Anda di halaman 1dari 8

Nama : Catur Putri Miftahul Jannah

NPM : 1806136025

Makna Agama Islam Bagi Kehidupan

Pengertian Agama Islam


Pengertian Agama Islam dapat kita ketahui melalui beberapa cara, yaitu secara
etimologi, dari ilmu morfologi, secara terminologis dan secara bahasa. Secara etimologi, kata
Islam berasal dari bahasa Arab, diambil dari derivasi kata dasar salima-yaslamu-salamatan
wasalaman, yang artinya “selamat, damai, tunduk, patuh, pasrah, menyerahkan diri, rela,
puas, menerima, sejahtera dan tidak cacat” (Al-Munawir, 1984 : 669).
Sedangkan jika dari ilmu morfologi, kata islam memiliki berbagai makna yang
dijelaskan dalam Al-Quran yaitu Ketaatan, dijelaskan, QS.72 (Al-Jin) :

Artinya :
Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, maka mereka itu benar-benar telah
memilih jalan yang lurus.
QS.2 (Al-Baqarah) : 112

Artinya :
(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia
berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
QS.3 (Ali Imran) : 85

Artinya :
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

Pengertian Islam juga dapat diartikan secara terminologis yaitu agama adalah
peraturan Allah yang diwahyukan kepada Nabi dan Rasul sebagai petunjuk untuk mencapai
kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. (Zakky Mubarak Syamrakh, 2010 : 51).
Sedangkan secara bahasa, perkataan agama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu artinya tidak
pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan kata dien mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, atau kebiasaan.

Fungsi Agama Islam


Agama sangat dibutuhkan oleh manusia, karena agama merupakan kekuatan raksasa
yang telah mewujudkan perkembangan manusia hingga sekarang ini. Banyak sekali fungsi
dari Agama Islam.
1. Sebagai Sarana Pendidikan, yaitu mengajarkan hal yang baik, sesuai dengan perintah
dan laranganNya. Agar selalu berada pada jalan kebenaran dan kebaikan.
2. Sebagai aturan atau jalan kehidupan, dalam menjalani kehidupan tentunya manusia
memerlukan aturan, agar tercuptanya kehidupan yang harmonis. Fungsi Agama Islam
adalah menjaga manusia dari kesesata.
3. Sebagai Penolong dalam Kesulitan, dalam hidup manusia pasti mengalami kesulitan,
tetapi Agama Islam dapat membantu kita dalam menyelesaikan semua permasalahan
yang ada.
Dari aspek hukum, tujuan agama Islam diturunkan oleh Allah kepada manusia ada lima,
yaitu:
1. Memelihara agama dengan mentauhidkan Allah disertai dengan ketaatan menjalankan
aturan Allah.
2. Memelihara jiwa (diri) dengan kewajiban mempertahankan hidup, dan dilarang
membunuh diri maupun jiwa orang lain dan apapun yang berkaitan dengan kerusakan
diri.
3. Memelihara keturunan dengan adanya lembaga pernikahan untuk memelihara
kejelasan keturunan seseorang, dan dilarang melakukan perzinaan (hubungan seks di
luar nikah).
4. Memelihara akal dengan kewajiban menghindari segala macam hal yang
menyebabkan akal cidera dan tidak normal, seperti meminum minuman yang
memabukkan, termasuk macam-macam narkoba: narkotika, putaw, heroin, morfin,
eksatasi dsb.
5. Memelihara harta dengan keharusan memperoleh harta secara halal serta dilarang
mendapatkannya dengan cara yang haram, seperti mencuri, merampas, merampok,
menipu, korupsi, dll.

Karakteristik Ajaran Agama Islam


Sebagai satu-satunya agama yang diturunkan oleh Allah, Islam merupakan agama yang
memiliki karakteristik berikut:
1. Agama Tauhid, artinya Islam adalah satu-satunya agama yang mengajarkan ke-
Esakan Allah secara murni, bahkan dalam agama Islam, Tauhid merupakan ajaran
yang mendasari semua ajaran Islam. Dalam QS. 112 (Al-Ikhlash):

Allah berfirman, yang artinya: (1).Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.(2).
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.(3). Dia tiada
beranak dan tidak pula diperanakkan,(4). Dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia."(QS.112:1-4).
2. Agama sempurna, artinya agama Islam mengandung ajaran yang memberi petunjuk
pada seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan kesempurnaan ajaran Islam tersebut,
orang Islam memiliki landasan dasar dalam berbuat, sehingga apabila perbuatannya
sesuai dengan ajaran Islam, akan memperoleh nilai ibadah, dan diberikan balasan
pahala oleh Allah. Kesempurnaan ajaran agama Islam tersebut secara tegas
disebutkan dalam QS. 5 (Al-Maidah): 3

yang artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan
(daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu
perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan
nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa
terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.
3. Agama fitrah, artinya ajaran agama Islam itu sesuai dengan fitrah kehidupan manusia.
Karena itu ajaran agama Islam tidak menimbulkan efek negatif dalam kehidupan
manusia. Dalam QS. 30 (Ar-Rum): 30

Allah berfirman yang artinya: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS.30:30)
4. Agama universal, artinya agama yang berlaku sampai akhir masa. Nabi Muhammad
saw adalah nabi yang terakhir, nabi penutup, sehingga agama Islam yang diterimanya
dari Allah merupakan agama yang berlaku terus menerus sampai akhir masa. Dalam
QS. 34 (Saba’): 28

Allah berfirman yang artinya: "Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan 15 kepada
umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui" (QS.34:28)
5. Agama yang mengandung kebenaran mutlak, artinya kebenaran ajaran Islam tidak
bergantung pada dukungan pembenaran unsur lain, karena agama Islam berupa
firmanfirman Allah, dan Allah adalah Yang Maha Benar Mutlak. Dalam QS. 2 (Al-
Baqarah): 147

Allah menegaskan dengan firman-Nya yang artinya: "Kebenaran itu adalah dari
Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang- orang yang ragu"
(QS.2:147).
6. Agama mudah dan fleksibel, artinya pelaksanaan ajaran agama Islam sangat mudah
dan memberikan kemudahan kepada umat Islam untuk mengamalkannya sesuai
dengan kemampuannya. Islam menghargai kondisi-kondisi tertentu dalam kehidupan
manusia. Karena itu Islam tidak menuntut agar semua ajaran agama Islam diamalkan
secara sempurna apabila kondisinya tidak memungkinkan, seperti apabila sedang
sakit. Dalam QS. 2 (Al-Baqarah): 286

Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan


kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah
kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".

Ruang lingkup Ajaran Agama Islam


Secara garis besar, agama Islam mengandung tiga ajaran pokok, yaitu
 akidah atau iman;
 syari'ah atau islam;
 akhlak atau ihsan.
Pembagian ruang lingkup ajaran agama Islam pada ketiga ajaran tersebut didasarkan aspek
hubungan antara fungsi ajaran agama Islam dengan potensi kehidupan manusia yang
menerima amanah sebagai khalifah Allah di bumi untuk menunaikannya sehingga agama
Islam sebagai "rohmatan lil 'alamin" di alam kehidupan ini dapat terealisasi. Potensi
kehidupan manusia tersebut adalah
 qolbu untuk beriman;
 akal untuk memahami; dan indera serta fisik untuk beramal.

Sumber Ajaran Agama Islam


Penegasan tentang sumber ajaran agama Islam yang menyebutkan ketiga sumber ajaran
tersebut dan tertibnya terdapat di dalam QS.4 (An-Nisa'): 59
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya”
Rasulullah saw berpesan yang artinya: “Kutinggalkan kepadamu dua perkara, dan kamu
sekalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-
Qur`an) dan (Sunnah) Rasul-Nya.
a. Al-Qur’an
 Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril sebagai
mukjizat dan pedoman hidup bagi umatnya, yang bernilai ibadah bagi orang
yang membacanya, di awali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat
an-Nas.
 Sejaran Turun dan Penulisan Al-Qur’an
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama lebih kurang 23
tahun (sejak Nabi diangkat menjadi Rasul umur 40 tahun sampai menjelang
wafatnya pada umur 63 tahun). Sebagaimana lazimnya setiap Rasul diutus
dengan bahasa kaumnya, maka demikian juga Al-Qur’an diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw dengan bahasa Arab. Al-Qur’an dalam bentuk aslinya
berada dalam Induk Al-Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh). Al-Qur’an
disampaikan kepada Nabi atau Rasul Allah dengan tiga cara, yaitu dengan
wahyu langsung ke dalam hati Nabi, dari belakang tabir, dan dengan mengutus
malaikat Jibril yang membawa wahyu.
Al-Qur’an memiliki bahasa yang bersastra tinggi dan mengandung
tajwid, sehingga mudah sekali membedakannya dari teks yang bukan Al-
Qur’an. Inilah sebagian dari maksud jaminan Allah bahwa Dialah yang
menurunkan Al-Qur’an dan Dia pula yang memelihara (keotentikan) nya,
sebagaimana dinyatakan dalam QS. 15 (Al-Hijr): 9

Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan


sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
 Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an terdiri dari 114 surat dan 30 juz, mengandung pokok-pokok
dari berbagai hal sebagai petunjuk, pedoman bagi manusia dalam menghadapi
kehidupan yang luas dan terus berkembang, yaitu: Pokok-pokok
keimanan/keyakinan; Prinsipprinsip syari’ah; Janji atau kabar gembira kepada
yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa bagi yang berbuat dosa (nadzir);
Kisah-kisah, sejarah; dan Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan,
seperti: astronomi, fisika, kimia, ilmu hukum, ilmu bumi, ekonomi, pertanian,
kesehatan, teknologi dan lain sebagainya.
 Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk (hidayah) bagi manusia,
memberikan penjelasan terhadap segala sesuatu, memberikan rahmat dan
menyampaikan kabar gembira kepada manusia yang berserah diri, dan sebagai
penawar jiwa yang sakit (syifa’).
 Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat Islam.
Pada masa Rasulullah saw, setiap persoalan selalu dikembalikan solusi dan
pemecahannya kepada Al-Qur’an. Rasulullah saw sendiri, dalam tata perilaku
sehari-hari selalu mengacu kepada Al-Qur’an.
b. Sunnah / Hadits
 Pengertian Sunnah / Hadits
Kata sunnah menurut kamus bahasa Arab bermakna jalan, arah,
peraturan, mode atau cara tentang tindakan atau sikap hidup. Sedang hadis
mempunyai arti cerita, riwayat atau kabar yang dinisbahkan kepada Nabi.
Sebuah hadis mungkin tidak mencakup sunnah, atau boleh jadi hadis bisa
merangkum lebih dari sebuah sunnah.
 Sejarah Sunnah/Hadis
Seratus tahun setelah hijrah (abad ke-1), ketika para ahli hadis
mengumpulkan dan menuliskan hadis-hadis Nabi, terdapat banyak sekali
hadis. Untuk menguji validitas dan kebenaran suatu hadis, para muhadisin
(pengumpul dan periwayat hadis) menyeleksi berbagai riwayat tentang hadis
dengan memperhatikan jumlah dan kualitas jaringan periwayat hadis tersebut
yang dikenal dengan sanad.
 Klasifikasi Sunnah/Hadits
Ditinjau dari segi bentuknya, hadis diklasifikasikan kepada: Fi’li
(perbuatan Nabi); Qauli (perkataan Nabi); dan Taqriri (keiizinan atau
persetujuan Nabi), seperti perbuatan sahabat yang disaksikan Nabi, dan Nabi
tidak menegurnya. Ditinjau berdasarkan jumlah perawinya (dari segi jumlah
orang yang menyampaikan hadis, atau sanadnya), hadis dapat diklasifikasikan
kepada: Mutawatir, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang
menurut akal tidak mungkin mereka bersepakat dusta; Masyhur, yaitu hadis
yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang banyak pula, tetapi
jumlahnya tidak sampai kepada derajat mutawatir; dan Ahad, yaitu hadis yang
diriwayatkan oleh seorang atau lebih yang tidak sampai pada tingkat masyhur
maupun mutawatir. Namun, ada ulama yang memasukkan hadis masyhur
kepada golongan hadis ahad. Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya, hadis
dibagi menjadi: Hadis maqbul, yaitu hadis yang dapat diterima; Hadis mardud,
yaitu hadis yang ditolak. Ditinjau dari kualitasnya, hadis dibagi menjadi:
Shahih, yaitu hadis yang sehat, yang diriwayatkan oleh orang-orang yang baik
