Anda di halaman 1dari 12

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

Disusun Oleh :
AFANDI MAHARDIKA / 04
DECKA RIDHO ARIRAYA / 17
DIMAS FERREL SUMARSONO / 21
RADEN IAN SULASMONO / 36

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KOTA MALANG
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun Makalah ini dengan baik.
Makalah ini berisi tentang uraian mengenai “Pancasila Sebagai Ideolgi Bangsa’’.

Laporan ini kami susun secara cepat dengan anggota kelompok kami diantaranya;
AFANDI MAHARDIKA ,DECKA RIDHO ARIRAYA ,DIMAS FERREL SUMARSONO
,RADEN IAN SULASMONO. Oleh karena itu kami sampaikan terima kasih atas waktu, tenaga
dan pikirannya yang telah diberikan. Dan atas bantuan Dosen pembimbing kita kami mengucap
terimakasih.
Dalam penyusunan Makalah ini, kami menyadari bahwa hasil laporan praktikum ini
masih jauh dari kata sempurna.

Sehingga kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sekalian. Akhir kata Semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat untuk
kelompok kami khususnya, dan para pelajar lainnya.

Malang, 17 Februari 2020


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehidupan masyarakat tidak lepas dengan yang Namanya kepercayaan atau
keyakinan. Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia
merasa telah menemukan kebenaran. Keyakinan atau kepercayaan dapat berupa
ideologi, yang menuntun manusia dalam suatu tujuan. System keyakinan terbentuk
melalui suatu proses yang Panjang karena ideologi melibatkan berbagai sumber
seperti kebudayaan, agama, dan pemikiran para tokoh. Ideologi yang bersumber dari
kebudayaan, artinya berbagai komponen budaya yang meliputi: system religi dan
upacara keagamaan, system dan organisasi kemasyarakatan, system pengetahuan,
Bahasa, kesenian, system, dll. Sebagaimana diungkapkan koentjaraningrat dalam
buku kebudayaan mentalitas dan pembangunan (2004: 2), memengaruhi dan berperan
dalam membentuk ideologi suatu bangsa. Perlu diketahui bahwa Ketika suatu
ideologi bertitik tolak dari komponen-komponen budaya yang berasal dari sifat dasar
bangsa itu sendiri, maka pelaku-pelaku ideologi, yakni warga negara, lebih mudah
melaksanakannya karna para pelaku ideologi merasa sudah akrab dan tidak perlu
penyesuaian lagi terhadap nilai-nilai yang dikenalkan kepada mereka.
Selain kebudayaan, ideologi juga dapat bersumber dari agama. Disaat ideologi
bersumber dari agama, maka akan ditemukan suau bentuk negara teokrasi, yakni
system pemerintahan negara yang berlandaskan pada nilai-nilai agama tertentu.
Apabila suatu negara bercorak teokrasi, maka pada umumnya segala bentuk peraturan
hukum yang berlaku di negara tersebut berasal dari doktrin agama tertentu. Karna
doktrinnya berasal dari agama tertentu maka biasanya pemimpin dari negara teokrasi
merupakan seorang pemimpin agama.
Lalu bagaimana halnya dengan ideologi yang bersumber dari pemikiran para
tokoh? Marxisme termasuk salah satu diantara aliran ideologi (mainstream) yang
berasal dari pemikiran tokoh atau filsuf karl marx. Jadi pemikiran-pemikiran tokoh-
tokoh tersebut melahirkan suatu ide atau gagasan yang menjadi tujuan atau ideologi
suatu negara.
Suatu negara tidak akan lepas dari yang Namanya ideologi. Setiap negara di dunia
memiliki ideologi yang berbeda-beda yang disesuaikan dari tiga sumber yang sudah
disebutkan sebelumnya. Sebagai contoh negara yang ideologinya bersumber dari
agama tertentu (teokrasi). Pada zaman dahulu, banyak negara yang bercorak teokrasi,
seperti jepang, cina, negara-negara timur tengah, dan romawi. Dewasa ini, bentuk
negara teokrasi masih menyisakan beberapa negara diantara ialah negara vatikan dan
arab Saudi. Kemudian terdapat juga negara-negara yang memiliki ideologi buah
pemikiran seorang tokoh, salah satunya marxisme, hasil buah pikir filsuf Karl Marx
ini sampai sekarang masih eksis pengaruhnya terhadap negara-negara, seperti korea
utara, kuba, Vietnam. Bahkan Cina pernah Berjaya menggunakan ideologi Marxis di
zaman Mao Ze Dong, meskipun sekarang bergeser menjadi semiliberal, demikian
pula halnya dengan rusia.
Lalu bagaimana dengan ideologi yang dipakai Indonesia? Sampai saat ini
Indonesia masih menggunakan Pancasila sebagai Ideologi negaranya. Pancasila
sendiri merupakan hasil buah piker keras dari tokoh-tokoh kemerdekaan dulu yang
disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia. Namun, dewasa ini kita mempertanyakan
eksistensi Pancasila apakah masih relevan sebagai ideologi negara ditengah cepatnya
arus globalisasi. Karna arus globalisasi lah yang menuntun kepada keterbukaan
informasi yang akibatnya masyarakat rawan terpengaruh ideologi-ideologi dunia,
yang ditakutkan adalah masyarakat mengalami penyimpangan perilaku yang berujung
pada terorisme karna tidak semua ideologi dapat dipahami dengan mudah.

