Anda di halaman 1dari 60

RANCANG BANGUN MESIN PENGGILING LIMBAH IKAN

KERING MENJADI TEPUNG IKAN SEBAGAI PAKAN


TERNAK DENGAN MOTOR BENSIN 5.5 HP

TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Syarat Akhir Studi
dan Memperoleh Sebutan Ahli Madya
Program Studi Teknik Mesin
Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh :
1. Bagas Ivan Maulana NIM. 3.21.17.1.05
2. Fiki Andriawan NIM. 3.21.17.1.10
3. Manggala Anantaraja NIM. 3.21.17.0.12
4. Wahyu Setyawan NIM. 3.21.17.1.23

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2020
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Menurut Inpres No.3 tahun 2001 bahwa perlu melaksanakan pemberdayaan
masyarakat pedesaan melalui penerapan teknologi tepat guna sebagai tanggung
jawab pemerintah untuk mendorong, menumbuhkan, meningkatkan,
mengembangkan perekonomian masyarakat, memeratakan pembangunan,
mengentaskan kemiskinan serta pengembangan daerah. Untuk itulah dibutuhkan
penemuan mesin yang sesuai dengan kebutuhan atau biasa dikenal dengan
Teknologi Tepat Guna ( TTG ) yang dapat mempermudah kerja dan
meningkatkan hasil produksi dengan waktu singkat, ekonomis serta aman untuk
digunakan.
Usaha pemanfaatan limbah pada saat sekarang dan mendatang diharapkan
dapat membantu meningkatkan diversifikasi bahan pakan dan mengurangi
pencemaran lingkungan. Salah satu caranya melalui pengolahan bahan limbah
menjadi produk baru melalui beberapa proses sederhana. Penanganan limbah ikan
seharusnya menjadi perhatian besar bagi masyarakat hasil tidak ditangani secara
baik apalagi di industri pengolahan ikan tradisional dan sebagainya yang tidak
memperhatikan limbah ikannya. Ikan rucah merupakan hasil samping pengolahan
utama ikan maupun dari hasil tangkapan sampingan yang dipandang tidak
memiliki nilai ekonomis (Murtidjo, 2001. Hal ini juga terjadi di kampung nelayan
Tambak Rejo Semarang selama ini limbah ikan yang diperoleh dari hasil
tangkapan hanya dibuang ke laut atau dijual ke pengepul limbah ikan dengan
harga murah. Dari hasil wawacancara dengan salah seorang nelayan daerah
tambak rejo limbah ikan rucah bisa mencapai 2 ton perharinya. Dengan kondisi
demikian limbah ikan menyimpan potensi besar untuk meningkatkan ekonomi
dan memaksimalkan hasil laut.
Tepung ikan merupakan produk hasil pengeringan dan penggilingan dari ikan
atau hasil samping pengolahan ikan tanpa penambahan material apapun (Windsor,
2001). Proses pengolahan tepung ikan sangat beragam, tergantung pada komposisi
kimia dan ketersediaan teknologi yang ada. Arifudin (2001) membagi proses
2

pengolahan tepung ikan menjadi proses kering dan proses basah berdasarkan
kandungan lemak ikan, dimana proses basah dilakukan dengan perebusan. Ariyani
(2001), Basmal (2001), Murdinah (2001), Marsina dan Rahayu (2001) melakukan
penelitian pengolahan tepung ikan dengan proses perebusan yang dilanjutkan
dengan pengepresan, pengeringan dan penggilingan. Beberapa penelitian lain
menggunakan proses pengukusan (Windsor, 2001; Sipayung et al, 2015) dan
presto (Orlando,2008) sebagai proses utama untuk pembuatan tepung ikan.
Perbedaan proses pengolahan diduga mempengaruhi kualitas mutu tepung ikan
yang dihasilkan.
Berbagai jenis ikan laut dapat diolah menjadi tepung ikan. Akan tetapi yang
paling ekonomis adalah ikan-ikan kecil (rucah) yang kurang disukai untuk
dikonsumsi dan harganya relatif murah. Berdasarkan informasi yang didapat dari
studi literatur berdasarkan penelitian diketahui bahwa tepung ikan sangat baik
sebagai nutrisi tambahan pakan hewan ternak maupun ikan karena kadar
proteinnya paling lengkap dan tinggi serta mudah dicerna. Di sisi lain selama ini
pengolahan limbah ikan menjadi tepung ikan identik dengan kebutuhan alat yang
berukuran besar dan mahal. Akibatnya, hanya pengusaha yang lebih banyak
berperan dalam pengolahan ini daripada masyarakat. Minat masyarakat pada hal
tersebut cenderung kurang karena terkait kendala penyediaan alat dan pendanaan.
Dengan kondisi tersebut di atas maka diperlukan observasi dan penelitian untuk
menangani pengolahan limbah ikan khususnya untuk meningkatkan ekonomi dan
memaksimalkan hasil di kampung nelayan khususnya di kota Semarang. Sehingga
terwujudlah ide perencanaan dan pembuatan suatu mesin yaitu ” RANCANG
BANGUN MESIN PENGGILING LIMBAH IKAN KERING MENJADI
TEPUNG IKAN SEBAGAI PAKAN TERNAK DENGAN MOTOR BENSIN 5.5
HP”. Dengan harapan langkah konkret ini dapat dilakukan secara maksimal dan
dapat membantu dalam pencegahan permasalahan limbah ikan di wilayah nelayan
kota Semarang. Mesin ini direncanakan dapat mempercepat proses penggilingan
jauh lebih efektif dan menghaslkan tepung yang berkualitas.
3

