan “benih-benih kedisiplinan dan rasa tanggung jawab seharusnya sudah

mulai ditumbuhkembangkan sejak dini bahkan sejak anak masih dalam keranjang

ayunan”5

Pembentukan disiplin dalam diri siswa bukan perkara mudah. Banyak sekolah

yang kewalahan menghadapi masalah kedisiplinan siswa, Banyak lembaga

pendidikan dalam upayanya menegakkan kedisiplinan lebih mengutamakan

pemberian teguran, peringatan dan hukuman atas setiap pelanggaran siswa.

karenanya di setiap lembaga pendidikan kita dapat temukan sederetan peraturan-

peraturan yang mengikat dan harus dipatuhi siswa serta diiringi dengan ancaman

hukuman bagi setiap pelanggaran terhadap peraturan itu. Akan tetapi sulit sekali kita

temukan daftar reward atas prestasi/kebaikan siswa. Padahal ketaatan yang lahir dari

paksaan tidak melahirkan kedisiplinan yang hakiki, melainkan hanya kepatuhan

semu selama ia masih merasa memiliki ketergantungan dengan orang yang

memberikan paksaan itu. Kenyataan ini seolah menunjukkan adanya ketimpangan

dalam memperlakukan siswa, sebab yang diperhatikan hanyalah sisi negatifnya saja

dan kurangnya antusiasme dalam menilai tindakan positif siswa. Bukankah idealnya

jika kita berani menetapkan hukuman atas tindakan indisipliner maka pada saat yang

sama kita juga harus siap memberikan reward atas tindakan disipliner? Bukankah

kesediaan orang menerima punishmen dari kita atas tindakan negatifnya erat

5
Umar Tirtarahardja & drs. S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Cet. 1 (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2005). Hlm. 11
3

kaitannya dengan kesediaan kita memberikan reward atas tindakan positifnya juga?

Jika tindakan hanya dilakukan atas tindakan negatif siswa dan pada sisi lain kita

mengabaikan perbuatan tindakan positifnya, maka tidak mustahil timbul pertanyaan

di hati siswa “mengapa kesalahan saja yang dipermasalahkan sedang yang baiknya

tidak diperhatikan?” Padahal sejelek apapun akhlak seseorang, di dalam hatinya tetap

ada nurani jernih yang melahirkan kebaikan, dan atas kebaikan itu dia berhak

mendapatkan penghargaan (reward). Oleh sebab itu perlu dipikirkan berbagai cara

utuk menanamkan disiplin di hati siswa. Utami Munandar menyatakan “Untuk

mengupayakan penegakan disiplin di suatu lembaga pendidikan maka pendidikan

harus menggunakan berbagai metode agar siswa mematuhi keinginan dan tuntutan

pendidikan”.6

Abdul Bashid Harun berpendapat bahwa Penerapan disiplin dapat diupayakan

dengan pelaksanaan punishment . hal ini dapat dipahami dari pernyataan beliau::

“Hukuman selalu sahaja dilihat sebagai bahagian paling penting dalam


pelaksanaan sesuatu peraturan atau disiplin di sekolah. Apabila sesuatu peraturan
atau undang-undang gagal mengurangkan atau membasmi gejala salah laku, orang
ramai selalu sahaja menyalahkan hukuman yang dikenakan kepada pesalah.
Konon-kononnya hukuman yang dikenakan tidak memadai, tidak setimpal atau
pun kurang berkesan.” 7

Senada dengan itu Karen M. Karlson, menyatakan dalam sebuah tulisannya:

6
Utami Munandar, Op. Cit. Hlm. 109
7
Abdul Bashid, 2004, http://virtualfriends.net/article/articleview.cfm?AID=18092, 22 oktoberi
2017
4

“Punishment is one technique of discipline. It may be physical–a spank or


slap; or psychological–disapproval, isolation from others, or withdrawal of
privileges. The goal of punishment is to inhibit unacceptable behavior”8

Douglas Mcgregor menyatakan dalam penerapan disiplin perlu adanya

reward dan punishment, hal itu dapat dipahami dari terjemahan pernyataannya:

“Manusia mempunyai kecenderungan menjadi manusia tipe X dan tipe Y.


Tipe X digambarkan sebagai manusia yang pasif, malas dan tidak punya
inisiatif dan harus diawasi agar pekerjaannya bisa selesai dengan baik, karena
pekerja yang seperti ini cenderung menghindar dari tanggungjawab.
Sedangkan manusia tipe Y adalah manusia yang penuh inisiatif,
bertanggungjawab. Orang ini melakukan pengendalian diri dan pengerahan
diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya. Dalam kaitan dengan
reward dan punishment, orang dengan kecenderungan tipe Y tidak cocok
dengan model punishment. Reward lebih cocok bagi mereka. Sedangkan tipe
X, punishmentlah yang ditekankan agar mereka dapat bekerja dengan baik”.9

Sementara itu Laurentius Tarpin Wakil Rektorat kemahasiswaan UNPAR

menyatakan “Agar orang menjadi disiplin, pertama yang harus dilakukan adalah

mengajak untuk mencoba memahami nilai yang ada."10 Utami Munandar

menyatakan salah satu cara untuk menanamkan kedisiplinan pada anak adalah

dengan menghargai perilaku anak yang sesuai dengan keinginan pendidik. 11 Hal itu

sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Aminah Ayob dari hasil penelidikan tentang

upaya penerapan disiplin di Johor Malaysia. Beliau menyatakan:

8
Karel M. Karlson, M. Ed. http://www.education.umn.edu/CEED/publications/
questionsaboutkids/ discipline.htm, 23 januari 2016
9
Lihat: Ir. Muhibbullah Azfa Manik, MT., 2006, http://www.bung-hatta.info/content.php?
article.159, 22 Januari 2016
10
Dewi Irma, kampus_pr@yahoo.com. 14 Agustus 2017
11
Utami Munandar, Op. Cit. Hlm 112.
5