1.2. Masalah atau Topik Bahasan


Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, terdapat tiga rumusan masalah
sebagai berikut:
1.2.1. Apa saja tantangan yang dihadapi Pancasila sebagai ideologi bangsa
terhadap ideologi dunia?
1.2.2. Apa tantangan yang harus dihadapi Pancasila sebagai ideologi bangsa
terhadap agama?
1.2.3. Bagaimana Pancasila sebagai ideologi bangsa menghadapi tantangan-
tantangannya?

1.3. Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah tersebut adalah:
1.3.1. Agar pembaca mengetahui apa saja tantangan yang dihadapi Pancasila
terhadap ideologi dunia
1.3.2. Agar pembaca mengetahui tantangan yang dihadapi Pancasila terhadap
agama
1.3.3. Agar pembaca mengetahui kesaktian Pancasila dalam menghadapi
tantangan-tantangannya

BAB 2
TOPIK BAHASAN

2.1. Pengertian Ideologi


Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ideide
(the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas
pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga
diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan
paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik. Dari pengertian
ideologi tersebut, kita dapat menentukan poin-poin penting ideologi, seperti system, arah
tujuan, social politik, cara berpikir, dan program.
Pada dasarnya definisi dari sebuah ideologi sangat komplek. Ini dibuktikan dengan
pendapat-pendapat yang diberikan para ahli/pemikir dari Indonesia berikut ini :
1. Sastrapratedja (2001: 43): ”Ideologi adalah seperangkat gagasan/ pemikiran yang
berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”. Jadi
menurut pendapat dari sastrapratedja ideologi bukan hanya pemikiran yang dibuat-
buat saja tetapi lebih dari itu ideologi menunjukkan suatu Tindakan dan merupakan
system yang teratur.
2. Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya
menjaga jarak dengan dunia kehidupannya”. Berbeda dari yang dilontarkan sastrapratedja,
soerjanto lebih menekankan definisi ideologi kepada kemampuan manusia dalam menahan
godaan duniawi. Hal ini karna pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang tidak aturan
apabila tidak diberi tujuan dan tujuan itu adalah ideologi.
3. Mubyarto (1991: 239): ”Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol
sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau
perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu”. Mubyarto menekankan
definisi ideologi sebagai sebuah tujuan dari suatu masyarakat atau bangsa dan menjadi
pegangan bangsa.

Selain pemikir-pemikir dari Indonesia, di dunia juga terdapat tokoh-tokoh pemikir yang
mempunyai pendapat-pendapat yang berbeda mengenai definisi ideologi, seperti:

1. Menurut Martin Seliger, ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan penolakan


yang diungkapan dalam bentuk pernyataan yang bernilai yang dirancang untuk
melayani dasar-dasar permanen yang bersifat relative bagi sekelompok orang. Martin
seliger, lebih lanjut membagi ideologi kedalam dua hal, yaitu ideologi fundamental
dan ideologi operatif. Ideologi fundamental meletakkan preskripsi moral pada posisi
sentral yang didukung oleh beberapa unsur, yang meliputi: deskripsi, analisis,
preskripsi teknis, pelaksanaan, dan penolakan. Ideologi operatif meletakkan teknis
pada posisi sentral dengan unsur-unsur pendukung, meliputi: deskripsi, analisis,
preskripsi moral, pelaksanaan, dan penolakan.
2. Menurut Alvin Gouldener, ideologi merupakan sesuatu yang muncul dari suatu cara
baru dalam wacana politis. Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan
dari kesadaran mistis dan religious, sebab ideologi itu merupakan suatu Tindakan
yang didukung nilai-nilai logis dan dibuktikan berdasarkan kepentingan social.
3. Menurut Paul Hirst, ideologi merupakan suatu system gagasan politis yang dapat
digunakan dalam perhitungan politis.
Seperti yang disebutkan sebelumnya definisi ideologi merupakan suatu hal yang
kompleks. Itu pula yang menyebabkan banyak perbedaan pendapat antar tokoh pemikir
baik yang berasal dari Indonesia maupun dunia. Namun, apabila kita Tarik garis
besarnya, kita bisa simpulkan bahwa, ideologi merupakan suatu kumpulan gagasan, ide-
ide dasar, keyakinan, dan kepercayaan yang bersifat dinamis.
2.2. Pancasila dan Ideologi Dunia
Untuk mengetahui secara rinci, berikut 8 macam ideologi di dunia yang dianut oleh
berbagai negara

2.2.1. Ideologi Kapitalisme


Macam ideologi yang pertama adalah ideologi kapitalisme. Ideologi kapitalisme
merupakan ideologi yang cukup dikenal di dunia. Ideologi kapitalisme ini dipopulerkan oleh
seorang bapak ilmu ekonomi dunia yaitu Adam Smith. Paham ini digagas oleh Adam Smith
karena tidak setuju dengan ideologi merkantilisme yang berkembang pada saat itu. Teori
Adam Smith mengenai ideologi kapitalisme yang cukup dikenal luas yaitu teori invisible
hand (tangan yang tidak terlihat). Ideologi kapitalisme menekankan kepada penguasaan
modal oleh pihak swasta yang di mana negara tidak berhak mengatur dan membuat undang-
undang yang dapat mempersulit jalanya usaha mereka.

2.2.2. Ideologi Liberalisme


Macam ideologi di dunia selanjutnya adalah ideologi liberalisme. Ideologi ini
menekankan kepada kebebasan setiap golongan untuk dapat mengekspresikan keinginannya
sendiri tanpa ada larangan dari pihak lainnya, seperti dari asal katanya yaitu liberal yang
berarti kebebasan. Ideologi ini menganggap bahwa setiap orang harus memperoleh
kesempatan yang sama dalam mencapai sesuatu. Setiap individu berhak untuk menentukan
sendiri berbagai hak umum seperti hak politik, hak beragama, dan berbagai hak lainnya.

2.2.3. Ideologi Marxisme


Macam ideologi berikutnya adalah ideologi marxisme. Ideologi ini merupakan salah satu
bentuk perlawanan Karl Marx terhadap ketidakadilan sistem ideologi kapitalisme. Ideologi
marxisme lahir berkat anggapan ideologi kapitalisme yang dianggap sebagai kesalahan yang
besar karena akan semakin memperkaya pemilik modal dengan mengorbankan nasib kaum
buruh yang menyedihkan. Pada sistem kapitalisme, buruh dipaksa bekerja berjam-jam
dengan upah yang minim. Hal itu karena prinsip kapitalisme yaitu profit sebanyak banyaknya
dan modal seminimal mungkin.

2.2.4. Ideologi Sosialisme


Macam ideologi di dunia berikutnya adalah ideologi sosialisme. Ideologi sosialisme
dapat diidentikkan dengan ideologi komunisme. Hal ini karena prinsip yang mendasar yaitu
sama-sama akan mengutamakan segala kepemilikannya secara bersama-sama dan tidak
mengakui adanya kepemilikan individu. Seluruh aset dan modal akan dikuasai secara
bersama-sama demi kepentingan suatu bangsa dan negara.

2.2.5. Ideologi Nasionalisme


Macam ideologi di dunia yang berikutnya adalah ideologi nasionalisme. Ideologi ini akan
menitikberatkan kepada kedaulatan negara sebagai hal yang mutlak dan tidak boleh diganggu
oleh pihak manapun. Setiap warga negara haruslah memiliki rasa mencintai negara lebih dari
apapun dengan berjuang dan berkorban secara bersama-sama demi menjaga kedaulatan
negara. Pada saat ini nasionalisme dibagi menjadi tiga bentuk yaitu nasionalis
kewarganegaraan, nasionalis etnis, dan nasionalis romantic. Nasionalis kewarganegaraan
menunjukkan bahwa warga negara merupakan komponen yang berperan sangat penting di
dalam tatanan sistem bernegara. Jadi kekuatan utama dari suatu negara bertumpu kepada
warga negara. Nasionalis etnis menitikberatkan kepada budaya dan etnis sebagai komponen
yang berperan dalam suatu negara. Sedangkan nasionalis romantic adalah suatu kondisi di
mana budaya, ras, dan etnik sebagai sumber kebenaran politik.