1.2 Perumusan Masalah


Setelah melihat permasalahan diatas, maka kami dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara membuat mesin penggiling limbah ikan kering tipe
hammer mill dengan kehalusan yang seragam pada mesh 50 dengan
menggunakan penggerak motor bensin 5.5(HP).
2. Perlunya pengunaan mesin penggiling limbah ikan untuk meningkatkan
nilai jual dan dengan memperoleh kapasitas produk yang aktual.

1.3 Batasan Masalah


Untuk lebih memfokuskan permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir
ini maka terdapat beberapa batasan terhadap penelitian yang akan dilakukan yaitu:
1) Ikan yang diolah harus memiliki tingkat kelembapan yang seragam dengan
melalui proses proses pengeringan/penjemuran terlebih dahulu.
2) Mesin penggiling limbah ikan ini dirancang dengan hammer tipis,
sehingga tidak dapat digunakan untuk produk yang keras seperti tulang
sapi, batu dan lainya.

1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan Tugas Akhir ini dapat dibagi menjadi dua yaitu, tujuan
akademis dan tujuan teknis.
1.4.1 Tujuan Akademis
Tujuan akademis dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah sebagai
berikut :
a) Melengkapi syarat membuat Tugas Akhir pada Program Studi Teknik
Mesin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang.
b) Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diperoleh selama studi pada Program Studi Teknik Mesin Jurusan
Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang.
4

1.4.2 Tujuan Teknis


Tujuan teknis dari pembuatan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a) Merancang mesin penggiling limbah ikan dengan menggunakan
penggerak motor bensin 5,5 (HP) dengan tingkat kehalusan yang
seragam yaitu tepung ikan mampu terseleksi kedalam mesh 50 untuk
para nelayan di daerah Tambak Rejo dalam rangka meningkatkan
nilai ekonomis dari hasil tangkapnya.
b) Menguji kinerja mesin penggiling limbah ikan tipe hammer mill
untuk memperoleh kapasitas produk aktual.

1.5 Manfaat
Manfaat diadakanya pembuatan mesin penggiling limbah ikan dalam tugas
akhir ini diharapkan dapat memberikan dampak positif baik bagi :
a) Politeknik Negeri Semarang
1) Sebagai pemenuhan syarat kelulusan bagi mahasiswa program studi
D3 Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang
2) Sebagai bukti penerapan aplikasi dan ilmu pengetahuan yang
didapatkan oleh mahasiswa selama perkuliahan di Politeknik Negeri
Semarang.
b) Nelayan dan lingkungan
1) Membantu para nelayan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari
hasil tangkapnya.
2) Dapat digunakan untuk pengolahan limbah lain seperti limbah kerang
srimping menjadi serbuk untuk kerajinan aksesories.
3) Pengolahan limbah ikan ini diharapkan mampu mengurangi
pencemaran lingkungan dan menjaga kualitas air laut.
c) Penulis
1) Sebagai sarana penuangan ide gagasan dan pikiran guna
menambah wawasan serta pengetahuan dalam lingkup pengolahan
limbah.
5

