Makalah Tek. Rep (Andi Nurman Syah)
Makalah Tek. Rep (Andi Nurman Syah)
Disusun oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada saya untuk menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah
Tekhnologi Reproduksi Ternak. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Tekhnologi Reproduksi Ternak. Saya berharap makalah ini bisa
memberi banyak manfaat untuk setiap orang yang membacanya dan menambah
wawasan serta pengetahuan bagi kita semua. Tak lupa pula saya ucapkan banyak
terima kasih untuk setiap orang yang sudah mendukung serta membantu Saya
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada. Saya menyadari bahwa makalah
yang Saya buat ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu saya akan
menerima dengan senang hati setiap kritik dan saran yang membangun. Mohon
maaf jika masih banyak kekurangan dalam penulisan maupun isi dari makalah
saya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
kunci keberhasilan transfer embrio. Mengapa demikian? Itu dikarenakan
superovulasi adalah sumber dari embrio yang nantinya akan digunakan.
Superovulasi ini sendiri merupakan rangkaian dari TE yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan produksi induk betina.
superovulasi pada ternak adalah proses induksi hormon eksogen
kedalam tubuh ternak untuk meningkatkan jumlah oosit yang dilepaskan
mencapai dua belas (12) oosit dengan tujuan untuk meningkatkan
produktivitas dari ternak yang dipelihara (sapi, kambing, kuda, kerbau dan
sebagainya). Aplikasi atau penerapan merupakan tahapan yang sangat
menentukan keberhasilan superovulasi. Sebelum kita bisa menerapkan
teknologi superovulasi pada ternak tentunya kita harus mengetahui syarat-
syarat ternak yang bisa dijadikan sebagai donor dalam proses ini. Dalam
aplikasi superovulasi pada ternak kita akan dihadapkan pada tiga komponen
utama keberhasilan superovulasi .
dalam sebuah buku yang saya baca mengatakan pemberian hormon
secara eksogen seperti follicle stimulating hormone (FSH) dan pregnant mare
serum gonadotrophin (PMSG) baik intramuskuler, intrauterin maupun
intraovari (Price at al., 1999; Adriani et al., 2003; Duggavathi et al., 2005;
Gonzalez-Bulnes et al., 2004 ; Adriani et al., 2009). Semakin dekat titik
Pemberian hormon dengan sel target maka semakin sedikit konsentrasi
hormon yang diberikan (Adriani et al., 2009). Teknis pelaksanaan intraovari
dengan cara spuit yang berisi cairan hormon yang sudah dilengkapi dengan
jarum ukuran 22G diletakkan dalam selongsong logam dengan panjang 30 cm
dan diameter 1,8 cm. Sebuah batang pengendali jarum ujungnya diletakkan
pada pangkal spuit dan ujung lainnya mencuat sampai keluar selongsong.
Selongsong logam untuk memasukkan hormon dimasukkan ke dalam vagina
sampai dekat pangkal serviks, ovarium ditarik dengan tangan yang masuk
melalui rektum, ovarium didekatkan pada dinding vagina yang dekat dengan
pangkal serviks. Jarum ditusukkan menembus dinding vagina sampai ujung
jarum masuk ke dalam bagian medula dari ovarium (Adriani et al., 2009).
Keberhasilan superovulasi ini tergantung pada sapi donor yang digunakan,
hormone apa yang disuntikkan serta skill dari orang yang melakukan
superovulasi itu sendiri karena apabila sel telur atau ovulasi tidak tersedia
dalam jumlah banyak maka superovulasi dinyatakan tidak berhasil. Untuk
meningkatkan jumlah sel telur dan embrio maka diperlukan perlakukan induksi
superovulasi dengan hormone PMSG dan FSH yang dapat menghasilkan sel
telur dan embrio dalam jumlah yang banyak.
6
ovulasi perlu mendapatkan perhatian khusus Dalam pelaksanaan akhir
superovulasi, donor harus diamati tanda-tanda berahinya secara teliti. Dalam
suatu buku mengatakan ternak sapi yang disuperovulasi kadang-kadang tidak
memperlihatkan gejala berahi sejelas sapi berahi yang tidak disuperovulasi,
sehingga alat bantu deteksi estrus sangat bermanfaat. Sekitar 10% dari donor
tidak pernah memperlihatkan gejala-gejala berahi. Donor-donor yang tidak
memperlihatkan gejala berahi sebaiknya tidak dikawinkan.