dan kuat hafalannya, materinya baik dan persambungan sanadnya dapat
dipertanggungjawabkan; Hasan, yaitu hadis yang memenuhi persyaratan hadis
shahih kecuali dari segi hafalan perawinya kurang baik; Dhaif, yaitu lemah,
baik karena terputus salah satu sanadnya atau karena salah seorang
pembawanya kurang baik; dan Maudhu’, yaitu hadis palsu, hadis yang dibuat
oleh seseorang dan dikatakannya sebagai sabda atau perbuatan Nabi
 Kedudukan dan Fungsi Sunnah/Hadis
Sunnah/Hadis mempunyai kedudukan berikut:
1. Sunnah adalah sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al-Qur’an.
2. Kepatuhan kepada Sunnah Rasulullah berarti patuh dan cinta kepada
Allah.
3. Sunnah berfungsi sebagai penjelas dan penafsir Al-Qur’an.
c. Ijtihad/ Rakyu
 Pengertian Ijtihad/ Rakyu
Ijtihad diambil dari kata ijtahada - yajtahidu – ijtihadan, yang artinya
mengerahkan segala kesungguhan dan ketekunan secara optimal untuk
menggali dan menetapkan suatu hukum (syara’) dari sumber Al-Qur`an dan
Sunnah. Karena itu ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur`an dan
Sunnah.
 Syarat-Syarat Berijtihad
1. Mengetahui nash Al-Qur`an dan Sunnah
2. Mengetahui dan menguasai bahasa Arab
3. Mengetahui soal-soal ijma’
4. Mengetahui ushul fiqih
5. Mengetahui nasikh dan Mansukh
6. Mengetahui ilmu-ilmu penunjang lainnya
 Menyikapi Hasil Ijtihad/Rakyu
Ijtihad dapat dilakukan secara individu, kelompok, atau oleh seluruh
mujtahid. Hasil ijtihad para mujtahid dapat saja terjadi perbedaan disebabkan
oleh perbedaan tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya masyarakat dimana
mujtahid hidup, kekhasan masalah yang diijtihadi, metode ijtihad yang
dipergunakan, dan lain sebagainya (A.Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum
Islam : 52). Menyikapi adanya perbedaan hasil ijtihad tersebut bagi umat
Islam yang tidak punya kompentensi untuk melakukan ijtihad sendiri adalah:
Ittiba', yaitu melakukan kajian berbagai ijtihad dari para mujtahid yang
menghasilkan ijtihad yang berbeda-beda. Namun hasil ijtihad lebih kuat atau
meyakinkan untuk diikuti; Muqollid, yaitu mengikuti hasil ijtihad ulama'
mujtahid yang diyakini kekuatannya tanpa melakukan kajian proses dan hasil
ijtihad tersebut bagi umat Islam yang tidak mempunyai kompetensi untuk
melakukan kajian ijtihad. Yang tidak diperbolehkan dalam Islam adalah taqlid
buta, yaitu mengikuti hasil ijtihad orang tanpa meyakini kekuatan hasil ijtihad
tersebut. Ijtihad tidak mengandung kebenaran mutlak, tetapi kebenaran relatif
karena dilakukan oleh mujtahid yang tidak ma'shum, hanya Al-Qur'an dan
Sunnah/Hadis yang mengandung kebenaran mutlak. Apabila ijtihad
didasarkan pada indikator-indikator yang sifatnya situasional atau kondisional,
maka dapat saja terjadi pada masa yang sama terdapat ijtihad yang berbeda-
beda, yang hanya tepat untuk situasi dan atau kondisinya masing-masing
Referensi
Mubarak, Zakky. 2014. Menjadi Cendekiawan Muslim. Jakarta: Yayasan Ukhuwah Insaniah.

Djatnika, Rachmat, et al. 1991. Hukum Islam Di Indonesia Perkembangan Dan Pembentukan.
Bandung: Remaja Rosdakarya

Kaelany, Mujilan, et al. 2017. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Agama
Islam. Depok: Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai