Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH TINDAKAN PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA

LANSIA IMOBILISASI

Sulidah 1, Susilowati 1
1
Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Borneo Tarakan, Kalimantan Utara
E-mail: sulidah@borneo.ac.id

ABSTRAK
Latar Belakang: Dekubitus merupakan masalah yang sering ditemukan pada lansia imobilisasi.
Dekubitus berdampak pada penurunan kualitas hidup lansia. Seringkali dekubitus menimbulkan
komplikasi infeksi yang bila pengelolaanya tidak adekuat bisa mengakibatkan bakteriemia
hingga menyebabkan kematian. Tindakan pencegahan penting dilakukan guna
mempertahankan kualitas hidup lansia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh tindakan pencegahan terhadap
kejadian dekubitus pada lansia imobilisasi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimen dengan pendekatan one group pre
test – post test design. Populasi penelitian ini adalah lansia yang mengalami imobilisasi di
wilayah kerja Puskesmas Karang Rejo Kota Tarakan. Besar populasi tidak diketahui secara
pasti sehingga pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non random sampling dengan
metode consecutive sampling. Besar sampel 18 subjek yang diperoleh selama tiga bulan.
Subjek diberikan intervensi berupa tindakan pencegahan dekubitus yang dilakukan oleh peneliti
dan tim teknis. Instrumen penelitian berupa lembar observasi untuk membandingkan kondisi
kulit sebelum dan sesudah intervensi. Teknik analisis yang digunakan adalah uji Wicoxon.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan pencegahan yang dilakukan dapat
menghindarkan lansia imobilisasi dari kejadian dekubitus. Terjadi perbaikan kondisi kulit
setelah tindakan pencegahan dibanding sebelumnya dengan tingkat signifikansi 0,000 (p <
0,05.
Kesimpulan: Penelitian ini mampu membuktikan manfaat tindakan pencegahan terhadap
kejadian dekubitus pada lansia imobilisasi.

Kata Kunci: Dekubitus, Imobilisasi, Lansia, Tindakan Pencegahan

PENDAHULUAN menghilang akibat perubahan fungsi


Dekubitus merupakan masalah fisiologik (Gilang, 2007).
kesehatan sekunder yang terjadi sebagai Imobilisasi dapat menimbulkan
dampak lanjut terhadap masalah kesehatan berbagai masalah pada lansia. Menurut
yang menyebabkan penderita mengalami Zelika (2010) akibat yang ditimbulkan antara
imobilisasi. Dekubitus dapat terjadi pada lain infeksi saluran kemih, sembelit, infeksi
semua kelompok usia, tetapi akan paru, gangguan aliran darah, dekubitus,
menjadi masalah yang khusus bila terjadi atropi otot, dan kekakuan sendi. Masalah-
pada seorang lanjut usia (lansia). masalah tersebut dapat berakibat serius bagi
Kekhususannya terletak pada insiden lansia, bahkan dapat berakhir dengan
kejadiannya yang erat kaitannya dengan kematian. Imobilisasi juga sering
imobilisasi (Martono, 2014). Imobilisasi mengakibatkan timbulnya komplikasi berupa
merupakan ketidakmampuan transfer atau osteoporosis, dekubitus, gangguan
berpindah posisi atau tirah baring selama 3 keseimbangan nitrogen, konstipasi,
hari atau lebih, dengan gerak anatomik tubuh kelemahan, dan perubahan psikologik.

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 3, DESEMBER 2017 | Halaman 161
Sulidah, Susilowati │ Pengaruh Tindakan Pencegahan terhadap Kejadian Dekubitus pada Lansia
Imobilisasi

Dalam hal ini dekubitus merupakan dengan kulit kemerahan yang tidak hilang
permasalahan yang paling sering terjadi dengan ditekan, terlokalisasi, biasanya
pada lansia imobilisasi. terjadi pada tempat penonjolan tulang.
Dekubitus merupakan kondisi dimana Pigmen kulit tampak lebih gelap dan
terjadi kerusakan atau kematian kulit sampai berbeda dari area sekitarnya, kulit terasa
jaringan dibawahnya bahkan dapat nyeri jika diraba dan teraba hangat.
menembus otot sampai mengenai tulang. Stadium II ditandai dengan adanya
Menurut Al Kharabsheh et.al (2014), kerusakan sebagian dermis, tampak adanya
dekubitus terjadi sebagai akibat adanya luka atau kulit tampak rusak dengan warna
penekanan pada suatu area secara terus luka merah, tidak ada nanah pada luka, luka
menerus sehingga mengakibatkan gangguan dapat berisi cairan serum atau berbentuk
sirkulasi darah setempat. Timbulnya luka bula. Stadium III berupa kerusakan dan
dekubitus diawali dengan terjadinya kompresi nekrosis meliputi lapisan dermis dan jaringan
berkepanjangan pada jaringan lunak antara subkutan tetapi tidak melewatinya sampai
tonjolan tulang dan permukaan yang padat. terlihat fasia. Stadium IV merupakan
Menurut William et. al (2009), seorang lansia kehilangan lapisan kulit secara lengkap
mempunyai risiko untuk terjadinya dekubitus hingga tampak tendon, tulang, ruang sendi.
karena penurunan fungsi kulit, penurunan Pencegahan merupakan faktor penting
derajat toleransi jaringan terhadap tekanan pada lansia imobilisasi guna menghindarkan
dan penurunan persepsi sensori. risiko dekubitus. Risiko terbesar terhadap
Insiden dan prevalensi dekubitus di dekubitus terjadi akibat tekanan pada kulit
Indonesia mencapai 40% atau yang tertinggi yang menonjol dalam rentang waktu yang
diantara negara-negara besar ASEAN cukup lama. Menurut Ginsbreng (2008),
lainnya. Menurut Bujang, Aini & proses terjadinya dekubitus dimulai dengan
Purwaningsih (2013), kejadian dekubitus adanya tekanan pada permukaan tubuh yang
terdapat pada tatanan perawatan akut (acut menonjol yang secara berangsur-angsur
care) sebesar 5-11%, pada tatanan menyebabkan gangguan sirkulasi darah
perawatan jangka panjang (long term care) setempat; dan bila berlangsung lebih lama
sebesar 15-25%, dan tatanan perawatan maka area tersebut akan mengalami defisit
dirumah (home health care) sebesar 7-12%. nutrisi sehingga perlahan terjadi kematian
Khusus kejadian dekubitus pada perawatan jaringan/nekrosis. Tindakan pencegahan
dirumah, diperkirakan lebih dari 53% insiden dapat dilakukan dengan merubah posisi tirah
dekubitus terjadi pada kelompok lansia akibat baring secara berkala dan teratur serta
imobilisasi. menjaga kulit untuk tetap bersih.
Gradasi dekubitus dibedakan oleh Pencegahan dekubitus dapat
National Pressure Ulcer Advisory Panel dilakukan dengan berbagai upaya.
(NPUAP, 2009) menjadi empat stadium Heineman (2010) menjelaskan prosedur
berdasarkan kedalaman jaringan yang pencegahan dekubitus dengan mengutip
mengenainya yaitu Stadium I yang ditandai panduan praktik klinik America Health of

Care Plan bahwa intervensi


Resources (AHCPR) yang dapat
MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 3, DESEMBER 2017 | Halaman
Sulidah, Susilowati │ Pengaruh Tindakan Pencegahan terhadap Kejadian Dekubitus pada Lansia
Imobilisasi

digunakan untuk tersebut merupakan METODE


suatu intervensi
mencegah sesuatu yang Penelitian ini pada kelompok
dekubitus terdiri langka. menggunakan responden.
dari tiga kategori. Ketidakmampuan desain pra
Intervensi pertama lansia dan keluarga eksperimen one- Kelompok
ialah perawatan serta keterbatasan group pre test-post
responden
kulit dan pengetahuan test design, yaitu
diobservasi
penanganan dini keluarga
peneliti ingin
sebelum dan
meliputi mengkaji menjadi melakukan
sesudah intervensi
risiko klien terkena penyebabnya.
untuk selanjutnya
dekubitus, Bagaimanapun,
dilihat perbedaan
perbaikan keadaan lansia sangat
kondisi responden
umum penderita, tergantung pada
sebelum dan
pemeliharaan, bantuan orang lain
sesudah intervensi
perawatan kulit untuk melakukan
berupa tindakan
yang baik, mobilisasi. Oleh
pencegahan
pencegahan karena itu perawat
dekubitus. Populasi
terjadinya luka perlu mengajarkan
penelitian ini
dengan perubahan pada keluarga atau
adalah masyarakat
posisi tirah baring penjaga lansia
lansia yang tinggal
dan masase tubuh. tentang tindakan
di wilayah kerja
Intervensi kedua pencegahan
Puskesmas Karang
yaitu dekubitus pada
Rejo Kota Tarakan.
meminimalisasi lansia imobilisasi
Kriteria inklusi
tekanan dengan dengan melakukan
ditetapkan adalah
matras atau alas perubahan posisi
lansia yang
tempat tidur yang secara berkala.
mengalami
baik. Intervensi Penelitian ini
imobilisasi dan
yang ketiga yaitu bertujuan untuk
menjalani
edukasi pada klien membuktikan
perawatan selain di
dan support pengaruh tindakan
unit pelayanan
system. pencegahan
kesehatan.
Tindakan terhadap kejadian
Besar
pencegahan dekubitus pada
sampel ditetapkan
decubitus sudah lansia imobilisasi
18 subjek dengan
sering dilakukan pada tatanan
mengacu pada
baik di panti jompo komunitas di wilayah
pendapat Gay
dan lebih-lebih di kerja Puskesmas
sebagaimana
rumah sakit; tetapi Karang Rejo
dikutip oleh
pada tatanan Tarakan.
Setyawati (2011)
komunitas hal
bahwa ukuran
MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 3, DESEMBER 2017 | Halaman
Sulidah, Susilowati │ Pengaruh Tindakan Pencegahan terhadap Kejadian Dekubitus pada Lansia
Imobilisasi

