Anda di halaman 1dari 4

Pendidikan Kewarganegaraan

Artikel

Degradasi Nilai – Nilai KBS : Individualisme, Intoleran, Rasa Persaudaraan Memudar,


Primodialisme

Kelompok :

Nama :

1. Afrelicia Praonentyas Sutarto


2. Chairun Nisa
3. Eka Safriyanti
4. Fini Noor Nazila
5. Hendy Rizky Putra Pratama
6. Kadek Winda Sawitri
7. Muhammad Nurfajrin Maulana
8. Nadya Syifa Andini
9. Rahmah Febrianti Aulia
10. Rika Rahmah
Degradasi Nilai-Nilai KBS: Individualisme, Intoleransi, Rasa Persaudaraan Memudar,
Primordialisme

1. Sikap Individualisme
Era globalisasi banyak memberikan keuntungan, namun juga tak sedikit realita
kehidupan yang menunjukkan keprihatinan. Kaum muda adalah generasi yang paling
banyak terjerumus dalam dampak negatif dari zaman yang semakin modern ini.
Menghindari sikap individualisme serta menjunjung tinggi persaudaraan dan
solidaritas tanpa batas menjadi barang langka untuk dimiliki.

Sebagai generasi muda harus punya jiwa solidaritas yang tinggi dengan lebih
mengutamakan kepentingan banyak orang. Kita juga harus punya sikap nasionalisme
dan rasa bangga sebagai warga negara Indonesia. Itulah yang dapat menjadi motivasi
untuk membangun bangsa dan negara dengan memanfaatkan segala sumber daya
yang ada. Namun jangan lupa juga, bahwa sebaik apapun sesuatu yang kita lakukan,
itu harus disertai dengan rasa tanggung jawab. Mengingat zaman terus berkembang,
maka pengetahuan dan kreativitas juga secara bersamaan harus berkembang. Jika
tidak demikian, maka akan tertinggal jauh dan pada akhirnya tidak bisa berbuat
banyak bagi daerah dan negara sendiri.

2. Intoleransi
Ketua Satgas Nusantara yang juga Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Gatot Eddy
Pramono menjelaskan tiga hal yang menjadi penyebab menguatnya sikap intoleransi
di kalangan masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir.
a. Globalisasi Penyebab pertama, kata Gatot, yakni perkembangan situasi global
yang mengikis nilai-nilai ketimuran, salah satunya toleransi. "Memang ini
tidak terlepas dari perkembangan global, globalisasi, demokratisasi, dan ilmu
pengetahuan. Ini sangat berpengaruh pada perkembangan toleransi di negara
kita ini," kata Gatot. "Globalisasi membuat nilai luhur ketimuran kita
semakin tergerus."
b. Demokrasi yang didominasi "low class" Penyebab kedua, iklim demokrasi
Indonesia yang kurang ideal. Menurut Gatot, demokrasi itu sangat ideal
dalam kondisi sosial masyarakat yang kelas menengahnya dominan.
Masyarakat kelas bawah ini bisa digolongkan sebagai masyarakat yang
kurang beruntung dalam mendapat pendidikan, dalam ekonomi, dan lain
sebagainya. Demokrasi Indonesia yang didominasi masyarakat kelas bawah
itu kemudian dianggap sebagai kondisi yang sebebas-bebasnya. Terlebih lagi,
kondisi Indonesia amat majemuk dari sisi agama, suku bangsa, etnis, budaya,
dan sebagainya. Lambat laun, perbedaan ini terus dicari celahnya sehingga
muncul nilai primordialisme. "Di sinilah muncul tindakan-tindakan
intoleransi terhadap sesama," lanjut Gatot.
c. Perkembangan medsos Penyebab ketiga, perkembangan media sosial
(medsos) yang sangat cepat. Melalui perkembangan medsos ini, paham
intoleran banyak disebarluaskan. "Kalau dulu orang mengajarkan paham
radikal itu melalui cara pertemuan atau cara diskusi. Sekarang menggunakan
medsos," katanya. "Bagaimana orang itu bisa intoleran? Belajar dari medsos.
Bagaimana seseorang bisa jadi teroris? Belajar dari medsos." Menurut Gatot,
perkembangan medsis menjadi tantangan bersama semua pihak memerangi
intoleransi.

