Anda di halaman 1dari 5

NAMA: RENAYA ITRI SAGITA

NIM: 2000311330073
JURUSAN: D3 AKUNTANSI/B
MATKUL: AGAMA ISLAM

10 ontoh ijtihat dan fatwa-fatwa ulama


1.ijtihad yang sering dilakukan untuk saat ini adalah tentang penentuan I
Syawal, disini para ulama berkumpul untuk berdiskusi mengeluarkan
argumen masing-masing untuk menentukan 1 Syawal, juga penentuan awal
Ramadhan. Masing-masing ulama memiliki dasar hukum dan cara dalam
penghitungannya, bila telah ketemu kesepakatan ditentukanlah 1 Syawal itu.
2. tentang bayi tabung, pada zamannya Rasulullah bayi tabung belum ada.
Akhir akhir ini bayi tabung dijadikan solusi oleh orang yang memiliki masalah
dengan kesuburan jadi dengan cara ini berharap dapat memenuhi pemecahan
masalah agar dapat memperoleh keturunan.
Para ulama telah merujuk kepada hadist-hadist agar dapat menemukan hukum
yang telah dihasilkan oleh teknologi ini dan menurut MUI menyatakan bahwa
bayi tabung dengan sperma dan ovum suami isteri yang sah hukumnya mubah
(boleh) karena hal ini merupakan Ikhtiar yang berdasarkan agama. Allah
sendiri mengajarkan kepada manusia untuk selalu berusaha dan berdoa.
Sedangkan para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari
suami isteri yang menitipkan ke rahim perempuan lain, jika ada yang
demikian maka hal ini memiliki hukum haram. Alasannya karena akan
menimbulkan masalah yang rumit dikemudian hari terutama soal warisan.
Dalam Islam anak yang berhak mendapat warisan adalah anak kandung, jika
demikian bagaimana status hubungan anak dari hasil titipan tersebut?
Dikandung tapi bukan milik sendiri, jadi hanya sekedar pinjam tempatnya
saja, tentu hal ini membuat rumit.
3. suatu peristiwa yang pernah terjadi di zaman Khalifah Umar bin Khattab,
yang mana pada saat itu para pedagang muslim mengajukan suatu
pertanyaan kepada Khalifah yakni berapa besar cukai yang wajib dikenakan
kepada para pedagang asing yang melakukan perdagangan di wilayah
Khalifah.

Jawaban dari pertanyaan tersebut belum termuat secara terperinci di dalam


Al-Quran atau hadis, maka Khalifah Umar bin Khattab selanjutnya
melakukan berijtihad dengan menetapkan bahwasanya cukai yang
dibayarkan oleh pedagang adalah dengan disamakan dengan taraf yang
umumnya dikenakan kepada para pedagang muslim dari negara asing, di
mana mereka berdagang.
4. Menentukan fatwa Haram seperti fatwa Haram merokok hal tersebut
belum ada pada zaman Rasululloh namun para ulama menentukan fatwa
tersebut dengan hadist-hadist yang menyebutkan merokok sama saja dengan
bunuh diri seacra perlahan sehingga dinyatakan haram.
5. tentang harusnya meminta izin untuk menikahkan anak gadis. Golongan
Syafi’i, Maliki, dan mayoritas golongan Hanbali berpendapat sehungguhnya
orang tua berhak memaksakan anak gadisnya yang sudah akil balig untuk
menikah dengan calon suami yang dipilih oleh orang tua walaupun tanpa
persetujuan gadis tersebut. Alasan yang digunakan adalah orang tua lebih
tahu tentang kemaslahatan anak gadisnya.
Cara yang demikian itu mungkin masih dapat diterapkan pada seorang gadis
yang belum mengenal sedikitpun tentang kondisi dan latar belakang
suaminya, sedangkan di zaman modern sekarang para gadis mempunyai
kesempatan luas untuk belajar, bekerja dan berinteraksi dengan lawan jenis
dalam kehidupan ini.

6. fatwa tentang hukum bunga bank dan mengambilnya, Al-Qaradhawi


menyimpulkan bahwa bunga bank adalah riba yang pada dasarnya tidak
boleh diambil. Akan tetapi bila bunga bank tidak diambil oleh nasabah,
maka hal itu akan memberikan peluang lebih besar bagi bank untuk
berkembang. Karena itu, pada akhirnya al- Qaradhawi memfatwakan bahwa
bunga bank adalah riba,akan tetapi seorang nasabah lebih baik
mengambilnya tidak untuk kepentingan dirinya sendiri akan tetapi
digunakan untuk kepentingan orang banyak. Di sini terletak permasalahan,
yakni menggunakan riba untuk kepentingan umat, karena ada hadis yang
mengatakan bahwa “Allah tidak akan menerima sedekah dari hasil yang
kotor”. Al-Qaradhawi tidak mengambil hadis tersebut sebagai sumber atau
dalil hukum paling akhir, karena bertentangan dengan kaidah memilih
kemudaratan yang lebih ringan. Ia menggunakan prinsip “kemudaratan
yang lebih ringan” dalam merumuskan fatwanya.

7. berfatwa tentang mahar yang mahal, Al-Qaradhawi juga memberi


nasehat-nasehat kepada kepada orang tua, meskipun pemuda yang
bertanya hanya menanyakan bagaimana seharusnya ia bersikap tentang
mahar yang mahal, bolehkan ia menikah di luar daerah dan sebagainya.
Al-Qaradhawi sama sekali tidak menjawab pertanyaan pemuda
tersebut, hanya memberi nasehat dan padangan agama kepada orang tua
untuk tidak menghalangi putrinya untuk menikah dengan menetapkan
mahar yang mahal. Hal yang sama juga terlihat pada fatwa tentang
perkawinan dan cinta
Maqasid syariat, yakni membangun dan menjaga rumah tangga yang
sejahtera, juga menyebabkan al- Qaradhawi menghukumi haram bagi istri
untuk mencintai orang lain selain suaminya. Sebenarnya, yang diharamkan
oleh al-Qaradhawi adalah perilaku yang mungkin muncul dari mencintai
orang lain selain suami, seperti selalu memikirkan orang tersebut, berangan-
angan yang mengakibatkan urusan rumah tangganya terbengkalai.al-
Qaradhawi hanya membahas tentang akibat dari perilaku tersebut. Pada
akhirnya ia menghukumi haram bagi istri untuk mencintai orang lain selain
suaminya.
8. ijtihad tentang hukum menutup rambut bagi wanita yang disimpulkan al-
Qaradhawi sebagai wajib bertentangan dengan logika budaya. Hal ini dapat
dijelaskan Dalam fatwa tentang kewajiban menutup rambut bagi wanita
seperti al-Qaradhawi juga menafsirkan QS an-Nur: 31 dengan hadis
dari Aisyah yang menceritakan perintah Rasul kepada Asma untuk
menutupi seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak
tangan. Seperti diuraikan di atas bahwa penafsiran rambut sebagai
perhiasan bagi wanita yang tidak biasa diperlihatkan bertentangan dengan
logika budaya. Akan tetapi, pada akhirnya al-Qaradhawi memilih hadis
tersebut meskipun lemah.

9. Fatwa lain al-Qaradhawi yang bertentangan dengan logika, menurut


penulis, adalah fatwa tentang dusta yang diperbolehkan dalam hubungan
suami istri. Menurut al-Qaradhawi ketika seorang suami memaksa istrinya
untuk bersumpah agar jujur dalam menceritakan masa lalunya, lalu istrinya
melalukan sumpah palsu, maka mungkin saja dosa sumpah palsu tersebut
dibebankan kepada suami.Hal ini tidak logis mengingat seseorang tidak
dihukum atas perbuatan orang lain. Yang logis, menurut penulis, adalah
suami berdosa karena perbuatannya memaksa seseorang untuk melakukan
tindak kemunkaran, sementara istri tidak berdosa melakukan sumpah palsu
karena terpaksa berbohong untuk kebaikan rumah tangganya, sementara
akibat buruk mungkin akan muncul seandainya ia berkata sejujurnya.
10. ijtihad tentang hukum memilih jenis kelamin anak pada kandungan
ibunya, Al-Qaradhawi menyimpulkan hal tersebut sebagai perbuatan
terlarang dengan alasan.
a.Penentuan jenis kelamin adalah takdir dan hanya Allah yang
mengetahuinya. Sementara pengetahuan manusia hanya pengetahuan yang
terbatas.
b. Memilih atau menentukan jenis kelamin adalah usaha untuk mengungguli
kehendak Allah yang membagi jenis kelamin berdasarkan hikmah dan kadar
tertentu.

Anda mungkin juga menyukai