Anda di halaman 1dari 9

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor penyebab narapidana

menjadi seorang residivis di Rutan Klas II B Salatiga. Penelitian menggunakan

metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, penggunaan metode ini

dengan alasan bahwa fokus dalam penelitian ini adalah pada faktor yang

melatarbelakangi narapidana menjadi seorang narapidana residivis. Sementara

pendekatan fenomenologi bertujuan untuk menggambarkan makna dari

pengalaman hidup yang dialami oleh beberapa individu, tentang konsep atau

fenomena tertentu, dengan mengeksplorasi struktur kesadaran manusia. Partisipan

penelitian ini adalah tiga orang residivis umum berusia 23-27 tahun dengan kasus

yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukan berbagai faktor yang

melatarbelakangi para partisipan menjadi seorang narapidana residivis, faktor

tersebut terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi:

Kecanduan, mentalitas instan dan konsep diri. Faktor eksternal yang

melatarbelakangi para residivis meliputi: Lingkungan masyarakat, pengangguran,

hubungan antar keluarga dan pengaruh teman sebaya. Tak hanya itu ada pun

dampak psikologis yang mempengaruhi para partisipan, yaitu lost of personal

communication, lost of personality dan lost of security.

Kata kunci: Faktor yang melatarbelakangi, Narapidana,


Residivis

i
ABSTRACT

This study aims to describe the factors causing prisoners to become a recidivist in

Salatiga Class II B Detention Center. The study used qualitative methods with a

phenomenological approach, that focused on the factors behind prisoners to

become recidivist. While the phenomenology approach aims to describe the

meaning of life experienced by some individuals, by exploring the structure of

human consciousness. The participants of this study were three general recidivists

aged 23-27 years with different cases. The results of the study showed that various

factors underlying the participants to become recidivist, these factors consisted of

internal and external factors. Internal factors include: Addictions, instant

mentality and self-concept. External factors behind the recidivism include:

Community environment, unemployment, family relationships and peer influence.

There one also psychological impacts that affect the participants, namely lost of

personal communication, lost of personality and lose of security.

Keywords: Factors, Prisoners, Recidivism

ii
PENDAHULUAN

Tindak kejahatan atau kriminal merupakan gejala sosial yang senantiasa

dihadapi oleh masyarakat. Masalah kejahatan tidak bisa lepas dari kehidupan

mereka, baik kota maupun yang tinggal di desa. Semua merasakan dampak dari

kejahatan, baik dari korban kejahatan itu sendiri atau orang yang hanya

menyaksikannya di media massa. Tindak kejahatan menurut ahli kriminologi

adalah suatu perbuatan sengaja atau perilaku seseorang dalam melanggar hukum

pidana (hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan yuris-

prudensi), dilakukan bukan untuk pembelaan diri atau pembenaran, dan

ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan serius (felony) atau kejahatan ringan

(misdemeanor) (Hagan, 2013).

Kejahatan menurut Bemmelen (dalam Muliadi, 2012) merupakan suatu

tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam

masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan. Pendapat lain dari

definisi kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan

atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan,

menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (Moelino, dalam Muliadi 2012).

Kejahatan adalah crime dan criminal dapat diartikan sebagai perbuatan jahat,

maka tindak kriminal diartikan sebagai perbuatan kriminal (Kartono, 2007). Dapat

disimpulkan bahwa kriminal adalah suatu konsep yang berhubungan dengan

perilaku atau perbuatan jahat yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok

orang (Nagib, 2014).

Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum, maka seluruh tatanan

kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus berdasarkan atas hukum yang

1
2

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memberikan

hukuman bagi yang bersalah. Warga negara yang bersalah, menjalani masa

pidananya di Lembaga Pemasyarakatan (Sudirohusodo, 2002). Lembaga

pemasyarakatan adalah instansi terakhir dalam proses peradilan pidana sebagai

wadah bagi pelaku tindak pidana yang sudah mendapat keputusan dari hakim

yang mempunyai kekuatan hukum tetap untuk menjalani pemidanaan, disamping

itu juga diberikan pembinaan dan pembimbingan agar kembali menjadi orang

baik. Pembinaan warga binaan selalu diarahkan pada resosialisasi

(dimasyarakatkan kembali) dengan sistem pemasyarakatan berdasar Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.