“ Apabila keyakinan dan penghargaan terhadap diri sendiri telah wujud, maka
mereka dapat berfikir secara positif dan setiap tindakan mereka adalah secara
rasional dan terkawal, kata Aminah. Menghargai perilaku baik dari anak dapat
dilakukan dengan memuji atau memberikan hadiah. Oleh sebab itu sebagai
pendidik seharusnya tidak hanya bereaksi terhadap perilaku yang salah tetapi
juga terhadap perilaku yang baik.12

Senada dengan apa yang dinyatakan oleh Utami Munandar “…Memuji atau

(memberi hadiah) untuk perilaku yang diinginkan lebih baik daripada hukuman

perilaku yang tidak diinginkan.13 Maka Penggunaan reward dinilai lebih baik sebab

pemberian penghargaan (reward) dapat membentuk kata hati, memberi motivasi dan

memberikan penguatan kepada seseorang dalam menekuni sesuatu. Oleh sebab itu

peningkatan kedisiplinan siswa lebih aman dilakukan dengan membentuk kata

hatinya, memberi motivasi dan menguatkan hatinya dalam menetapi disiplin itu

dengan mengoptimalkan pemberian penghargaan (reward) atas setiap pebuatan baik

yang dilakukan siswa daripada mengedepankan pelaksanaan hukuman, sebab

kadangkala tindakan negatif dilaksanakan siswa adalah untuk mendapatkan perhatian

yang tidak dapat diperolehnya dengan melaksanakan kebaikan yang sifatnya sudah

biasa. Karena guru atau pihak sekolah lebih banyak memberikan perhatian dan

penghargaan terhadap tindakan baik yang dianggap istimewa saja, meski kita harus

sadari bahwa punishmen itu tidak mungkin sepenuhnya ditiadakan.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa untuk mengupayakan disiplin

di suatu lembaga pendidikan dapat diilakukan dengan cara mengoptimalkan

pelaksanaan pemberian penghargaan/reward terhadap perilaku positif/prestasi siswa.


12
Marzita Abdullah. 2003. http://www.geocities.com/pendidikmy/berita/berita232003.html,
14 januari 2016
13
. Utami Munandar, Loc. Cit.
6

Bahkan pemberian penghargaan dinilai lebih baik dan lebih aman bagi guru

dibandingkan dengan pemberian punishment apalagi jika dihubungkan dengan

perkembangan pemikiran para tokoh belakangan ini mengenai penerapan HAM

secara konprehensif dan juga posisi dan cara memperlakukan anak baik dalam dunia

pendidikan maupun dalam rumah tangga yang menjadi dasar pemikiran munculnya

undang-undang perlindungan anak, larangan eksploitasi anak untuk sebagai upaya

mengatasi maraknya tindakan kekerasan dan perlakuan semena-mena terhadap anak

dalam rumah tangga dan sekolah. Oleh karena pemberian penghargaan (reward)

dinilai lebih aman dilakukan dalam mengupayakan peningkatan disiplin siswa, maka

hal-hal yang berkaitan dengan proses pemberian ganjaran ini perlu dipahami dan

dikuasai oleh setiap pendidik untuk selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk praktis

dengan semaksimal mungkin.

Rangkaian argumen di atas mendorong penulis untuk mengetahui bagaimana

aplikasi pemberian penghargaan itu di lapangan. Kebetulan di sekitar temptat tinggal

penulis ada sebuah sekolah yaitu Madrasah Tsanawiah ( MTs) Al-Munawwaroh

Pekanbaru adalah salah satu sekolah yang menerapkan disiplin Pesantren. Penegakan

peraturan dilaksanakan dengan tegas, bahkan hukuman-hukuman yang digunakan

lebih keras dibanding sekolah pada umumnya. Malahan hukuman fisik pun kerap

menjadi santapan siswa yang melakukan pelanggaran. Kesemuanya itu dilakukan

untuk menegakkan disiplin di sekolah tersebut. Mengetahui kenyataan itu maka

timbullah keinginan untuk mengetahui lebih jauh pula bagaimana pelaksanaan

pemberian Penghargaan di sekolah tersebut, sebab berdasarkan imformasi yang


7

penulis peroleh melalui pengamatan selama penulis tinggal di perumnas yang

berdekatan dengan sekolah tersebut, penulis menemukan indikasi berupa gejala-

gejala yang mengisyaratkan adanya kejanggalan-kejanggalan pada usaha

memaksimalisasi penggunaan pemberian penghargaan (reward) sebagai salah satu

upaya yang signifikan untuk meningkatkan kedisiplinann siswa. Kedisiplinan yang

penulis maksudkan di sini adalah kesadaran yang lahir dari hati untuk mematuhi

peraturan-peraturan dan menjauhi larangan-larangan serta menjunjung tinggi nilai-

nilai yang berlaku. Kedisiplinan ini mencakup banyak aspek, baik kedisiplinan

belajar, berpakaian, berbicara, menjaga waktu, kebersihan lingkungan dan lain-lain.

Gejala-gejala itu adalah:

1. Ada beberapa orang guru dan beberapa orang siswa yang sering shalat Zuhur

dan Ashar berjamaah di masjid pada jam istirahat sekolah, menurut penulis,

seharusnya sang guru memberi mereka penghargaan walau hanya dengan

ungkapan kata-kata atau dukungan atas kemauan mereka shalat berjamaah itu

agar mereka semakin gemar menetapi shalat berjamaah itu, namun saya tidak

pernah melihat guru-guru tersebut melaksanakannya, malahan selesai shalat

masing-masing guru dan siswa itu kembali ke sekolah begitu saja.

2. Kurangnya penghargaan yang diberikan guru kepada siswa yang yang

berprestasi dalam pembelajaran.

3. Adanya siswa yang sering terlambat dalam berbagai kegiatan yang

dilaksanakan.
8

Menurut penulis kejadian-kejadian itu merupakan indikasi adanya

kejanggalan dalam pelaksanaan pemberian (reward) di SMK Taruna Pekanbaru

tersebut. Oleh karena itu pula penulis tertarik untuk melakukan penelitian di sekolah

tersebut mengenai: PELAKSANAN PEMBERIAN PENGHARGAAN (REWARD)

DALAM MENUNJANG KEDISIPLINAN SISWA DI MADRASAH

TSANAWIAH AL-MUNAWWAROH PEKANBARU.