1.6 Metodologi
a) Metode Perancangan.
Merancang teknik penhancuran ikan dengan menggunakan 80 hammer
dengan menggunakan penggerak motor bensin 5,5 HP melalui v-belt dan
pully. ikan dibebani gaya pukul secara continue sampai ikan hancur
menjadi butiran kecil dan terseleksi pada bagian output dengan ukuran
mesh 50.
b) Metode Pembuatan
Membuat rancang bangun dengan menggunakan beberapa komponen
antara lain :
1) Komponen Standard
Komponen ini merupakan komponen – komponen yang sudah
tersedia di pasaran dengan spesifikasi yang dibutuhan antara lain :
Motor bensin, Pulley, Belt, Bearing, mesh 50.
2) Komponen yang Dibuat
Komponen ini merupakan komponen – komponen yang dapat
dibuat antara lain : Frame mesin, Poros hammer, poros penyangga,
piringan penyangga poros hammer dan hammer.
3) Menggunakan Penggerak Motor Bensin 5,5 HP
c) Metode Pengujian
Pengujian dilakukan setelah proses pembuatan mesin selesai. Pengujian
mesin ini dilakukan untuk mengetahui kinerja mesin dan menganalisa
hasil penepungan yang dihancurkan sesuai dengan kriteria yang
dibutuhkan dan hasil dari pengujian ini akan disajikan dalam bentuk
laporan tertulis.

1.7 Sistematika Penulisan


Supaya dapat tersusun secara sistematis maka penulisan tugas akhir ini
dilakukan berdasarkan sistematis sebagai berikut :
BAB I
Berisi tentang informasi umum tentang latar belakang permasalaan melalui
observasi hal ini dilakukan demi keakuratan data yang didapat. Keakuratan data
6

dari observasi diperlukan agar mesin yang sudah dibuat dapat benar-benar
dihibahkan kepada industri rumahan yang ada dan dapat dimanfaatkan dengan
baik.
BAB II
Pustaka tentang dasar teori yang digunakan dalam proses perancangan sehingga
mampu didapatkan ukuran-ukuran yang sesuai demi keamanan darimesin yang
dibuat.
BAB III
Berisi tentang pemilihan alternatif desain demi menghasilkan mesin yang terbaik
dari segi fungsi,ekonomi,ergonomi dan kenyamanan.
BAB IV
Perhitungan-perhitungan secara terperinci dari komponen-komponen yang
digunakan pada mesin.
BAB V
Membahas proses pembuatan komponen, proses perakitan,biaya produksi mesin
yang dikeluarkan, dan perawatan dari mesin yang dibuat
BAB VI
Pengujian dan analisis dari mesin yang sudah dibuat agar sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan dan dimaksudkan.
BAB VII
Berisi tentang kesimpulan serta saran demi kebaikan apabila diperlukan
modifikasi dari mesin yang sudah dibuat.
7

BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Tepung Ikan


Tepung ikan didapatkan dengan cara mengeringkan dan menghancurkan ikan
atau dengan perlakuan lain tanpa ada tambahan material lagi.
(As’Ady,1986).Tepung ikan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu
konsentrat protein ikan atau tepung ikan (fish flour) dan bungil ikan (fish meal).
Fish Meal adalah tepung ikan yang terbuat dari limbah hasil pengolahan maupun
dari hasil sampingan. Tepung ikan jenis ini biasanya digunakan sebagai pakan
ternak dan tidak diterima sebagai makanan manusia karena kestabilan citarasanya
yang rendah dan pada umumnya memerlukan antioksidan untuk menjaga cita rasa
dan baunya. Fish flour merupakan tepung ikan yang dapat digunakan untuk
keperluan pangan, hal ini karena tepung ikan selain mengandung mikroelemen
yang lengkap juga mempunyai efek biologi yang tinggi (kulikov,1971).
Secara umum, setiap jenis ikan dapat diolah menjadi produk tepung ikan.
Namun jika dinilai dari nilai ekonomisnya, maka akan terjadi seleksi mengenai
jenis ikan yang cocok dan cukup ekonomis jika digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tepung ikan. Permasalahan lain yang ikut menentukan kualitas tepung
ikan kaitannya adalah kadar lemak. Kadar lemak ikan jika terlalu tinggi akan
berpengaruh buruk terhadap kualitas tepung ikan. (Murtijdo B. A. 2003)
Habitat atau tempat hidupnya, jenis ikan, secara langsung berkaitan dengan
kadar lemak ikan tersebut. Jenis ikan pelagis umumnya memiliki kadar lemak
yang relatif tinggi. Sementara, ikan demersal memiliki kadar lemak yang relatif
rendah. Disamping habitat atau tempat hidupnya, kondisi musim juga dapat
mempengaruhi kandungan lemak ikan.
Tepung ikan yang mengandung protein hewani yang tinggi, merupakan salah
satu bahan baku yang sangat baik digunakan dalam penyusunan formulasi
makanan ternak dan makanan ikan. Bila ditinjau dari sisi kualitasnya sampai saat
ini tepung ikan masih sulit untuk mencari substitusinya.
8

Tabel 2.1. Kualitas tepung ikan (fish meal) dari berbagai jenis bahan baku.
Lemuru Lemuru
disimpan disimpan Limbah Ikan
Parameter 1 hari 15 hari pengalengan runcah
dalam es dalam es

