Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT

PADA PENDERITA TB PARU

Asra Septia1 Siti Rahmalia2 Febriana Sabrian3

Email: asra_septia@yahoo.com

ABSTRACT

7KLV VWXG\ DLPHG WR GHWHUPLQH WKH UHODWLRQVKLS EHWZHHQ IDPLO\ VXSSRUW DQG WXEHUFXORVLV GUXJ¶V FRPSOLDQFH 7KLV ZDV DQDO\WLF

research with cross sectional approach the dynamics of the correlation between the two variables simultaneously at a time. The
total number of respondent was 58 choosed by accidental sampling technique with inclusion and exlusion criteria. The instrument
was questionnaires with 19 questions that has been tested for validity and reliability. The data were analyzed by univarate and
bivariate with chi- VTXDUH WHVW 7KH UHVXOW VKRZHG WKDW WKHUH ZDV UHODWLRQVKLS EHWZHHQ
IDPLO\ VXSSRUW DQG WXEHUFXORVLV GUXJ¶V compliance with p value=0,036. Based on these results, it is expected
to further improve the family members of the family support that affect medication adherence of TB patients.
Keywords: family support, compliance, pulmonary tuberculosis

PENDAHULUAN langsung terapi dengan cara membantu pasien


Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan mengambil obat secara teratur untuk
salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan memastikan kepatuhan pasien dalam
sampai saat ini masih merupakan masalah pengobatan TB Paru. Kepatuhan pasien dalam
kesehatan diberbagai negara di dunia (Dep Kes pengobatan TB Paru sangat berarti bahwa
RI, 2008). Menurut World Health Organitation dunia berada di trek untuk mencapai tujuan
(WHO) tahun 2013, ada sekitar 8,6 juta orang Millenium Development Goals (MDGs) untuk
jatuh sakit dengan TB Paru dan 1,3 juta membalikkan penyebaran TB pada tahun 2015
meninggal akibat TB Paru. Lebih dari 95% dan angka kematian yang disebabkan oleh TB
kematian akibat TB Paru di negara Paru menurun 45% dan diperkirakan sekitar 22
berpenghasilan rendah dan menengah, dan itu juta jiwa di dunia diselamatkan oleh program
adalah di antara tiga penyebab kematian bagi tersebut (WHO, 2013).
wanita usia 15 tahun sampai 44 tahun. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia.
Diperkirakan 530.000 anak-anak menjadi sakit Penanggulangan TB Paru di Indonesia
dengan TB Paru dan 74.000 anak-anak HIV- mengalami banyak kemajuan, bahkan hampir
negatif meninggal karena TB Paru. TB Paru mendekati target MDGs karena prevalensi
merupakan pembunuh utama orang yang hidup penderita TB Paru di Indonesia menunjukkan
dengan HIV, menyebabkan 1/4 dari seluruh angka keberhasilan pengobatan dengan
kematian. TB Paru berdampak global, sekitar penggunaan DOTS dan strategi stop TB.
80% kasus TB yang dilaporkan terjadi di 22 Persentase untuk keberhasilan pengobatan
negara di dunia. tersebut dari tahun 2003 sampai dengan tahun
Berdasarkan laporan hasil survei yang 2008 yaitu, tahun 2003 (87%), tahun 2004
dilakukan oleh WHO dari tahun 2008 sampai (90%), tahun 2005 sampai 2013 semuanya
dengan 2012 di negara-negara di dunia, bahwa sama (91%) dengan prevalensi beban TB Paru
penggunaan Directly Observed Treatment Short 297 kasus per 100.000 populasi penduduk
Course (DOTS) dan strategi stop TB mampu Indonesia. Secara keseluruhan kasus TB di
menurunkan beban TB setiap tahunnya. Indonesia saat ini sebanyak 331.424 kasus
Penggunaan DOTS dan strategi stop TB (WHO, 2013).
merupakan pengobatan dengan pengawasan TB Paru adalah penyakit yang dapat