2.2.6. Ideologi Demokrasi


Macam ideologi di dunia berikutnya adalah ideologi demokrasi. Ideologi inilah yang
dianut pemerintah Indonesia sebagai sistem pemerintahannya. Demokrasi terdiri dari dua
kata yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti kekuasaan. Jadi bisa
disimpulkan bahwa demokrasi adalah kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Suara rakyat
akan diwakili oleh dewan yang diberi nama dewan perwakilan rakyat. Selain itu, dalam
proses berjalannya suatu negara maka akan diadakan pemilihan umum yang berfungsi untuk
memilih legislatif (Perwakilan rakyat) dan eksekutif (pemerintah) yang akan saling bersinergi
dalam membangun negara. Beberapa negara yang menganut sistem demokrasi yaitu,
Norwegia, Denmark, Amerika, Swedia, Venezuela, Australia, Belgium, Selandia Baru, dan
masih banyak lagi.

2.2.7. Ideologi Feminisme


Macam ideologi yang selanjutnya adalah ideologi feminisme. Ideologi ini merupakan
ideologi yang menitik beratkan kepada kesetaraan hak serta kewajiban bagi perempuan.
Kesetaraan tersebut meliputi hak ekonomi, politik, sosial, budaya, ruang pribadi, dan ruang
publik. Tujuan utama dari ideologi ini adalah memperjuangkan hak perempuan yang dahulu
kala tidak boleh bersekolah, berpolitik, dan lain sebagainya.

2.2.8. Ideologi Anarkisme


Macam ideologi yang terakhir adalah ideologi anarkisme. Ideologi ini menganggap
bahwa negara merupakan sebuah gangguan dan tidak perlu ada. Sebagian wilayah di Spanyol
menganut menganut ideologi. Ideologi ini menitikberatkan kepada kebebasan setiap individu,
di mana sebuah tatanan negara dan politik dianjurkan untuk dibubarkan dan digantikan
dengan tindakan sukarela dari setiap warga negara. Di dalam sistem ini tidak ada hierarki di
mana setiap orang dapat memainkan perannya sesuai kehendak masing-masing. Ideologi ini
mulanya dianggap relevan namun pada praktiknya banyak terjadi kebingungan dan akhirnya
bubar.

Kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara karena ideologi Pancasila menghadapi tantangan
dari berbagai ideologi dunia dalam kebudayaan global. Pada bagian ini, perlu di identifikasikan
unsur – unsur yang mempengaruhi ideologi Pancasila dan sebagai perbandingan antara Pancasila
dengan ideologi dunia, antara lain yaitu :
1. Unsur atheisme yang terdapat dalam idologi Marxisme atau komunisme bertentangan
dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Unsur individualisme dalam liberalisme tidak sesuai dengan prinsip nilai gotong royong
dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
3. Kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk menguasai sistem
perekonomian negara tidak sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan

2.3. Pancasila dan Agama


Saat ini salah satu hal yang menjadi perbincangan hangat adalah Pancasila dan agama-
agama di Indonesia, khususnya berkaitan dengan sila pertama dan konsep keesaan Tuhan di
masing-masing agama. Pemicunya adalah tanggapan Eggy Sujana dalam sebuah sidang
tentang RUU Ormas yang memang menjadi polemik panas di kalangan para aktifis.
Bahwasannya seseorang cenderung memahami pancasila berdasarkan penafsiran golongan
(agama) masing-masing. Di situlah arah pemikiran para pencetusnya, yang memang
mayoritasnya adalah para kiai dan ulama. Bersama-sama dengan Bung Karno mereka
merumuskan Pancasila ini untuk dipahami atau ditafsirkan berdasarkan arah keyakinan
agama masing-masing.