Protein (%) 71.62 67.64 55.04 70.05

Lemak (%) 7.82 8.91 9.27 5.86

Abu (%) 16.56 14.77 34.88 22.29

Air 10.10 12.25 6.44 6.63

TVB 26.58 15.31 24.56 19.78


(mg/100 g)

Anomiak 0.038 0.035 0.036 0.04

TBA/TBA 1.07 2.46 3.05 0.35


Value

Randemen 15.50 14.67 14.78 16.53

Sumber : Saleh et al., 1986

2.1.1 Proses Pengolahan Tepung Ikan

Pengolahan tepung ikan untuk pakan (fish meal) dan untuk pangan (fish
flour) dibedakan dalam prosesnya. Proses pengolahan fish flour menurut
Kulikov (1971) ada beberapa metode yaitu metode ekstraksi dan pencernaan
(enzim). Kedua metode ini dimaksudkan untuk menghasilkan produk yang
lebih baik dengan kandungan lemak tidak lebih dari 0,5% dan tanpa bau serta
stabil selama penyimpanan. Ada cara lain untuk pengolahan tepung ikan untuk
pangan menurut Brody (1965) di dalam Juwono (1989), yaitu dengan metode
vio bin dan metode btit.pat. 727.072. Proses vio bin merupakan destilasi
azeotropik pada suhu rendah dengan menggunakan etilen diklorida, yang
merupakan pelarut lemak dan tidak bercampur dengan air. Cara brit.pat.
memakai pelarut aseton dan ehtyl alkohol untuk menghilangkan lemak dan bau
9

ikan. Menurut Sutisna (1981), ada dua cara untuk membuat bungkil ikan
(pakan), yaitu cara basah dan cara kering.

2.1.2 Komposisi Kimia Tepung Ikan


Komposisi kimia tepung ikan terdiri dari protein, lemak, air, mineral dan
lain-lain. Komposisi kimia ini sangat bervariasi dan tergantung pada jenis ikan,
bahan baku yang digunakan dan cara pengolahannya (Brody, 1965 di dalam
Sutisna, 1981). Variasi komposisi tepung ikan disajikan pada tabel dibawah.
Tabel 2.2 Variasi Komposisi Tepung Ikan
Komponen Kandungan (%)
Kadar Air 6-10
Lemak 5-12
Protein 60-75
Abu 10-12

Kadar air tepung ikan kurang dari 6 persen jarang ditemukan karena tepung
ikan bersifat higroskopis. Tepung yang terlalu kering akan segera menyesuaikan
dengan kelembaban udara lingkungan. Tepung ikan dengan kadar air lebih dari 12
persen biasanya berjamur dan berbahaya bagi yang menggunakan tepung tersebut
(Sparre, 1960).
Selain terdapat empat komponen yang menjadi dasar penilaian kualitas
kandungan tepung ikan tersebut, tepung ikan juga kaya akan vitamin dan mineral.
Kadar mineral dari tepung ikan berkisar antara 12-33 persen, sedangkan yang
umumnya disukai adalah kadar mineral 18 persen (Brody, 1965 di dalam As’ady,
1986). Vitamin yang terkandung di dalam tepung ikan juga mengandung unsur-
unsur yang membantu pertumbuhan hewan, dan disebut “faktor-faktor
pertumbuhan yang tidak diketahui (Unidentified Growth Factor)”.

2.1.3 Kegunaan Tepung Ikan


Sebagai makanan ternak tepung ikan harus ekonomis, tidak mempengaruhi
rasa atau bau daging, susu, telur dan sebagainya. Kegunaan lain tepung ikan
adalah sebagai bahan tambahan ransum untuk kera, ikan budidaya, anjing, kucing
dan ternak ruminansia. Selain itu tepung ikan juga digunakan sebagai pupuk,
10

terutama tepung ikan dengan kandungan mutu yang sangat rendah yang biasa
diproduksi secara primitif (Sparre, 1965).
Produksi tepung ikan merupakan salah satu pengembangan industri
pengolahan hasil pertanian, karena mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai
berikut (BATAN, 1978) :
a) Pemanfaatan kelebihan produksi dan yang tidak laku karena kesulitan
pemasaran.
b) Meningkatkan nilai ekonomis dari spesies yang kurang disenangi
untuk konsumsi langsung manusia.
c) Memanfaatkan bagian-bagian ikan yang tidak dikonsumsi manusia
seperti kepala dan sirip.
d) Memanfaatkan hasil sampingan dalam pengembangan industri
pengolahan perikanan untuk konsumsi manusia (fish protein
concentrate, fish sausage).
e) Keuntungan tambahan lain dipandang dari segi devisa, peningkatan
pendapatan nelayan, penyerapan tenaga kerja dan membantu
pengembangan peternakan.