Penelitian ini menurut penulis sangat penting, karena dari penelitian ini kita

dapat mengambil I’tibar dan perbandingan mengenai pola pelaksanaan pemberian

Pengharwaan (reward) yang telah dilakukan oleh pihak Madrasah Tsanawiah Al-

Munawwaroh Pekanbaru terhadap siswanya. Kemudian hal-hal yang positif dapat

pula kita terapkan di tempat lain dan hal-hal yang negatifnya dapat pula kita jadikan

peringatan sehingga kita tidak terobsesi untuk meniru dan melaksanakannya di

tempat lain.

B. Penegasan Istilah

1. Penghargaan (reward). adalah hal yang menggembirakan bagi anak dan dapat

menjadi pendorong atau motivasi bagi belajarnya murid atau hadiah terhadap

hasil-hasil baik dari anak dalam proses pendidikan

2. Kedisiplinan. Menurut etimologi disiplin berasal dari bahasa Latin, discipulus,

yang artinya siswa. Menurut terminologi disiplin adalah tindakan atau

perilaku yang mencerminkan ketaatan atau kepatuhan terhadap keteraturan.14

14
Dewi Irma, kampus_pr@yahoo.com. Op. Cit.
9

Menurut terminologinya adalah kesadaran yang lahir dari hati untuk

mematuhi peraturan-peraturan dan menjauhi larangan-larangan serta

menjunjung tinggi nilai-nilai yang berlaku 15.

C. Permasalahan

Adapun masalah dalam penelitian ini adalah Kurang maksimalnya

pelaksanaan pemberian penghargaan yang dilakukan oleh guru-guru Madrasah

Tsanawiah Al-Munawwaroh Pekanbaru dalam rangka meningkatkan disiplin siswa

dan guru-guru masih lebih mengedepankan penjatuhan sangsi serta pemberian

hukuman untuk menegakkan disiplin di kalangan siswa.

1. Identifikasi Masalah

a. Macam-macam penghargaan (reward) yang diberikan guru kepada siswa

di Madrasah Tsanawiah Al-Munawwaroh Pekanbaru.

b. Faktor yang mempengaruhi guru dalam memberikan penghargaan

(reward) kepada siswa di Madrasah Tsanawiah Al-Munawwaroh

Pekanbaru.

c. Dampak pelaksanaan pemberian penghargaan (reward) terhadap hubungan

antara guru dan siswa

d. Pengaruh pemberian penghargaan (reward) terhadap kedisiplinan siswa

2. Pembatasan Masalah

15
Amir Daien Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional) Hlm.
142
10

Mengingat banyaknya persoalan-persoalan yang memungkinkan untuk

dijadikan masalah penelitian seperti yang telah dikemukakan pada identifikasi

masalah di atas, maka penulis memfokuskan penelitian ini pada implementasi

pemberian (reward) di Madrasah Tsanawiah Al-Munawwaroh Pekanbaru yang

dilakukan oleh guru-gurunya dan faktor yang mempengaruhinya.

3. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pelaksanaan pemberian penghargaan (reward) yang di Madrasah

Tsanawiah Al-Munawwaroh Pekanbaru?

b. Apakah faktor yang mempengaruhi guru dalam pelaksanaan pemberian

penghargaan (reward) kepada siswa di Madrasah Tsanawiah Al-Munawwaroh

Pekanbaru?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemberian penghargaan

(reward) di Madrasah Tsanawiah Al-Munawwaroh Pekanbaru.

b. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi guru dalam melaksanakan

pemberian penghargaan kepada siswa di Madrasah Tsanawiah Al-

Munawwaroh Pekanbaru.

2. Manfaat Penelitian
11

1.Sebagai informasi bagi pengelola Madrasah Tsanawiah Al-Munawwaroh

Pekanbaru tentang intensitas pelaksanaan pemberian penghargaan yang

diterapkan guru-gurunya serta jenis-jenis penghargaan yang digunakan,

untuk selanjutnya bisa dijadikan bahan evaluasi terhadap kompetensi guru-

gurunya.

2.Sebagai informasi bagi pemerhati pendidikan tentang realita penerapan

pemberian penghargaan yang dilakukan oleh guru-guru hasil binaannya di

sekolah-sekolah setelah menjadi guru, untuk selanjutnya dapat dijadikan

sebagai bahan evaluasi terhadap kesusksesan pelaksanaan pendidikan guru

yang dilaksanakannya.

BAB II
KAJIAN TEORI
12

A. Konsep Teoritis

a. Pengertian Penghargaan (reward) dan disiplin

penghargaan merupakan salah satu alat pendidikan preventiv dan korektif

yang bertujuan untuk mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak baik 16

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ganjaran/penghargaan

adalah 1. Hadiah (sebagai pembalas jasa); 2. Hukuman; balasan 17 Dalam bahasa Arab

”penghargaan” diistilahkan dengan “Tsawab” Kata “Tsawab” bisa juga berarti

Pahala, upah dan balasan.18 Kata “Tsawab terdapat dalam surah Ali Imran ayat 145,

yaitu:

َ ‫س أَن تَ ُموتَ إِاَّل بِإ ِ ۡذ ِن ٱهَّلل ِ ِك ٰتَبٗ ا ُّمؤَ َّجاٗل ۗ َو َمن ي ُِر ۡد ثَ َو‬
‫اب ٱل ُّد ۡنيَا نُ ۡؤتِ ِهۦ ِم ۡنهَا َو َمن‬ ٍ ‫َو َما َكانَ لِن َۡف‬
١٤٥ َ‫اب ٱأۡل ٓ ِخ َر ِة نُ ۡؤتِ ِهۦ ِم ۡنهَ ۚا َو َسن َۡج ِزي ٱل ٰ َّش ِك ِرين‬ َ ‫ي ُِر ۡد ثَ َو‬
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki
pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa
menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu.
Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur

Kemudian Surah Ali Imran ayat 195, yaitu:

ٖ ۖ ‫ض – ُكم ِّم ۢن بَ ۡع‬


‫ض‬ ُ ‫ضي ُع َع َم َل ٰ َع ِم ٖل ِّمن ُكم ِّمن َذ َك ٍر أَ ۡو أُنثَ ٰ ۖى بَ ۡع‬ ِ ُ‫اب لَهُمۡ َربُّهُمۡ أَنِّي ٓاَل أ‬
َ ‫فَٱ ۡست ََج‬
ۡ‫–وا أَل ُ َكفِّ َر َّن ع َۡنهُم‬
ْ –ُ‫–وا َوقُتِل‬ْ –ُ‫وا فِي َس–بِيلِي َو ٰقَتَل‬ ْ ‫–ر ِهمۡ َوأُو ُذ‬ ْ –‫ُوا َوأُ ۡخ ِر ُج‬
ِ –َ‫–وا ِمن ِد ٰي‬ ْ ‫َاجر‬َ ‫فَٱلَّ ِذينَ ه‬
16
Abu Ahmadi & Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Cet. 2 (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2001). Hlm. 141.
17
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhar, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Cet. 1
(Yogakarta: PP. Krapyak, 2006) Hlm. 638
18
: Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. 1 (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002). Hlm.125.
13

ٰ
ٖ َّ‫َس َٔٔ‍ي–َِّاتِ ِهمۡ َوأَل ُ ۡد ِخلَنَّهُمۡ َجن‬
‫ت ت َۡج ِري ِمن ت َۡحتِهَا ٱأۡل َ ۡن ٰهَ– ُر ثَ َوابٗ ا ِّم ۡن ِعن– ِد ٱهَّلل ۚ ِ َوٱهَّلل ُ ِعن– َدهُۥ ح ُۡس– ُن‬
١٩٥ ‫ب‬ ِ ‫ٱلثَّ َوا‬

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):


"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir
dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang
dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku
masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya,
sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik"

Kemudian surah An-Nisa’ ayat 134, yaitu:

ٗ ‫ص‬
١٣٤ ‫يرا‬ ِ َ‫اب ٱل ُّد ۡنيَا فَ ِعن َد ٱهَّلل ِ ثَ َوابُ ٱل ُّد ۡنيَا َوٱأۡل ٓ ِخ َر ۚ ِة َو َكانَ ٱهَّلل ُ َس ِمي ۢ َعا ب‬
َ ‫َّمن َكانَ ي ُِري ُد ثَ َو‬

Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi),


karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat

Berdasarkan penelitian dari ayat-ayat tersebut, kata “tsawab” selalu

diterjemahkan kepada balasan yang baik.19

Sementara itu menurut terminologi ganjaran/penghargaan (reward) adalah

sesuatu yang menyenangkan yang dijadikan sebagai hadiah bagi anak yang

berprestasi baik dalam belajar, dalam sikap prilaku. Yang terpenting dalam

penghargaan (reward) adalah hasil yang dicapai seorang anak. Dan dengan hasil

19
Ibid
14

tersebut pendidikan dapat membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan

lebih keras pada anak itu.20

Defenisi lain dikemukakan oleh Amir Daien Indra Kusuma bahwa

penghargaan (reward) adalah hal yang menggembirakan bagi anak dan dapat menjadi

pendorong atau motivasi bagi belajarnya murid atau hadiah terhadap hasil-hasil baik

dari anak dalam proses pendidikan.21Sementara itu . Armai Arief dalam bukunya

Pengantar Ilmu dan Metode Pendidikan Islam memberikan dua macam defenisi

ganjaran/penghargaan yaitu: 1. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan refresif

yang menyenangkan dan bisa jadi pendorong atau motivator belajar bagi murid. 2.

Ganjaran adalah hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik dalam proses

pendidikan.22

Disiplin berasal dari bahasa Latin, discipulus, yang artinya siswa. Dalam

bahasa inggris disebut Discipline dan dalam bahasa arab disebut ‫ االنض––باط‬Dalam

bahasa Indonesia sehari-hari, kata disiplin sering dihubungkan dengan tindakan atau

perilaku yang mencerminkan ketaatan atau kepatuhan terhadap keteraturan, misalnya

bekerja tepat waktu, atau bertingkah laku sesuai dengan prosedur.23

20
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ,Cet. 3 (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) Hlm. 188
21
Amir Daien Indra Kusuma, Op. Cit. Hlm. 147
22
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. 1 (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002). Hlm.127
23
Dewi Irma, kampus_pr@yahoo.com. Op. Cit.
15

Menurut terminologinya disiplin adalah kesadaran yang lahir dari hati untuk

mematuhi peraturan-peraturan dan menjauhi larangan-larangan serta menjunjung

tinggi nilai-nilai yang berlaku24

b. Kemungkinan pembentukan disiplin dengan reward

Apakah pemberian reward berpengaruh terhadap kedisiplinan? Untuk

menjawabnya kita perhatikan pendapat para tokoh mengenai sisi baik pemberian

reward. Roestiyah. N.K dalam bukunya “Didaktik Metodik” menyatakan

“Pemberian ganjaran mempunyai nilai fositif, karena memberi dorongan pada anak,

sehingga bersedia berbuat sesuatu.25 Hasbullah dalam bukunya “Dasar Ilmu

Pendidikan” menyatakan ”…Anggukan kepala dengan wajah berseri, menunjukkan

jempol si pendidik sudah merupakan suatu hadiah yang pengaruhnya besar sekali,

seperti memotivasi, menggembirakan dan menambah kepercayaan dirinya.26 . Syaiful

Bahri Djamaroh, M.Ag.dalam bukunya menyatakan “..Ganjaran mempunyai arti

penting dalam pembinaan watak anak didik.27

Apabila kita mengaitkan antara pendapat para tokoh di atas dengan pengertian

disiplin yang menyatakan bahwa disiplin adalah kesadaran yang lahir dari hati untuk

mematuhi peraturan-peraturan dan menjauhi larangan-larangan serta menjunjung

tinggi nilai-nilai yang berlaku, maka pemberian reward berpengaruh kepada

24
Amir Daien Indrakusuma, Loc. Cit
25
Roestiyah. N.K, Didaktik Metodik, Cet. 3 (Jakarta: PT. Bina Aksara, 2009). Hlm.62
26
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001).
Hlm.29
27
Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag. Guru dan Anak didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu
pendekatan teori Psikologis. Cet. 3 (Jakarta: Rhineka, 2005) Hlm. 192
16

kedisiplinan anak. Sebab kedisiplinan itu lahir dari hati, teraplikasi karena adanya

kesadaran dan motivasi setelah adanya rasa kepercayaan diri kemudian membentuk

watak dan muncul menjadi sebuah sikap dalam kehidupan anak yang itu semua dapat

diupayakan dengan pemberian reward.

