Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha untuk

menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan

usaha mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan

dalam tingkatannya dapat dibagi dalam 3 (tiga) macam, yaitu : 1) Pendidikan

Dasar, 2) Pendidikan Menengah, 3) Pendidikan Tinggi. Penguatan pendidikan

sangat kokoh, karena telah diatur sedemikian rupa dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan atau hukum positif yang ada, mulai dalam Pasal 31

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional serta beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

yang relevan dengan penyelenggaraan pendidikan di Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).

Penguatan dalam ketentuan yuridis formal (hukum positif Indonesia)

terhadap penyelenggaraan proses pendidikan sangat mempengaruhi

keberlanjutan percepatan agenda pembangunan nasional, dalam konteks ini

adalah yang terkait dengan proses pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya dan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka peningkatan

keunggulan bersaing Indonesia secara global. Pendidikan yang berkualitas

akan sangat berpengaruh kepada indeks pembangunan manusia (human

1
2

development index) yang pada tahun 2011, Indonesia berada pada posisi 124

dari 187 negara di dunia.1

Apabila ditinjau dari aspek istilah (terminology) “pendidikan”, maka

istilah “pendidikan” dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional didefinisikan sebagai “usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara”. Dalam hal ini, tentu saja diperlukan adanya

pendidikan yang profesional terutama di sekolah-sekolah dasar dan menengah

maupun dosen di perguruan tinggi.2

Definisi pendidikan sebagaimana terdapat dalam ketentuan hukum

positif Indonesia di atas secara eksplisit menunjukkan adanya keseriusan

pemerintah Indonesia dalam mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan

pendidikan yang akan menghasilkan output dan outcome berupa generasi

penerus bangsa yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara, sehingga segenap

pemangku kepentingan (stakeholder) bidang pendidikan harus menaruh

perhatian mendalam terhadap proses penyelenggaraan pendidikan di

1
United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization, The Annual Progress
Reports of Human Development in the World 2011_diakses 2011_diakses dalam website unesco
(www.unesco.org.id)
www.unesco.org.id) pada 12 September 2012, hlm. 28.
2
Muhidin Syah, Psikologi Belajar,
Belajar, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 1.
1.
3

Indonesia. Apabila ditinjau dari aspek peningkatan kekuatan spiritual

keagamaan serta kecerdasan akhlak mulia, maka tidak akan terlepas

kaitannya dengan upaya peningkatan kualitan keimanan dan ketaqwaan yang

merupakan fokus perhatian dari penyelenggaraan program studi pendidikan

agama Islam di tingkat pendidikan tinggi, yang menurut hemat kami inherent

atau linear dengan agenda pendidikan nasional di atas.

Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam atau istilah

apapun lainnya memiliki tujuan untuk “menanamkan taqwa dan akhlak mulia

serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang

berkepribadian, berbudi luhur menurut ajaran Islam”.3 Keterkaitan pendidikan

agama Islam dengan penyelenggaraan pendidikan itu merupakan konsekuensi

logis dari perkembangan peradaban manusia, di mana akselerasi dinamika

kehidupan manusia yang ditopang oleh kemajuan pengusaan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK) niscaya tidak akan membawa implikasi

positif bagi manusia itu sendiri manakala tidak diimbangi dengan kualitas

keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ). Albert Einstein, pakar Fisika paling

berpengaruh dalam millennium pertama menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa

dan Yayasan Nobel di Swedia yang menemukan teori Relativitas Energi

(E=MC2),
(E=MC2), telah mengingatkan kepada kita melalui peryataannya bahwa

“ilmu tanpa agama adalah buta, sedangkan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”

lame).4
(science without religion is blind, but religion without science is lame).

3
Arifin,
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,
Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1989), hlm. 4.
4
Edy Faishal Muttaqin, Implikasi Protokol Cartagena Bagi Perkembangan Bioteknologi
di Indonesia_Disertasi
Indonesia_Disertasi (Surabaya : Program Doktoral Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana
Universitas Airlangga, 2008), hlm. 138.
4

Realitanya kemudian adalah bahwa pendidikan merupakan hal yang

sangat penting dan fundamental apalagi menyangkut generasi-generasi

penerus yang tentunya pada usia remaja menuju kedewasaan sangat perlu

diarahkan seiring perkembangan zaman, dengan banyaknya pengaruh-

pengaruh negatif dan positif. Pengaruh-pengaruh dalam segala bentuk dan

manifestasinya itu merupakan implikasi rasional dari derasnya arus

globalisasi yang melanda seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.

Apabila dilihat melalui fakta empirik memang masih banyak

kalangan masyarakat kita yang menafikan ataupun masih menganggap enteng

dan mudah terhadap penyelenggaraan pendidikan, termasuk bagaimana cara

mendidik yang baik itu. Kebanyakan orang tua saat ini mendidik anak-

anaknya hanya berdasarkan pengalaman-pengalaman praktisnya saja.

Di samping itu, mereka banyak meniru perbuatan nenek moyangnya

(paradigma tradisional) yang belum tentu benar dan baik. Mereka

menganggap bahwa kepandaian mendidik itu sudah dengan sendirinya akan

dipunyai oleh setiap orang tua dalam pergaulannya dengan anak-anak

mereka. Mereka percaya bahwa pada setiap situasi tertentu, akan mendapat

sikap dan tindakan yang tepat secara intuitif (instinct or intuition).


intuition). Jadi,

mereka berkehendak bekerja secara “intuitif” belaka, tidak atau kurang

mampu mempelajari dan menyelidiki hal mendidik secara ilmu pengetahuan,

secara teoritis. Dalam konteks ini, bukan berarti bahwa tidak menghargai

pengalaman-pengalamn dalam praktik dan mementingkan teori belaka.