2.1.4 Mutu Tepung Ikan


Masalah mutu pada tepung ikan harus diperhatikan karena akan
mempengaruhi daya manfaat tepung tersebut dan mempengaruhi daya tahan
penyimpanannya. Mutu tepung ikan dipengaruhi oleh keadaan bahan baku dan
cara pengolahannya. Untuk menjaga mutu dari tepung ikan maka dibuat
standar mutunya, dan dibedakan standar mutu untuk pangan dan untuk pakan.
Departemen Pertanian menetapkan standar mutu tepung ikan secara umum
seperti terlihat pada Tabel 2.3. Tepung ikan yang dikonsumsi manusia
mempunyai spesifikasi tertentu yang disusun oleh FAO (1958) dengan tujuan
untuk menjamin mutu tepung ikan (Tabel 2.3 ). Dalam spesifikasi ini tepung
ikan dibedakan atas 3 jenis mutu, yaitu mutu A, B dan C.
11

Tabel 2.3 Standar Mutu Tepung Ikan (Fish Meal)


Karakteristik Persyaratan Mutu
Mutu 1 Mutu 2
a. Organoleptik 7.5 5.6
b. Serangga Negatif Negatif
c. Mikrobiologi
- E. Coli 0 0
- Salmonella Negatif Negatif
- Kapang Negatif Negatif
d. Kimia (dalam persen)
- Air 10 12
- Garam 1 1.5
- Abu total 18 25
- Abu tak larut asam 2 4
- Protein 60 45
- Lemak 1 2
- Serat kasar - -
Sumber : Departemen Pertanian, 1985.

Untuk tepung ikan jenis mutu A, daya tahan penyimpanannya harus


sedemikian rupa sehingga sesudah 6 bulan pada suhu 37ᴼ C, tidak mengalami
kerusakan yang dinilai dari bau, rasa atau menurunnya daya cerna protein atau
lisin yang ada. Untuk mutu jenis B dan C sama seperti A, tapi tidak spesifikasi
mengenai penyimpangan bau.
12

Tabel 2.4 Komposisi dan Sifat-sifat dari Tiga Jenis Mutu Tepung Ikan
Kandungan Jenis Mutu (dalam persen)
A B C
Protein (min) 67.5 65.0 60.0
Daya cerna pepsin 92.0 92.0 92.0
(min) 6.5 dari protein 6.5 dari protein 6.5 dari protein
Lisin (min) 10.0 10.0 10.0
Kadar air (maks) 0.75 3.0 10.0
Kadar lemak 0.5 0.5 0.5
(maks) Lemah bila Tidak ada Tidak ada
SiO2 (maks) dibasahi spesifikasi spesifikasi
Bau dan rasa dengan air
panas dalam
wadah tertutup.
Sumber : FAO, 1958 di dalam Juwono, 1989

Sedangkan syarat mutu tepung ikan untuk ransum ternak dapat dilihat pada
tabel berikut, yaitu menurut Standar Industri Indonesia (SII. 0628-82).

Tabel 2.5 Syarat Mutu Tepung Ikan Sebagai Bahan Ransum Ternak Unggas
No Uraian Satuan Persyaratan
1. Kadar air Maks 14%
2. Kadar abu tanpa garam (abu- NaCl) Maks 30%
3. Kadar garam NaCl Maks 3%
4. Kadar serat kasar Maks 5%
5. Kadar protein Min 35%
Sumber : Standar Industri Indonesia
13

2.2 Hammer Mill

Gambar 2.1 Hammer Mill


Menurut Leniger (1975) penggiling palu (hammer mill) adalah alat untuk
menggiling dengan perputaran rotor yang sangat cepat. Sebagian besar penggiling
mini dijalamkan dengan prinsip pukulan / impak. Produk yang digiling jatuh lalu
digiling lagi, produk dipukul oleh palu yang digerakan oleh rotor dan potongan
bahan saling bertubrukan pada kecepatan tinggi. Selain bertubrukan diantara
bahan, juga diperkecil ukurannya dengan cara bantingan bahan dengan dinding
penggiling yang berulang-ulang.
Pengurangan ukuran bahan dapat diakibatkan karena:
a) Pukulan/impak dari pemukul.
b) Pemotongan oleh sisi pemukul
c) Keausan (atrinition) atau aksi gosokan (rubbing action). Penggilingan palu
khusus digunakan untuk penggilingan sedang dan halus (Ismayandi, 1985)

Pada umumnya penggiling hamer mill mempunyai bagian bagian utama


sebagai berikut : bak pengumpan, rumah penggiling yang didalamnya terdapat alat
pemukul, dan saluran (corong) pengeluaran. Derajat kehalusan hasil giling
tergantung dari kecepatan linier rotor dan laju pengumpanan. Kecepatan linier
untuk hammer mill adalah 40 – 100 m/s dan ini sangat bergantung pada diameter
palunya (Leniger, 1975).
Pemukulnya dari yang terpasang lekat dan ada pula yang berayun bebas.
Pemmukul yang berayun kurang membahayakan apabila ada benda logam yang
14

terumpan. Bentuk pemukul bermacam-macam, ada yang terdiri dari batang yang
sederhana dengan bentuk segi empat (square) dan ada yang empat persegi Panjang
(rectangular) yang tersusun bersilangan. Ada juga yang berbentuk piringan tipis,
kadang – kadang sangat tipis sehingga disebut pisau. Model lain dari pemukul
adalah bentuk T yang mempunyai kepala, kepalanya ditempatkan tegak lurus atau
sejajar dengan poros (Leniger, 1975). Pemukul yang berayun biasanya dapat
dibalik sehingga dua atau mungkin empat sisinya dapat digunakan untuk satu
pemukul.
Kehalusan hasil giling terutama ditentukan oleh lubang saringan yang berada
di bagian bawah. Lubang saringan ditunjukkan dengan batas teratas ukuran
partikel tapi tidak denga batas terbawah (Leniger, 1975).
Kemampuan kerja pengecil ukuran yang ideal haruslah mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
a) Ukuran produk seragam
b) Kenaikan suhu selama proses minimum
c) Tenaga yang diperlukan minimum
d) Bebas dari kesulitan pemakaian
Untuk hammer mill menghasilkan produk yang lebih dingin karena memiliki
banyak udara yang bersirkulasi Bersama bahan yang digiling (Abdullah dkk.,
1989).Menurut Handeron dan Perry (1978) beberapa keuntungan dalam
menggunakan penggiling palu sebagai alat penggiling antara lain adalah
1) Bentuk konstukinya sederhana
a) Dapat digunakan untuk menghasilkan hasil giling danegan
macam-macam ukuran
b) Tidak mudah rusak dengan adaya benda asing dalam ruang
penggiling
c) Biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan
dengan penggiling bergerigi.
2) Beberapa kerugian dalam menggunakan penggiling palu adalah
a) Kekurangmampuan untuk menghasilkan giling yang seragam
b) Kebutuhan tenaga yang tinggi
c) Biaya investasi awal yang lebih tinnggi dibandingkan penggiling
bergerigi
15

2.3 Rumus Perhitungan


2.3.1 Penentuan Daya Motor Mesin Hammer Mill
Motor merupakan salah satu bagian yang cukup penting, karena motor
digunakan untuk menggerakkan bagian-bagian dalam elemen mesin sehingga
mesin dapat berjalan dengan baik. Daya untuk menggerakkan pisau dan
poros dapat diperoleh dengan memasukkan torsi dan kecepatan rotasi,yaitu :
2π N.T T .ω
𝑃= = (2.1)
60.1000 1000

Keterangan :
P = Daya pada pisau dan poros [HP]
T = Torsi [lbf.in]
N = Kecepatan rotasi [rpm]
(R.S. Khurmi, 2005 : 122)

2.3.2 Menentukan Besaran Gaya Potong


Untuk mengetahui gaya potong yang diperlukan agar pisau
pemotong dapat memotong limbah ikan dengan baik, maka dilakukan
percobaan yang nantinya dijadikan acuan sebagai gaya potong limbah
ikan. Model percobaan yang akan dilakukan dengan cara sebagai berikut

1
2

Gambar 2.2 Uji Potong

(Andri, 2014: 9)

Keterangan :
16

1) Pisau Pemotong
2) Limbah Ikan
3) Neraca ( Timbangan )
Metode percobaan : Dala percobaan ujipotong ini degan
menggunakan satu ekor ikan rucah yang sudah dikeringkan selama 6 jam
sebagai produk setelah itu ikan ditempakan di atas timbangan untuk
dihancurkan dengan cara ditekan menggunakan satu hammer sampai ikan
mengalami keretakan, angka terbesar merupakan niai berat beban dari
hammer .