Hal lain yang terjadi adalah berubahnya fungsi Lembaga Pemasyarakatan

di dalam menempatkan narapidana. Namun sekarang tidak hanya Lembaga

Pemasyarakatan yang berfungsi menampung narapidana. Rutan atau Rumah

Tahanan juga difungsikan sebagai tempat penampungan narapidana (Alina, 2012).

Berdasarkan pasal 38 ayat (1) jo. Penjelasan PP No. 27 Tahun 1983 Tentang

Pelaksanaan KUHAP, Menteri dapat menetapkan Lapas tertentu sebagai Rutan.

Kemudian, dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.

M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan

Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara, Lapas dapat beralih fungsi menjadi

Rutan, dan begitu pula sebaliknya.

Data narapidana di Rutan Salatiga terdapat 144 narapidana dengan

jumlah narapidana residivis 25 orang dengan berbagai macam kasus. Ada mereka

yang melakukan tindak kejahatan yang sama dan ada pula dengan kasus yang

berbeda-beda (Wawancara dengan Dwi Murdanto selaku KASUB SIE PELTAH,


3

Februari 2018). Dwiyatmi (2006) mendefinisikan residivis adalah seseorang yang

melakukan suatu tindak kejahatan tertentu, telah dihukum, dan hukumannya telah

dijalani, kemudian orang tersebut melakukan lagi tindakan kejahatan tersebut.

Kata residivis, dalam konteks psikologi, dapat didefinisikan secara luas sebagai

hasil dari perilaku kriminal setelah seseorang telah dihukum dari tindak kejahatan,

hukum dan pemeriksaan (Carvalho, 2002)

Hal tersebut didukung dengan penjelasan secara singkat dalam KUHP

(KUHP & KUHAP, 2012), bahwa residivis adalah orang yang mengulangi

pelanggaran sebelum lewat lima tahun dengan kasus serupa sejak menjalani

putusan bebas. Berdasarkan KUHP (KUHP & KUHAP, 2012) tersebut dijelaskan

bahwa narapidana dikatakan residivis jika seorang narapidana pernah melakukan

kesalahan berupa tindakan kriminal atau kejahatan dalam kurun waktu kurang dari

5 tahun yang menyebabkan ia masuk dan ditahan kembali di sebuah lembaga

pemasyarakatan.

Menurut Bawengan (1991) residivis disebut juga dengan habitual crime

kejahatan yang dilakukan karena kebiasaanya dan dilakukanya dengan berulang-

ulang kali ini karena adanya gangguan pada kejiwaannya agar menghendaki

demikian. Residivis merupakan penjahat yang berulang-ulang keluar-masuk

penjara, selalu mengulangi perbuatan jahat, baik yang serupa ataupun yang

berbeda bentuk kejahatannya (Kartono, 2013). Menurut Sutherland (dalam

Bawengan, 1991) kecenderungan untuk mengulang-ulang kejahatan jika dilihat

dari segi psikologi sebenarnya tak lain dari melaksanakan kebiasaan. Banyak

penyebab dari perilaku residivis ini diantaranya karena tidak memperoleh fasilitas

untuk bergaul dengan lingkungan yang menaati hukum, kemudian kurang


4

memperoleh kesempatan untuk mengadakan kontak sebelum atau setelah

menjalani suatu hukuman.

Menurut sifatnya perbuatan yang merupakan sebuah pengulangan dapat

dibagi menjadi dua jenis (Prasetyo, 2010) yaitu residivis umum dan residivis

khusus. Dikatakan residivis umum ketika seseorang telah melakukan kejahatan

kemudian ia kembali melakukan kejahatan dengan jenis kejahatan yang berbeda

dengan sebelumnya. Dikatakan residivis khusus ketika seseorang telah melakukan

kejahatan kemudian kembali melakukan kejahatan yang sejenis dengan kejatahan

sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Simatupang dan Irmawati (2006)

menyebutkan bahwa terdapat faktor psikososial yang menjadi penyebab

timbulnya residivis, antara lain pengaruh keluarga, teman sebaya dan

pengangguran. Sitohang juga berpendapat bahwa residivis disebabkan oleh

kecurigaan, ketakutan, ketidakpercayaan dan kebencian dari masyarakat sebagai

hukuman tambahan yang tidak dapat terelakan sehingga mengulangi kejahatan

yang sama sebagai solusi yang diambil oleh terpidana yang telah bebas untuk

mempertahankan hidupnya (dalam Nurrahma, 2012)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Pambudi (2016) menemukan

narapidana residivis melakukan recidive karena beberapa faktor yang bersumber

dari internal diri narapidana residivis itu sendiri. Faktor-faktor internal tersebut

antara lain faktor keluarga yang kurang terbuka, faktor ekonomi yang kurang

mapan, faktor emosional/temperamental, faktor PHK dari tempat mencari nafkah

dan ikut serta dalam kejahatan. Hal-hal tersebut sangat berpengaruh terhadap

tindakan kriminal yang dilakukan kembali oleh narapidana residivis.


5

Penelitian ini akan mengungkap uraian mengenai faktor-faktor yang

melatarbelakangi narapidana menjadi seorang residivis di Rutan Klas II B

Salatiga. Hal ini penting untuk diteliti karena melihat fenomena yang ada di Rutan

Salatiga semakin meningkatnya tingkat kejahatan yang dilakukan oleh para

residivis dengan berbagai macam kasus yang berbeda-beda, karena hal ini peneliti

ingin melihat faktor-faktor penyebab para narapidana mengulang kesalahan untuk

kedua kalinya bahkan lebih.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan tujuan penelitian ini adalah

mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi narapidana menjadi seorang

narapidana residivis.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Penggunaan metode ini dengan alasan bahwa fokus dalam

penelitian ini adalah pada faktor yang melatarbelakangi narapidana menjadi

seorang residivis. Sementara pendekatan fenomenologi bertujuan untuk

menggambarkan makna dari pengalaman hidup yang dialami oleh beberapa

individu, tentang konsep atau fenomena tertentu, dengan mengeksplorasi struktur

kesadaran manusia. Jadi disini peneliti ingin mengetahui makna dari pengalaman

yang dialami oleh para narapidana residivis terkait dengan faktor yang

melatarbelakangi.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

semi terstruktur. Dalam wawancara semi terstruktur pertanyaan bersifat terbuka


6

akan tetapi ada batasan tema dan alur pembicaraan. Terdapat pedoman

waawancara yang menjadi patokan dalam alur, urutan dan penggunakan kata

(Sugiyono, 2008)

Ketiga partisipan diberi pertanyaan yang sama, hal ini untuk menghindari

bias. Sebelum melakukan wawancara terhadap partisipan, peneliti harus meminta

izin terlebih dahulu kepada pihak Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham

Provinsi Jawa Tengah. Setelah mendapatkan izin kemudian dilaksanakan proses

wawancara. Proses wawancara hanya boleh dilakukan saat jam kerja yaitu pukul

08.00-14.00 WIB hari Senin sampai Kamis dan pukul 08.00-12.00 WIB pada hari

Jumat dan pukul 08.00-13.00 WIB pada hari Sabtu. Untuk menunjang proses

wawancara di butuhkan peralatan seperti alat tulis menulis dan alat perekam.

Partisipan Penelitian

Kriteria Partisipan:

a. Narapidana residivis umum (minimal 2 kali masuk penjara)

b. Laki-laki

c. Usia 20-30 tahun


7

Tabel 1.1 Data Demografi Partisipan

No Keterangan Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3

1. Inisial BD AC BB

2. Usia 23 tahun 26 tahun 27 Tahun

Ringinawe, Ledok, Kec Tingkir Kota Banyumanik,


3. Alamat
Argomulyo. Salatiga Semarang.

4. Agama Islam Kristen Protestan Islam

Pendidikan
5. SMK SMA SMA
terakhir

Vonis
6. 4 tahun 2,5 tahun 4 tahun
terakhir

Kasus pertama: Kasus pertama: Kasus pertama:

Pembobolan ATM kekerasan pengeroyokan

Kasus kedua:
7. Kasus Kasus kedua:
Kasus kedua: pencurian
penyalahan
Pengedaran narkoba Kasus ketiga :
narkoba
pencurian

Anda mungkin juga menyukai