1
JOM PSIK VOL.1 NO 2
diobati dan disembuhkan. Pengobatan TB Paru berikutnya. Pengobatan yang teratur pada pasien
dapat diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif TB Paru dapat sembuh secara total, apabila
2 bulan pengobatan dan tahap lanjutan 4-6 bulan pasien itu sendiri mau patuh dengan aturan-
aturan tentang pengobatan TB Paru. Sangatlah melayani pasien TB Paru di Provinsi Riau,
penting bagi penderita untuk tidak putus berobat dengan menyediakan ruangan khusus untuk
dan jika penderita menghentikan pengobatan, pasien TB Paru dan Poli MDR. Berdasarkan hasil
kuman TB Paru akan mulai berkembang biak lagi rekam medik bahwa kasus TB Paru dari tahun
yang berarti penderita mengulangi pengobatan 2010 sampai dengan 2012 mengalami penurunan,
intensif selama 2 bulan pertama (WHO, 2013). dimana tercatat 45% kasus TB Paru pada tahun
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun 50% 2010, 32% kasus TB Paru tahun 2011 dan 21%
dari penderita TB akan meninggal, 25% akan kasus TB Paru pada tahun 2012 (Medical Record
sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, (MR) RSUD Arifin Achmad, 2013).
dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular Berdasarkan observasi awal yang dilakukan
(Limbu & Marni, 2007). Sebaliknya, jika penderita pada bulan Oktober 2013 didapatkan informasi
melaksanakan pengobatan bahwa jumlah kunjungan pasien TB Paru tahun
dengan baik atau pengobatan dengan pengawasan 2012 ke Rumah Sakit Umum Daerah Arifin
minum obat secara langsung Achmad dan Poli MDR setiap bulannnya rata-rata
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap 350 kunjungan baik pasien lama maupun pasien
penyakit, mencegah masuknya kuman dari luar dan baru. Komplikasi yang sering terjadi adalah TB
dapat menekan angka kematian yang disebakan kambuh dan juga permasalahan yang baru.
oleh TB Paru (Muniarsih & Livana, 2007). Hasil wawancara dengan lima orang pasien
Dukungan keluarga sangat menunjang TB Paru didapatkan tiga orang pasien
keberhasilan pengobatan pasien TB Paru dengan mengatakan datang ke poliklinik kadang-kadang
cara selalu mengingatkan penderita agar makan diantar oleh keluarga, dua orang sering datang
obat, pengertian yang dalam terhadap penderita sendiri. Dari lima orang pasien tersebut, dua
yang sedang sakit dan memberi semangat agar orang pasien mengatakan sudah bosan dengan
tetap rajin berobat. Dukungan keluarga yang penyakitnya dan merasa membebani keluarga,
diperlukan untuk mendorong pasien TB Paru sedangkan 3 orang pasien lainnya
dengan menunjukkan kepedulian dan simpati, dan mengatakan sulit melakukan aktifitas keseharian
merawat pasien. Dukungan keluarga, yang karena sakit yang diderita serta merasa kurang
melibatkan keprihatinan emosional, bantuan dan diperhatikan oleh keluarganya.
penegasan, akan membuat pasien TB Paru tidak Berdasarkan latar belakang di atas maka
kesepian dalam menghadapi situasi serta dukungan peneliti tertarik untuk mengetahui secara lebih
keluarga dapat memberdayakan pasien TB Paru mendalam hubungan dukungan keluarga dengan
selama masa pengobatan dengan mendukung terus kepatuhan minum obat pada penderita TB Paru di
menerus, seperti mengingatkan pasien untuk Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad.
mengambil obat-obatan dan menjadi peka terhadap Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penderita TB Paru jika mereka mengalami efek hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan
samping dari obat TB. Menurut Zahara (2007), minum obat pada penderita TB Paru di Rumah
dalam penelitiannya ia Sakit Umum Daerah Arifin Achmad. Hasil
menemukan bahwa dukungan keluarga merupakan penelitian ini digunakan untuk pengembangan
faktor penting keberhasilan pasien TB dalam ilmu pengetahuan khususnya di Jurusan Ilmu
mematuhi program pengobatan. Keperawatan Universitas Riau. Untuk menambah
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad wawasan dan pengalaman peneliti khususnya
merupakan salah satu rumah sakit yang mengenai masalah TB Paru. Untuk digunakan
sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum
JOM PSIK VOL.1 NO 2 Daerah Arifin Achmad dalam menyusun rencana
penanggulangan penyakit TB Paru di masa
mendatang.