Ngalim Purwanto, pakar pendidikan menyatakan lebih lanjut bahwa mendidik

berdasarkan hasil-hasil penyelidikan (teori) dan berdasarkan pengalaman-


5

pengalaman (praktik) lebih banyak dan baik hasilnya daripada hanya

berdasarkan pengalaman dan intuisi belaka.5

Penyelenggaraan pendidikan secara gradual, intens dan berkelanjutan

dapat dilakukan dari lingkungan (millieu) atau pengalaman, yang lebih

penting adalah pendidikan di mana di dalamnya terjadi proses belajar-

mengajar, adanya guru dan peserta didik. Dalam kaitannya dengan proses

belajar mengajar secara keseluruhan, guru merupakan pemegang peran

utama. Proses belajar mengajar adalah suatu proses yang mengandung

serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang

berlangsung atas dasar kebutuhan akan pendidikan bagi seorang siswa, dan

atas dasar kesadaran suatu tugas mulia di samping mendapatkan imbalan

secara materil. Proses belajar-mengajar ini menunjukkan adanya hubungan

relasi emosional antara siswa dan guru masing-masing mempunyai hak dan

kewajiban yang harus dijalankan dengan baik.

Telah disinggung diawal bahwa guru mempunyai peran utama dalam

proses belajar mengajar. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang

memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasil tidaknya

proses pendidikan pada siswa sangat tergantung pada guru dalam

melaksanankan tugasnya, karena pekerjaan seorang guru adalah pekerjaan

profesional yang tidak dapat dikerjakan oleh sembarang orang di luar

kependidikan.

5
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,
Praktis, (Bandung : Remaja Rosda
Karya, 1995), hlm. 4.
6

Guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih.

Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.

Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan pengetahuan dan

teknologi. Sedangkan melatih berarti mengambangkan keterampilan-

keterampilan pada siswa. 6

Guru sebagai pelaksana pengajaran dituntut harus mampu

melaksanankan tugasnya dengan sebaik-baiknya agar tujuan yang telah

ditetapkan dalam kurikulum atau perangkat pengajaran (curriculum or

educational ware) dapat tercapai. Oleh karena itu, dalam melaksanankan

tugasnya hendaknya seorang guru harus mengacu kepada perangkat

pengajaran yang telah ditetapkan dan dipersiapkan sebelumnya.

Guru sebagai suatu profesi, menurut pakar pendidikan Zakiah Drajat

“tidak sembarangan”, tetapi harus memenuhi beberapa prasyarat seperti di

bawah ini :

1. Taqwa kepada Allah SWT

2. Berilmu

3. Sehat jasmani dan rohani

4. Berkelakuan baik. 7

Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut guru untuk

mengembangkan profesionalitas diri sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

6
Arifin,
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,
Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1989), hlm. 41.
7
Saiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik,
Didik, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hlm. 32 –
37.
7

Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai

suatu profesi. Adapun tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan

mengambangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai

pegajar berarti meneruskan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi

kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan

keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak

didik.6

Berkenaan dengan tugas dan tanggung jawabnya, seorang guru harus

mempunyai kemampuan khusus (special skills) menjadi guru, yang tertuang

dalam 11 (sebelas) kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh guru, seperti

yang dikemukakan oleh Raka Joni, yaitu :

1. Menguasai bahan

2. Menguasai landasan kependidikan

3. Menyusun program pengajaran

4. Melaksanakan program pengajaran

5. Menilai proses dan hasil belajar

6. Menyelenggarakan program pengajaran

7. Menyelenggarakan program bimbingan dan penyuluhan

8. Menyelenggarakan administrasi sekolah

9. Mengembangkan pribadi

10. Berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat

11. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk kepentingan pengajar8

8
Raka Joni, Pola Pembaharuan Sistem Kependidikan di Indonesia,
Indonesia, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 1980), hlm. 31.
8

Kesebelas kompetensi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya oleh

Sudiarto diguguskan dalam 3 (tiga) komponen dasar, yaitu :

1. Kemampuan merencanakan pengajaran (planning skill).


skill).

2. Kemampuan melaksanakan pengajaran (actuating skill).


skill).

skill).9
3. Kemampuan mengevaluasi pengajaran (evaluating skill).

Kemampuan merencanakan pengajaran atau disebut juga dengan

kemampuan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) harus

dimiliki oleh setiap guru. Perencanaan proses pembelajaran, meliputi :

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat

sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,

sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.10

RPP adalah rencana yang menggambarkan atau mendeskripsikan

prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai suatu

kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam

silabus dalam pengertian lainnya RPP sebagai suatu standard operating

procedure (SOP) atau prosedur tetap (PROTAP) pelaksanaan pembelajaran

yang harus dibuat, dipahami, dimengerti, serta diaplikasikan atau

diimplementasikan oleh setiap guru, termasuk guru bidang studi Agama

Islam.

Penulisan skripsi ini difokuskan kepada kemampuan guru agama

dalam membuat RPP serta penerapannya dalam bidang studi pendidikan

9
Ali Imron, Pembina dan pengembangan guru di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Jaya,
1995), hlm. 25.
10
Ibrahim dan Nana Syaodih S., Perencanaan Pengajaran,
Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta,
2003), hlm. 61.
9

agama Islam. Kemampuan guru dalam membuat RPP merupakan hal yang

mendasar dalam pencapaian tujuan pembelajaran di dalam kelas (classical

education method).
method). Realitas empirik yang berhasil penulis dapatkan pasca

penelitian melalui observasi langsung di lapangan (field direct observation),


observation),

di antaranya didahului dengan melakukan studi pendahuluan sehingga penulis

menemukan gejala-gejala (fenomena) yang menggambarkan tidak sesuainya

(paradox) antara kenyataan dengan apa yang diharapkan.

Adapun gejala-gejala yang penulis temukan dalam studi pendahuluan

adalah :

1. Ada sebagian guru yang tidak mampu menjelaskan tujuan yang akan

dicapai pada setiap pertemuan.

2. Ada sebagian guru yang tidak menggunakan waktu mengajar dengan baik

secara efektif dan efisien.

3. Ada sebagian guru yang kesulitan dalam menjelaskan pelajaran yang

hendak diajarkan kepada peserta didik.

4. Sebagian guru dalam mengajar tidak membuat perangkat pembelajaran

(educational ware).
ware).

5. Guru kadang-kadang tidak mengadakan pre-test sebelum mengajar.

6. Kadang-kadang guru tidak mengadakan appersepsi.?

Berdasarkan latar belakang masalah dan gejala-gejala yang telah

dipaparkan di atas, maka penulis mengemukakan penulisan ilmiah dengan

judul “Penerapan RPP dalam Proses Pembelajaran oleh Guru Bidang


10

Studi Pendidikan Agama Islam di 113 Kecamatan Tenayan Raya

Pekanbaru”

B. Alasan Pemilihan Judul

Adapun yang menjadi alasan bagi penulis dalam memilih dan

menetapkan judul ini adalah :

1. Untuk mengetahui Penerapan RPP dalam Proses Pembelajaran oleh Guru

Bidang Studi Pendidikan Agama Islam di SDN 113 Kecamatan Tenayan

Raya Pekanbaru.

2. Penulis tertarik terhadap permasalahan yang ada, sehingga penulis

berkeinginan untuk melakukan penelitian secara langsung.

3. Lokasi penelitian ini dekat dengan domisili penulis, sehingga

mempermudah melakukan penelitian.

Adapun prinsip-prinsip yang menjadi perhatian dalam penyusunan

suatu RPP antara lain : memperhatikan perbedaan karakter individu peserta

didik, mendorong partisipasi aktif peserta didik, mengembangkan budaya

membaca dan menulis, memberikan umpan balik (feed-back) dan tindak

lanjut (follow-up),
(follow-up), keterkaitan dan keterpaduan (link and match),
match), serta

menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (information and

technology).11
communcation technology).

C. Permasalahan

11
Arif Rahman, Pengembangan RPP,
RPP, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hlm. 20
11

1. Identifikasi Masalah

Adapun masalah dalam kajian ini adalah :

1. Ada sebagian guru yang tidak mampu menjelaskan tujuan yang akan

dicapai pada setiap pertemuan.

2. Ada sebagian guru yang tidak menggunakan waktu mengajar dengan

baik secara efektif dan efisien.

3. Ada sebagian guru yang kesulitan dalam menjelaskan pelajaran yang

hendak diajarkan kepada peserta didik.

4. Sebagian guru dalam mengajar tidak membuat perangkat

pembelajaran (educational ware).


ware).

5. Kemampuan guru agama Islam membuat RPP dalam mengajar

pendidikan Agama Islam di SDN 113 Kecamatan Tenayan Raya

Pekanbaru.

2. Batasan Masalah

Mengingat luasnya ruang lingkup kajian di atas, maka penulis

perlu membatasi kajian pada kemampuan guru agama membuat RPP

dalam mengajar pendidikan agama Islam dan hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam membuat RPP.

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah Penerapan RPP dalam proses Pembelajaran oleh

Guru bidang studi pendidikan agama Islam di SDN 113 Kecamatan

Tenayan Raya Pekanbaru.


12

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan RPP dalam

proses pembelajaran oleh guru pendidikan agama Islam di SDN 113

Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kemampuan guru agama Islam membuat

RPP dalam mengajar pendidikan agama Islam di SDN 113

Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan

ketika guru agama membuat RPP dalam mengajar pendidikan agama

Islam di SDN 113 Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru.

c. Untuk mengtahui bagaimana cara penerapan RPP dalam

proses pembelajaran oleh guru bidang studi pendidikan agama islam.

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk memberikan informasi kepada guru di SDN 113 Kecamatan

Tenayan Raya Pekanbaru. mengenai kemampuan membuat RPP

dalam mengajar pendidikan agama Islam.

b. Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan penulis dalam

bidang pendidikan agama Islam dan untuk melengkapi persyaratan

guna menyelesaikan studi di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)

Diniyah Pekanbaru.
13

c. Untuk memberikan informasi kepada sekolah tentang kualitas guru

pendidikan agama Islam dalam mengajar dan untuk memberikan

informasi kepada sekolah tentang hal-hal yang berkaitan dengan

pengajaran pendidikan agama Islam.