Hal ini menjadi penting sebab sejak awal pencetusannya bangsa Indonesia sudah hidup
dalam keragaman yang luar biasa. Baik secara agama, budaya maupun ras dan etnis. Bahkan,
di luar agama-agama formal yang diakui oleh negara, ada keyakinan-keyakinan yang banyak
dengan konsep teologis masing-masing. Dan karenanya memang kurang tepat untuk
menyalahkan kelompok agama tertentu, atau tepatnya menuduhnya bertentangan dengan
Pancasila dengan memakai kacamata “penafsiran agama kita”. Dalam pandangan Islam,
sekali lagi dalam pandangan Islam, konsep ketuhanan Kristiani dengan trinitas tidak sejalan
dengan konsep keesaan Tuhan (tauhid) dalam Islam. Sehingga, sudah pasti dalam pendangan
umat Islam, hal itu tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila. Tapi, sekali lagi, itu dalam
pandangan Islam.Hal lain yang juga menjadi masalah adalah bahwa dalam memahami
konsep keesaan Tuhan Islam mengajarkannya dalam tiga aspek. Pertama adalah aspek
ketuhanan itu sendiri yang lebih dikenal dengan “tauhid rububiyah”. Kedua adalah aspek
sifat atau karakter Tuhan yang dikenal dengan “tauhid asma was-sifat”. Dan ketiga adalah
aspek penyembahan atau ibadah yang lazim dikenal dengan “tauhid
ubudiyah atau uluhiyah”.Yang pasti adalah bahwa Islam memang mengakui berdasarkan
sejarah keyakinan orang-orang musyrik bahwa semua manusia itu, apapun bentuk
penyembahannya ternyata yakin kepada Tuhan yang satu. “Wa lain sa-altahum man
khalaqassamaqati wal-ardh..layaqukunna Allah”. Bahwa orang-orang Musyrik Arab yang
ketika menyembah ratusan patung-patung sekalipun yakin bahwa secara rububiyah hanya ada
satu Tuhan.

Permasalahannya kemudian adalah, dan ini inti kesalahan dalam pandangan Islam,
kalaupun mereka yakin bahwa ada satu Tuhan, tapi mereka masih juga mengaitkan beberapa
sifat makhluk kepada Tuhan. Dan yang paling parah mereka mengambil perantara-perantara-
perantara antara diri mereka dan Tuhan yang (semestinya) tunggal dalam penyembahan.
Maka, sebagai bangsa dengan pancasila sebagai asas dalam bernegara, harusnya konsensus
itu adalah konsensus kebangsaan. Bukan konsensus keagamaan. Sebab sampai kapan pun
agama-agama tidak akan pernah disatukan dalam konsensus kemanusiaan. Akan ada
perbedaan-perbedaan, bahkan dalam prinsip sekalipun. Di sinilah kemudian dalam
pandangan saya pentingnya mendudukan masalah pada tempatnya. Sebagai orang Islam
dengan segala perbedaan dengan teman-teman sebangsa dari agama dan keyakinan lain, saya
tidak perlu menuduhnya bertentangan dengan pancasila. mereka bisa memahami arti
ketuhanan yang maha esa itu berdasarkan agama dan keyakinan mereka. Tapi di sisi lain
maafkan kalau dalam pandangan kami umat Islam konsep keyakinan anda itu berdasarkan
“penafsiran ketuhanan agama” kami tidak sesuai. Tapi itu dari sudut pandang agama kami.
Dan karenanya, sikap yang terbaik sekaligus adil dan bijaksana adalah serahkanlah kepada
masing-masing pemeluk agama itu untuk menafsirkan pancasila sesuai dengan pemahaman
agama dan keyakinan masing-masing. Bahkan, pemerintah sesungguhnya tidak punya
otoritas untuk menafsirkan pancasila berdasarkan pemahaman atau penafsirannya sendiri.
Dan ini juga bagi saya yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentapkan
sebuah UU atau aturan tentang ormas di negara ini. Selama ormas itu mengakui Pancasila
sebagai dasar dalam menjalankan kehidupan bernegara, terlepas dari pemahaman dan
penafsirannya, seharusnya dibiarkan bahkan didukung. Sebab, ketika pemerintah cenderung
memaksakan penafsirannya maka rentang akan terbentuk “kediktatoran” dalam bernegara.