3. Memudarnya Rasa Persaudaraan


Memudarnya Nilai Pancasila di Kalangan Anak Muda. Pancasila merupakan
pedoman bagi bangsa Indonesia dalam bertindak dan berperilaku,agar nantinya
mampu mencapai sebuah kesejahteraan dan kemakmuran.
Nilai-nilai pancasila perlu diajarkan dan ditanamkan sejak dini agar nantinya nilai
tersebut dapat dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhir-akhir ini, nila-nilai pancasila sudah tidak dihiraukan dan sudah diabaikan oleh
masyarakat termasuk generasi muda didalamnya. Nilai pancasila yang seharusnya
menjadi pandangan hidup, dasar Negara, dan pemersatu Negara yang majemuk
sekarang sudah terbengkalai tiada arti. Banyak masyarakat yang tidak mementingkan
Pancasila, sehingga norma, dan bahkan moral bangsa ini sudah mulai memudar. Hal
ini terlihat dari maraknya kejadian-kejadian yang bertentangan dengan nilai Pancasila
yang melanda Indonesia. Seperti contohnya pembunuhan, pemerkosaan, tawuran,
curanmor
Penyebab memudarnya nilai pancasila di kalangan remaja ialah adanya
globalisasi. Dengan adanya globalisasi, maka generasi muda dengan mudah dan cepat
mendapatkan segala informasi dari seluruh dunia. Informasi tersebut termasuk
kebudayaan dan cara hidup manusia dari berbagai belahan dunia. Dan karena
kurangnya pengetahuan dan bimbingan, kerap kali remaja tidak mampu menyaring
informasi yang mereka dapat. Dan kebanyakan remaja tidak berpikir panjang. Mereka
menganggap bahwa segala sesuatu yang berbau barat itu keren dan dijadikan panutan.
Padahal budaya barat sangat tidak sesuai dan berbeda dengan budaya Indonesia.
Misalnya budaya mengenakan pakaian, kesopanan, cara hidup, dan lain-lain.
Perbedaan tersebut yang menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan di
atas.

Hal ini jika diteruskan pasti akan menjadikan bangsa Indonesia semakin mengalami
keterpurukan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
mencegahnya. Yang pertama, dari dalam diri kita sendiri. Yaitu kita sebagai kaum
muda harus mampu berpegang teguh dengan kepribadian dan identitas kita, sebagai
warga Indonesia. Jangan mudah terpengaruh dengan hal-hal baru yang belum tentu
sesuai dengan budaya kita.

Kemudian setelah kita memulai dari diri kita sendiri, barulah pihak kedua dapat
membantu. Misalnya dengan menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan
generasi muda. Dengan adanya motivasi asas pembinaan dan pembangunan generasi
muda, diharapkan generasi muda mampu mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan sehari-hari dan diharapkan mampu memainkan dan menjalankan peran
yang penting dalam masa depan, dan mampu membawa Indonesia kea rah yang lebih
baik.

4. Primordialisme
Primordialisme didefinisikan sebagai suatu sikap berpegang teguh pada hal-
hal yang sejak semula melekat pada diri individu, dengan kata lain, ikatan-ikatan ini
sudah ada sejak lahir.
Hal ini mencakup suku bangsa, ras dan agama. Lalu, alasan mengapa paham
primordialisme dapat terjadi dalam masyarakat Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
fakta bahwa Indonesia adalah negara yang beragam. Presiden Joko Widodo pernah
menyampaikan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 700 suku dan 1.100 bahasa. Dari
sini dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia memiliki latar belakang yang
berbeda-beda, mereka memegang ikatan yang berbeda-beda. Lebih lagi, sebagian
besar masyarakat Indonesia masih tinggal dalam masyarakat yang bersifat homogen
(seragam), setidaknya hingga mereka dewasa. Data ini diungkapkan oleh Direktur
Perkotaan dan Pedesaan, di mana 56% masyarakat Indonesia masih tinggal di desa.
Barulah dari sana, mereka merantau untuk memperbaiki taraf kehidupan.

Hal ini menunjukkan bahwa mereka menghabiskan sebagian waktu mereka dengan
orang-orang dengan latar belakang yang sama, sehingga timbul rasa nyaman dan
percaya terhadap orang dengan latar belakang yang sama tersebut. Hal ini tidak
melulu terjadi akibat berdiamnya seseorang dengan masyarakat yang homogen dan
sama dengan dia, melainkan juga dapat berasal dari kenyamanan dengan keluarga
atau teman-teman yang memiliki latar belakang yang sama. Saat hal ini dibawa dalam
masyarakat majemuk, merupakan suatu hal yang wajar jika paham primordialisme
terjadi. Dalam masyarakat majemuk, terjadi konfrontasi antara latar belakang yang
berbeda-beda, sehingga timbul pula rasa tidak aman dan kemungkinan ancaman
terhadap identitas mereka.

Alhasil, mereka cenderung akan mempercayai orang-orang dengan latar belakang


ikatan yang sama, termasuk dalam ranah pekerjaan dan ranah-ranah lain yang
seharusnya bersifat profesional.

Sumber :

1. kompasiana.com

2. JAKARTA,KOMPAS.com

3. BORNEONEWS, Muara Teweh

Anda mungkin juga menyukai