E. Sistematika Pembahasan

Penelitian yang dilaksanakan untuk memudahkan dan memahami

penulisan dalam skripsi ini, maka penulis membaginya secara sistematis ke

dalam 5 (lima
(lima)) Bab, yang terdiri dari :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Penegasan Istilah,

Permasalahan, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Bab ini berisi teori-teori para ahli yang di ambil dari beberapa

sumber buku yang relevan dengan pembahasan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi Lokasi dan Waktu Penelitian, Subyek, dan

Obyek Penelitian, Populasi, Sample Penelitian, dan Teknik

pengumpulan Data (Observasi, Wawancara, dan

Dokumentasi).

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA


14

Bab ini menyajikan data dari hasil observasi dan wawancara

serta analisanya

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

BAB II

KONSEP TEORITIS DAN KONSEP OPERASIONAL


15

1. Konsep Teoritis

A. Kemampuan Guru

Kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti “sanggup”

mendapat awalan “ke” akhiran “an” menjadi “kemampuan” yang berarti

“kesanggupan”.12 Pengertian senada juga dikemukakan oleh W.J.S.

Poerwadarminta dalam Kamus Bahasa Indonesia, kemampuan adalah

“kesanggupan, kecakapan, kekuasaan”. Guru agama adalah seorang yang

berdiri di depan kelas utnuk menyampaikan ilmu pengetahuan tentang

agama.13

Di dalam sejarah dunia pendidikan guru merupakan sosok figur

teladan bagi siswa/i yang harus memiliki strategi dan teknik-teknik dalam

mengajar. Kegiatan belajar mengajar sebagai sistem intruksional

merupakan interaksi antara siswa dengan komponen-komponen lainnya,

dan guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran agar lebih aktif dan

efektif secara optimal. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu

ialah menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya di sebut metode

mengajar. Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang

cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau insturktur kepada siswa

di dalam kelas agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan

digunakan siswa dengan baik. Di dalam kenyatan cara atau metode

mengajar atau teknik penyajian yang digunakan guru untuk

menyampaikan informasi atau


15 message lisan kepada siswa, berbeda

12
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Indonesia, (Jakarta : PT Balai Pustaka
Persero, 1984), hlm. 854.
13
Ibid.,
Ibid., hlm. 321.
16

dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai

pengetahuan, keterampilan serta sikap. Maka, yang disebut dengan

strategi belajar mengajar ialah memikirkan dan mengupayakan

konsistansi aspek-aspek komponen pembentuk kegiatan sistem

intruksional dengan siasat tertentu. Strategi Belajar Mengajar adalah

pola-pola umum kegiatan guru – anak didik dalam perwujudan kegiatan

belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan mempelajari Strategi Belajar Mengajar berarti setiap

guru  mulai memasuki suatu kegiatan yg bernilai edukatif. Nilai edukatif

mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dgn ank didik. Interaksi yg

bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan,

diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan

sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan

kegiatan pengajaran secara sistematis dgn memanfaatkan segala sesuatu

guna kepentingan pembelajaran.

Mohammad Surya membuat definisi guru sebagai pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidik anak usia dini jalur pensisikan foramal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah..14

Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain sangat

penting bagi seorang guru karena tugasnya memang selalu berkaitan

dengan orang lain seperti anak didik, guru lain, karyawan, orang tua

14
Mohammad Surya,
Surya, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru & Dosen ,
(Jakarta : Pengurus Pusat PGRI, 2006), hlm. 2.
17

murid, kepala sekolah dll. Kemampuan ini sangat penting untuk

dikembangkan karena dalam pengalaman, sering terjadi guru yang

sungguh pandai, tetapi karena kemampuan komunikasi dengan siswa

tidak baik, ia sulit membantu anak didik maju. Komunikasi yang baik

akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan terutama pada

pendidikan tingkat dasar sampai menengah.

Guru harus memiliki 4 Kompetensi Dasar yaitu kompetensi

pedagogik, keperibadian, sosial dan professional. Keempat kompetensi

tersebut teriintegrasi dalam kinerja guru (LAMPIRAN PERATURAN

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2007)

1. Kompetensi Profesional

Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut

keahlian para anggotanya. Artinya pekerjaan itu tidak bisa dilakukan

oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara

khusus untuk melakukan pekerjaan itu, Profesional menunjuk pada 2

(dua) hal yaitu (1) orang yang menyandang profesi (2) penampilan

seseorang dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya.

Kompetensi seorang guru sangat di butuhkan dalam proses

pembelajaran. Untuk menjadi guru dengan kompetensi professional

dan memiliki keterampilan, setiap guru harus melalui proses

penempatan baik kemampuan dalam bidang keilmuan maupun dalam

mengelola kelas.

Makmum menyatakan bahwa teacher performance diartikan

kinerja guru atau hasil kerja atau penampilan kerja, secara


18

konseptual dan umum penampilan kerja guru itu mencakup aspek-

aspek : (1) kemampuan professional (2) kemampuan social dan (3)

kemampuan personal.

2. Kompetensi Keperibadian

Kompetensi keperibadian menurut Suparno adalah mencakup

keperibadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman,

bermoral : kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin,

tanggungjawab, peka, objekti, luwes, berwawasan luas, dapat

berkomunikasi dengan orang : kemampuan mengembangkan profesi

seperti berfikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat,

dapat ambil keputusan.

Kemampuan keperibadian lebih menyangkut jati diri seorang

guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus

mau belajar untuk maju. Kompetensi Profesioanl lebih ditekankan

kepada :

1. Guru bermoral dan beriman. Hal ini jelas merupakn kompetensi

yang sangat penting karena salah satunya tugas guru adalah

membantu anak didik yang bertaqwa dan beriman serta menjadi

anak yang baik. Bila guru sendiri tidak beriman kepada Tuhan

dan tidak bermoral, maka menjadi sulit untuk dapat membantu

anak didik bemoral dan beriman.


19

2. Guru harus mempunyai aktualisasi diri yang tinggi, Aktualisasi

diri yang sangat penting adalah sikap bertanggungjawab seluruh

tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik memerlukan

tanggungjawab yang besar.

3. Sikap mau mengembangkan pengetahuan guru bila tidak ingin

ketinggalan jaman dan juga dapat membantu anak didik terus

terbuka terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak mau harus

mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus belajar. Di

jaman kemajuan ilmu pengetahuan sangat cepat seperti sekarang

ini, guru dituntut untuk terus belajar agar pengetahuannya tetap

segar. Guru tidak boleh berhenti belajar karena merasa sudah

lulus sarjana.

Pendidikan yang menyangkut perkembangan anak didik tidak

dapat dilakukan seenaknya tetapi perlu direncanakan,

dikembangkan, dan dilakukan dengan tanggungjawab.

Meskipun tugas guru lebih sebaik fasilitatornya tetapi tetap

bertanggungjawab penuh terhadap perkembangan siswa.

3. Kompetensi Paedagogik

Kemampuan paedagogik menurut Suparno disebut juga

kemampuan dalam pembelajaran atau pendidikan yang memuat


20

pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembangannya,

mengerti beberapa konsep pendidikan yang berguna untuk

membantu siswa, menguasai beberapa metodologi mengajar yang

sesuai dengan bahan dan perkembangan siswa serta menguasai

system evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya semakin

meningkatkan kemampuan siswa. Pertama sangat jelas bahwa guru

perlu mengenal anak didik yang mau dibantunya. Guru diharapkan

memahami sifat-sifat, karakter, tingkat pemikiran, perkembangan

fisik dan psikis anak didik. Dengan mengerti hal-hal guru akan

mudah mengerti kesulitan dan kemudahan anak didik dalam belajar.

Dengan demikian guru akan lebih mudah membantu siswa

berkembang. Untuk itu perlu pendekatan yang baik tahu ilmu

psikologi anak dan perkembangan anak dan tahu bagaiman

perkembangan pengetahuan anak.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial itu sebagai sosial intelligence atau

kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam dan

kuliner) yang berhasil di identifikasi oleh Gardner. Semua

kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, mungkin

beberapa di antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau

bahkan kurang. Uniknya lagi beberapa beberapa kecerdasan itu

bekerja secara padu dan simultan ketika seseorang berfikir dan atau
21

mengerti sesuatu Berhubungan dengan apa yang dikatakan oleh

Amstrong itu ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha

mengembangkan kecerdasan sosial, kita tidak boleh melepaskannya

dengan kecerdasan- kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan

kenyataan bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai masalah sosial

kemasyarakatan yang hanya dapat di pahami dan di pecahkan

melalui pendekatan holistic, pendekatan komperehensip atau

pendekatan multidisiplin. Kecerdesan lain yang terkait erat dengan

kecerdasan sosial dan kecerdasan pribadi (personal intelligence),

lebih khusus lagi kecerdasan emosi atau emotial intelligence.

Kompentensi Sosial :

(1) Memilki empati pada orang lain

(2) Memiliki toleransi pada orang lain

(3) Memiliki sikap dan keperibadian yang positif serta melekat

pada setiap kopetensi yang lain, dan

(4) Mampu bekerja sama dengan orang lain. Menurut Gadner

dalam Sumardi

Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat disimpulkan

bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang

berkomunikasi, bergaul, bekerjasama, dan memberi kepada orang

lain. Inilah kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang

pendidik yang diamanatkan oleh UU guru dan Dosen yang pada

akhirnya harus dapat diajarkan kepada anak-anak didiknya.


22

B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian

pembelajaran yang mencapai pembelajaran untuk mencapai suatu

kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam

silabus.15

Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

menentukan bahwa “Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus

dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-

kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber

belajar, dan penilaian hasil belajar”. Hukum positif Indonesia ini (ius

constitutum) telah mengintroduksi RPP sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dengan perencanaan proses pembelajaran, sehingga akan

membawa implikasi kepada efektif dan efisiennya proses pembelajaran.

Selain ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, masih

kita jumpai ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang

relevan, yaitu : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun

2007 tentang Standar Proses yang menentukan bahwa RPP dijabarkan

dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam

upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru pada satuan

pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis

agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk


15
Ibid.,
Ibid., hlm. 50.
23

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Sistematika RPP disusun sedemikian rupa untuk setiap

Kompetensi Dasar (KD) yang dapat dilaksanakan dalam satu kali

pertemuan klasikal atau lebih. Guru bidang studi merancang (design)

penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan

penjadwalan di satuan pendidikan.