Agama dan Pancasila, bagai dua sisi keping mata uang. Tak bisa dipisahkan,
saling mengisi, dan menjadi satu kesatuan. Jika ada yang mempertentangkan, antara Agama
dengan Pancasila, itu namanya kelewatan. Jahat dan kejam. Yang merumuskan Pancasila
adalah, Soekarno dan founding fathers lain beragama Islam. Sila pertama juga sangat jelas.
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dijiwai oleh nilai-nilai agama.Agama itu mempersatukan.
Pancasila juga. Agama butuh keyakinan. Pancasila juga sama. Agama butuh pengamalan.
Begitu juga Pancasila butuh diaktualisasikan dan diimplementasikan. Seorang intelektual, tak
akan berkata sembarangan dan serampangan. Apa yang dikatakannya, akan terlebih dulu
dipikir dan dipertimbangkan matang-matang. Karena jika salah ucap, dampaknya akan besar.
Pancasila tanpa nilai-nilai agama akan redup, tak bersinar, dan tak memiliki jiwa dan roh.
Dengan agamalah, Pancasila menjadi ideologi penggerak, pendobrak, pemersatu, dan
pencerah.

2.4. Studi Kasus


Gambar 1. Keadaan konflik di nduga dan lokasi pembantaian pekerja jembatan

Pada studi kasus ini, kami mengambil satu peristiwa konflik yang terjadi di tanah Papua,
tepatnya di Nduga. Konflik di Nduga berawal dari tragedi penembakan oleh Organisasi
Papua Merdeka (OPM) kepada para pekerja jembatan yang sampai menewaskan belasan
orang di awal tahun 2018. Efek dari penembakan tersebut pemerintah Indonesia kemudian
mengirimkan pasukan TNI untuk mengejar para pelaku penembakan dan untuk menjaga
keselamatan, penduduk beberapa distrik yang berjumlah ribuan orang di Nduga diharuskan
untuk mengungsi.
Apabila kita membaca paragraf diatas sebenarnya maksud dari pemerintah Indonesia
sungguh baik, yaitu untuk melindungi penduduk setempat dari gencatan senjata antara TNI
dengan OPM. Namun, nyatanya yang terjadi sungguh kebalikannya, dilansir dari
KOMPAS.id. Selasa tanggal 30 Juli 2019, bahwa para pengungsi di Nduga mengalami
wabah kelaparan yang berujung kematian(BBC, 2019).
John Jonga, anggota tim kemanusiaan, menyatakan pengungsi yang meninggal - sebagian
besar perempuan berjumlah 113 orang - adalah akibat kedinginan, lapar dan sakit. "Anak-
anak ini tidak bisa tahan dingin dan juga ya makan rumput. Makan daun kayu. Segala macam
yang bisa dimakan, mereka makan," kata anggota timnya, John Jonga saat merilis hasil
temuannya di Jakarta, Rabu (14/08). Dari perkataan john jonga tersbut kita bisa pahami,
bahwa buntut dari kelaparan yang tidak bisa mereka tahan lagi itu mereka jadi harus
memakan makanan-makanan yang tidak lazim, seperti rumput, daun-daunan, dan lain-lain.
Makanan-makanan yang mereka makan itu kemudian menyebabkan penyakit semacam
infeksi cacing dan lain sebagainya.
Dari fakta tersebut, kita jadi mempertanyakan kemana pemerintah saat mengetahui
rakyatnya sedang dilanda bencana dan membutuhkan pertolongan ini. Maksud baik yang
ingin menjauhkan penduduk setempat dari wilayah konflik malah menjadi petaka yang
menimbukan ratusan jiwa tak bersalah melayang.
Pada kasus seperti ini, Ideologi bangsa yaitu Pancasila benar-benar diuji. Sebab
sesungguhnya apa yang menimpa rakyat Nduga nampaknya bertolak belakang seratus
delapan puluh derajat dengan kelima sila dari Pancasila. Kemudian muncul pertanyaan,
Apakah penderitaan rakyat Nduga pantas terjadi di tengah bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa? Apakah penderitaan rakyat Nduga pantas terjadi di tengah bangsa yang ber-
Perikemanusiaan Yang adil dan Beradab? Apakah penderitaan rakyat Nduga pantas terjadi di
tengah bangsa yang ber-Persatuan Indonesia? Apakah penderitaan rakyat Nduga pantas
terjadi di tengah bangsa yang ber-Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan namun terkesan tidak mau mempertimbangkan usul dan
pendapat yang berbeda dari para pemimpin Papua dan rakyat Nduga yang menjadi korban?
Apakah penderitaan rakyat Nduga pantas terjadi di tengah bangsa yang menyebut diri ber-
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia?
Faktanya, berbagai kasus kekerasan di Papua yang tidak mampu diselesaikan secara adil
dan bermartabat merupakan bukti “kegagalan ideologis” selama lebih dari lima dekade
integrasi Papua dengan Indonesia. Dinamakan “kegagalan ideologis” karena kita masih
mengedepankan pendekatan keamanan dalam menyelesaikan konflik di Papua. Padahal
mestinya kita menggunakan kekuatan dan daya tarik ideologi Pancasila untuk meyakinkan
orang asli Papua tentang makna menjadi bagian dari bangsa Indonesia yang ber-ideologi
Pancasila dalam kata dan perbuatan. Ini menjadi bukti kalau para pemegang kekuasaan di
Indonesia masih kurang memahami dan belum bisa mengimplementasikannya untuk
mengelola negara.

