Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVATION MIOCARD INFARK (STEMI)

A. Definisi
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke
jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh
darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil
aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya
yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit
sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori,
yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark
miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan myocardium, sehingga tidak ada elevasi
segmen ST pada EKG. Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat
gangguan aliran darah ke otot jantung (Kapita Selekta : 437).
Infark miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen yang berkepanjangan (Corwin : 367).
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah korener
berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan
krisis arteri koroner karena arterosklerosis atau penyumbatan total arteri
oleh emboli atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa
diakibatkan oleh syok atau perdarahan (KMB 2 : 788).

B. Etiologi dan Faktor Risiko


Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya
rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus,
terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya
STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan
penyakit dalam lainnya.Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini
dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat
dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.
1. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a) Usia
Walaupun akumulasi plak atheroscleroticmerupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai
lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan
organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu,
pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada
pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).
b) Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali
jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan
atherosclerosismeningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan
dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon
estrogen (Kumar, et al., 2007).
c) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang
kulit putih.
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah :
a) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau
trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar
kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit
arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi
bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL
dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arterikoronaria,
sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai
faktor pelindung terhadap penyakit ini.
b) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan
darah systole maupun diastolememiliki peran penting. Hipertensi
dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar
60% dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa
perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena
IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat
meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007).
c) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi
rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan
keparahan atherosclerosispada wanita. Penggunaan rokok dalam
jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD
sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara
substansial (Kumar, et al., 2007).
d) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard
dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes
daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada
seseorang yang menderita diabetes mellitus
e) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung
koroner.
f) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin
yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada
pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam
dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan
seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik
nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun
biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih
lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau
epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga
dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri
sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan
ansietas(Fauci, et al., 2007).
2. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang
menunjukkan ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor
yang berhubungan dengan keluarnya keringat dan dingin pada
ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien dengan STEMI. Nyeri
dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan diaphoresis
menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien
menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama
satu jam pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior
memiliki manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia
dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark inferior
menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau
hipotensi).Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit
untuk dipalpasi. Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara
adanyaS3 dan S4, penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan
paradoxical splitting dari S2.Selain itu juga sering terjadi penurunan
volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya penurunan stroke
volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 380C mungkin
ditemukan selama satu minggu post STEMI.

D. PATOFISIOLOGI
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-
tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya
mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri
koroner berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan
vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi
ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami rupture sehingga
komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang
mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus
(thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat
rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet
monolayer terbentuk pada tempat terjadinya rupture plak, beberapa agonis
(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah
stimulasi agonis platelet, thromboxane A2(vasokonstriktor local yang kuat)
dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis
meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini
akan membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah
molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara
simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade
koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel
endotel yang rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII
dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner seringkali
mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan
benang-benang fibrin. Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi
karena emboli arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan
berbagai penyakit sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan
myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung pada

a. Daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi


b. Apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
c. Durasi oklusi coroner
d. Kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada
jaringan yang terkena
e. Kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun
secara tiba-tiba
f. Faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
g. Keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada
arteri koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat
dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan
indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Adanyaelevasi segmen ST pada sadapan tertentu
a. Lead II, III, aVF : Infark inferior
b. Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
c. Lead V2-V4 : Infark anterior
d. Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
e. Lead I, aVL : Infark high lateral
f. Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
g. Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
h. Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac BiomarkerBeberapa protein tertentu, yang disebut
biomarker kardiak, dilepas dari otot jantung yang mengalami nekrosis
setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda,
tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan
limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer
ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium
dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a. cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I
(cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini
yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan
dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan
antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI
secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi
meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai
normal pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai
pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap
meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
b. CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan
umumnya kembali normal setelah 48-72 jam.
Pengukuranpenurunantotal CK pada STEMI memiliki spesifisitas
yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot
skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB
dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak
terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak.
Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan
peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.
3. Cardiac Imaging
a. Echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two- dimentional
echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien
STEMI.Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar
miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan
echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena
keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic
STEMI, deteksi awal aka nadaatau tidaknya abnormalitas pergerakan
dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk mengambil
keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi.
Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat
berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri
menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS.
Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel
kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada
ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat
mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua
komplikasi STEMI.
b. High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution
cardiac MRI.
c. Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan
pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.

4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi


Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan
leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah
onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali
mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat
secara lebih lambat dibandingkan dengan hitung sel darah putih,
memuncak selama minggu pertama dan kadang tetap meningkat selama 1
atau 2 minggu.
G. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung
adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia)
dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar
RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang
sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari
separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana
pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
a) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
b) Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakan resusitasi
c) Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih
d) Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang
dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
2. Hospital
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa
awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien
dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam
pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus
didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung
kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam
pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya
menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan
komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan diruangan dengan durasi
dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau
ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m
minimal tiga kali sehari.
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien
hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam
pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ±
300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori
total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat
tetapi rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri
seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplaioksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena
infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung,dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat
diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi
nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg
atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan.
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah
jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek
vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat
tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat
diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai
dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker.
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki
hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan
ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.

e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi
lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI)
yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat
melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).

H. KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena
ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan
jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan
ukuran dan lokasi infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru
dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai
kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.
Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantungkanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif, biasanyamengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran
setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel
dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi
koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan
hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya
kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui
dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat
berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang
berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan
diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru
menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk,
akibatnya terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupturnekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam
atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran
retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu
pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan
vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan
parut.Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan
massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat
berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung,
sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponadejantung ini akan
mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada
setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan
thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
ST ELEVATION MIOCARD INFARK (STEMI)
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No.RM, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias
dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
2. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
3. Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
a) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
c) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di
atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri
serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
d) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan
rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5
skala (0-5).
e) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri
oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya
lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai
infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan
pingsan.
4. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien
pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang
terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang
timbul.
5. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
6. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga takteratur. Tanda: takikardia, dispnea pada
istirahat/kerja.
7. Sirkulasi
Gejala:riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
a) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
b) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin
terjadi.
c) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
d) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
e) Friksi; dicurigai perikarditis.
f) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
g) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
h) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
8. Integritas ego
Gejala:menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatirtentang
keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
9. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
10. Makanan/cairan
Gejala:mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah,dan
perubahan berat badan
11. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
12. Neurosensori
Gejala:pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat
bangun(duduk/istirahat)
Tanda:perubahan mentaldan kelemahan
13. Nyeri/ketidak nyamanan
Gejala:Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin. Lokasi
nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke
tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk,
berat, menetap, tertekan. Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10,
mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM,
hipertensi dan lansia.
Tanda:Wajah meringis, perubahan postur tubuh. Menangis, merintih,
meregang, menggeliat.Menarik diri, kehilangan kontak mata
Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan,
warna kulit/kelembaban, kesadaran.
14. Pernapasan
Gejala:dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
15. Interaksi social
Gejala:stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
16. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
17. Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
a. Tingkat kesadaran
b. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
c. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
d. Bunyi jantung: S3dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
e. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan
pengobatan, perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit
setelah serangan miokard infark, menandakan ketidakefektifan
kontraksi ventrikel
f. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
g. Warna dan suhu kulit
h. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap
tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
i. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri
mesenterika merupakan potensial komplikasi yang fatal
j. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema,
adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan
oliguria
18. Pemeriksaan Diagnostik:
1. EKG
2. Echocardiogram
3. Lab (CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
1. Nyeri akutberhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi
arteri coroner
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan
paru tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari
edema paru akut
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik, otot infark, kerusakan structural
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,
misalnya vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan
miokard, efek obat depresan jantung
6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian
7. Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang
berhubungan dengan penolakan terhadap diagnosis miokard infark

C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
oklusi arteri coroner
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri
berkurang
Kriteria hasil:
a. Nyeri dada hilang/terkontrol
b. Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi
c. Klien tampak rileks,mudah bergerak
Intervensi:
a) Kaji keluhan pasien mengenai nyeri dada, meliputi : lokasi, radiasi,
durasi dan faktor yang mempengaruhinya.
Rasional: Data tersebut membantu menentukan penyebab dan efek
nyeri dada serta merupakan garis dasar untuk membandingkan gejala
pasca terapi.
b) Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi
kardiak.
Rasional:
Untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan istirahat fisik
juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung.
c) Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina
d) Rasional: Untuk membandingkan nyeri yang ada dari pola
sebelumnya,sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya
infark, emboli paru, atau perikarditis
e) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera
f) Rasional : Untuk memberi intervensi secara tepat sehingga
mengurangi kerusakan jaringan otot jantung yang lebih lanjut
g) Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan
nyaman Rasional: Menurunkan rangsang eksternal
h) Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan,perilaku
distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi
Rasional:Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri
Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik (Hipotensi
/depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian narkotik.
Dimana keadaan ini dapat meningkatkan kerusakan miokardia pada
adanya kegagalan ventrikel )
i) Kolaborasi dengan tim medis pemberian: Antiangina (NTG)
Rasional: Untuk mengontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner,
yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia
Penyekat β (atenolol) ( Untuk mengontrol nyeri melalui efek
hambatan rangsang simpatis, sehingga menurunkan fungsi jantung,
TD sistolik dan kebutuhan oksigen miokard Preparat analgesik
(Morfin Sulfat))
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
otot infark, kerusakan structural
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah
jantung adekuat
Kriteria Hasil:
a. TD, curah jantung dalam batas normal
b. Haluaran urine adekuat
c. Tidak ada disritmia
d. Penurunan dispnea, angina
e. Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Intervensi :
a) Pantau tanda vital: frekuensi jantung, TD,nadi
Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini
sehingga memudahkan dalam melakukan intervensi karena TD dapat
meningkatkan rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung
dipengaruhi.
b) Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4
Rasional: Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral
untuk S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel, dan
hipertensi pulmonal /sistemik
c) Auskultasi bunyi napas
Rasional: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan fungsi
miokard
d) Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan
kafein,kopi, coklat, cola
Rasional: Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan
frekuensi jantung
e) Kolaborasi:Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan
disritmia lanjut
f) Pertahankan cairan IV
Rasional: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada
disritmia/nyeri dada
g) Kaji ulang seri EKG
Rasional: Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/perbaikan
infark, fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit, dan efek terapi obat
h) Pantau laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit)
Rasional: Untuk mengetahui perbaikan/perluasan infark adanya
hipoksia,hipokalemia/hiperkalsemia
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tahap Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang telah
disusun / direncanakan.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap akhir proses keperawatan dengan 2 macam kriteria yaitu belum teratasi
dan terata
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C.. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc.
Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi 8.Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai