Hipertiroidisme
Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
akhirnya penyusun dapat menyelesaikan LAPORAN DAN ASKEP
hipertiroidisme ini dengan tepat waktu dan tanpa halangan yang berarti.
Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB
II serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penyusun dan para
pembaca khususnya mengenai hipertiroidisme. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak yaitu bagi penyusun maupun pembaca.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
penyusun mengharapkan adanya kritik maupun saran sebagai perbaikan dalam
penyusunan selanjutnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan Penulisan................................................................................1
B. Konsep medis.....................................................................................6
1. Definisi........................................................................................6
2. Aspek Epidemiologi....................................................................7
3. Penyebab ....................................................................................7
4. Patofisiologi ................................................................................8
5. Pathway ......................................................................................10
6. Manefestasi Klinis ......................................................................11
7. Klasifikasi ...................................................................................11
8. Pencegahan .................................................................................12
9. Penatalaksanaan ..........................................................................13
10. Komplikasi .................................................................................14
11. Farmakologi
12. Terapi Komplementer
C. Proses Keperawatan............................................................................15
1. Pengkajian...................................................................................15
2. Diagnosa Keperawatan................................................................17
3. Intervensi Dan Rasional..............................................................17
4. Discharge Planning
5. Evidence Base
BAB III PENUTUP..........................................................................................26
ii
A. Kesimpulan......................................................................................26
B. Saran.................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Penyakit hipertiroidisme merupakan bentuk tiroktoksikosis yang paling
sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur,
sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki.1 Tanda dan gejala
penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali ialah adanya struma
(hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/
hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, dan disertai dermopati
meskipun jarang. Patogenesis penyakit hipertiroid sampai sejauh ini belum
diketahui secara pasti. Diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan
dalam mekanisme tersebut.
Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves, dikelompokkan ke
dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap
reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody
/TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi. Pada penyakit Graves’, limfosit T
mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar
tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis
antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi
dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang
pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibodi. Adanya
antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan
aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme autoimunitas merupakan
faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan
dermopati pada penyakit Graves’. Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen
utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase
(TPO) dan TSH reseptor (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein
dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel
orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan
orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves’.
1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan memperoleh gambaran
tentang hipertiroidisme.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa diharapkan mampu mengenali ciri-ciri hipertiroidisme.
b. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui penyakit yang di
timbulkan oleh hipertiroidisme.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Dan Fisiologi.
3
Kelenjar ini tersusun dari bentukan bentukan bulat dengan
ukuran yang bervariasi yang disebut thyroid follicle. Setiap thyroid
follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya yang
disebut SEL FOLIKEL dan mengelilingi koloid di dalamnya.
Folikel ini dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya dengan
pembuluh darah. Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini
dapat berubah sesuai dengan aktivitas kelenjar thyroid
tersebut. Ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi
kubis rendah, bahkan dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas
kelenjar ini tinggi, sel folikel dapat berubah menjadi silindris,
dengan warna koloid yang dapat berbeda pada setiap thyroid
folikel dan sering kali terdapat Vacuola Resorbsi pada koloid
tersebut.
2. Fisiologi.
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid
memiliki dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di
kartilago krokoidea di leher pada cincin trakea ke dua dan tiga.
Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat
metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang
penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit
dalam serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein
pengikat plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki
banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak reseptor
pada protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan
banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat
berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.
Proses pembentukan hormon tiroid adalah:
a. Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa
iodida. Pompa ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30
kali konsentrasinya di dalam darah;
4
b. Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah
glikoprotein besar yang nantinya akan mensekresi hormon
tiroid;
c. Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses
ini dibantu oleh enzim peroksidase dan hidrogen
peroksidase.
d. Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium
(I) akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena
tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium terhadap
oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada
hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih
cepat.
e. Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang
sudah teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I
dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi
diiodotirosin)
f. Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah
teriodinasi). Jika monoiodotirosin bergabung dengan
diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin. Jika dua
diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau
yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut
dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus
dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin.
Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat
plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon
tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar
dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah
dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)
5
B. Konsep medis.
1. Definisi
6
disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja secara berlebihan sehingga
menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah.