2
METODE PENELITIAN (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini mempelajari
Penelitian ini merupakan penelitian hubungan independent variable (variabel bebas)
kuantitatif dengan desain penelitian survey analitik yaitu, variabel yang menjadi sebab perubahan
dengan rancangan survey cross sectional suatu atau timbulnya variabel terikat (dependent
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi variable) sebagai variabel akibat atau efek.
antara dua variabel secara simultan pada suatu saat Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel yaitu,
dukungan keluarga sebagai variabel bebas dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu,
(independent variable) dan kepatuhan minum obat positif jika jumlah skor lebih besar dari
sebagai variabel terikat (dependent variable). mean/median atau sama dengan mean/median,
Populasi dalam penelitian ini adalah semua dan negatif bila jumlah skor dibawah
pasien TB paru di Ruang Kenanga Rumah Sakit mean/median, kuesioner kepatuhan minum obat
Umum Daerah Arifin Achmad yang menjalani yang berisi pertanyaan tentang kepatuhan
pengobatan TB Paru berjumlah 138 orang; bahwa 3 item. Masing-masing pertanyaan terdiri dari
angka keberhasilan pengobatan TB Paru di Rumah 2 opsi jawaban dengan skor 1-0: 1 (Ya), dan 0
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad mengalami (Tidak). Hasil pengukuran terhadap kepatuhan
banyak kemajuan. minum obat dikategorikan menjadi 2 (dua)
Penelitian ini menggunakan teknik kategori yaitu, patuh jika jumlah skor lebih besar
pengambilan sampel non probability sampling yaitu dari mean/median atau sama dengan
accindental sampling. Teknik ini dilakukan dengan mean/median, dan tidak patuh bila jumlah skor
mengambil responden yang kebetulan tersedia di dibawah mean/median.
suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian yaitu, Uji validitas dan reliabilitas kuesioner
pasien yang kebetulan tersedia dan dirawat di Ruang dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat
Kenanga dan pasien yang kontrol di Poli Paru Rumah telah dilakukan di Rumah Sakit Petala Bumi
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad. Penarikan dengan responden 20 orang. Kuesioner dukungan
sampel penelitian ini didasarkan atas pertimbangan keluarga sebanyak 16 pertanyaan
dan sesuai dengan GLSHUROHK QLODL . GDQ GLQ\DWDNDQ
kriteria inklusi dan eksklusi (Notoatmodjo, 2012). reliabel. Pada kolom corrected item-corelation
Jumlah sampel dalam penelitian ini 58 orang. terdapat nilai kuesioner dukungan keluarga
Alat pengumpul data penelitian ini, yang VHFDUD NHVHOXUXKDQ • 0,450 dan
terdiri dari kuesioner karakteristik demografi dinyatakan valid. Berdasarkan uji validitas dan
responden, kuesioner dukungan keluarga diadopsi reliabilitas diatas maka kuesioner dukungan
dari Prodicano dan Heller (Zahara, 2007), keluarga terdiri dari 16 pertanyaan.
mencakup dimensi emosional 5 item Kuesioner kepatuhan sebanyak 4 empat
(pertanyaan nomor 1,2,3,4,5), dimensi SHUWDQ\DDQ GLSHUROHK QLODL .
penghargaan 4 item (pertanyaan nomor 6,7,8,9), GDQ dinyatakan reliabel. Pada kolom corrected
dimensi instrumental 4 item (pertanyaan item-corelation terdapat nilai pertanyaan no. 4 <
10,11,12,13) dan dimensi informasi 3 item 0,450 dinyatakan tidak valid dan pertanyaan ini
(pertanyaan 14,15,16). Jumlah total pertanyaan dihapus atau dibuang. Berdasarkan uji validitas
dukungan keluarga adalah 16 item. Setiap item dan reliabilitas maka pertanyaan kepatuhan terdiri
memiliki empat skala 1-4 : 1 (Tidak pernah), 2 dari 3 pertanyaan. Secara keseluruhan kuesioner
(Kadang-kadang), 3 (Sering), dan 4 (Selalu). Hasil hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan
pengukuran terhadap dukungan keluarga minum obat terdiri dari 19 pertanyaan.
Penelitian ini menggunakan analisis
JOM PSIK VOL.1 NO 2 Univariat dan Analisis Bivariat. Analisis
Univariat hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase setiap variabel
(Notoatmodjo, 2012). Analisis bivariat dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara dua variable
yaitu variable independent (dukungan keluarga
pada penderita TB paru) dengan variable
dependent (kepatuhan minum obat pada penderita
TB Paru) (Notoatmodjo, 2012). Untuk
mengetahui hubungan antara variabel digunakan
uji Chi-square dengan
NHPDNQDDQ .GHQJDQ WLQJNDW
3
kepercayaan 95% digunakan untuk menguji antara variabel kategorik dengan kategorik
perbedaan proporsi/ persentase antara beberapa (Hastono 2007). Apabila p-value ” PDND
kelompok data dan untuk mengetahui hubungan
dapat dikatakan ada hubungan yang bermakna
antara dua variabel, sehingga Ho ditolak, sedangkan Keluarga
apabila p-value ! . DUWLQ\D tidak ada Negatif 15 25,86
hubungan yang bermakna, maka Ho diterima.
Kepatuhan Patuh 38 65,52
Minum
HASIL PENELITIAN Tidak Patuh 20 34,48
Tabel 1 Obat
Distribusi frekuensi karakteristik responden
berdasarkan alamat, umur, jenis kelamin,
penghasilan dan tinggal bersama di Ruangan JOM PSIK VOL.1 NO 2
Kenanga dan Poli Paru Rumah Sakit Umum
Daerah Arifin Achmad (n= 58).

Presentase
Variabel Kategori Jumlah
(%)
Alamat Dalam kota 35 60,34
Diluar kota 10 17,24
Diluar provinsi 13 22,41

Umur Remaja 15 s/d 24 tahun 5 8,62


Dewasa Awal 25 s/d 44
17 29,31
tahun
Dewasa Akhir 45 s/d 59
23 39,66
tahun
/DQVLD • 60 tahun 13 22,41

Jenis
Laki-Laki 43 74,14
Kelamin
Perempuan 15 25,86

Pendidikan Tidak Sekolah 18 31,03


SD 11 18,97
SMP 13 22,41
SMA 14 24,14
PT 2 3,45

5HQGDK ” 5S -
Penghasilan 29 50
dibawah UMR
6HGDQJ • 5S -”
17 29,31
Rp. 5.000.000,-
7LQJJL • 5S -
12 20,69
keatas
Tinggal
Suami 13 22,41
Bersama
Istri 25 43,10
Anak 9 15,52
Ayah/Ibu 7 12,07
Lainnya (Kakek/Nenek) 4 6,90