Dalam buku itu juga mengatakan Waktu donor memperlihatkan gejala
berahi yang pertama atau awal berahi (standing estrus) adalah merupakan
data penunjang (point of reference) untuk menentukan waktu yang tepat untuk
IB. Ovulasi terjadi selama periode waktu tertentu, transport sperma dan ova
berubah pada donor yang disuperovulasi, karenanya disarankan untuk
mengawinkan atau menginseminasi lebih dari satu kali dan gunakan semen
dengan konsentrasi yang lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik dari
biasanya. Penggunaan semen cair yang baru ditampung (fresh semen)
adalah lebih baik dari semen beku, karena karena viabilitasnya lebih lama
dalam saluran reproduksi hewan betina. Untuk semen cair gunakan dengan
konsentrasi 50 x 106 motil spermatozoa per ml. Inseminasi dengan semen
cair ini dilakukan dua kali, pertama 12 jam dari awal berahi, kedua 24 jam dari
awal berahi, masing-masing satu dosis dengan konsentrasi 50 x 106 motil
spermatozoa per ml. Jika semen beku digunakan untuk IB, dapat dari ampul
maupun jerami plastik (straw). Biasanya semen beku memiliki konsentrasi
awal sebelum pembekuan paling sedikit 20 juta motil spermatozoa per dosis.
Apapun kemasan semen beku diharapkan dosis awal sebelum pembekuan
adalah 20 juta spermatozoa motil (tetapi ada juga yang memberi 25-30 juta
spermatozoa motil). Waktu inseminasi pertama adalah Transfer Embrio pada
Ternak Sapi 12 jam setelah awal berahi, IB kedua 12 jam kemudian masing-
masing satu dosis semen beku. Semen beku dalam kemasan jerami plastik
sistem Perancis (0,5 ml dan 0,25 ml), Kontinental (0,3 ml) maupun kemasan
ampul dicairkan dengan air hangat 35 oC (95 oF) selama 30 detik dan
secepat mungkin diinseminasikan. Konsentrasi setelah pencairan minimal
40% (ada juga yang membakukan 50%) spermatozoa harus motil. Pola
hormonal yang berubah akan menciptakan saluran reproduksi donor yang
disuperovulasi memiliki lingkungan yang kurang menguntungkan (more hostile
enviroment) dari pada ternak sapi yang tidak disuperovulasi, karenanya
penggunaan semen harus memiliki kualitas terbaik. Penggunaan semen
dengan kualitas buruk atau sedang sering menghasilkan ova yang tidak
terfertilisasi atau embrio yang berdegenerasi. Inseminator harus
menginseminasi dengan cara yang terbaik, sesteril mungkin karena stress
dari superovulasi menyebabkan saluran reproduksi bagian atas menjadi
sangat sensitif. Manipulasi yang kasar dan berlebihan dapat menyebabkan
7
kegagalan imbriae mengambil seluruh ova. Infeksi yang ditimbulkan pada
waktu inseminasi dapat menurunkan angka fertilisasi dan angka pemanenan.
Lagipula pada waktu inseminasi pertama, mungkin masih banyak folikel yang
belum ovulasi, karenanya saluran reproduksi jangan terlalu banyak
dimanipulasi untuk mencegah folikel ruptur. Selain itu, jika terjadi banyak
ovulasi dan ovaria membesar, terjadi perdarahan yang lebih dari pada normal
dan ukuran relatif dari organ berubah. Hal ini akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya perlekatan organ (adhesions) sebagai akibat
seringnya dilakukan inseminasi.
5. Evaluasi Embrio
9
dengan cara dan waktu kerja sama dengan sapi donor.
7. Pelaksanaan ET
Pelaksanaan ET:
a. Penyimpanan embrio dalam stral dilakukan secara makroskopis
b. Palpasi atau pemeriksaan pada ovarium penerima (resipien)
c. Meletakkan straw embrio pada gun ET
d. Masukkan secara hati-hati gun kedalam serviks resipien, lewati serviks
e. Arahkan ker cornea uterus yang CL siap
f. Lepaskan embryo secara perlahan dan hati-hati
B. Penerapan ET di Indonesia
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
BET. 2016. Standar Operasional Prosedur (Sop) Seksi Produksi Dan Aplikasi
(Pa). Bogor: Balai Embri Tertak Cipelang.
BET. 2021. Aplikasi Transfer Embrio Pada Ternak Sapi. Bogor: Balai Embrio
Ternak Cipelang.
13