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang
paling berat mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada
pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma multinodular toksik,
dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat
kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian
obat anti tiroid, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit
serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.
Penyakit hipertiroidism merupakan bentuk tiroktoksikosis yang
paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada
semua umur, sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki. 1
Tanda dan gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali
ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis
(hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai
oftalmopati, dan disertai dermopati meskipun jarang.
2. Aspek Epidemologi.
Sampai saat ini belum ada didapatkan angka yang pasti insidensi
dan prevalensi penyakit Graves’ di Indonesia. Sementara di Amerika
Serikat Sebuah studi yang dilakukan di Olmstead Country Minnesota
diperkirakan kejadian kira-kira 30 kasus per 100.000 orang per tahun .
Prevalensi tirotoksikosis pada ibu adalah sekitar 1 kasus per 500
orang. Di antara penyebab tirotoksikosis spontan, penyakit Graves’
adalah yang paling umum 3 . Penyakit Graves’ merupakan 60-90%
dari semua penyebab tirotoksikosis di berbagai daerah di dunia.
Dalam Studi Wickham di Britania Raya, dilaporkan 100-200 kasus per
100.000 penduduk per tahun. Insidensi pada wanita di Inggris telah
dilaporkan 80 kasus per 100.000 orang per tahun. Pada populasi
umum prevalensi gangguan fungsi hormon tiroid diperkirakan 6% 3
Wengjun Li dkk (2010) dari Fakultas Kedokteran Universitas
7
Shanghai- Cina, meneliti tentang hubungan penyakit Graves’ dan
Resistensi insulin (RI), pada 27 subjek penyakit Graves’ terjadi
gangguan metabolisme glukosa sebesar 63,0 % dengan RI 44,4 %. .
21 Chih H C dkk (2011) dari Divisi endokrin dan metabolik, bagian
Penyakit Dalam, Kaohsiung Veterans General Hospital, Kaohsiung-
Taiwan meneliti tentang RI pada pasien hipertiroidism sebelum dan
sesudah pengobatan hipertiroid dan dijumpai adanya perbaikan RI
pada pasien yang mendapat pengobatan selama 3-7 bulan (Journal of
Thyroid Research 2011).
3. Penyebab
8
4. Patofisiologi.
9
10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan
yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga
merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler,
akibatnya bola mata terdesak keluar.
10
5. Pathway.
Hipertiroidisme
Eksoftalmus
Perubahan Beben kerja
nutrisi jantung
Kurang kurang dari berlebihan
kelelahan
pengetahuan kebutuhan Resiko kerusakan
tubuh integritas jaringan
Anemia dan
takikardia
Resiko
penurunan
curah jantung
11
6. Manifestasi Klinis.
7. Klasifikasi.
Klasifikasi lain:
12
Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita
daripada pria, gejalanya dapat timbul pada berbagai usia,
terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan
tubuh, yaitu dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu
sendiri.
b. Nodular Thyroid Disease.
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid
membesar dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya
pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan
bertambahnya usia.
c. Subacute Thyroiditis.
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan
inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam
jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala
menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada
beberapa orang.
d. Postpartum Thyroiditis.
Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama
setelah melahirkan dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya
kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan
8. Pencegahan
1) Pencgahan primer
1) Hindari merokok
2) Makan makanan yang beryodium dengan seimbang.
3) Cek rutin kesehatan tiroid.
4) Jangan mengkonsumsi alcohol.
5) Konsumsi makanan yang baik untuk tiroid.
6) Lakukan pola hidup bersih dan sehat seperti makan bergizi,
istirahat cukup,cuci tangan dan lain-lain
2) Pencegahan sekunder
13
1) Kenali gejala atau keluhan yang timbul sebagai dampak
kesehatan akibat asap kebakaran hutan, kendaraan dan asap
industri
2) Persiapkan obat obatan untuk pertolongan awal
3) Segera ke dokter/pelayanan kesehatan terdekat apabila terjadi
masalah kesehatan yang mengganggu
3) Pencegahan tersier
1) Berenti merokok
2) Lakukan pengobatan maksimal dan teratur
3) Konsumsi obat yang di berikan secara teratur.
9. Penatalaksanaan.
a. Konservatif.