Komponen RPP adalah identitas mata pelajaran yang mencakup

satuan pendidikan, kelas, semester, program studi, mata pelajaran atau

tema pelajaran, dan jumlah pertemuan. Sedangkan standar kompetensi

adalah merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang

menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang

diharapkan tercapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata

pelajaran.

Adapun prinsip-prinsip yang menjadi perhatian dalam

penyusunan suatu RPP antara lain : memperhatikan perbedaan karakter

individu peserta didik, mendorong partisipasi aktif peserta didik,

mengembangkan budaya membaca dan menulis, memberikan umpan

balik (feed-back) dan tindak lanjut (follow-up),


(follow-up), keterkaitan dan

keterpaduan (link and match),


match), serta menerapkan teknologi informasi dan

technology).16
komunikasi (information and communcation technology).

16
Arif Rahman, Pengembangan RPP,
RPP, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hlm. 20.
24

Perbedaan karakter individu peserta didik perlu mendapat

perhatian berdasarkan orientasi perbedaan jenis kelamin, kemampuan

awal, tingkat kecerdasan intelektual (IQ), minat, motivasi belajar, bakat,

potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus,

kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau

lingkungan peserta didik.

Dorongan terhadap partisipasi aktif peserta didik perlu dilakukan

karena proses pembelajaran memang dirancang untuk mendorong

motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian dan

semangat belajar. Sedangkan pengembangan budaya membaca dan

menulis dimaksudkan mengembangkan kegemaran membaca,

pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk

tulisan.

Pemberian umpan balik dan tindak lanjut dalam konteks ini

dimaksudkan bahwa RPP harus memuat rancangan program pemberian

umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

Keterkaitan dan keterpaduan dalam konteks penelitian ini

mengandung pengertian bahwa RPP yang disusun itu harus

memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,

penilaian, dan sumber belajar dalam suatu keutuhan pengalaman belajar.

RPP yang telah disusun harus pula mengakomodasikan pembelajaran


25

tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan

keragaman budaya.

Penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam

penyusunan RPP dimaksudkan agar teknologi informasi dan komunikasi

terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi yang

dialami.

C. Mengajar

Mengajar adalah upaya yang disengaja dalam rangka memberi

kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan

tujuan yang telah dirumuskan.17 Sedangkan Pendidikan Agama Islam

adalah usaha secara sistematis dan fragmatis dalam membantu siswa agar

hidup sesuai dengan ajaran Islam.18

Dengan memahami dan melakanakan hal-hal yang akan dilakukan

oleh guru tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dalam mengajar

bidang studi pendidikan agama Islam mencakup :

a. Pendidikan Islam yang membahas ajaran agama Islam dari segi

syari’ah Islam tentang cara-cara manusia melaksanakan ibadah

kepada Allah SWT dan mengatur kehidupan sesama manusia, serta

alam sekitarnya. Gunanya untuk membimbing, mengembangkan,

dan membina siswa untuk mengetahui, memahami, menghayati

17
M. Ali, Guru dan Proses Belajar Mengajar,
Mengajar, (Bandung : Sinar Baru, 1987), hlm. 12.
18
Zulhairini, Methodik Khusus Pendidikan Agama Islam,
Islam, (Surabaya : Usaha Nasional,
1978), hlm. 27.
26

syariat Islam untuk dapat diamalkan dan dijadikan pedoman dalam

kehidupan sehari-hari.

b. Pendidikan mengenai aqidah akhlak adalah salah satu dari mata

pelajaran pendidikan Islam yang mengajar tentang ke-Esaan

(ketauhidan) Allah, Esa sebagai Tuhan yang meciptakan, mengatur,

dan meniadakan alam serta mengajarkan tata cara pergaulan hidup

manusia.

c. Pendidikan Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah pendidikan Islam yang

digunakan sebagai wahana pemberian pengetahuan, bimbingan agar

siswa mampu memahami dan menghayati Al-Qur’an dan Al-Hadits

sebagai sumber ajaran Islam dan dapat mengamalkan dalam

kehidupan sehari-hari, di samping ditunjang pula oleh pemahaman

terhadap pendekatan Ijtihad para alim ulama’ (Qiyas dan Ijma’) yang

secara institusional berada dalam koordinasi Majelis Ulama’

Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama Republik Indonesia.

Kemampuan sebagai hakikat kualitas dari prilaku guru atau

tenaga kependidikan yang sangat berarti. Kemampuan adalah

kesanggupan, kekuatan, kekuasaan, atau kebolehan untuk melakukan

sesuatu. Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang profesional, oleh karena

itu diperlukan kemampuan dan kewenangannya. Kemampuan dapat

dilihat dari kecakapan dan kesanggupan dalam mengajar dan

menjalankan tugasnya sebagai pendidik, pembimbing, pengajar dan

pembina ilmu.19
19
Zakiah Drajat, Metodologi Pengajaran Islam,
Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1990 ), hlm. 92.
27

Sebenarnya tidak semua orang dapat menjadi guru yang baik.

Setiap pekerjaan profesional mempunyai kualifikasi personal yang

berbeda dengan pekerjaan profesional lainnya. Kualifikasi ini

diwujudkan dalam berbagai bentuk, di antaranya bentuk kompetensi dan

kemampuan yang didukung oleh pengetahuan, ketrampilan, kepribadian,

dan kesenangan kepada pekerjaan dalam profesi itu.20

Zakiah Drajat menegaskan profesi guru sebagai profesi mulia

yang tidak setiap orang mampu menekuninya. Di samping itu, profesi

guru tidaklah sembarangan tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan

seperti di bawah ini :

1. Taqwa kepada Allah SWT

2. Berilmu

3. Sehat jasmani dan rohani

4. Berkelakuan Baik.21

Hal senada juga diungkapkan oleh Sardiman bahwa untuk

mendapat melakukan peranan dalam melaksanakan tugas serta tanggung

jawabya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah

yang akan membedakan antara guru dari manusia-manusia lain pada

umumnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat dikualifikasikan

menjadi beberapa kelompok :

1. Peryaratan administratif

20
Umur Hamalik, Perencanaan Pengajaran, (Bandung : Citra Aditiya Bakti, 1990),
hlm. 15.
21
Zakiah Drajat, Op. cit., hlm. 43.
28

Syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi antara lain

meliputi : kewarganegaraan (WNI), umur minimal 18 tahun,

berkelakuan baik, mengajukan permohonan, di samping itu masih

ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan

yang ada.

2. Persyaratan teknis

Persyaratan teknis ini mengandung pengertian bahwa ada

prasyarat formal yang harus terpenuhi menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yakni : harus berijazah

pendidikan guru.

3. Persyaratan psikis

Persyaratan psikis dimaksudkan mengenai prasyarat yang

berkaitan dengan sehat rohani, dewasa dalam berfikir dan bertindak,

mampu mengendalikan emosi, sabar, sopan, dan sebagainya.

4. Persyaratan fisik

Persyaratan fisik ini meliputi : berbadan sehat, tidak memiliki

gejala-gejala cacat tubuh yang mengganggu pekerjaannya. Dalam

persyaratan fisik ini menyangkut kerapian dan kebersihan termasuk

bagaimana berpakaian.

Persyaratan sebagaimana tersebut di atas secara global dapat

diklasifikasikan dalam bagian yang luas, yakni, guru harus :

a. Memiliki kemampuan profesional, yang meliputi :


29

 Penguasan materi pelajaran, mencakup bahan yang akan

diajarkan, dan dasar keilmuan dari pelajaran tersebut.

 Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.

 Penguasaan proses pendidikan, keguruan , dan pembelajaran

siswa.

b. Memiliki kemampuan sosial, yaitu : kemampuan menyesuaikan diri

dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar (adaptable).


(adaptable).

c. Memiliki kemampuan personal yang mencakup :

 Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya

sebagai guru.

 Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang

seyogianya dimiliki guru.

 Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan

dan teladan bagi para siswanya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi situasi mengajar

Situasi pengajaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Faktor Guru

Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar ini

tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran.

Menanamkan pola umum tingkah laku mengajar yang dimiliki guru

dengan istilah gaya mengajar atau teaching style.


style. Gaya mengajar
30

mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang

bersangkutan dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar.

b. Faktor Siswa

Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun

kepribadian.

c. Faktor Kurikulum

Kurikulum dalam proses belajar-mengajar menggambarkan isi atau pola

interaksi dalam mencapai tujuan tertentu. Bahan pelajaran sebagai isi

kurikulum mengacu kepada tujuan yang hendak dicapai.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai

situasi fisik yang ada di sekitar kelas tempat berlangsungnya proses

belajar-mengajar.

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Secara garis besar, perencanaan pengajaran mencakup kegiatan

merumuskan tujuan-tujuan apa yang dicapai oleh suatu kegiatan pengajaran,

cara apa yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi

atau bahan apa yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikan

bahan, serta media atau alat apa yang diperlukan untuk mendukung

pelaksanaan pengajaran tersebut.


31

Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan RPP.

Komponen RPP terdiri dari : tujuan pembelajaran, materi ajar, metode

pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.22

Manfaat yang didapat dari rencanaan pengajaran yang baik antara lain :

 Sebagai petunjuk arah (guidance) kegiatan dalam mencapat tujuan

pembelajaran yang dilakukan.

 Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap

unsur yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

 Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik guru maupun siswa.

 Sebagai alat ukur keefektifan suatu proses pembelajaran sehingga setiap

saat dapat diketahui ketepatan dan kelambanan kerja.

 Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.

 Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya.23

4. Konsep Operasional

Penelitian ini diupayakan oleh penulis agar dalam penulisannya tidak

menimbulkan kesalahpahaman sehingga teori-teori yang digunakan dalam

penelitian ini dioperasionalkan. Indikator-indikatornya adalah sebagai

berikut:

1. Guru mengembangkan silabus mata pelajaran pendidikan agama Islam.

2. Guru dapat merumuskan pembelajaran yang benar setiap masuk kelas.

22
Ibid.,
Ibid., hlm. 65.
23
Arif Rahman, “Manfaat RPP bagi Guru Bidang Studi”, artikel ilmiah yang dimuat
dalam website www.manfaatrpp.com_diakses pada 10 Mei 2013.
32

3. Guru memahami dengan benar kurikulum yang berlaku sekarang.

4. Guru memahami prinsip-prinsip KTSP sebagai rancangan pembelajaran

secara benar.