 Solusi
Terhadap kasus yang sudah dijabarkan di atas, kelompok kami berpendapat bahwa
sebenarnya letak kesalahan bukan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, tetapi
pada Pemerintah sebagai pengelola negara dan pemegang kekuasaan. Karna sejatinya
Pancasila bukanlah kalimat-kalimat kosong yang tidak ada artinya. Di dalamnya terdapat
jiwa, budaya, keadilan, toleransi, dan cita-cita bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar.
Namun, pemerintah sebagai kumpulan orang yang diberi mandat malah tidak
mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Seharusnya pemerintah pusat Bersama dengan pemerintah daerah bisa saling terhubung
dan bekerja sama untuk turun langsung ke lokasi memberikan bantuan dan dukungan agar
masyarakat yang berada di daerah konflik tersebut lebih merasa terayomi oleh pemerintah.
dengan hal kecil seperti itu membuat para korban disana merasa diperhatikan dan nilai
ideologi Pancasila akan merata dan tidak ada yang merasa terasingkan.
Jadi pada dasarnya, pemerintah sekali lagi harus menegakkan ideologi Pancasila dan tidak
hanya sebatas ucapan karna dalam memecahkan masalah diatas pemerintah seharusnya
memberikan keaman serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk papua.
Pemerintah Indonesia harus bertanggungjawab penuh atas ideologi yang diberikan kepada
rakyat hingga rakyat bisa merasakan dampaknya.
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pancasila sudah menjadi Ideologi bangsa selama tujuh dekade lebih lamanya,
berbagai tantangan sudah pernah dilalui, dari sejak pemberontakan G30SPKI sampai
peristiwa yang baru-baru ini terjadi. Sejatinya Pancasila lewat nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya berhasil mempertahankan kesatuan Republik Indonesia.
Hanya saja, para pemimpin yang silih berganti lambat laun mulai kehilangan kendali
dan gagal dalam mengimplementasikan nilai-nilai nya. Diharapkan dari makalah ini
pembaca jadi dapat lebih memahami Pancasila dan mampu mengimplementasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

BBC. (2019). Korban meninggal akibat konflik di Nduga, Papua 182 orang: “Bencana besar tapi di
Jakarta santai-santai saja.” BBC NEWS. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49345664
hidayah, S. nur. (2019). Pancasila Sebagai Ideologi Nasional. https://doi.org/10.31227/osf.io/n4f68
KabarPapua.co. (2019). Ada Tragedi Kemanusiaan di Pengungsian Warga Nduga Papua. Liputan6.
https://www.liputan6.com/regional/read/3917412/ada-tragedi-kemanusiaan-di-pengungsian-
warga-nduga-papua
Komarudin, U. (2020). Agama dan Pancasila. AKURAT.Co. https://akurat.co/news/id-1014892-read-
agama-dan-pancasila
Morin, S. (2019). Kasus Nduga, Suatu Bukti Belum Menyentuhnya Ideologi Pancasila di Papua?
Kompasiana. https://www.kompasiana.com/patricemorin/5d52a1e2097f3641155976e2/kasus-
nduga-suatu-bukti-kegagalan-ideologi-pancasila-di-papua
Taufiqurrahman. (2018). Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. RISTEKDIKTI.
Yulianto, A. (2017). Pancasila dan Agama-Agama. REPUBLIKA.Co.Id.
https://republika.co.id/berita/oxjkqy396/pancasila-dan-agamaagama

Anda mungkin juga menyukai