Tata laksana penyakit Graves.
1) Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon
tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala
hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut :
a) Thioamide
b) Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari
c) Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari,
dosis maksimal 2.000 mg/hari
d) Potassium Iodide
e) Sodium Ipodate
f) Anion Inhibitor
2) Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk
mengurangi gejalagejala hipotiroidisme. Contoh: Propanolol.
Indikasi :
a) Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi
pada pasien muda dengan struma ringan –sedang dan
tiroktosikosis
14
b) Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum
pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
c) Persiapan tiroidektomi
d) Pasien hamil, usia lanjut
e) Krisis tiroid
b. Surgical.
1) Radioaktif iodine.
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang
hiperaktif
2) Tiroidektomi.
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang
membesar
15
10. Komplikasi.
16
11. Farmakologi
Pengobatan untuk hipertiroidisme adalah dengan menggunakan obat
anti-tiroid, radioiodine dan/atau pembedahan. Kadar TSH berguna
untuk mendiagnosis hipertiroidisme, namun tidak dapat menentukan
tingkat keparahannya. Oleh sebab itu, pengukuran kadar T3 dan T4
bebas sangatlah diperlukan untuk menilai efektivitas dari terapi.
Sejumlah besar substansi dapat mengganggu sintesis dari hormon tiroid
ataupun mengurangi jumlah jaringan tiroid. Senyawa tersebut adalah (a)
Thionamide, (b) Penghambat transpor iodida, (c) Iodida, dan (d) Iodium
Radioaktif.
a. Thionamide (Methimazole, Propylthiouracil, Carbimazole)
Thionamide adalah obat anti-tiroid yang menghambat pembentukan
hormone
tiroid dengan cara menghambat enzim tiroid peroksidase sehingga
mencegah penggabungan iodium ke residu tirosin dari tiroglobulin
(Gambar 39.2). Thionamide memakai efek imunosupresif lewat
pengurangan konsentrasi antibody reseptor antitirotropin. Selain
memblokir sintesis hormone, propiltiourasil (PTU) juga menghambat
deiodinasi perifer dari T4 dan T3.6 Obat anti tiroid berguna untuk
mengobati hipertiroidisme sebelum dilakukannya tiroidektomi elektif.
Kadar serum thionamide memuncak 1-2 jam setelah ingesti.6
17
Thionamide tidak tersedia dalam bentukan parenteral. Waktu paruh dari
methimazole (4-6 jam, dosis 1x sehari) lebih panjang dibandingkan
waktu paruh propiltiourasil (75 menit, dosis beberapa kali sehari).
Penurunan aktifitas tiroid berlebih yang diakibatkan oleh obat biasanya
membutuhkan waktu beberapa hari, karena hormon yang telah dibentuk
sebelumnya harus habis terlebih dahulu sebelum gejalanya mulai
berkurang. Pada sebagian kecil pasien, terutama pasien yang mengalami
hipertiroidisme berat, perbaikan baru terlihat jelas dalam waktu 1-2
hari.
Efek samping minor dari terapi thionamide terlihat pada sekitar 5% dari
pasien, yaitu urtikaria atau ruam kulit berbentuk makula, arthralgia dan
gangguan gastrointestinal.6 Granulositopenia dan agranulositosis
adalah salah satu efek samping yang serius namun jarang terjadi, dan
paling sering timbul pada 3 bulan pertama setelah dilakukannya terapi
obat anti-tiroid.6 Pengukuran sel darah putih secara berkala, meskipun
sangat bermanfaat untuk mendeteksi kenaikan jumlah leukosit, namun
tidak dapat dijadikan acuan untuk mendeteksi agranulositosis karena
komplikasi tersebut berlangsung sangat cepat. Demam atau faringitis
bisa menjadi manifestasi awal dari perkembangan agranulositosis.
Pemulihan akan terjadi ketika obat antitiroid ini di stop ketika tanda
pertama dari efek samping ini muncul. Toksisitas pada hepar juga
pernah dilaporkan setelah penggunaan thionamide, secara khusus
propiltiourasil.7,8 Methimazole dapat melewati plasenta dan ditemukan
pada ASI. Akan tetapi, jalur plasenta ini tidak bisa dilewati oleh
propiltiourasil, sehingga membuat obat ini menjadi pilihan bagi pasien
yang akan melahirkan.