5. Guru dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara benar.

6. Guru memahami dengan baik materi yang akan diajarkan.

7. Guru dapat memahami metode mengajar yang cepat.

8. Guru dapat membuat rincian kegiatan dalam proses belajar.

9. Guru dapat merapkan mata pelajaran.

10. Guru menempuh waktu mengajar dengan sebaik-baiknya.

11. Guru menentukan kurikulum KTSP setiap akhir pembelajaran.


33

BAB III
III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah direncanakan selama 3 (tiga


(tiga)) bulan dengan

dimulainya pebruari
pebruari –April
–April 2016
2016 Adapun lokasi penelitian dilakukan di SDN

113 Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru bidang studi pendidikan

agama Islam di SDN 113 Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru. , sedangkan

yang menjadi obyek penelitian ini adalah kemampuan guru agama membuat

RPP dalam mengajar pendidikan agama Islam di SDN 113 Kecamatan

Tenayan Raya Pekanbaru.

C. Populasi dan Sampel

Pelaksanaan suatu penelitian selalu berhadapan dengan objek yang

diteliti. Dalam melakukan penelitian, kadang-kadang peneliti hanya

mengambil sebagian saja dari seluruh objek tersebut. Meskipun penelitian

hanya mengambil sebagian dari objek yang diteliti, tetapi hasilnya dapat

mewakili atau mencakup seluruh objek yang diteliti.

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti. Sedangkan sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi. Dalam mengambil sampel penelitian digunakan cara atau

33
34

teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili

populasinya.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru bidang studi yang

ada di SDN 113 Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru. . Sedangkan yang

menjadi sampel dalam penelitian ini adalah guru pendidikan agama Islam

yang berjumlah 2 (dua) orang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah :

1. Observasi (observation),
(observation), untuk memperoleh data dari lapangan penulis

melakukan pengamatan langsung (direct observation) terhadap kegiatan

guru dalam mengajar di kelas.


kelas.

2. Wawancara (interview)
(interview), untuk memperoleh informasi dan kejelasan

data yang diperoleh, penulis melakukan wawancara mendalam (depth

interview) dengan mengajukan angket pertanyaan kepada sumber data

atau responden.
responden.

3. Dokumentasi (documentation),
(documentation), Teknik ini digunakan untuk

mendapatkan data yang diperoleh dalam suatu penelitian, data tersebut

berbentuk RPP bagi guru atau berbentuk buku yang ada hubungannya

dengan penelitian.
35

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini diklasifikasikan kepada jenis penelitian deskiptif analitis

(analytical descriptive research),


research), di mana analisis data yang digunakan oleh

penulis adalah teknik deskriptif kualitatif dalam bentuk kategorial, yaitu :

1. Y dinyatakan baik antara 70% - 100%

2. Y kurang baik antara 40% - 69%

3. Y dikatakan tidak baik antar 0% - 39%


36

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abu Ahmadi, Methodik Khusus Pendidikan Agama,


Agama, Armico, Bandung. 1986.

Ali Imron, Pembina dan Pengembangan Guru di Indonesia,


Indonesia, Pustaka Jaya, Jakarta.
1995.

Arikunto, S., Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik,


Praktik, Rineka Cipta,
Jakarta, 2006.

Arifin. Ilmu Pendidikan Islam,


Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1989.

Arif Rahman, “Manfaat RPP bagi Guru Bidang Studi”, artikel ilmiah yang dimuat
dalam website www.manfaatrpp.com_diakses
www.manfaatrpp.com_diakses pada 10 Mei 2013.

C.C. Wijaya, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar,


Mengajar, Remaja
Rosda Karya, Bandung, 1991.

Edy Faishal Muttaqin, Implikasi Protokol Cartagena Bagi Perkembangan


Bioteknologi di Indonesia_Disertasi,
Indonesia_Disertasi, Program Doktoral Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2008.

Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi


Pendidikan,
Pendidikan, Bina Aksara, Jakarta, 1988.

J.S. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia,


Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta. 1994.

Muhibin Syah, Psikologi Belajar, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. 2003.

Mulhatim, Analisis Kesesuaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Dengan


Pelaksanaan Pembelajaran Bidang Studi IPA SD_Thesis,
SD_Thesis, Program
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, 2012.

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,


Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung,
1995.

Mohammad Surya, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru &


Dosen,
Dosen, Pengurus Pusat PGRI, Jakarta, 2006.

M. Ali, Guru dan Proses Belajar Mengajar,


Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1987.

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung,


1987.
37

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,


Praktis, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 1995.

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran,


Pengajaran, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1990.

Peter Salim & Yeni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer,
Kontemporer, Modern
English Pers, Jakarta, 1991.

Sardiman A.M, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar,


Mengajar, PT. Raja Grafindo
Persada. 2006

Slamet, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi,


Mempengaruhi, Rineka Cipta, Jakarta,
2003.

Suharsini Harikunto, Prosedur Penelitian,


Penelitian, Remaja Cipta, Jakarta, 1992.

Syafruddin Narudin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum,


Kurikulum, Cip Pres,
Jakarta, 2002.

Saiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik,


Didik, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

S. Nasution, Belajar dan Mengajar,


Mengajar, Bina Aksara, Jakarta, 1991.

R. Ibrahim & Nana Syaodih S., Perencanaan Pengajaran,


Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta,
2003.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


Dosen.

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,


Indonesia, PT Balai Pustaka
Persero, Jakarta, 1984.

Zakiah Drajat, Metodologi Pengajaran Islam,


Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1990.

Zulhairini, Methodik Khusus Pendidikan Agama Islam,


Islam, Usaha Nasional,
Surabaya, 1978.

Anda mungkin juga menyukai