c. Pendapat tokoh-tokoh pendidikan tentang pemberian ganjaran (reward)

Pendapat para ahli didik terhadap ganjaran/penghargaan (reward) sebagai alat

pendidikan berbeda-beda. Sebagian ahli didik menyetujui dan menganggap penting

ganjaran/penghargaan (reward) itu dipakai sebagai alat untuk membentuk kata hati

anak-anak. Sebaliknya, ada pula ahli-ahli didik yang tidak suka sama sekali

menggunakan ganjaran itu. karena menurut mereka pemberian ganjaran (reward) itu

akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada murid-murid dan menurut

mereka pendidik seharusnya mendidik anak-anak supaya mengerjakan dan berbuat

yang baik dengan tidak mengharapkan pujian atau ganjaran, tetapi semata-mata

karena pekerjaan atau pekerjaan itu merupakan kewajibannya 28

Utami Munandar bependapat bahwa pemberian penghargaan lebih baik dari

pada pemberian hukuman. Mengenai hal itu beliau menyatakan ”Memuji atau

memberii hadiah untuk perilaku yang diinginkan lebih baik daripada hukuman
29
perilaku yang tidak diinginkan” pandangan serupa dimiliki oleh. H.M. Arifin,.

hal itu dapat kita pahami dari pernyataannya:

28
Ngalim Purwanto MP, Ilmu Pendidikan Islam Teoritis dan Praktis, Cet. 12 (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2006). Hlm. 184
29
Utami Munandar, Loc. Cit.
17

“Seorang Anak didik bila diberi hadiah, akan merasa bahwa itu merupakan
bukti tentang penerimaan dirinya dalam berbagai ukuran norma-norma
kehidupan….dan karena diberi hadiah ia menjadi tenang dan tenteram hatinya.
Rasa tenang dan aman adalah merupakan kebutuhan pokok anak didik dalam
belajar, sedangkan hukuman sebaliknya, merupakan ancaman terhadap rasa
aman itu.”30

Imam Al-Ghazali mengisyaratkan pentingnya pemberian penghargaan dalam

pernyataannya “Kemudian sewaktu-waktu pada si anak itu telah nyata budi pekerti

yang baik dan perbuatan yang terpuji maka seyogyanya ia dihargai, dibalas dengan

sesuatu yang menggembirakan dan dipuji dihadapan orang banyak.” 31 Hasbullah

berpandangan bahwa pemberian ganjaran dapat memberikan motivasi, kegembiraan

dan kepercayaan diri anak. Dalam bukunya “Dasar Ilmu Pendidikan” Beliau

menyatakan ”…Anggukan kepala dengan wajah berseri, menunjukkan jempol si

pendidik sudah merupakan suatu hadiah yang pengaruhnya besar sekali, seperti

memotivasi, menggembirakan dan menambah kepercayaan dirinya” 32 . Ramayulis

berpendapat bahwa pemberian ganjaran dapat membentuk kata hati dan kemauan

yang lebih baik dan lebih keras pada anak. Dalam bukunya Íilmu Pendidikan Islam”

beliau menyatakan:

“…ganjaran adalah sesuatu yang menyenangkan yang dijadikan sebagai


hadiah bagi anak yang berprestasi baik dalam belajar, dalam sikap
prilaku…….. yang terpenting dalam ganjaran itu adalah hasil yang dicapai
seorang anak. Dan dengan hasil tersebut pendidikan dapat membentuk
kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak itu.”33

30
M. Arifin, M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdidipliner Ed. Revisi, Cet. 1 (Jakarta: Bumi Aksara, 2003) Hlm.157-158
31
Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Cet. I (Jakarta: Bumi Aksara,
2009) Hlm. 85
32
Hasbullah, Loc. Cit
33
Ramayulis, Loc. Cit.
18

Roestiyah. N.K berpendapat bahwa pemberian ganjaran/penghargaan dapat

memberi dorongan pada anak untuk berbuat sesuatu. Dalam bukunya “Didaktik

Metodik” Beliau menyatakan “Pemberian ganjaran mempunyai nilai fositif, karena

memberi dorongan pada anak, sehingga bersedia berbuat sesuatu.” 34 Muhammad bin

Jamil Zaim bahkan berpendapat bahwa ganjaran/penghargaan seharusnya

didahulukan dari alat alat pendidikan yang lain. Hal itu senada dengan pernyataannya

“Ganjaran merupakan asal dan selamanya harus didahulukan, karena terkadang

ganjaran tersebut lebih baik pengaruhnya daripada celaan yang menyakitkan hati.” 35

Syaiful Bahri Djamaroh, M.Ag. berpandangan bahwa ganjaran/penghargaan dapat

membentuk watak anak didik. Dalam bukunya beliau menyatakan “..Ganjaran

mempunyai arti penting dalam pembinaan watak anak didik.”36

Pendapat ahli mengenai ganjaran/penghargaan di atas memberikan gambaran

betapa pentingnya arti pemberian ganjaran/penghargaan dalam dunia pendidikan.

d. Macam-macam dan bentuk penghargaan

Ketika berbicara tentang penghargaan, maka asumsi orang akan lebih cepat

mengarah kepada sesuatu yang bersifat materi seperti benda-benda, uang dan barang

berharga lainnya, sehingga ketika seseorang diianjurkan memberikan memberikan

ganjaran, maka yang terbayang di benaknya adalah meraba kantong untuk

memastikan ada tidaknya materi yang dapat dijadikan ganjaran atau hadiah,

34
Roestiyah. N.K, Loc. Cit.
35
Muhammad bin Jamil Zaim, Petunjuk Praktis bagi Pendidik Muslim, (Jakarta: Pustaka
Istiqomah, 2007). Hlm. 13 pada DR.. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
Loc. Cit.
36
Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag. Loc. Cit
19

kemudian menghitung untung rugi dari pemberian ganjaran/hadiah itu. Padahal dalam

dunia pendidikan, ganjaran tidak hanya terbatas kepada benda yang bersifat materi.

akan tetapi lebih jauh dari itu, bahkan kadang sesuatu yang non materi itu dapat

memberikan pengaruh yang lebih besar pada jiwa anak didik. Senyum,

menganggukkan kepala, mengedipkan mata, mengacungkan jempol, menepuk-nepuk

bahu jika dilaksanakan dengan sepenuh hati untuk menyenangkan orang, maka ia

sudah bernilai hadiah atau penghargaan dan bahkan kadang hadiah seperti itu lebih

berkesan dibandingkan dari materi.

Dalam dunia pendidikan jenis dan macam penghargaan yang dapat diberikan

oleh guru bermacam-macam. Ada yang berbentuk materi dan ada juga yang

berbentuk tindakan atau perbuatan. Hasbullah menyatakan bahwa anggukan kepala

dengan wajah berseri, menunjukkan jempol si pendidik sudah merupakan suatu

hadiah.37 Ramayulis menjelaskan contoh ganjaran/penghargaan yang dapat diberikan

oleh guru dengan cara yang bermacam-macam, antara lain:

1. Guru mengangguk-anggukkan kepala tanda senang.

2. Guru memberikan kata-kata yang menggembirakan (pujian).

3. Guru memberikan benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi

anak-anak.38

Syaiful Bahri Jamarah, memberikan beberapa contoh sikap dan perilaku guru

yang dapat merupakan ganjaran/penghargaan bagi anak didik sebagai berikut:

37
Hasbullah, Loc. CIt
38
Ramayulis, Loc. Cit.
20

1. Dalam bentuk Gestural. Guru mengangguk-anggukkan kepala sebagai

tanda senang dan membenarkan suatu sikap, perilaku, atau perbuatan anak

didik.

2. Dalam Bentuk Verbal. Konnkretnya bisa dalam bentuk pujian,,

kisah/cerita, atau nyanyian. Guru memberikan kata-kata yang

menyenangkan berupa pujian kepada anak didik. Misalnya: “tulisanmu

sudah lebih baik dari tulisanmu yang dulu, Ali. Jika kamu terus berlatih

tulisanmu akan lebih bak lagi.”

3. Dalam bentuk Pekerjaan, Contohnya: “Engkau akan saya beri tugas

hitungan yang sedikit lebih sukar, Ali, karena tugas yang nomor 3 ini

terlalu mudah engkau kerjakan.”

4. Dalam bentuk Material. Yakni dengan memberikan berupa benda-benda

yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak. Misalnya pensil, buku

tulis, gula-gula atau makanan yang lain.

5. Dalam bentuk kegiatan. Misalnya guru memberikan ganjaran dalam

bentuk Tour Kependidikan ke tempat-tempat tertentu kepada semua

anak didik dalam satu kelas. Sambil berdarmawisata ke objek wisata

tertentu anak-anak dapat belajardalam suasana santai dan

menyenangkan .39

Roestiyah dalam bukunya “Didaktik Metodik” mengutarakan bentuk-bentuk

ganjaran/penghargaan sebagai berikut:

39
Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag. Op. Cit. Hlm. 194-195
21

1. Kata-kata pendek tapi penuh semangat

2. Puji-pujian tapi disesuaikan dengan usia anak

3. Tanda-tanda berupa mimik/pantomimik

4. Benda

5. Angka-angka.40

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam memberikan ganjaran

Bila hanya memperhatikan penjelasan mengenai bentuk dan macam-macam

ganjaran/penghargaan yang dapat digunakan dalam dunia pendidikan seperti

diuraikan di atas, maka seolah-olah pelaksanaan pemberian ganjaran itu bukan

merupakan hal yang sulit, namun, Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag.

Mengindikasikan adanya kesulitan dalam memberikan ganjaran. Mengenai hal itu

Beliau menyatakan “Jika diperhatikan, ternyata pemberian ganjaran itu tidak mudah,

kapan waktunya, kepada siapa, dan bagaimana bentuknya adalah masalah yang tidak

mudah untuk menjawabnya”41 oleh sebab itu dalam aplikasinya banyak yang harus

diperhatikan guru agar pemberian ganjaran yang dilakukan mencapai hasil yang

maksimal. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian ganjaran itu

adalah

1. Jenis penghargaan yang akan diberikan.

Penetapan jenis penghargaan yang akan diberikan menurut Syaiful Bahri

Djamaroh, merupakan hal yang sangat sulit, karena bila salah, maka

40
Roestiyah N.K, Loc. Cit.
41
Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag. Op. Cit. Hlm. 195
22

ganjaran/penghargaan tidak mampu berperan dengan baik. Malahan tidak jarang

mendatangkan efek negatif pada anak didik.42 Oleh sebab itu guru harus berhati-hati

dalam menentukan jenis ganjaran/penghargaan yang diberikan kepada siswa.

2. Kapan waktu pemberian penghargaan yang tepat.

Hal ini erat kaitannya dengan pertanyaan “apakah ganjaran/penghargaan

diberikan setelah adanya pemberitahuan akan adanya ganjaran/penghargaan untuk

hal tertentu atau tidak? Dan apakah ganjaran harus diberikan dengan mudah?

Mengenai adanya pemberitahuan awal, Drs. Syaiful Bahri Djamaroh, M.Ag.

menyarankan “Dalam memberikan ganjaran/penghargaan, guru harus bijaksana,

jangan diberitahukan lebih dahulu, tidak diberitahukan juga bisa.sebab jika tidak,

pemberian ganjaran/penghargaan dengan tujuan untuk menggairahkan belajar anak

didik bisa dijadikan oleh anak didik sebagai “upah” atas jerih payahnya dalam

belajar.”43 Hasbullah menyatakan “ Pujian dan hadiah harus diberikan pada saat yang

tepat, yaitu segera sesudah anak didik berhasil. Jangan diberikan sebagai janji,

karena akan dijadikan sebagai tujuan kegiatan yang dilakukan.”44 Adapun mengenai

pemberian ganjaran dengan mudah, Arifin menyatakan “pemberian ganjaran yang

dilakukan dengan mudah akan kehilangan efektivitasnya (dalam pengertian

mendidik) karena anak didik akan menjadi jenuh (tidak mempan) dengan hadiah dan

hukuman itu”45

3. Kepada siapa ganjaran diberikan.


42
Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag. Op. Cit. Hlm. 194
43
Ibid.
44
Hasbullah, Loc. CIt
45
M. Arifin, M.Ed, Op. Cit. Hlm. 158
23

Persoalan ini erat kaitannya dengan pertanyaan ”anak didik yang bagaimana

yang harus mendapatkan ganjaran/penghargaan?” menjawab pertanyaan ini. Syaiful

Bahri Djamaroh, menjelaskan “Ganjaran tidak mesti harus diberikan kepada anak

yang terpandai di kelasnya, tetapi juga diberikan kepada anak didik yang kurang

pandai jika ia telah menunjukan prestasi belajar yang lebih baik dari sebelumnya.

Bahkan jika perlu ganjaran/penghargaan juga diberikan kepada semua anak didik

dalam satu kelas.”46

f. Syarat-syarat/petunjuk dalam pemberian (reward)

Meskipun ganjaran/penghargaan itu merupakan sesuatu yang bernilai positif

dan semua orang menyukainya, namun dalam penerapannya di dunia pendidikan kita

perlu memperhatikan banyak hal, sebab jika pemberian ganjaran dilakukan tanpa

kebijaksanaan, pemberian ganjaran dapat pula mengakibatkan hal-hal yang negatif

baik bagi penerima ganjaran/penghargaan maupun siswa lain yang mengetahui

pemberian ganjaran itu. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang pendidik

dikala ingin memberikan ganjaran/penghargaan (reward), yaitu antara lain:

1. Guru harus benar-benar mengenal murid-muridnya dan tahu menghargai

dengan tepat sebab ganjaran/penghargaan (reward) yang yang salah dan

tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.

2. Pemberian ganjaran/penghargaan (reward) kepada seorang anak jangan

sampai menimbulkan rasa cemburu atau iri hati pada anak lain yang

46
Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag. Op. Cit. Hlm. 195
24

merasa pekerjaannya juga lebih baik tetapi tidak kendapat

ganjaran/penghargaan (reward).

3. Memberi ganjaran/penghargaan (reward) hendaklah hemat. Terlalu sering

memberikan ganjaran/penghargaan (reward) akan menyebabkan hilang

arti ganjaran/penghargaan (reward) itu sebagai alat pendidikan.

4. Janganlah memberikan ganjaran/penghargaan (reward) dengan

menjanjikan terlebih dahulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi

kerjanya.

5. Jangan sampai anak-anak menganggap ganjaran/penghargaan (reward)

yang diterimanya itu adalah sebagai upah dari jerih payah yang telah

dilakukannya.47

Persyaratan ganjaran yang paedagogis seperti yang dijabarkan oleh M.

Ngalim Purwanto di atas dapat juga kita temukan pada buku “Guru dan Anak Didik

Dalam Interaksi Edukatif” Karangan Syaiful Bahri Djamaroh Halaman 195-196.

B. Penelitian yang relevan

Penelitian mengenai pemberian ganjaran dalam dalam kaitannya dengan

disiplin pernah dilakukan sebagai berikut:

1. Tim penyelidik dari Pusat Pengajian Ilmu Pendidikan University Sains

Malaysia (USM) dengan anggota Prof. Madya Dr. Aminah Ayob. Prof. Madya Dr.

Mokhtar Ismail dan Prof. Madya Dr. Khadijah Zon. Penyelidikan dilakukan di dua

47
Ngalim Purwanto, Op. Cit. Hlm. 184
25

buah sekolah di Johor Bahru yang mempunyai masalah disiplin tertinggi. Penelitian

dilaksanakan selama 8 bulan. Objek penelitiannya adalah siswa yang berjumlah 60

orang. Kesimpulan dari penelitian itu adalah masalah kedisiplinan anak dapat diatasi

dengan cara pendekatan humanistik dengan melakukan pendekatan yang halus dan

memberikan penghargaan kepada atas sikap dan perilaku siswa. Sebagaimana

dinyatakan oleh Prof. Madya Dr. Aminah Ayob sebagai berikut:

“Perubahan positif diri pelajar dari segi tingkah laku dan minat terhadap
pelajaran, didapati adalah didorong oleh rasa puas hati pelajar lantaran
keperluan diri dari segi keperluan asas dan penghargaan kendiri telah dapat
dipenuhi. "kini, mereka dapat merasakan bahawa diri mereka lebih
dihargai," katanya.Seterusnya, tambah beliau, keadaan ini telah
menimbulkan rasa keyakinan diri yang lebih tinggi terhadap diri sendiri.”48

2. Doob. Beliau melakukan penelitian pada tahun 1947 tentang prinsip-prinsip

belajar dan menganalisa proses pembentukan dan perubahan sikap. Dalam penelitian

Doob, diperoleh kenyataan bahwa ganjaran/penghargaan (reward) diberikan untuk

memperkuat suatu tindakan. Hal ini juga dapat membentuk dan mengubah sikap

seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, percobaan tersebut biasanya terlihat nyata

dalam perilaku penerapan disiplin dan perilaku beradaptasi dalam lingkungan.

Misalnya ketika seseorang melihat bahwa di Jepang, masyarakat akan senang jika

melihat kita melepas sepatu kita ketika masuk ke rumah mereka. Reward itu bisa

terlihat dari senyum yang ditampilkan, sikap ramah menerima dan sebagainya yang

positif. Hal sebaliknya terjadi jika kita tidak melepas sepatu kita jika masuk ke dalam

rumah mereka. Adanya ganjaran ini merubah sikap dalam beradaptasi agar diterima
48
Marzita Abdullah, 2003. Op. Cit
26

di masyarakat. Selain dalam proses adaptasi, hal yang sama terjadi juga dalam

penerapan disiplin. Seperti dalam disiplin lalu lintas, disiplin tentara, disiplin

penerapan peraturan sekolah dan sebagainya. Hasilnya cukup efektif.49

C. Konsep Operasional

Penghargaan (reward) yang diberikan oleh guru adakalanya baik menurut teori

pendidikan dan ada kalanya tidak baik. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, peneliti

membagi ganjaran /penghargaan (reward) yang diberikan kedalam empat kategori

yaitu Baik Sekali, Baik, kurang Baik dan tidak baik. Indikator pemberian ganjaran

(reward) yang baik adalah adalah:

1. Penghargaan (reward) yang diberikan guru sesuai dengan ajaran

agama, peraturan negara serta adat yang berlaku.

2. Penghargaan (reward) yang diberikan guru berhubungan dengan

pendidikan siswa.

3. Penghargaan (reward) yang diberikan guru menyenangkan hati siswa .

4. Penghargaan (reward) yang diberikan guru dapat meningkatkan

motivasi siswa.

5. Pembeian /penghargaan oleh guru tidak dijanjikan terlebih dahulu.

6. Penghargaan (reward) yang diberikan guru bervariasi

49
Ade Anita, 2004. http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=391. 14 januari
2016
27

7. penghargaan yang diberikan guru tidak sering menggunakan

materi/benda

8. Pemberian penghargaan diberikan guru segera setelah

kebaikan/prestasi ditunjukkan siswa.

9. Penghargaan (reward) yang diberikan guru tidak menimbulkan

kecemburuan sosial pada siswa yang tidak mendapatkan ganjaran (reward).

10. Penghargaan (reward) yang diberikan guru tidak menjadikan siswa

penerima ganjaran merasa sombong atau superior.

11. penghargaan yang diberikan guru tidak sampai dipandang siswa

sebagai upah kerjanya.

12. Dalam memberikan Penghargaan (reward) guru tidak membeda-

bedakan siswa yang akrab dengannya atau tidak.

13. Guru tetap mau memberikan Penghargaan (reward) kepada siswa

walaupun rasa marahnya kepada siswa itu belum hilang.

14. Guru bersedia memberikan Penghargaan atas kebaikan siswa yang

istimewa dan juga kebaikan/prestasi yang bernilai biasa seperti kerapian,

kejujuran, keseriusan siwa dan lain-lain.


28

\
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai Pebruari Nopember sampai Januari 2017.

2. Lokasi Penelitian
29

Penelitian ini berlokasi Madrasah Tsanawiah Al-Munawwaroh Kelurahan .

Pematang Kapau, Kecamatan Tenanayan Raya Pekanbaru.

B. Subjek Objek

Subjek Penelitian ini adalah Guru MTS al-Munawwaroh Pekanbaru sedangkan

objek penelitian ini adalah Pelaksanaan Pemberian Penghargaan (Reward) di

Madrasah Tsanawiah Al-Munawwaroh Kelurahan . Pematang Kapau, Kecamatan

Tenanayan Raya Pekanbaru

C.Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah guru Madrasah Tsanawiah Al-Munawwaroh

Pekanbaru yang berjumlah 36 orang. Karena jumlahnya banyak, maka penulis

mengambil sampel 20 orang guru secara acak.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik:

1. Angket, yaitu dengan menyusun sejumlah pertanyaan (angket) kemudian

menyebarkannya kepada guru yang menjadi sample dalam penelitian ini.

2. Wawancara, yaitu peneliti mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan

kepada guru maupun responden lain yang terkait di Madrasah Tsanawiah Al-

Munawwaroh Pekanbaru guna mendapatkan keterangan dan penjelasan yang

dibutuhkan.
30

C. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriftif

dengan persentase. Yakni data yang terkumpul diklasifikasikan menjadi dua

kelompok, yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif digambarkan

dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk

memperoleh kesimpulan. Selanjutnya data kuantitatif yang berwujud angka-angka

ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif. Dengan menggunakan rumus:

F
P x 100%
N

Keterangan :

P = Persentase Jawaban

F = Frekwensi Responden

N = Total Jumlah

Persentase yang menjadi standar acuan dalam analisis data penelitian ini

dibagi kepada empat kategori yaitu:

a. 80 % - 100 % Sangat baik

b. 70 % - 79 % Baik

c. 60 % - 69 % Kurang baik

d. 0 % - 59 % Tidak baik.50

50
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Rineke Cipta, Jakarta, 1996). Hlm. 207.
31

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Djamaluddin Ancok dalam Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja,
Editor: rama Furqona Cet. 1 (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 20015

Utami Munandar, Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak-anak & Remaja, Editor:
rama Furqona Cet. 1 (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2011

Umar Tirtarahardja & drs. S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Cet. 1 (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2005

Amir Daien Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional

Abu Ahmadi & Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Cet. 2 (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2011

tabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhar, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Cet. 1
Yogakarta: PP. Krapyak, 2006

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. 1 (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ,Cet. 3 (Jakarta: Kalam Mulia, 2012

Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. 1 (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002

Roestiyah. N.K, Didaktik Metodik, Cet. 3 (Jakarta: PT. Bina Aksara, 2009

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001

Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag. Guru dan Anak didik Dalam Interaksi Edukatif
Suatu pendekatan teori Psikologis. Cet. 3 (Jakarta: Rhineka, 2005

Ngalim Purwanto MP, Ilmu Pendidikan Islam Teoritis dan Praktis, Cet. 12
(Bandung: Remaja Rosda Karya). .M. Arifin, M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdidipliner Ed.
Revisi, Cet. 1 (Jakarta: Bumi Aksara, 2003

Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Cet. I (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006
32

Muhammad bin Jamil Zaim, Petunjuk Praktis bagi Pendidik Muslim, (Jakarta:
Pustaka Istiqomah, 1997

Anda mungkin juga menyukai