TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Syarat Akhir Studi
dan Memperoleh Sebutan Ahli Madya
Program Studi Teknik Mesin
Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh :
1. Bagas Ivan Maulana NIM. 3.21.17.1.05
2. Fiki Andriawan NIM. 3.21.17.1.10
3. Manggala Anantaraja NIM. 3.21.17.0.12
4. Wahyu Setyawan NIM. 3.21.17.1.23
BAB I
PENDAHULUAN
pengolahan tepung ikan menjadi proses kering dan proses basah berdasarkan
kandungan lemak ikan, dimana proses basah dilakukan dengan perebusan. Ariyani
(2001), Basmal (2001), Murdinah (2001), Marsina dan Rahayu (2001) melakukan
penelitian pengolahan tepung ikan dengan proses perebusan yang dilanjutkan
dengan pengepresan, pengeringan dan penggilingan. Beberapa penelitian lain
menggunakan proses pengukusan (Windsor, 2001; Sipayung et al, 2015) dan
presto (Orlando,2008) sebagai proses utama untuk pembuatan tepung ikan.
Perbedaan proses pengolahan diduga mempengaruhi kualitas mutu tepung ikan
yang dihasilkan.
Berbagai jenis ikan laut dapat diolah menjadi tepung ikan. Akan tetapi yang
paling ekonomis adalah ikan-ikan kecil (rucah) yang kurang disukai untuk
dikonsumsi dan harganya relatif murah. Berdasarkan informasi yang didapat dari
studi literatur berdasarkan penelitian diketahui bahwa tepung ikan sangat baik
sebagai nutrisi tambahan pakan hewan ternak maupun ikan karena kadar
proteinnya paling lengkap dan tinggi serta mudah dicerna. Di sisi lain selama ini
pengolahan limbah ikan menjadi tepung ikan identik dengan kebutuhan alat yang
berukuran besar dan mahal. Akibatnya, hanya pengusaha yang lebih banyak
berperan dalam pengolahan ini daripada masyarakat. Minat masyarakat pada hal
tersebut cenderung kurang karena terkait kendala penyediaan alat dan pendanaan.
Dengan kondisi tersebut di atas maka diperlukan observasi dan penelitian untuk
menangani pengolahan limbah ikan khususnya untuk meningkatkan ekonomi dan
memaksimalkan hasil di kampung nelayan khususnya di kota Semarang. Sehingga
terwujudlah ide perencanaan dan pembuatan suatu mesin yaitu ” RANCANG
BANGUN MESIN PENGGILING LIMBAH IKAN KERING MENJADI
TEPUNG IKAN SEBAGAI PAKAN TERNAK DENGAN MOTOR BENSIN 5.5
HP”. Dengan harapan langkah konkret ini dapat dilakukan secara maksimal dan
dapat membantu dalam pencegahan permasalahan limbah ikan di wilayah nelayan
kota Semarang. Mesin ini direncanakan dapat mempercepat proses penggilingan
jauh lebih efektif dan menghaslkan tepung yang berkualitas.
3
1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan Tugas Akhir ini dapat dibagi menjadi dua yaitu, tujuan
akademis dan tujuan teknis.
1.4.1 Tujuan Akademis
Tujuan akademis dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah sebagai
berikut :
a) Melengkapi syarat membuat Tugas Akhir pada Program Studi Teknik
Mesin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang.
b) Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diperoleh selama studi pada Program Studi Teknik Mesin Jurusan
Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang.
4
1.5 Manfaat
Manfaat diadakanya pembuatan mesin penggiling limbah ikan dalam tugas
akhir ini diharapkan dapat memberikan dampak positif baik bagi :
a) Politeknik Negeri Semarang
1) Sebagai pemenuhan syarat kelulusan bagi mahasiswa program studi
D3 Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang
2) Sebagai bukti penerapan aplikasi dan ilmu pengetahuan yang
didapatkan oleh mahasiswa selama perkuliahan di Politeknik Negeri
Semarang.
b) Nelayan dan lingkungan
1) Membantu para nelayan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari
hasil tangkapnya.
2) Dapat digunakan untuk pengolahan limbah lain seperti limbah kerang
srimping menjadi serbuk untuk kerajinan aksesories.
3) Pengolahan limbah ikan ini diharapkan mampu mengurangi
pencemaran lingkungan dan menjaga kualitas air laut.
c) Penulis
1) Sebagai sarana penuangan ide gagasan dan pikiran guna
menambah wawasan serta pengetahuan dalam lingkup pengolahan
limbah.
5
1.6 Metodologi
a) Metode Perancangan.
Merancang teknik penhancuran ikan dengan menggunakan 80 hammer
dengan menggunakan penggerak motor bensin 5,5 HP melalui v-belt dan
pully. ikan dibebani gaya pukul secara continue sampai ikan hancur
menjadi butiran kecil dan terseleksi pada bagian output dengan ukuran
mesh 50.
b) Metode Pembuatan
Membuat rancang bangun dengan menggunakan beberapa komponen
antara lain :
1) Komponen Standard
Komponen ini merupakan komponen – komponen yang sudah
tersedia di pasaran dengan spesifikasi yang dibutuhan antara lain :
Motor bensin, Pulley, Belt, Bearing, mesh 50.
2) Komponen yang Dibuat
Komponen ini merupakan komponen – komponen yang dapat
dibuat antara lain : Frame mesin, Poros hammer, poros penyangga,
piringan penyangga poros hammer dan hammer.
3) Menggunakan Penggerak Motor Bensin 5,5 HP
c) Metode Pengujian
Pengujian dilakukan setelah proses pembuatan mesin selesai. Pengujian
mesin ini dilakukan untuk mengetahui kinerja mesin dan menganalisa
hasil penepungan yang dihancurkan sesuai dengan kriteria yang
dibutuhkan dan hasil dari pengujian ini akan disajikan dalam bentuk
laporan tertulis.
dari observasi diperlukan agar mesin yang sudah dibuat dapat benar-benar
dihibahkan kepada industri rumahan yang ada dan dapat dimanfaatkan dengan
baik.
BAB II
Pustaka tentang dasar teori yang digunakan dalam proses perancangan sehingga
mampu didapatkan ukuran-ukuran yang sesuai demi keamanan darimesin yang
dibuat.
BAB III
Berisi tentang pemilihan alternatif desain demi menghasilkan mesin yang terbaik
dari segi fungsi,ekonomi,ergonomi dan kenyamanan.
BAB IV
Perhitungan-perhitungan secara terperinci dari komponen-komponen yang
digunakan pada mesin.
BAB V
Membahas proses pembuatan komponen, proses perakitan,biaya produksi mesin
yang dikeluarkan, dan perawatan dari mesin yang dibuat
BAB VI
Pengujian dan analisis dari mesin yang sudah dibuat agar sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan dan dimaksudkan.
BAB VII
Berisi tentang kesimpulan serta saran demi kebaikan apabila diperlukan
modifikasi dari mesin yang sudah dibuat.
7
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
Tabel 2.1. Kualitas tepung ikan (fish meal) dari berbagai jenis bahan baku.
Lemuru Lemuru
disimpan disimpan Limbah Ikan
Parameter 1 hari 15 hari pengalengan runcah
dalam es dalam es
Pengolahan tepung ikan untuk pakan (fish meal) dan untuk pangan (fish
flour) dibedakan dalam prosesnya. Proses pengolahan fish flour menurut
Kulikov (1971) ada beberapa metode yaitu metode ekstraksi dan pencernaan
(enzim). Kedua metode ini dimaksudkan untuk menghasilkan produk yang
lebih baik dengan kandungan lemak tidak lebih dari 0,5% dan tanpa bau serta
stabil selama penyimpanan. Ada cara lain untuk pengolahan tepung ikan untuk
pangan menurut Brody (1965) di dalam Juwono (1989), yaitu dengan metode
vio bin dan metode btit.pat. 727.072. Proses vio bin merupakan destilasi
azeotropik pada suhu rendah dengan menggunakan etilen diklorida, yang
merupakan pelarut lemak dan tidak bercampur dengan air. Cara brit.pat.
memakai pelarut aseton dan ehtyl alkohol untuk menghilangkan lemak dan bau
9
ikan. Menurut Sutisna (1981), ada dua cara untuk membuat bungkil ikan
(pakan), yaitu cara basah dan cara kering.
Kadar air tepung ikan kurang dari 6 persen jarang ditemukan karena tepung
ikan bersifat higroskopis. Tepung yang terlalu kering akan segera menyesuaikan
dengan kelembaban udara lingkungan. Tepung ikan dengan kadar air lebih dari 12
persen biasanya berjamur dan berbahaya bagi yang menggunakan tepung tersebut
(Sparre, 1960).
Selain terdapat empat komponen yang menjadi dasar penilaian kualitas
kandungan tepung ikan tersebut, tepung ikan juga kaya akan vitamin dan mineral.
Kadar mineral dari tepung ikan berkisar antara 12-33 persen, sedangkan yang
umumnya disukai adalah kadar mineral 18 persen (Brody, 1965 di dalam As’ady,
1986). Vitamin yang terkandung di dalam tepung ikan juga mengandung unsur-
unsur yang membantu pertumbuhan hewan, dan disebut “faktor-faktor
pertumbuhan yang tidak diketahui (Unidentified Growth Factor)”.
terutama tepung ikan dengan kandungan mutu yang sangat rendah yang biasa
diproduksi secara primitif (Sparre, 1965).
Produksi tepung ikan merupakan salah satu pengembangan industri
pengolahan hasil pertanian, karena mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai
berikut (BATAN, 1978) :
a) Pemanfaatan kelebihan produksi dan yang tidak laku karena kesulitan
pemasaran.
b) Meningkatkan nilai ekonomis dari spesies yang kurang disenangi
untuk konsumsi langsung manusia.
c) Memanfaatkan bagian-bagian ikan yang tidak dikonsumsi manusia
seperti kepala dan sirip.
d) Memanfaatkan hasil sampingan dalam pengembangan industri
pengolahan perikanan untuk konsumsi manusia (fish protein
concentrate, fish sausage).
e) Keuntungan tambahan lain dipandang dari segi devisa, peningkatan
pendapatan nelayan, penyerapan tenaga kerja dan membantu
pengembangan peternakan.
Tabel 2.4 Komposisi dan Sifat-sifat dari Tiga Jenis Mutu Tepung Ikan
Kandungan Jenis Mutu (dalam persen)
A B C
Protein (min) 67.5 65.0 60.0
Daya cerna pepsin 92.0 92.0 92.0
(min) 6.5 dari protein 6.5 dari protein 6.5 dari protein
Lisin (min) 10.0 10.0 10.0
Kadar air (maks) 0.75 3.0 10.0
Kadar lemak 0.5 0.5 0.5
(maks) Lemah bila Tidak ada Tidak ada
SiO2 (maks) dibasahi spesifikasi spesifikasi
Bau dan rasa dengan air
panas dalam
wadah tertutup.
Sumber : FAO, 1958 di dalam Juwono, 1989
Sedangkan syarat mutu tepung ikan untuk ransum ternak dapat dilihat pada
tabel berikut, yaitu menurut Standar Industri Indonesia (SII. 0628-82).
Tabel 2.5 Syarat Mutu Tepung Ikan Sebagai Bahan Ransum Ternak Unggas
No Uraian Satuan Persyaratan
1. Kadar air Maks 14%
2. Kadar abu tanpa garam (abu- NaCl) Maks 30%
3. Kadar garam NaCl Maks 3%
4. Kadar serat kasar Maks 5%
5. Kadar protein Min 35%
Sumber : Standar Industri Indonesia
13
terumpan. Bentuk pemukul bermacam-macam, ada yang terdiri dari batang yang
sederhana dengan bentuk segi empat (square) dan ada yang empat persegi Panjang
(rectangular) yang tersusun bersilangan. Ada juga yang berbentuk piringan tipis,
kadang – kadang sangat tipis sehingga disebut pisau. Model lain dari pemukul
adalah bentuk T yang mempunyai kepala, kepalanya ditempatkan tegak lurus atau
sejajar dengan poros (Leniger, 1975). Pemukul yang berayun biasanya dapat
dibalik sehingga dua atau mungkin empat sisinya dapat digunakan untuk satu
pemukul.
Kehalusan hasil giling terutama ditentukan oleh lubang saringan yang berada
di bagian bawah. Lubang saringan ditunjukkan dengan batas teratas ukuran
partikel tapi tidak denga batas terbawah (Leniger, 1975).