18
Kecemasan merupakan bentuk dari emosi yang tidak menyenangkan, yang
ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang
dialami dalam tingkat yang berbeda. Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan
adalah dengan melakukan konseling. Konseling merupakan sebuah proses
pemberian informasi melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan secara
sistematik. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling
psikologi dan hubungan usia, pendidikan, dan pekerjaan dengan tingkat
kecemasan penderita hipertiroid di klinik Litbang GAKI Magelang.
Penelitian yang membandingkan masalah kecemasan dan gangguan
mood pada wanita penderita hipertiroid dan penyakit ginekologi menemukan
bahwa penderita hipertiroid memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kelompok penderita gangguan ginekologi.9 Penelitian lain
juga menyatakan bahwa penderita hipertiroid yang sudah lama dan kambuh
kembali merasa lebih stres dibandingkan dengan penderita yang baru terdiagnosis
hipertiroid.10 Pendapat lain menyatakan bah- wa tidak ada hubungan antara
fungsi tiroid dengan kecemasan dan depresi pada penderita hipertiroid serta
hipertiroid bukan sebagai faktor risiko timbulnya gangguan depresi dan
kecemasan.11,12 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu
faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain usia, pengalaman
selama menjalani pengobatan, konsep diri dan peran. Sedangkan faktor ekstrinsik
yang mempengaruhi kecemasan antara lain kondisi medis, tingkat pendidikan,
akses informasi, dan tingkat sosial ekonomi.
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada wanita usia subur yang berkunjung di
Klinik Litbang GAKI Magelang dan telah memenuhi kriteria yang ditentukan.
Hasil penelitian menemukan data responden sebagai berikut:
Karakteristik Responden Karakteristik Responden Frekuensi (%) (Usia
≤ 19 tahun 2 (4.4) 20-35 tahun 25 (55.6) ≥ 36 tahun 18 (40) ), ( Pendidikan
Tidak sekolah 1 (2.2) SD – SMP 28 (62,2) SLTA ke atas 16 (35.6) ),
(Pekerjaan Tidak bekerja 21 (46.7) Formal 8 (17.8) Non formal 16
(35.5) ).
19
Sebagian besar responden berusia lebih dari 19 tahun dan memiliki
tingkat pendidikan antara SD dan SMP. Responden juga tidak seluruhnya
menyelesaikan tingkat pendidikannya. Ibu rumah tangga menjadi pekerjaan utama
sebagian
besar responden. Kondisi sosial ekonomi inilah yang menjadi salah satu
faktor alasan pemilihan terapi konseling. Hasil analisis terhadap skor kecemasan
yang telah dikategorisasikan dapat dilihat dalam gambar 1 berikut ini.
C. Proses Keperawatan.
1. Pengkajian.
a. Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan
dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan
penunjang
b. Data pasien :
1) Nama : tulis nama panggilan paien atau inisial
2) Umur : Resiko hipertiroidisme meningkat pada orang berumur
>20 tahun ,
3) Jenis kelamin : hipertiroidisme merupakan penyakit yang
sering menyerang pada laki-laki di indonesia dan terbayak
kelima untuk perempuan.
4) Agama : tidak ada agama tertentu yang paa penganutna
memiliki resiko terserang hipertiroidisme.
5) Pendidikan : orang dengan berpendidikan tinggi mungkin
akan lebih berhati-hati akan penyebabnya.
6) Alamat : jumlah kejadian hipertiroidisme dua kali lebih anyak
di daerah perkotan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
7) No. RM : dapat dicatat sesuat dengan urutan psien masuk.
8) Pekerjaan : pekerjaan sangat berhubungan erat.
20
9) Status perkawinan : tidak berhubungan antara status
perkawinan dengan angka kejadian hipertiroidisme.
10) Tanggal MRS : dilihat sehak klien masuk IGD
11) Tanggal pengkajian : ditulis dengan tanggal ketika perawat
melakukan pengkajian pertama kali.
12) Sumber informasi : sumber informasi bsa didapat dari pasien,
keluarga, atau paien dengan keluarga. Dai pasien biasanya jia
pasien tidak ada keluarga, dari keluarga biasanya jika
pasiennya kooperatif, dan dari pasien dan keluarga apabila
keduannya kooperatif dalam dalam memberikan informasi.
c. Data khusus
1) Riwayat Sakit dan Kesehatan
a) Keluhan utama
Pasien merasa perutnya tidak enak dan sering buang air
besar dengan konsistensi cair.
b) Riwayat penyakit saat ini
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit hipertiroid.
21
delirium,
psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan,
beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif refleks tendon
dalam (RTD).
d) Perkemihan B4 (bladder).
Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti.
e) Pencernaan B5 (bowel).
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual
dan muntah.
f) Muskuloskeletal/integument B6 (bone).
rasa lemah, kelelahan.
d. Data Laboratorium
1) Tes ambilan RAI : Meningkat pd penyakit graves & toksik
goiter noduler,menurun pada tiroiditis
2) T4 dan T3 serum : meningkat (normal : T3 = 26-39 mg, T4 =
80-100 mg)
3) T4 dan T3 bebas serum : meningkat
4) TSH : tertekan dan tidak bereson pd TRH
5) Tiroglobulin : meningkat
6) Stimulasi TRH : dikatakan tiroid jika TRH tidak ada sampai
meningkat setelah pemberian TRH
7) ikatan protei iodiun : meningkat
8) gula darah : meningkat (sehubungan dengan kerusakan andrenal)
9) kortisol plasma : turun (menurunnya pengeluaran pada andrenal)
10) pemeriksaan fungsi heper : abnormal
11) elektrolit : hiponatrenia mungkin sebagai akibat dari respon
andrenal atau efek dilusi dalam tera cairan pengganti. Hipoklemia
terjadi dengan sendiranya pada kehilangan melalui gastrointestinal
dan diuresis
12) katekolamin serum : menurun
13) kreatinin urine : meningkat
22
14) EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi teradap penurunan curah jantung berhubungan dengan
hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan
beban kerja jantung.
b. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan
kebutuhan energy.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan peningkatan metabolism (eningkatan nafsu makan
atau pemasukan dengan penurunan berat badan ).
d. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis; status hipermetabolik.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan
kebutuhanpengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi.
3. Intervensi dan rasional.
23
v Monitor adanya perubahan tekanan
darah
v Monitor respon pasien terhadap
efek pengobatan antiaritmia
v Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
v Monitor toleransi aktivitas pasien
v Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
v Anjurkan untuk menurunkan stress
Fluid Management
· Timbang popok/pembalut jika
diperlukan
· Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
· Pasang urin kateter jika
diperlukan
· Monitor status hidrasi
( kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
· Monitor hasil lAb yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN ,
Hmt , osmolalitas urin )
· Monitor status hemodinamik
termasuk CVP, MAP, PAP, dan
PCWP
· Monitor vital sign sesuai
indikasi penyakit
· Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP ,
24
edema, distensi vena leher, asites)
· Monitor berat pasien sebelum
dan setelah dialisis
· Kaji lokasi dan luas edema
· Monitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake kalori
harian
· Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi cairan
sesuai program
· Monitor status nutrisi
· Berikan cairan
· Kolaborasi pemberian diuretik
sesuai program
· Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
· Dorong masukan oral
· Berikan penggantian nesogatrik
sesuai output
· Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
· Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
· Batasi masukan cairan pada
keadaan hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130 mEq/l
· Monitor respon pasien terhadap
terapi elektrolit
· Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul meburuk
· Atur kemungkinan tranfusi
· Persiapan untuk tranfusi
25
Fluid Monitoring
· Tentukan riwayat jumlah dan
tipe intake cairan dan eliminaSi
· Tentukan kemungkinan faktor
resiko dari ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis, disfungsi hati,
dll )
· Monitor berat badan
· Monitor serum dan elektrolit
urine
· Monitor serum dan osmilalitas
urine
· Monitor BP<HR, dan RR
· Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan irama
jantung
· Monitor parameter
hemodinamik infasif
· Catat secara akutar intake dan
output
· Monitor membran mukosa dan
turgor kulit, serta rasa haus
· Catat monitor warna, jumlah
dan
· Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
· Monitor tanda dan gejala dari
odema
26
· Beri cairan sesuai keperluan
· Kolaborasi pemberian obat
yang dapat meningkatkan output
urin
· Lakukan hemodialisis bila perlu
dan catat respons pasien
27
§ Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
28
penurunan berat tujuan C
badan ). v Berat badan§ Berikan substansi gula
ideal sesuai§ Yakinkan diet yang dimakan
dengan tinggi mengandung tinggi serat untuk
badan mencegah konstipasi
v Mampu § Berikan makanan yang terpilih
mengidentifika ( sudah dikonsultasikan dengan
si kebutuhan ahli gizi)
nutrisi § Ajarkan pasien bagaimana
v Tidak ada tanda membuat catatan makanan harian.
tanda § Monitor jumlah nutrisi dan
malnutrisi kandungan kalori
v Tidak terjadi§ Berikan informasi tentang
penurunan kebutuhan nutrisi
berat badan§ Kaji kemampuan pasien untuk
yang berarti mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
§ BB pasien dalam batas normal
§ Monitor adanya penurunan berat
badan
§ Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
§ Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
§ Monitor lingkungan selama makan
§ Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
§ Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
§ Monitor turgor kulit
29
§ Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
§ Monitor mual dan muntah
§ Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
§ Monitor makanan kesukaan
§ Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
§ Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
§ Monitor kalori dan intake nuntrisi
§ Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
§ Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
30
tehnik untuk prognosis
mengontol · Dorong keluarga untuk
cemas menemani anak
v Vital sign dalam· Lakukan back / neck rub
batas normal · Dengarkan dengan penuh
v Postur tubuh, perhatian
ekspresi wajah,· Identifikasi tingkat kecemasan
bahasa tubuh· Bantu pasien mengenal situasi
dan tingkat yang menimbulkan kecemasan
aktivitas · Dorong pasien untuk
menunjukkan mengungkapkan perasaan,
berkurangnya ketakutan, persepsi
kecemasan · Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
· Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan
31
program penyebab, dengna cara yang tepat
pengobatan 6. Sediakan informasi pada pasien
v Pasien dan tentang kondisi, dengan cara yang
keluarga tepat
mampu 7. Hindari harapan yang kosong
melaksanakan 8. Sediakan bagi keluarga informasi
prosedur yang tentang kemajuan pasien dengan
dijelaskan cara yang tepat
secara benar 9. Diskusikan perubahan gaya hidup
v Pasien dan yang mungkin diperlukan untuk
keluarga mencegah komplikasi di masa
mampu yang akan datang dan atau proses
menjelaskan pengontrolan penyakit
kembali apa10. Diskusikan pilihan terapi atau
yang dijelaskan penanganan
perawat/tim 11. Dukung pasien untuk
kesehatan mengeksplorasi atau mendapatkan
lainnya second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
32
5. Discharge plnning.
1. Artikel terkait.
Hasil penerapan evidence based practice berupa latihan
peregangan leher pada pasien pasca tiroidektomi terbukti efektiv
dalam mengurangi gejala ketidaknyamanan leher pasca
pembedahan.
2. Keuntungan
Dalam jurnal ini lebih menjelaskan adanya keuntungan dalam
latihan pereganggan leher pada pasien pasca bedah tiroidektomi.
3. Kerugian.
Dalam jurnal ini belum dijelaskan secara detail pasien dengan
diagnosa hipertiroidisme dalam pelayanan gawat darurat.
33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Penyakit hipertiroidisme merupakan bentuk tiroktoksikosis yang paling
sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur,
sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki.
Tanda dan gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali ialah
adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi
kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, dan disertai
dermopati meskipun jarang. Patogenesis penyakit hipertiroid sampai sejauh
ini belum diketahui secara pasti. Diduga faktor genetik dan lingkungan ikut
berperan dalam mekanisme tersebut.
B. Saran.
1. Meningkatkan kembali pengetahuan terkait konsep dasar pada pasien
dengan hipertiroidisme;
34
2. Meningkatkan pengetahuan perawat dalam pemberian layanan asuhan
keperawatan dengan hipertiroidisme.
3. Memperluas kembali pengetahuan demi perkembanga keperawatan
terutama pada klien dengan gangguan sistem endokrin.
DAFAR PUSTAKA
35