Dukungan Positif 43 74,14


Distribusi frekuensi karakteristik Distribusi frekuensi karakteristik responden
responden berdasarkan alamat di Ruangan berdasarkan pendidikan di Ruangan Kenanga dan
Kenanga dan Poli Paru Rumah Sakit Umum Poli Paru Rumah Sakit Umum Daerah Arifin
Daerah Arifin Achmad (n= 58) didapatkan 35 Achmad (n= 58) didapatkan 18 orang tidak
orang beralamat di dalam kota Pekanbaru sekolah (31,03%), 11 orang berpendidikan SD
(60,34%), 10 orang di luar kota Pekanbaru (18,97%), 13 orang
(17,24%) dan 13 orang di luar Provinsi berpendidikan SMP (22,41%), 14 berpendidikan
(22,41%). Mayoritas responden pada penelitian ini SMA orang (24.14%) dan 2 orang berpendidikan
beralamatkan di dalam kota Pekanbaru. PT (3,45%). Mayoritas responden pada penelitian
ini tidak sekolah.
Distribusi frekuensi karakteristik responden
berdasarkan umur di Ruangan Kenanga dan Poli Distribusi frekuensi karakteristik responden
Paru Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad berdasarkan penghasilan di Ruangan Kenanga
(n= 58) didapatkan 5 orang remaja (8,62%), 17 dan Poli Paru Rumah Sakit Umum Daerah Arifin
orang dewasa awal (29,31%), 23 orang dewasa Achmad (n= 58) didapatkan 29 orang
akhir (39,66%) dan 13 orang lansia (22,41%). bepenghasilan rendah (50%), 17 orang
Mayoritas responden pada penelitian ini berada berpenghasilan sedang (29,31%), 12 orang
pada kelompok dewasa awal dan akhir. berpenghasilan tinggi (20,69%). Mayoritas
responden pada penelitian ini berpenghasilan
Distribusi frekuensi karakteristik responden
rendah.
berdasarkan jenis kelamin di Ruangan Kenanga dan
Poli Paru Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Distribusi frekuensi karakteristik responden
Achmad (n= 58) didapatkan 43 orang berjenis berdasarkan tinggal bersama di Ruangan
kelamin laki-laki (74,14%) dan 15 orang berjenis Kenanga dan Poli Paru Rumah Sakit Umum
kelamin perempuan (25,86%). Mayoritas responden Daerah Arifin Achmad (n= 58) didapatkan 13
pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki. orang tinggal bersama suami
4
(22,41%), 25 orang tinggal bersama istri Total OR Pvalue

(43,10%), 9 orang tinggal bersama anak Dukungan

(15,52%), 7 orang tinggal bersama ayah/ibu Keluarga

Tidak Patuh Patuh


(12,07%), dan 4 orang tinggal bersama lainnya
(kakek/nenek) (6.90%). Mayoritas responden pada n % n % n %
penelitian ini tinggal bersama istri.
Proporsi jawaban responden yang Negatif

mendapatkan dukungan keluarga di Ruangan 9 15,52 6 10,34 15 25,86 4,3 0,036

Kenanga dan Poli Paru Rumah Sakit Umum


Daerah Arifin Achmad (n= 58) didapatkan 43 Positif

orang mendapatkan dukungan keluarga positif 11 18,97 32 55,17 43 74,14

(74,14%) dan 15 orang mendapatkan dukungan


keluarga negatif (25,86%). Mayoritas responden Total

20 34,48 38 65,52 58 100


pada penelitian ini mendapatkan dukungan
keluarga positif.
Proporsi jawaban responden dapat dilihat Tabel 8 dapat dilihat hubungan dukungan
kepatuhan minum obat penderita TB Paru di keluarga dengan kepatuhan minum obat
Ruangan Kenanga dan Poli Paru Rumah Sakit penderita TB Paru di Ruangan Kenanga dan Poli
Umum Daerah Arifin Achmad (n= 58) didapatkan Paru Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad
38 orang patuh (65,52%) dan 20 orang tidak patuh (n= 58) didapatkan 43 orang
(34,48%). Mayoritas responden pada penelitian ini
patuh. mendapatkan dukungan keluarga positif
Tabel 2 (74,14%), 32 orang patuh minum obat (55,17%),
dan 11 orang tidak patuh (18,97%). Responden
Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan yang mendapatkan dukungan keluarga negatif
minum obat pada penderita TB Paru di Rumah berjumlah 15 orang (25,86%), 6 orang patuh
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad (n= 58)
(10,34%) dan 9 orang tidak patuh (15,52%).
Hasil uji statistik Chi-square dengan
WLQJNDW NHPDNDQDDQ . GDQ WLQJNDW
Kepatuhan Minum Obat
kepercayaan 95% didapatkan nilai p-value = 0.036. Nilai p-value LQL OHELK NHFLO GDUL .
0.05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
JOM PSIK VOL.1 NO 2 antara dukungan keluarga dengan kapatuhan
minum obat pada penderita TB Paru di Rumah
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad.
Dari hasil analisis diperoleh nilai OR =
4,3 artinya penderita yang mendapatkan
dukungan keluarga negatif mempunyai 4,3 kali
untuk tidak patuh dalam meminum obat jika
dibandingkan penderita yang memperoleh
dukungan positif. Hal tersebut menunjukkan
terdapat hubungan yang kuat antara dukungan
positif dengan kepatuhan minum obat penderita
TB Paru di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin
Ahmad.

PEMBAHASAN
Mayoritas penderita TB Paru di Rumah
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad
beralamatkan di dalam kota Pekanbaru. Kota
Pekanbaru dijadikan kota perdagangan dan jasa,
termasuk sebagai kota dengan tingkat
pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang
tinggi. Perkembangan kota Pekanbaru berkaitan
dengan kesehatan masyarakatnya sendiri. Salah
satu permasalahnya saat ini adalah ledakan
penduduk yang terjadi di kota Pekanbaru, baik
karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang
tidak terkendali. Hal ini
mengakibatkan ketidakseimbangan antara
pertambahan penduduk dengan kemampuan
pemerintah untuk menyediakan permukiman-
permukiman baru, sehingga para pendatang akan
mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh
untuk mempertahankan kehidupan di kota
Pekanbaru. Menurut survey yang telah dilakukan
Darmawati (2012), kebanyakan dijumpai kasus
TBC di daerah permukiman kumuh Kota
Pekanbaru, dan kawasan lembab, karena dengan
daerah yang tidak sehat,
penularan atau penyebaran penyakit mematikan
itu cukup cepat.
Mayoritas umur penderita tuberkulosis paru pada
penelitian ini berada pada kelompok umur
dewasa awal dan dewasa akhir. Menurut CDC
(2009), penyakit TB Paru merupakan penyakit
kronis yang dapat menyerang semua lapisan usia;
selain menyebabkan morbiditas dan mortalitas
yang cukup tinggi, juga dapat merugikan secara
ekonomi karena hilangnya
5
jam kerja. Berdasarkan penelitian Panjaitan (2012),
insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya
mengenai usia dewasa. Penyakit TB paru
sebagian besar terjadi pada orang dewasa yang merokok tembakau dan minum alkohol sehingga
telah mendapatkan infeksi primer pada waktu kecil dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh,
dan tidak ditangani dengan baik. Usia dewasa dan sehingga lebih mudah terpapar dengan agent
diikuti usia tua merupakan kelompok yang paling penyebab TB-paru.
sering terkena TB di Amerika Serikat pada tahun Mayoritas penderita TB Paru pada
2008. Jumlah kasus TB paling tertinggi mengenai penelitian ini berpendidikan rendah. Menurut
usia 25 sampai dengan 44 tahun (33% dari semua penelitian Panjaitan (2012), pendidikan menjadi
kasus), diikuti usia 45 sampai dengan 64 tahun salah satu faktor resiko penularan penyakit
(30% dari semua kasus). Pada usia tua di atas 65 tuberkulosis. Rendahnya tingkat pendidikan
tahun berkisar 19%. Sedangkan sisanya berada responden, akan berpengaruh pada pemahaman
pada usia antara 15 sampai dengan usia 24 tahun tentang penyakit tuberkulosis. Masyarakat yang
(11%) dan usia 14 tahun kebawah (6%). Keadaan merasakan pendidikan tinggi, tujuh kali lebih
ini diduga ada hubungannya dengan tingkat waspada terhadap TB paru (gejala, cara
aktivitas dan pekerjaan sebagai tenaga kerja penularan, pengobatan) bila dibandingkan
produktif yang memungkinkan untuk mudah dengan masyarakat yang hanya menempuh
tertular dengan kuman TB setiap saat dari pendidikan dasar atau lebih rendah. Pendidikan
penderita, khususnya dengan BTA positif. yang rendah dihubungkan dengan rendahnya
Mobilitas dan interaksi sosial yang lebih tinggi tingkat kewaspadaan terhadap penularan TB
pada orang usia 15-50 tahun, yang harus bekerja paru.
untuk memperoleh pemasukan guna memenuhi Menurut Hiswani (2009) dalam
kebutuhan keluarga, memungkinkan mereka untuk penelitiannya menyebutkan pendidikan
terinfeksi dari orang lain menjadi lebih tinggi. seseorang juga akan mempengaruhi terhadap
Mayoritas penderita TB Paru di Rumah Sakit pengetahuan seseorang diantaranya mengenai
Umum Daerah Arifin Achmad berjenis kelamin rumah dan lingkungan yang memenuhi syarat
laki-laki. Laki-laki lebih banyak menderita kesehatan, sehingga dengan pengetahuan yang
tuberkulosis paru dibandingkan perempuan di cukup maka seseorang akan mencoba untuk
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad. mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat.
Menurut penelitian yang dilakukan Watkins Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan
dan Plant (2006), hal ini dikarenakan kebiasaan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
merokok pada laki-laki. Merokok diprediksikan Mayoritas penghasilan penderita TB Paru
sebagai faktor yang signifikan menyebabkan pada penelitian ini berpenghasilan rendah.
terjadinya perbedaan proporsi jenis kelamin Menurut Kunoli (2013), bahwa perkembangan
terhadap kejadian TB paru di dunia. Penelitian ini TB Paru sesuai dengan umur, pada orang
juga menyimpulkan bahwa merokok adalah faktor dewasa lebih tinggi angka kejadian TB pada
resiko penting yang dapat diubah (modified) dan laki-laki. Mordibitas TB Paru lebih tinggi
memiliki dampak yang signifikan terhadap diantara penduduk miskin dan daerah perkotaan
epidemiologi TB paru secara global. jika dibandingkan pedesaan.
Menurut penelitian yang telah dilaksanakan Menurut Illu, Picauly dan Ramang (2012),
Hiswani (2009), penderita TB Paru cenderung semakin memburuknya keadaan ekonomi
lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan seseorang, kelompok penduduk miskin
perempuan. Pada karakteristik jenis kelamin ini bertambah banyak, daya beli makin menurun,
laki-laki lebih tinggi karena kemampuan memenuhi kebutuhan pokok makin
berkurang dan dikhawatirkan keadaan ini akan
JOM PSIK VOL.1 NO 2 memperburuk kondisi kesehatan masyarakat
khususnya penderita TB paru.
Menurut Hiswani (2009), penghasilan
rendah dapat meningkatkan resiko seseorang
terkena tuberkulosis. Keadaan ini mengarah
6
pada perumahan yang buruk (suhu ruangan, berkembangbiaknya kuman TB Paru,
ventilasi, pencahayaan, kelembaban, sanitasi yang demikian juga keadaan ventilasi udara dalam
tidak adekuat) dan terlampau padat, asupan gizi kamar yang kecil (kurang dari 15% dari luas
makanan yang kurang serta kondisi kerja yang lantai) erat kaitannya dengan kejadian
buruk. Kelembaban dalam rumah memudahkan penyakit TB paru. Ventilasi berperan besar
dalam sirkulasi udara terutama mengeluarkan CO2 positif. Menurut penelitian Limbu dan Marni
dan bahan-bahan berbahaya seperti kuman TB (2007), bahwa dukungan keluarga yang positif
Paru. diharapkan baik mengantar langsung untuk
Mayoritas penderita TB Paru pada penelitian periksa di puskesmas maupun di rumah sakit,
ini tinggal bersama istri. Menurut dokter atau petugas kesehatan lainnya.
Zahara (2007), pengobatan TB Paru membutuhkan Dukungan keluarga yang positif adalah
waktu panjang (sampai 6 atau 8 bulan) untuk berpartisipasi penuh pada pengobatan penderita
mencapai penyembuhan dan dengan panduan seperti; pengaturan menu makan dan minum,
(kombinasi) beberapa macam obat, sehingga tidak pola istrahat, perawatan diri terutama
jarang pasien berhenti minum obat sebelum masa kebersihan, pengambilan obat serta mampu
pengobatan selesai merujuk penderita bila ada gejala samping obat
yang berakibat pada kegagalan dalam pengobatan yang berat.
TB. WHO menerapkan strategi DOTS (direct Menurut Dhewi dkk (2011), mengatakan
Observed Treatment Short Course) dalam bahwa dukungan keluarga memilki hubungan
manajemen penderita TB untuk menjamin pasien dengan kepatuhan minum obat pasien TB
menelan obat, dilakukan pengawasan langsung dimana dia menyatakan PMO sebaiknya adalah
oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO). anggota keluarga sendiri yaitu anak atau
Adanya pengawasan dan pasanganya dengan alasan lebih bisa dipercaya.
upaya mempersingkat rentang waktu Selain itu adanya
pengobatan, diharapkan penderita TBC meminum keeratan hubungan emosional sangat
obat secara teratur sehingga masa pengobatannya mempengaruhi PMO selain sebagai pengawas
tuntas. minum obat juga memberikan dukungan
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh emosional kepada penderita TB.
Purwanta (2005), dari hasil penelitiannya beberapa Penyakit TB paru adalah penyakit menular
responden menginginkan PMO adalah seorang kronis yang disebabkan oleh bakteri
perempuan, istrinya dan ada yang tidak Mycobacterium tuberculosis. Penularan utama
mempermasalahkan jenis kelamin. Hal ini karena penyakit TB paru adalah oleh bakteri yang
perempuan mempunyai sifat sabar dan telaten. terdapat dalam droplet yang dikeluarkan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PMO penderita sewaktu bersin bahkan bicara
yang diharapkan adalah penderita yang tinggal (Muttaqin, 2008). Bakteri ini juga mempunyai
satu rumah. Hal ini sesuai dengan petunjuk dari kandungan lemak yang tinggi pada membrana
Depkes RI (2008), PMO adalah seseorang yang selnya sehingga menyebabkan bakteri ini
tinggal dekat dengan rumah penderita, bersedia menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan
membantu penderita dengan sukarela. Pengawas dari kumannya berlangsung dengan lambat
Minum Obat (PMO) yang tinggal satu rumah (Tabrani, 2010).
dengan penderita maka bisa mengawasi penderita Waktu pengobatan yang lama
sampai benar-benar menelan obat setiap hari, menyebabkan penderita sering terancam putus
sehingga tidak terjadi putus obat. Mayoritas berobat selama masa penyembuhan dengan
penderita TB Paru pada penelitian ini berbagai alasan, antara lain merasa sudah sehat
mendapatkan dukungan keluarga atau faktor ekonomi. Akibatnya adalah pola
pengobatan harus dimulai dari awal dengan
JOM PSIK VOL.1 NO 2 biaya yang bahkan menjadi lebih besar serta
menghabiskan waktu berobat yang lebih lama
(Riskesdas, 2010).
Menurut peneliti keadaan ini disebabkan
oleh ketidakpatuhan penderita dalam menjalani
pengobatan. Kepatuhan adalah hal yang sangat
penting dalam perilaku hidup sehat. Selain itu
masalah lainnya adalah pengobatan penyakit TB
paru memerlukan
7
waktu yang lama dan rutin yaitu 6-8 bulan. keluarga juga bertanggung jawab sebagai
Dengan demikian, apabila penderita meminum Pengawas Minum Obat (PMO) yang nantinya
obat secara tidak teratur atau tidak selesai, justru akan berperan untuk mengawasi dan
akan mengakibatkan terjadinya kekebalan ganda mengingatkan secara terus menerus kepada
kuman TB paru terhadap Obat Anti TB paru pasien agar pasien meminum obatnya secara
(OAT), yang akhirnya untuk pengobatannya teratur dan tepat waktu sesuai dengan dosis yang
penderita harus mengeluarkan biaya yang sudah ditetapkan oleh petugas kesehatan.
tinggi/mahal serta dalam jangka waktu yang relatif Penelitian lain yang mendukung adalah
lebih lama. yang dilaksanakan oleh Pare, Amiruddin dan
Kepatuhan adalah suatu sikap yang Leida (2012), yang menemukan bahwa ada
merupakan respon yang hanya muncul apabila hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan
individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus minum obat penderita TB Paru, artinya keluarga
yang menghendaki adanya reaksi individual. Jika yang berperan sebagai PMO memberikan
individu tidak mematuhi apa yang telah menjadi dukungan kurang baik berisiko sebesar 3.013
ketetapan dapat dikatakan tidak patuh. Kepatuhan kali untuk menyebabkan pasien tidak patuh
minum obat di pengaruhi oleh beberapa variabel periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan
yaitu variabel umur, pendidikan, penghasilan, dibandingkan dengan pasien yang memiliki
pengetahuan, sikap, dan peran PMO (Budiman, dukungan keluarga yang baik.
Mauliku & Anggreini, 2010). Dukungan keluarga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kepatuhan untuk
Hubungan Dukungan Keluarga dengan pengobatan TB Paru, dimana keluarga inti
Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem
Paru pendukung bagi anggota keluarganya. Fungsi
Hasil analisis bivariat Chi-Square dasar keluarga yaitu fungsi perawatan kesehatan.
menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan Fungsi perawatan kesehatan adalah kemampuan
keluarga dengan kepatuhan minum obat penderita keluarga untuk merawat anggota keluarga yang
TB Paru di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin mengalami masalah kesehatan.
Achmad. Berdasarkan hasil odds ratio (OR) Keluarga perlu memberikan dukungan
penderita yang mendapat dukungan keluarga yang positif untuk melibatkan keluarga sebagai
negatif juga memiliki peluang untuk tidak patuh pendukung pengobatan sehingga
dibandingkan responden yang mendapat dukungan adanya kerjasama dalam pemantauan
keluarga yang positif. Menurut Niven (2012), pengobatan antara petugas dan anggota keluarga
keluarga dapat menjadi faktor yang sangat yang sakit (Friedman, Bowden & Jones, 2010).
berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan
nilai kesehatan individu serta dapat juga PENUTUP
menentukan tentang program pengobatan yang Kesimpulan
dapat mereka terima. Dukungan keluarga dalam Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik
bentuk dukungan dari anggota keluarga merupakan responden di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin
faktor penting dalam kepatuhan terhadap program- Achmad mayoritas beralamatkan adalah dalam
program medis. kota Pekanbaru (60,34%), penderita TB Paru
Penelitian tentang dukungan keluarga dan adalah berada pada usia yang masih produktif
keberhasilan pengobatan banyak diteliti para yaitu mulai dari kelompok umur 25-44 tahun,
peneliti, diantaranya penelitian yang dilaksanakan kelompok umur 45- GDQ •pada tanggal
Rachmawati, Laksmiati dan Soenarsongko (2008), WDKXQ MHQLV kelamin
dukungan keluarga mempunyai peran yang sangat terbanyak adalah laki-laki 43 orang (74,14%),
penting bagi kepatuhan pasien TB paru. Selain pendidikan penderita TB Paru bervariasi yang
sebagai pihak yang selalu mendukung untuk terbanyak adalah berjumlah 18 orang (31,03%)
kesembuhan tidak sekolah, responden terbanyak adalah
berpenghasilan rendah (pendapatan
JOM PSIK VOL.1 NO 2
8
SDVLHQ ” 5S -/bulan dibawah UMR) orang (43,10%), responden terbanyak
yakni sebanyak 29 orang atau mencapai (50%), mendapatkan dukungan positif dari
responden terbanyak tinggal bersama istri 25 keluarga berjumlah 43 orang (74,14%), dan
mayoritas responden patuh berjumlah 38
orang (65,52%). Terdapat hubungan dukungan Dhewi., dkk. (2011). Hubungan antara
keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pengetahuan, sikap pasien dan dukungan
penderita TB Paru di Rumah Sakit Umum Daerah keluarga dengan kepatuhan minum obat
Arifin Achmad. Hasil uji statistik nilai p-value = pada pasien TB Paru di BPKM Pati.
0.036 (p < 0,05). Berdasarkan hipotesis yang Program Studi S1 Ilmu
diajukan apabila p-value ” PDND dapat Keperawatan STIKES Telogorejo
dikatakan Semarang.
ada hubungan yang bermakna antara duavariabel, Diaksesmelaluijournal.unair.ac.id/filerP
sehingga Ho ditolak. DF/ijchnb pada tanggal 27 April 2014.
Saran Freidman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E.
Diharapkan dapat memberikan formasi G. (2010). Buku ajar keperawatan
yang jelas dan lengkap kepada pasien TB Paru keluarga: Riset, teori, dan praktik, alih bahasa,
serta keluarga pasien tentang pengobatan TB Akhir Yani S. Hamid dkk; Edisi 5. Jakarta:
Paru, selain itu diharapkan dapat meningkatkan EGC.
kepedulian terhadap pasien TB Paru agar pasien Hastono, S. P. (2007). Analisa data kesehatan.
semangat dalam mengikuti pengobatan dan tidak FKM: UI.
mengalami putus obat pada pasien. Hiswani. (2009), Tuberkulosis merupakan
1
penyakit infeksi yang masih menjadi
Asra Septia : Mahasiswi Program Studi masalah kesehatan
Ilmu Keperawatan Universitas Riau masyarakat.Diakesdarihttp://library.usu.
2
Siti Rahmalia HD, MNS : Dosen ac.id/download/fkmhiswani6. pdf pada
Departemen Keperawatan Medikal Bedah tanggal 10 April 2014.
Universitas Riau
3 Illu, S. I. D.. Picauly, I., & Ramang, R. (2012).
Ns. Febriana Sabrian, MPH : Dosen
Faktor-faktor penentu kejadian
Departemen Keperawatan Komunitas tuberkulosis paru pada penderita anak
Universitas Riau yang pernah berobat di RSUD W.Z
Yohanes Kupang. Diakses melalui
http://www.academia.edu/4915863/
DAFTAR PUSTAKA faktorfaktor_penentu_kejadian_tuberkul
Budiman., Mauliku, E. N., & Anggreini, D. osisparu_pada_penderita_anak_yang_pe
(2010). Analisis faktor yang berhubungan rnah_berobat.pdf pada tanggal 23 Mei
dengan kepatuhan minum obat pasien TB 2014.
Paru pada fase intensif di Rumah Sakit
Kunoli, J. F. (2013). Pengantar epidemiologi
Umum Cibabat Cimahi. Diakses melalui penyakit menular untuk mahasiswa
www.stikesayani.ac.id/?f= publikasi/e- kesehatan masyarakat. Jakarta: TIM.
journal/indexpadatanggal 25 April 2014.
Limbu, R., & Marni. (2007). Peran keluarga
Darmawati, S. (2012). Penderita TB Paru terus
sebagai pengawas minum obat (PMO)
meningkat. Diakses dari dalam mendukung proses pengobatan
http://antarariau.com/berita/18232/penderi penderita tb parudi wilayah kerja
ta-tbc-terus-meningkat pada tanggal 27 puskesmas baumata kecamatan taebenu
April 2014. kabupaten kupang. Diakses dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
www.artikel31
(2008). Tuberkulosis. Diakses dari tuberkulosis.com.doc.pdf
http//www.ppm_plp.depkes.co.id/detil pada 25 Desember 2013.
tanggal 27 Desember 2013. Muniarsih, E., & Levina. (2008). Hubungan
pemberian imunisasi BCG dengan
JOM PSIK VOL.1 NO 2 kejadian tuberculosis paru pada anak
balita dibalai pengobatan penyakit paru-
paru Ambarawa tahun 2007.
Diakses dari www.
9
Tuberkulosis paru.com.doc.pdf pada tanggal Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar: Asuhan
25 Desember 2013. keperawatan klien dengan gangguan
sistem pernapasan. Jakarta: Salemba smoking explain sex differences in the
Medika. global tuberculosis epidemic?
Niven, N. (2012). Psikologi kesehatan: Pengantar Epidemiol. Infect 2006;134:333-
untuk perawat & professional kesehatan 39.Diaksesmelaluiwww.jstor.org/stabl
lain. Jakarta: EGC. e/3865638 pada tanggal 27 April 2014.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian WHO. (2013). Defenition and diagnosis of
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. pulmonolgy tuberculosis. Diakses
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan darihttps://mdgsgoals.com.who.int/sre e/
ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. pada tanggal 27 Desember 2007.
Panjaitan, F. (2012), Karakteristik penderita WHO. (2013). Report tuberculosis in the
tuberkulosis paru dewasa rawat inap di world. Diakses dari https://
Rumah Sakit Umum Dr. Soedarso Pontianak extranet.who.int/sree /Reports pada
periode September - November tanggal 27 Desember 2007.
2010. Diakses melalui Zahara, S. N (2007). Tesis: Family support
jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/vie perceived by pulmonary TB Patients in
w/1758 pada tanggal 23 April 2014. complying with the DOTS program in
Pare, L. A., Amiruddin, R., & Leida, I. (2012), Medan, Indonesia. Medan: USU.
Hubungan antara pekerjaan, pmo,
pelayanan kesehatan, dukungan keluarga
dan diskriminasi dengan perilaku berobat
pasien TB Paru
Diakesdariwww.jurnal.unair.ac.id/index.P
2hp/j2222mpk/article/download/23422222
22225/ 264 pada tanggal 23 April 2014.
Purwanta. (2005). Ciri-ciri pengawas minum obat
yang diharapkan oleh penderita tuberkulosis
paru di daerah urban dan
rural di
Yogyakarta.Diakesdariwww.jurnal.ugm.ac
.id/index.php/jmpk/article/download/2929
/2648 pada tanggal 27 April 2014.
Rachmawati, T., Laksmiati, T., &
Soenarsongko. (2008). Hubungan
Kekeluargaan dan Tempat Tinggal
Serumah Merupakan Karakteristik
Pengawas Minum Obat yang
BerpengaruhTerhadap Keteraturan
MinumObatPenderitaTuberkulosisParuDi
aksesmelaluijurnal.kopertis10.or.id/get.ph
p?file...Hubungan%20Karakteristik.doc
pada tanggal 27 April 2014.
Riskesdas. (2010). Riset kesehatan dasar.
Jakarta: Badan Litbangkes Depkes RI.
Tabrani. (2010). Ilmu penyakit paru. Jakarta:
TIM.
Watkins, R. E., & Plant, A. J. (2006). Does

JOM PSIK VOL.1 NO 2

10

Anda mungkin juga menyukai