Kemampuan kerja pengecil ukuran yang ideal haruslah mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
a) Ukuran produk seragam
b) Kenaikan suhu selama proses minimum
c) Tenaga yang diperlukan minimum
d) Bebas dari kesulitan pemakaian
Untuk hammer mill menghasilkan produk yang lebih dingin karena memiliki
banyak udara yang bersirkulasi Bersama bahan yang digiling (Abdullah dkk.,
1989).Menurut Handeron dan Perry (1978) beberapa keuntungan dalam
menggunakan penggiling palu sebagai alat penggiling antara lain adalah
1) Bentuk konstukinya sederhana
a) Dapat digunakan untuk menghasilkan hasil giling danegan
macam-macam ukuran
b) Tidak mudah rusak dengan adaya benda asing dalam ruang
penggiling
c) Biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan
dengan penggiling bergerigi.
2) Beberapa kerugian dalam menggunakan penggiling palu adalah
a) Kekurangmampuan untuk menghasilkan giling yang seragam
b) Kebutuhan tenaga yang tinggi
c) Biaya investasi awal yang lebih tinnggi dibandingkan penggiling
bergerigi
15
Keterangan :
P = Daya pada pisau dan poros [HP]
T = Torsi [lbf.in]
N = Kecepatan rotasi [rpm]
(R.S. Khurmi, 2005 : 122)
1
2
(Andri, 2014: 9)
Keterangan :
16
1) Pisau Pemotong
2) Limbah Ikan
3) Neraca ( Timbangan )
Metode percobaan : Dala percobaan ujipotong ini degan
menggunakan satu ekor ikan rucah yang sudah dikeringkan selama 6 jam
sebagai produk setelah itu ikan ditempakan di atas timbangan untuk
dihancurkan dengan cara ditekan menggunakan satu hammer sampai ikan
mengalami keretakan, angka terbesar merupakan niai berat beban dari
hammer .
F= Fp . z (2.2)
Keterangan :
Fp = Rata-rata dari gaya potong [Newton]
Z = Jumlah pisau pada Hammer Mill
F = Gaya Potong [Newton]
2) V-belt
Sabuk atau belt terbuat dari karet dan mempunyai penampung
trapesium. Tenunan, teteron dan semacamnya digunakan sebagai
inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk-V dibelitkan
pada alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang membelit
akan mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan
bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena
pengaruh bentuk biji, yang akan menghasilkan transmisi daya yang
besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah
satu keunggulan dari sabuk-V jika dibandingkan dengan sabuk
rata.
Pemilihan puli v-belt sebagai elemen transmisi didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
5) Kecepatan Sabuk
Kemudian bagian yang harus dihitung selanjutnya yaitu
kecepatan sabuk saat digunakan, yaitu dengan rumus :
π .d.n
v= (m/s)
60
(2.7)
Keterangan :
v = Kecepatan Sabuk [m/s]
d = Diameter Puli Motor [m]
20
6) Panjang Sabuk
Keterangan :
L = Panjang sabuk [mm]
C = Jarak sumbu poros [mm]
Dp = Diameter puli yang digerakan [mm]
dp = Diameter puli motor [mm]
(Sularso, 2008: 170)
7) Sudut kontak
180˚ −57( D p −d p)
ɵ = (2.9)
C
Keterangan :
Ө = Sudut kontak (°)
C = Jarak antar sumbu poros [mm]
Dp = Diameter puli yang digerakkan [mm]
dp = Diameter puli motor [mm]
(Sularso, 2008 : 170)
8) Massa sabuk V
Keterangan :
A = Luas penampang sabuk ¿]
L = Panjang sabuk, [m]
ρ = Massa jenis bahan sabuk [kg¿ m3 ¿
(R.S. Khurmi, 2005: 698)
T1 = T - TC (2.13)
Keterangan :
T 1 μβ
=e (2.14)
T2
Keterangan :
23
Keterangan :
2.3.4 Poros
1) Pengertian Poros
Secara istilah poros adalah elemen mesin yang berbentuk batang dan
umumnya berpenampang lingkaran, berfungsi untuk memindahkan putaran
atau mendukung sesuatu beban dengan atau tanpa meneruskan daya.
Beban yang didukung oleh poros pada umumnya adalah roda gigi, roda,
daya (fly wheel), roda ban (pulley), roda gesek, dan lain-lain. Poros hampir
terdapat pada setiap konstruksi mesin dengan fungsi yang berbeda-beda.
Dilihat dari fungsinya prors dibedakan menjadi :
a) Poros dukung : misalnya gardan, poros motor
b) Poros transmisi : misalnya poros motor listrik, poros gigi transmisi pada
gear box
24
c) Gabungan antara dukung dan transmisi : misalnya poros pada roda mobil
Perencanaan poros mengacu pada kekuatan bahan poros. Untuk bahan
yang liat (ductile material), ukuran poros dihitung dengan menggunakan teori
tegangan geser maksimal, sedangkan untuk bahan yang getas (brittle material)
dihitung dengan teori tegangan normal maksimal. Poros adalah salah satu
elemen terpenting dari setiap mesin. Peran utama poros yaitu meneruskan
tenaga bersama-sama dengan putaran. Pada aplikasi di dunia industri, poros
digunakan untuk mentransmisikan daya. Poros dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a) Poros transmisi / Shaft
Poros semacam ini mendapat beban puntir murni atau beban puntir dan
lentur. Daya yang ditransmisikan kepada poros melalui kopling, roda gigi,
puli sabuk, atau sproket rantai, dan lain-lain.
b) Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama pada mesin bubut,
dimana beban utamanya puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus
dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta
ukurannya harus teliti.
c) Line shaft
Poros ini berhubungan langsung dengan mekanisme yang digerakkan dan
berfungsi memindahkan daya dari motor penggerak ke mekanisme
tersebut.
Adapun hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan sebuah
poros, yaitu:
a) Kekuatan poros
Poros transmisi mengalami beban puntir atau lentur maka kekuatannya
harus direncanakan sebelumnya agar cukup kuat dan mampu menahan
beban.
b) Kekakuan poros
Lenturan yang dialami poros terlalu besar maka akan menyebabkan
ketidaktelitian atau getaran dan suara. Oleh karena itu kekakuan poros juga
perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan mesin.
25
c) Putaran kritis
Putaran kerja poros haruslah lebih rendah dari putaran kritisnya demi
keamanan karena getaran sangat besar akan terjadi apabila putaran poros
dinaikkan pada harga putaran kritisnya.
d) Korosi
Poros-poros yang sering berhenti lama maka perlu dipilih poros yang
terbuat dari bahan yang tahan korosi dan perlu untuk dilakukannya
perlindungan terhadap korosi secara berkala.
e) Bahan poros
Poros yang biasa digunakan pada mesin adalah baja dengan kadar karbon
yang bervariasi. Adapun penggolongannya dapat dilihat pada tabel 2.9
berikut :
Tabel 2.6 Penggolongan Bahan Poros
Keterangan :
T = Torsi pada poros [Nmm]
P = Daya [Watt]
N = Kecepatan putaran [rpm]
(R.S. Khurmi, 2005 : 513)
τgm
τgi= (2.17)
V
Keterangan :
τ gi = Tegangan geser yang diizinkan [N/mm2]
τ gm = Tegangan geser maksimal [N/mm2]
V = Faktor keamanan
(R.S. Khurmi, 2005 : 514)
Keterangan :
Te = Torsi ekuivalen [Nmm]
Ʈgi = Tegangan geser yang diizinkan [N/mm2]
d = Diameter Poros [mm]
(R.S. Khurmi, 2005 : 513)
Keterangan :
Te = Torsi ekuivalen [Nmm]
M = Momen yang bekerja pada poros [Nmm]
T = Torsi [Nmm]
Km = Faktor koreksi momen lentur
Kt = Faktor koreksi momen poros
Nature of load Km Kt
1. Stationary shafts
a. Gradually applied load 1.0 1.0
27
Umur dari bantalan bola atau rol (ball bearing atau roller bearing) dapat
didefinisikan sebagai jumlah putaran (atau waktu saat diberikan kecepatan yang
konstan) dimana bantalan berjalan sebelum tanda-tanda kelelahan berkembang
pada bahan salah satu cincin atau salah satu dari elemen rol.
Umur rating dari kelompok bantalan bola atau rol yang identik didefinisikan
sebagai jumlah putaran (atau jam pada kecepatan konstan tertentu) yang akan
diselesaikan atau dilampaui 90 persen dari kelompok bantalan sebelum bukti
kelelahan pertama berkembang (yaitu hanya 10 persen dari kelompok bantalan
yang gagal karena kelelahan).
28
4 12.000 – 20.000
Mesin bekerja 8 jam per hari dan tidak selalu
sepenuhnya digunakan mis. Motor listrik
stasioner, unit perlengkapan serbaguna
6 40.000 – 60.000
Mesin bekerja 24 jam per hari, misalnya:
separator / pemisah, kompresor, pompa,
kerekan tambang, kapal angkatan laut
7 100.000 – 200.000
Mesin yang dibutuhkan untuk bekerja dengan
tingkat keandalan yang tinggi 24 jam per hari,
misalnya: mesin pembuat pulp dan kertas,
pembangkit listrik
umum, pompa-tambang, pekerjaan air.
b) Factor kecepatan
Kemudian menghitung faktor kecepatan dengan rumus :
1
f n=
√
33 3
p
n
Keterangan :
(2.21)
C
fh = f n × (2.22)
P
Mur dan baut merupakan alat pengikat yang sangat penting dalam suatu
rangkaian mesin. Untuk mencegah kecelakaan dan kerusakan pada mesin,
pemilihan mur dan baut sebagai pengikat harus dilakukan dengan teliti untuk
mendapatkan ukuran yang sesuai dengan beban yang diterimanya. Pada mesin ini,
mur dan baut digunakan untuk mengikat beberapa komponen, antara lain :
a) Pengikat pada bantalan
b) Pengikat pada Pisau stainless steel
c) Pengikat pada motor listrik
d) Pengikat pada reducer
e) Pengikat pada plat
Ketika baut dikenakan pembebanan koreksi, seperti dalam kasus baut
kepala silinder internal mesin pembakaran, ketahanan baut harus dipertimbangkan
untuk mencegah kerusakan pada ulir. Dalam baut biasa ditunjukkan pada Gambar
(a), efek dari beban impulsif diterapkan secara aksial terkonsentrasi pada bagian
terlemah dari baut yaitu area cross-sectional pada ujung ulir. Dengan kata lain,
31
tegangan di bagian berulir baut akan lebih tinggi dari pada di ujung. Maka
sebagian besar energi akan diserap di bagian berulir yang dapat memecah bagian
berulir karena panjangnya yang kecil. Jika ujung baut diturunkan ke diameter
yang sama atau bahkan sedikit lebih rendah dari inti diameter benang (Dc) seperti
yang ditunjukkan pada Gambar (b), maka ujung dari baut akan mengalami
penekanan yang lebih tinggi. Ini berarti bahwa bagian ujung akan menyerap
sebagian besar energi, sehingga mengurangi bahan di bagian dekat utas baut,
dengan cara ini, menjadi lebih kuat dan lebih ringan dan itu meningkatkan
kapasitas menyerap shock dari baut karena peningkatan modulus ketahanan. Ini
memberi kita baut kekuatan yang seragam. Ketahanan baut juga dapatditingkatkan
dengan meningkatkan panjangnya.
Metode alternatif kedua untuk memperoleh baut dengan kekuatan yang
seragam ditunjukkan pada Gambar (c). Dalam metode ini, lubang aksial dibor
melalui kepala sejauh bagian ulir seperti daerah dari betis menjadi sama dengan
area akar dari benang.
(Khurmi, 2005: 404)
a) Tegangan Dalam
Tegangan Geser Torsional
(2.24)
Keterangan :
32
(2.25)
Keterangan :
F = Tegangan geser yang diijinkan x Luas
penampang bagian bawah [N]
B = Lebar ulir pada arah melintang [mm]
Dc = Diameter minor [mm]
n = Jumlah ulir
(2.26)
( Khurmi, 2005: 390 )
Keterangan :
d = Diameter major [mm]
F = Beban = Tegangan geser yang diijinkan x
Luas penampang bagian bawah [N]
B = Lebar ulir pada arah melintang [mm]
n = Jumlah ulir
Tegangan Crushing Pada Ulir (σc)
33
(2.27)
Keterangan :
F = Beban [N]
d = Diameter major [mm]
dc = Diameter minor [mm]
n = Jumlah ulir
Tegangan Lentur
(2.28)
Keterangan :
σb = Tegangan lentur baut [N/mm2]
x = perbedaan tinggi sudut ekstrem mur atau
kepala [mm]
l = Panjang baut [mm]
E = Modulus elastisitas bahan baut
( Khurmi, 2005: 390 )
c) Tegangan akibat gaya luar
Tegangan Tarik
π
F= ( dc ) ² σt (2.29)
4
Keterangan :
dc = Diameter minor [mm]
σt = Tegangan Tarik bahan baut [N/mm2]
F = Gaya luar yang dikerjakan [N]
( Khurmi, 2005: 391 )
Tegangan Geser
(2.30)
34
Keterangan :
τg = Tegangan geser [N/mm2]
Fs = Beban Geser [N]
d = Diameter major [mm]
nu = Jumlah baut
( Khurmi, 2005: 392 )
d) Tegangan Kombinasi
Tegangan geser maksimum
(2.31)
Keterangan :
Τgm = Tegangan geser maksimum [N/mm2]
Σt = Tegangan Tarik bahan baut [N/mm2]
τg = Tegangan geser [N/mm2]
(Khurmi, 2005: 392 )
Tegangan tarik maksimum
(2.32)
Keterangan :
σtm = Tegangan Tarik Maksimum [N/mm2]
σt = Tegangan Tarik bahan baut [N/mm2]
τg = Tegangan geser [N/mm2]
( Khurmi, 2005: 392)
2.3.7 Pasak
Pasak merupakan sepotong baja lunak (mild steel), berfungsi sebagai
pengunci yang disisipkan diantara poros dan hub (bos) sebuah roda puli atau roda
gigi agar keduanya tersambung dengan pasti sehingga mampu meneruskan
momen putar/torsi.
35
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam mendesain sebuah pasak sebagai
berikut :
a) Bahan pasak dipilih lebih lemah daripada bahan poros atau bahan elemen
mesin yang harus ditahan oleh pasak.
b) Gaya tangensial yang bekerja :
(2.33)
Keterangan :
T = Torsi [Nmm]
F = Gaya tangensial [N]
σt = Tegangan tarik [N/mm2]
( Khurmi, 2005: 475 )
c) Kekuatan Pasak Geser dan Tumbukan
(2.34)
Keterangan :
L = Panjang pasak [mm]
w = Lebar pasak [mm]
d = Diameter poros [mm]
36
d) Untuk keamanan :
Ʈact < Ʈgi (2.35)
Keterangan :
Ʈact = Tegangan geser yang terjadi [N/mm2]
Ʈgi = Tegangan geser yang diizinkan [N/mm2]
Tabel 2.9 Pasak Standar ( R.S. Khurmi, 2005 ; 472 )
Permukaan yang dilas harus dipanaskan sampai suhu las yang ditentukan
dan harus bersentuhan. Persatuan dari logam-logam terjadi karena:
a) Tekanan bersama (las tekan = pressure welding)
b) Peleburan (las fusi = fusion welding)
2) Tipe sambungan las
a) Sambungan Sudut (Fillet joint) atau Lap joint.
b) Sambungan Temu (Butt joint)
3) Perhitungan sambungan las
a) Kekuatan dari sambungan las melintang
Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
l = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
F = Gaya Tarik Sambungan Las [N]
Τg = Tegangan geser [N/mm2]
d) Perhitungan kekuatan sambungan las pada sambungan tunggal
Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
l = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
F = Gaya Tarik Sambungan Las [N]
Τg = Tegangan geser [N/mm2]
e) Perhitungan kekuatan sambungan las pada sambungan ganda
Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
L = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
39
Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
l = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
F = Gaya Tarik Sambungan Las [N]
Τg = Tegangan geser [N/mm2]
(2.42)
Keterangan :
N = Kecepatan putaran mesin bubut [putaran/menit]
Vc = Kecepatan potong [m/menit]
db = Diameter benda kerja [mm]
b) Kecepatan putaran mesin bubut melintang
(2.43)
Keterangan :
41
(2.46)
Keterangan :
Tb = waktu pemesinan bubut [menit]
L = panjang total pembubutan [mm]
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
(Herman Jutz, 1985:102)
(2.47)
Keterangan :
n = Kecepatan putaran mesin bubut [putaran/menit]
Vc = Kecepatan potong [m/menit]
Df = Diameter alat potong/pahat [mm]
b) Kecepatan pemakanan
𝑉𝑓 = 𝑓 . 𝑧 . 𝑛 (2.48)
Keterangan :
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
n = Kecepatan putaran mesin frais [putaran/menit]
f = Besar pemakanan [mm/putaran]
z = Jumlah mata sayat pahat
c) Panjang pengefraisan total
𝐿𝑝 = 𝑙𝑎 + 𝑙 + 𝑙𝑢 (2.49)
Keterangan :
Lp = Panjang total pengefraisan [mm]
43
(2.50)
Keterangan :
tf = waktu pemesinan frais [menit]
Lp = panjang total pengefraisan [mm]
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
(C. Van Terheijden, 1986:83)
(2.51)
Keterangan :
n = Kecepatan putaran mesin frais [putaran/menit]
Vc = Kecepatan potong [m/menit]
Dg = Diameter gurdi [mm]
b) Kecepatan pemakanan
𝑉𝑓 = 𝑓 . 𝑛 (2.52)
Keterangan :
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
N = Kecepatan putaran mesin gurdi [putaran/menit]
F = Besar pemakanan [mm/putaran]
c) Panjang penggurdian total
𝐿𝑝 = 𝑙 + 0,3𝑑 (2.53)
Keterangan :
Lp = Panjang total pengefraisan [mm]
dg = diameter mata bor [mm]
l = Panjang penggurdian [mm]
d) Waktu pemesinan gurdi
(2.54)
Keterangan :
tg = waktu pemesinan gurdi [menit]
Lp = panjang total penggurdian [mm]
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
(Herman Jutz, 1985:102)
Putaran yang tersedia pada mesin gurdi : 40, 80, 115, 135, 160,
119, 230, 270, 275, 280, 320, 385, 460, 550, 560, 855, 1050, 1235,
1465, 2470, 2830 [rpm]
45
BAB III
PERTIMBANGAN DAN PEMILIHAN DESAIN
Alternatif Desain 1
1
9
2
10
3
11
4
12
5
13
6
14 7
11) Poros
12) Motor besin
13) Pully motor
14) Body
Kekurangan :
a) Proses pembutan mesin yang lebih rumit karena memerlukan ketelitian
tinggi.
b) Kecepatan penghancuran lebih lama.
c) Biaya pembuatan mesin yang lebih mahal.
d) Tidak tersedia suku cadang untuk millnya jika suatu saat terjadi
kerusakan.
Alternatif Desain 2
8 1
9
2
10
3
11 4
12 5
Alternatif Desain 3
7
2
8
3
9
4
10
5
11
12
6
13
14
9) Penyangga hammer
10) Bush
11) Poros hammer
12) Hopper output
13) V-belt
14) Pully motor
e) Tidak mudah rusak dengan adanya benda asing dalam bahan dan
beroperasi tanpa bahan.
Kekurangan :
a) Untuk gilingan permulaan atau gilingan kasar dibutuhkan tenaga yang
relatif besar sampai batas-batas tertentu.
b) Kotruksi mesin rumit sehingga memerlukan ketelitian yang tinggi
dalam pengerjaan-nya.
A - 0,5 0,5 1 1 1 4
C 0,5 0,5 - 0 1 1 3
D 0 0,5 1 - 0 1 2,5
E 0 0 0 1 - 0,5 1
F 0 0 0 0 0,5 - 0,5
Jumlah 14,5
(cross, 2005: 141)
Keterangan :
A = Pengoprasian
B = Waktu Penghancuran
C = Kontruksi
D = Biaya Pembuatan
E = Ketersediaan suku cadang
57
F = Perawatan
Untuk menilai kriteria bobot, salah satu caranya adalah dengan membandingkan
setiap kriteria yang ada. Berikut adalah cara membandingkan kriteria tersebut:
1) Kriteria yang lebih prioritas diberi nilai1.
2) Kriteria yang kurang prioritas diberi nilai 0
3) Kriteria yang satu dengan kriteria yang satunya dianggap memiliki
prioritas yang sama, maka diberi nilai 0,5 tiap-tiap kriteria.
Setelah memperoleh kriteria yang lebih diutamakan, maka diperoleh bobot kriteria
dengan cara:
Jumlah
x 100 %
Jumlah total
Bobot masing – masing kriteria:
A= 4 / 14,5 x 100% = 27,56 %
B = 3,5 / 14,5 x 100% = 24,13 %
C= 3 / 14,5 x 100% = 20,68 %
D = 2,5 / 14,5 x 100% = 17,24%
E = 1 / 14,5 x 100% = 6,89 %
F = 0,5 / 14,5 x 100% = 3,44 %