minimal sampel kali yaitu sebelum


untuk penelitian dan sesudah
metode intervensi.
eksperiman Intervensi yang
adalah 15 subjek. diberikan berupa
Peneliti tindakan
menggunakan pencegahan
teknik dekubitus selama
consecutive paling sedikit
sampling dan sepuluh hari. Data
menetapkan dianalisis dengan
kurun waktu tiga uji statistik
bulan untuk bertingkat dari
pengambilan Wilcoxon.
sampel, yaitu
bulan Mei sampai HASIL
Juli 2017. Peneliti
Instrumen menemukan
yang digunakan lansia berjenis
pada penelitian kelamin
ini diadopsi dari perempuan adalah
Reuben (2015). yang terbanyak-
Penilaian
dilakukan dengan
Skor Norton.
Lembar
observasi
digunakan untuk
mengetahui
kondisi kulit
responden
sebelum dan
sesudah
mendapatkan
intervensi berupa
tindakan
pencegahan
dekubitus. Setiap
responden
dilakukan
pengamatan dua

MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 15 No 3, DESEMBER 2017 | Halaman


Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi Persentase
Usia
60 - 70 Thn 10 55,5%
71 - 80 Thn 5 27,8%
> 80 Thn 3 16,7%
Jenis Kelamin
Laki-laki 7 38,9%
Perempuan 11 61,1%
Tingkat Pendidikan
<SD 4 22,2%
SD 8 44,4%
SLTP 4 22,2%
SLTA 2 11,1%
Penyakit
HT 4 22,2%
Jantung 2 11,1%
Stroke 4 22,2%
DM 6 33,3%
Paru 1 5,6%
Liver 1 5,6%
Total 18 100%

mengalami imobilisasi yaitu 11 responden diabetes mellitus (DM) yaitu sebanyak 6


(61,1%), sedang lansia laki-laki yang responden (33,3%); stroke dan hipertensi
mengalami imobilisasi berjumlah 7 masing-masing terdapat 4 responden
responden (38,9%). Berdasarkan usia (22,2%). Penyakit paru dan liver merupakan
teridentifikasi lansia berusia 60-70 tahun yang paling sedikit diderita, yaitu masing-
adalah yang terbanyak mengalami keadaan masing 1 responden (5,6%) (tabel 1).
imobilisasi yaitu 10 responden (55,5%); Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sedangkan lansia yang berusia 71-80 tahun sebagian besar lansia masih memiliki tingkat
dan lebih dari 80 tahun terdapat 8 responden kesadaran yang baik (compos mentis)
(44,4%). dengan lama imobilisasi umumnya antara 1-2
Tingkat pendidikan responden minggu. Terdapat 12 dari 18 responden
umumnya rendah dibuktikan dengan hanya (66,7%) memiliki tingkat kesadaran penuh
didapat 2 responden (11,1%) dengan tingkat (compos mentis), 2 responden (11,1%)
pendidikan SLTA; selebihnya terdapat 4 dalam keadaan apatis, dan masing-masing 1
responden (22,2%) berpendidikan SLTP, 8 responden (5,6%) dalam keadaan somnolen,
responden (44,4%) berpendidkan SD, dan 4 spoor, dan delirium. Tingkat kesadaran
responden (22,2%) tidak sekolah atau tidak berkorelasi dengan kejadian dekubitus,
lulus SD. karena semakin buruk tingkat kesadaran
Seluruh responden penelitian ini maka semakin besar peluang untuk terjadi
memiliki penyakit yang memberi kontribusi dekubitus.
besar terhadap keadaan imobilitas yang Lama imobilisasi juga berbanding lurus
dialaminya, selain akibat proses penuaan. dengan kejadian dekubitus. Semakin lama
Penyakit terbanyak yang diderita adalah imobilisasi berarti peluang terjadinya-
Gambar 1. Tingkat Kesadaran dan Lama Imobilisasi Responden

dekubitus semakin besar. Pada penelitian ini Berdasarkan penelitian menemukan


terdapat 7 orang (38,9%) responden sebelum dilakukan intervensi berupa
mengalami imobilisasi selama 1-2 minggu tindakan pencegahan dekubitus kondisi kulit
dan 5 orang (27,8%) responden mengalami responden hampir seluruhnya dalam kondisi
imobilisasi selama 2-3 minggu. Responden buruk, yaitu 11 responden (61%) mempunyai
dengan imobilisasi terlama berlangsung lebih kondisi kulit kurang dan 6 responden (33%)
dari 4 minggu yaitu sebanyak 1 orang (5,6%) mempunyai kondisi kulit sangat kurang.
(gambar 1). Kondisi kulit responden sebagian besar
Pada penelitian ini, sebagian besar mengalami perubahan menjadi kondisi baik
responden memiliki risiko untuk terjadinya sesudah dilakukan intervensi tindakan
dekubitus yang dibuktikan dengan skor pencegahan dekubitus. Setelah tindakan
Norton 9-13 sebanyak 11 orang (61%) dan pencegahan, sebagian besar lansia memiliki
sebanyak 7 orang (39%) memiliki risiko kondisi kulit yang baik yaitu 13 responden
sangat tinggi untuk terjadi luka dekubitus (72%), 4 responden (22%) memiliki kondisi
dibuktikan dengan skor Norton kurang dari 9. kulit cukup, dan tidak satupun responden
Diantara 7 responden tersebut bahkan memiliki kondisi kulit kurang atau buruk. Hasil
terdapat tiga responden yang sudah analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon
mengalami kemerahan hingga lecet, diperoleh nilai Z -3,898b dengan nilai
meskipun belum menjadi luka dekubitus. signifikansi p=0,000 yang berarti bahwa
Salah satu faktor penting yang tindakan pencegahan yang dilakukan terbukti
mempengaruhi terjadinya dekubitus adalah secara signifikan dapat mencegah terjadinya
kelembaban. dekubitus pada lansia imobilisasi (gambar 2).
Gambar 2. Analisis Perbandingan Kondisi Kulit Sebelum dan Sesudah Intervensi
(Z score: -3,898b, p-value: 0,000)

PEMBAHASAN respon inflamatori, serta penurunan kohesi


Imobilisasi merupakan faktor penting antara epidermis dan dermis. Risiko tersebut
untuk terjadinya dekubitus. Imobilisasi dapat semakin meningkat karena pada lansia
terjadi pada siapa saja tanpa membendakan terjadi penurunan kemampuan fisiologis
jenis kelamin. Namun demikian pada tubuh antara lain berkurangnya toleransi
penelitian ini terdapat kecenderungan terhadap tekanan dan gesekan,
perempuan lebih besar risikonya mengalami berkurangnya jaringan lemak subkutan,
imobilisasi; hal ini berkaitan dengan usia berkurangnya jaringan kolagen dan elastin,
harapan hidup perempuan lebih tingggi serta menurunnya efisiensi kolateral kapiler
dibanding laki-laki. Semakin tinggi usia pada kulit. Kemampuan lansia untuk
semakin besar pula ketidakmampuannya merasakan sensasi nyeri akibat tekanan
untuk mobilisasi akibat kelemahan dan berkurang sebagai dampak penurunan
penyakit yang dideritanya. Hasil yang sama persepsi sensori.
didapatkan dalam penelitian Mutia, Penyakit primer maupun sekunder
Pamungkas & Anggraini (2015) yang yang mungkin dialami lansia akan
menemukan responden perempuan adalah meningkatkan risiko kejadian dekubitus
yang terbanyak mengalami risiko dekubitus karena kondisi sakit menambah
akibat imobilisasi. ketidakmampuannya melakukan mobilisasi.
Menurut Revis (2015), usia merupakan Pada penelitian ini seluruh responden dalam
faktor intrinsik penyebab dekubitus karena keadaan sakit. Jenis penyakit terbanyak yang
pada usia lanjut telah terjadi penurunan dialami oleh lansia adalah diabetes mellitus,
elastisitas dan vaskularisasi sehingga stroke dan hipertensi. Penyakit-penyakit
meningkatkan resiko terjadi luka tekan. tersebut umumnya berkaitan dengan gaya
Akibat proses penuaan umumnya lansia hidup, pola makan dan aktifitas yang tidak
mengalami kehilangan elastisitas otot, sehat sejak usia belia. Hal tersebut
penurunan kadar serum albumin, penurunan menunjukkan tingkat pengetahuan lansia

tentang pola hidup sehat masih rendah. Rendahnya tingkat pengetahuan lansia
berbanding lurus dengan tingkat pendidikan
responden akibat proses penuaan maupun
mereka yang umumnya rendah.
akibat penyakit yang menyertainya.
Jenis penyakit yang dialami oleh lansia
Lama imobilisasi sangat berperan
sebagaimana yang terjadi pada responden terhadap timbulnya dekubitus. Semakin lama
penelitian ini umumnya dapat berakibat pada
lansia mengalami imobilisasi semakin besar
kerusakan syaraf penderitanya, misalnya pula risiko dekubitus. Menurut Suheri (2009),
stroke dan diabetes mellitus. Padahal
luka dekubitus akan muncul pada hari ke
kerusakan syaraf dapat menyebabkan lima setelah imobilisasi. Bahkan menurut
berkurangnya kemampuan untuk merasakan
penelitian Sabandar (2008) tanda-tanda
sensasi nyeri. Sudah pasti hal ini semakin dimulainya luka dekubitus sudah akan
meningkatkan risiko dekubitus. Pada
muncul setelah 6 jam imobilisasi. Namun
penelitian ini penyakit yang secara langsung demikian hal ini sangat tergantung dengan
menyebabkan imobisasi adalah stroke yang
upaya pencegahan yang dilakukan.
diderita oleh empat responden. Sedangkan Responden penelitian ini menjalani
penyakit lain meskipun tidak secara langsung
imobilisasi dengan perawatan dan
menyebabkan imobilisasi tetapi memperberat pencegahan dekubitus tidak standar. Hal ini
kondisi lansia; adapun penyebab utama
karena responden hanya menjalani
imobilisasi adalah kelemahan dan gangguan perawatan dirumah oleh anggota keluarga
penglihatan yang terjadi sebagai akibat
sendiri tanpa memiliki pengetahuan dan
proses penuaan. keterampilan yang memadai.
Tingkat kesadaran merupakan faktor
Perawatan dan tindakan pencegahan
penyebab imobilisasi yang menjadi penyebab
yang dilakukan keluarga terhadap lansia
pokok untuk terjadinya dekubitus. Semakin
imobilisasi pada penelitian ini tidak dilandasi
buruk tingkat kesadaran maka semakin besar
dengan pengetahuan dan keterampilan yang
peluang untuk terjadi dekubitus. Hal ini
memadai. Salah satu faktor yang tidak
berkaitan dengan ketidakberdayaan
diperhatikan oleh keluarga adalah aspek
penderita untuk melakukan perubahan posisi.
kelembaban; padahal kelembaban
Seseorang yang mengalami perubahan
berkontribusi besar terhadap timbulnya
kesadaran cenderung untuk memiliki
dekubitus. Ulkus dekubitus akan mudah
ketergantungan yang tinggi dalam
terjadi pada kulit dengan intensitas
pemenuhan kebutuhan, termasuk perubahan
kelembaban yang tinggi. Menurut Taghulihi
posisi. Meskipun responden penelitian ini
(2014) kulit yang lembab beresiko 7 kali lebih
umumnya masih memiliki kesadaran penuh
tinggi mengalami dekubitus. Keadaan
tetapi tingkat ketergantungan untuk
kelembapan kulit dapat berasal dari keringat,
melakukan perubahan posisi sangat tinggi.
linen yang basah atau keadaan
Hal ini berkaitan dengan kelemahan fisik
inkontinensia. Kelembaban yang tinggi dan
berlangsung dalam waktu yang cukup lama
akan menyebabkan erosi kulit sehingga

meningkatkan risiko terjadi luka terutama tindakan pencegahan yang adekuat. Pada
pada permukaan tubuh yang menonjol. penelitian ini, keluarga lansia telah melakukan
Dekubitus dapat dicegah melalui tindakan pencegahan dekubitus meskipun tidak
adekuat. Ketidaktahuan dan
antara sebelum dan sesudah dilakukan
ketidakmampuan keluarga melakukan
tindakan pencegahan. Sebelum tindakan
tindakan pencegahan dapat dipahami
pencegahan, kondisi kulit responden
mengingat keluarga lansia merupakan orang
umumnya dalam keadaan buruk. Beberapa
awam yang tidak terdidik sebagai tenaga
lansia bahkan kondisi kulitnya telah
kesehatan. Bukti bahwa keluarga lansia telah
mengalami kemerahan hingga lecet.
melakukan tindakan pencegahan berupa
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan
kondisi kulit lansia dihubungkan dengan lama
oleh keluarga dan atau pengasuh lansia
imobilisasi.
diperoleh informasi bahwa selama ini lansia
Responden penelitian ini telah
tidak mendapatkan perawatan maupun
mengalami imobilisasi lebih dari tiga hari
pencegahan dekubitus yang memadai.
dengan persentase terbanyak adalah antara
Keluarga hanya melakukan perawatan
1-2 minggu. Kondisi demikian sewajarnya
seadanya, antara lain menyeka dilakukan
telah terjadi luka dekubitus bila tidak
sekali dalam 1-2 hari; perubahan posisi
dilakukan tindakan pencegahan. Sebagai
dilakukan hanya ketika membantu
pembanding, peneliti telah mengeksklusikan
pemenuhan kebutuhan dasar; tidak pernah
dari penelitian ini beberapa lansia imobilisasi
dilakukan perawatan kulit; penggantian sprey
karena telah terjadi luka dekubitus meskipun
paling cepat sekali seminggu atau ketika
lama imobilisasi baru berlangsung kurang
basah; dan seringkali membiarkan adanya
dari satu minggu. Tidak adekuatnya tindakan
lipatan-lipatan alas tidur lansia.
pencegahan dekubitus yang dilakukan oleh
Risiko terjadinya dekubitus menurut
keluarga juga tercermin dari risiko dekubitus
Reuben (2015) dibedakan menjadi dua
yang tinggi pada responden berdasarkan
faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor
skor Norton. Menurut Irawan (2010)
ekstrinsik. Termasuk faktor intrinsik adalah
perubahan posisi tirah baring pada kondisi
imobilisasi, meningkatnya usia, keadaan
imobilisasi yang dilakukan setiap 2 jam
malnutrisi, kelembaban, diabetes mellitus,
secara teratur dan berkesinambungan dapat
penyakit stroke, penurunan tekanan darah,
menghindarkan penderita dari penekanan
peningkatan suhu tubuh, dan ras kulit putih.
yang lama pada bagian tubuh tertentu yang
Termasuk faktor ekstrinsik adalah tekanan,
dapat berakibat terjadinya luka.
gesekan, dan geseran. Penjelasan sejenis
Keberhasilan tindakan pencegahan
dikemukakan oleh Jatmiko (2012) bahwa
yang dilakukan pada penelitian dapat dilihat
penurunan persepsi sensori dan penurunan
dari perubahan kondisi kulit responden
derajat toleransi jaringan terhadap tekanan
juga merupakan faktor risiko terjadinya
dekubitus pada lansia.
Dalam penelitian ini, kecenderungan
untuk terjadinya dekubitus pada lansia
sangat besar; hal ini karena seluruh faktor
risiko untuk terjadinya dekubitus dapat

ditemukan pada responden. Bertambahnya perubahan; lemak subkutan semakin menipis


usia akan menjadikan kulit mengalami mengakibatkan kulit tidak elastis lagi. Penipisan
jaringan epidermis dan hilangnya jaringan
Wilcoxon dengan p < 0,05 diperoleh tingkat
bantalan pada kulit menyebabkan kulit akan
signifikansi 0,000 yang berarti tindakan
mudah mengalami kemerahan dan mudah
pencegahan yang dilakukan bermakna
terkelupas bila ada penekanan. Status nutrisi
secara signifikan untuk mencegah terjadinya
yang kurang pada sebagian responden juga
dekubitus pada lansia imobilisasi. Hal ini
sangat mempengaruhi kondisi kulit. Keadaan
sesuai dengan pernyataan National Pressure
hypoproteinemia yang sering terjadi pada
Ulcer Advisory Panel (2009) bahwa kejadian
lansia akan merubah keseimbangan tekanan
dekubitus dapat diperbaiki dengan menjaga
osmotik dan bisa menyebabkan terjadinya
keutuhan kulit melalui serangkaian
pembengkakan. Jaringan yang bengkak akan
perawatan kulit secara intensif. Tindakan
mudah mengalami kerusakan dan secara
tersebut juga dapat difungsikan sebagai
berangsur akan terjadi lecet.
upaya pencegahan terhadap kejadian
Perbaikan kondisi kulit lansia setelah
dekubitus pada seseorang yang mengalami
setelah tindakan pencegahan dekubitus
imobilisasi.
dimungkinkan karena jadwal pemberian
Tindakan pencegahan merupakan
intervensi dilakukan secara ketat, disertai
langkah pertama yang harus dilakukan untuk
upaya pencegahan yang dapat memperbaiki
menghindari terjadinya luka tekan.
kelembaban, sirkulasi dan kondisi kulit.
Terhindarnya lansia dari keadaan dekubitus
Peneliti melakukan pengkajian faktor risiko
memberi kontribusi bagi lansia untuk
secara berkesinambungan selama rentang
mempertahankan kualitas hidup yang baik.
waktu pemberian intervensi. Hasil pengkajian
Dalam hal ini lansia terhindar dari
tersebut selanjutnya digunakan sebagai
ketidaknyamanan, sedangkan keluarga dapat
pedoman untuk melakukan upaya perbaikan
menghemat biaya perawatan dibandingkan
dan pencegahan lebih dini sehingga
jika lansia mengalami dekubitus. Leir (2010),
kerusakan kulit yang mengarah pada
menyatakan bahwa keluarga dapat
keadaan dekubitus dapat dihindarkan.
menghabiskan setidaknya dua pertiga dari
penelitian ini juga memberi bukti bahwa
pendapatan keluarga perbulan untuk
perawatan kulit yang dilakukan secara
melakukan perawatan dekubitus; tidak
kerkesinambungan dapat memperbaiki
termasuk jika luka dekubitus mengakibatkan
kondisi kulit yang sudah mengalami proses
komplikasi lain; sudah pasti kebutuhan akan
kerusakan.
biaya perawatan semakin tinggi.
Hasil uji statistik tentang pengaruh
Heineman (2010) menjelaskan bahwa
tindakan pencegahan terhadap perubahan
prinsip pencegahan dekubitus adalah
kondisi kulit lansia menggunakan uji
menghindarkan kulit dari adanya tekanan
yang berlangsung dalam interval waktu yang
lama atau geseran yang berulang.
Perawatan kulit juga diperlukan agar sirkulasi
jaringan kulit menjadi lancar. Umumnya
tindakan pencegahan perawatan kulit

dilakukan dengan memandikan lansia atau bila perlu, melakukan masase ringan dan
dengan air hanyat minimal dua kali sehari pemberian lotion pada permukaan kulit yang
beresiko. Perlakuan tersebut diperlukan
melakukan perawatan kulit secara periodik.
untuk merangsang peredaran darah
Keluarga juga menjadi support sistem yang
sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke
sempurna bagi lansia imobilisasi, terutama
jaringan lebih lancar.
dalam pemenuhan nutrisi dan pemenuhan
Pemberian nutrisi yang adekuat sangat
kebutuhan dasar lainnya.
diperlukan untuk mencegah kerusakan
Keterlibatan keluarga dalam
jaringan dan peningkatan respon imun tubuh.
memberikan intervensi adalah sebagai upaya
Menjaga kelembaban kulit dari keringat
memandirikan keluarga dalam melakukan
maupun adanya inkontinensia urin dapat
tindakan pencegahan dekubitus pada lansia
meningkatkan peregangan kulit dari
imobilisasi. Perawat komunitas yang ada di
rangsangan eksternal sehingga akan
puskesmas bertanggungjawab melakukan
mencegah kerusakan akibat adanya gesekan
transfer pengetahuan kepada masyarakat
ataupun tekanan dari luar. Perubahan posisi
diwilayah kerjanya. Puskesmas diharapkan
minimal setiap dua jam secara kontinyu atau
mampu melaksanakan dan mengembangkan
pemberian bantalan lembut didaerah yang
program perawatan kesehatan masyarakat
beresiko akan mengurangi beban tubuh pada
(Perkesmas) yang telah terbukti mampu
satu lokasi sehingga tekanan yang ada dapat
memberikan daya ungkit terhadap berbagai
dikurangi. Pendidikan kesehatan pada
masalah kesehatan masyarakat, termasuk
keluarga tentang pencegahan dekubitus
dalam program pencegahan kejadian
dapat menunjang upaya pencegahan yang
dekubitus pada lansia imobilisasi. Keluarga
dilakukan. Keterlibatan keluarga dalam
yang mampu melakukan tindakan
melakukan tindakan pencegahan dekubitus
pencegahan dekubitus secara mandiri akan
akan berdampak positif bagi lansia maupun
meringankan beban perawat komunitas
bagi keluarga.
sehingga memiliki kesempatan untuk
Lama imobilisasi mempengaruhi risiko
menyelesaikan masalah kesehatan lainnya.
terjadinya dekubitus. Semakin lama
Tindakan pencegahan dekubitus yang
seseorang mengalami imobilisasi maka risiko
dilakukan pada penelitian ini meliputi
dekubitus juga semakin besar. Keluarga
perubahan posisi tirah baring setiap 2 jam
mempunyai peran penting dalam
sekali, menjaga kelembaban kulit, menjaga
pencegahan dekubitus pada lansia
kebersihan tubuh penderita, menggunakan
imobilisasi pada tatanan perawatan
kasur angin, memasang bantalan donat anti
komunitas. Oleh karena itu pada penelitian
dekubitus pada bagian tubuh yang menonjol,
ini peneliti melibatkan keluarga dalam
melakukan latihan ROM pasif, dan melakuan
memberikan intervensi tindakan pencegahan
massage ringan. Penggunaan kasur angin
dekubitus melalui perubahan posisi dan
dan bantalan donat dimaksudkan untuk
menghindarkan lansia dari tekanan, menjaga
postur tubuh dan meningkatkan rasa
nyaman. Pemberian lotion pelembab
dimaksudkan untuk menjaga kulit dari

kekeringan yang dapat mempercepat kelembaban kulit tetap dalam batas normal.
timbulnya erosi kulit sekaligus menjaga Kelembaban yang berlebihan dapat
menyebabkan kulit mudah mengalami
DAFTAR PUSTAKA
pergesekan (friction) dan perobekan (shear) Al Kharabsheh, M., Alrimawi, R., Al Assaf, R.,
yang memungkinkan terjadinya luka Saleh, M. 2014. Exploring Nurses'
Knowledge and Perceived Barriers to
dekubitus. Latihan ROM pasif dilakukan Carry Out Pressure Ulcer Prevention
untuk menghindarkan lansia dari kontraktur and Treatment, Documentation, and
Risk Assessment. American
dan atropi otot. Perubahan posisi tirah baring International Journal of Contemporary
secara teratur dalam interval waktu 2 jam Research, 4 (4), p. 112 – 119.
Bujang, Aini& Purwaningsih (2013).
sekali diyakini dapat menghindarkan Pengaruh alih baring terhadap kejadian
terjadinya luka dekubitus. Tindakan ini dekubitus pada pasien Stroke yang
mengalami hemiparesis di ruang
merupakan penekanan tindakan pencegahan Yudistira RSUD Semarang. Jurnal Mitra
dekubitus pada penelitian ini. Peneliti Sehat Volume 3 Halaman 26 – 32. Demarre,
L. 2011. Pressure Ulcers:
melakukan setiap tindakan secara hati-hati Knowledge and Attitude of Nurses and
dan menunjukkan sikap empati untuk Nursing Assistants in Belgian Nursing
Homes. Brussel.Journal of Clinical
memastikan lansia mendapatkan tindakan Nursing.
pencegahan secara benar dan akurat. Gender. Pressure Ulcer Prevention and
Management. 2008. [cited 2017 Oct 29].
Available from: www.emedicine.com.
KESIMPULAN DAN SARAN Gilang P. 2007. Imobilisasi Pada Lansia :
Pendekatan dan Pencegahan
Sebagian besar lansia memiliki risiko Komplikasi. Jakarta : UI Press.
untuk mengalami dekubitus dibuktikan Ginsbreng. 2008. Lecture Notes Neurologi.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
dengan Skor Norton seluruh responden Heineman, A. 2010. Dekubitus Ulcers:
kurang dari 14. Tindakan pencegahan yang Pathophysiology and Primary
Prevention. Munich. Journal of
dilakukan terbukti secara signifikan dapat Deutsches Arzteblatt International.
mencegah terjadinya dekubitus pada lansia Irawan A. 2010. Hubungan Lama Hari Rawat
Dengan Terjadinya Dekubitus Pada
imobilisasi, p<0,05. Pasien Yang Dirawat di Ruang ICU
Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti RSUP dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Kuala Kapuas Banjarmasin: Universitas
merekomendasikan agar tindakan Muhammadiyah Banjarmasin.
pencegahan dibuat sebagai sebuah prosedur Leir, E., D. 2010. Pressure Ulcers For
Nursing Assistants and Family
tetap dalam perawatan penderita imobilisasi, Caregivers. Stop Pain.org. [cited 2017
khususnya pada lansia. Pada tatanan Oct 30] Available from:
www.stoppain.org/pressureulcers/comm
komunitas, puskesmas melalui perawat on/pdf/BIMC_caregiver.pdf
komunitas bertanggungjawab melakukan Martono, H. 2014. Buku Ajar Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut) Edisi ke-4.
transfer pengetahuan tentang tindakan Jakarta: Fakultas Kedokteran
pencegahan dekubitus pada pasien Universitas Indonesia.
Mutia, L., Pamungkas, K.A., Anggraini, D.
imobilisasi kepada keluarga penderita. 2015. Profil Penderita Ulkus Dekubitus
YangMenjalani Tirah Baring Di Ruang
Rawat Inap RSUD Arifim Achmad
Provinsi Riau Periode Januari 2011 –
Desember 2013. JOM FK Volume 2 No.
2.
National Pressure Ulcer Advisory Panel.
Pressure Ulcers: Incidence, Economics,
Risk Assessment. Consensus
Development Conference Statement. from: http://www.npuap.org/wp-content/
2009. [cited 2017 Oct 30]. Available uploads/2012/03/Final-2009-Treatment-
technical-Report1.pdf.
Pasien Imobilisasi di RSUP Haji Adam
Reuben B. 2015. Geriatric at Your Fingertips.
MAlik Medan [Skripsi]. Medan: Fakultas
New Jersey : Excerpta Medica, Inc. A
Keperawatan.
Reed Elsevier Company.
Taghulihi, M.M., K. Pandelaki, dan R. Hamel.
Revis R et al (2015). Dekubitus Ulcer.
2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
www.healthline.com.
Dengan Kejadian Dekubitus Di Irina F
Sabandar, AO. 2008. Ulkus Dekubitus. Jurnal
Neurologi BLU RSUP Prof Dr R. D.
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Kandou Manado. E_Ners UNSRAT, Vol
Setyawati, N. 2011. Penelitian Kesehatan.
1, No. 1.
Jakarta : Prima Nusantara.
William et.al. 2009. Principles of Geriatric
Suheri. 2012. Gambaran Lama Hari Rawat
Medicine and Gerontology. New York:
Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada
McGraw-Hill.
Zelika, DP. 2010. Perawatan Kesehatan
Pada Usia Lanjut. Jakarta : Sinar
Harapan.

Anda mungkin juga menyukai