F= Fp . z (2.2)
Keterangan :
Fp = Rata-rata dari gaya potong [Newton]
Z = Jumlah pisau pada Hammer Mill
F = Gaya Potong [Newton]

2.3.3 Perencanaan Pully dan belt


1) Pully
Puli merupakan salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk
mentransmisikan daya seperti halnya sprocket rantai dan roda gigi.
Keuntungan jika menggunakan puli adalah sebagai berikut:
a) Bidang kontak sabuk-puli luas, tegangan puli biasanya
lebih kecil sehingga lebar puli bisa dikurangi.
b) Tidak menimbulkan suara yang bising dan lebih tenang.
Pemilihan puli belt sebagai elemen transmisi didasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
 Dibandingkan roda gigi atau rantai, penggunaan sabuk
lebih halus, tidak bersuara, sehingga akan mengurangi
kebisingan.
 Kecepatan putar pada transmisi sabuk lebih tinggi jika
dibandingkan dengan belt.
 Karena sifat penggunaan belt yang dapat selip, maka
jika terjadi kemacetan atau gangguan pada salah satu
17

elemen tidak akan menyebabkan kerusakan pada


elemen lain.

2) V-belt
Sabuk atau belt terbuat dari karet dan mempunyai penampung
trapesium. Tenunan, teteron dan semacamnya digunakan sebagai
inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk-V dibelitkan
pada alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang membelit
akan mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan
bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena
pengaruh bentuk biji, yang akan menghasilkan transmisi daya yang
besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah
satu keunggulan dari sabuk-V jika dibandingkan dengan sabuk
rata.
Pemilihan puli v-belt sebagai elemen transmisi didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

Gambar 2.3 tabel pemilihan v-belt

(Sularso, 2004 : 164)

a) Dibandingkan roda gigi atau rantai, penggunaan sabuk


lebih halus, tidak bersuara, sehingga akan mengurangi
kebisingan.
b) Kecepatan putar pada transmisi sabuk lebih tinggi jika
dibandingkan dengan belt.
18

c) Karena sifat penggunaan belt yang dapat selip, maka jika


terjadi kamcetan atau gangguan pada salah satu elemen
tidak akan menyebabkan kerusakan pada elemen lain.
(Sularso, 2008: 163).

3) Perhitungan pada Pully dan Belt


Perencanaan puli dan sabuk-V haruslah menggunakan suatu
perhitungan. Rumus perhitungan puli dan sabuk-V antara lain
untuk menentukan perbandingan transmisi, kecepatan sabuk, dan
panjang sabuk.
Pada perhitungan pada komponen puli, hal yang pertama kali
dicari yaitu perbandingan transmisi dengan rumus :
N 2 d1
= (2.3)
N1 d2
Keterangan :
n1 =Putaran Poros Pertama [Rpm]
n2 =Putaran Poros Kedua [Rpm]
d1 =Diameter Puli Penggerak [mm]
d2 =Diameter Puli yang Digerakan [mm]
(R.S. Khurmi, 2005: 686)

4) Jarak Sumbu Poros Pully


Setelah perbandingan transmisi ditemukan, maka akan
diketahui diameter puli-puli yang digunakan, apabila diameter puli-
puli tersebut telah diketahui maka dapat digunakan untuk
menghitung jarak yang dibutuhkan antar sumbu poros dengan
rumus sebagai berikut :
19

Gambar 2.4 Perhitungan Panjang Antar Sumbu Poros


(Sularso, 2008 : 168)
 C = b+ √ b 2−8 ¿ ¿ ¿ (2.4)
Dimana :
 b = 2L - 3,14 (Dp - dp) (2.5)
(Sularso, 2008 : 170)
Keterangan :
C = Jarak antar sumbu poros, [mm]
Dp = Diameter puli besar, [mm]
dp = Diameter puli kecil, [mm]
L = Panjang sabuk [mm]
 D 2 <C< 3( D 2 + D 1) (2.6)
Keterangan :
C = Jarak antar sumbu poros, [mm]
Dp = Diameter puli besar, [mm]
dp = Diameter puli kecil, [mm]
(Robert L. Mott, 2004: 273)

5) Kecepatan Sabuk
Kemudian bagian yang harus dihitung selanjutnya yaitu
kecepatan sabuk saat digunakan, yaitu dengan rumus :
π .d.n
v= (m/s)
60
(2.7)
Keterangan :
v = Kecepatan Sabuk [m/s]
d = Diameter Puli Motor [m]
20

n = Putaran Motor Listrik [rpm]


(R.S. Khurmi, 2005: 686)

6) Panjang Sabuk

Gambar 2.5 Perhitungan Panjang Antar Sumbu Poros


(Sularso, 2008 : 168)
Panjang sabuk yang digunakan dapat dihitung dengan rumus:
π 1
L =2 C+ ( d p + D p ) + ¿ (2.8)
2 4C

Keterangan :
L = Panjang sabuk [mm]
C = Jarak sumbu poros [mm]
Dp = Diameter puli yang digerakan [mm]
dp = Diameter puli motor [mm]
(Sularso, 2008: 170)
7) Sudut kontak

Gambar 2.6 Sudut Kontak


(Sularso, 2008 : 170)
Setiap penggunaan sabuk pasti terdapat sudut kontak yang
dihasilkan, hal itu dapat diketahui dengan rumus :
21

180˚ −57( D p −d p)
ɵ = (2.9)
C
Keterangan :
Ө = Sudut kontak (°)
C = Jarak antar sumbu poros [mm]
Dp = Diameter puli yang digerakkan [mm]
dp = Diameter puli motor [mm]
(Sularso, 2008 : 170)

8) Massa sabuk V

Gambar 2.7 Ukuran Penampang Sabuk


(Sularso, 2008 : 164)
Kemudian untuk menghitung massa sabuk digunakan rumus :
M=AxLxρ (2.10)

Keterangan :
A = Luas penampang sabuk ¿]
L = Panjang sabuk, [m]
ρ = Massa jenis bahan sabuk [kg¿ m3 ¿
(R.S. Khurmi, 2005: 698)

9) Menghitung gaya sentrifugal sabuk-V


T C =M x V 2 (2.11)
Keterangan :
TC = Gaya sentrifugal sabuk [N]
M = Massa sabuk V [Kg/m]
V = Kecepatan pully [m/s]
(Khurmi 2005 : 732)
22

10) Gaya tarik sabuk maksimal


T t=σt x A (2.12)
Keterangan :
Tt = Gaya tarik sabuk maksimal [N]
σt = Tegangan tarik sabuk [N/mm]
A = Luas penampang sabuk [mm2]
(Khurmi 2005 : 732)

11) Menghitung tegangan sisi kencang sabuk V

Gambar 2.8 Sabuk

(R.S. Khurmi, 2005: 698)

Dengan rumus sebagai berikut :

T1 = T - TC (2.13)

Keterangan :

T1 = Tegangan sisi kencang [N]

T = Tegangan maksimum sabuk [N]

Tc = Gaya sentrifugal [N]

(Khurmi 2005 : 732)

12) Menghitung tegangan sisi kendor sabuk V

T 1 μβ
=e (2.14)
T2

Keterangan :
23

T1 = Tegangan sisi kencang [N]

T = Tegangan maksimum sabuk [N]

(Khurmi 2005 : 732)

13) Menghitung daya maksimum sabuk

Po = (T1 – T2) V (2.15)

Keterangan :

T1 = Tegangan sisi kencang [N]

T = Tegangan maksimum sabuk [N]

Po = Daya maksimum sabuk [Watt]

2.3.4 Poros
1) Pengertian Poros
Secara istilah poros adalah elemen mesin yang berbentuk batang dan
umumnya berpenampang lingkaran, berfungsi untuk memindahkan putaran
atau mendukung sesuatu beban dengan atau tanpa meneruskan daya.

Gambar 2.9 Poros

Beban yang didukung oleh poros pada umumnya adalah roda gigi, roda,
daya (fly wheel), roda ban (pulley), roda gesek, dan lain-lain. Poros hampir
terdapat pada setiap konstruksi mesin dengan fungsi yang berbeda-beda.
Dilihat dari fungsinya prors dibedakan menjadi :
a) Poros dukung : misalnya gardan, poros motor
b) Poros transmisi : misalnya poros motor listrik, poros gigi transmisi pada
gear box
24

c) Gabungan antara dukung dan transmisi : misalnya poros pada roda mobil
Perencanaan poros mengacu pada kekuatan bahan poros. Untuk bahan
yang liat (ductile material), ukuran poros dihitung dengan menggunakan teori
tegangan geser maksimal, sedangkan untuk bahan yang getas (brittle material)
dihitung dengan teori tegangan normal maksimal. Poros adalah salah satu
elemen terpenting dari setiap mesin. Peran utama poros yaitu meneruskan
tenaga bersama-sama dengan putaran. Pada aplikasi di dunia industri, poros
digunakan untuk mentransmisikan daya. Poros dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a) Poros transmisi / Shaft
Poros semacam ini mendapat beban puntir murni atau beban puntir dan
lentur. Daya yang ditransmisikan kepada poros melalui kopling, roda gigi,
puli sabuk, atau sproket rantai, dan lain-lain.
b) Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama pada mesin bubut,
dimana beban utamanya puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus
dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta
ukurannya harus teliti.
c) Line shaft
Poros ini berhubungan langsung dengan mekanisme yang digerakkan dan
berfungsi memindahkan daya dari motor penggerak ke mekanisme
tersebut.
Adapun hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan sebuah
poros, yaitu:
a) Kekuatan poros
Poros transmisi mengalami beban puntir atau lentur maka kekuatannya
harus direncanakan sebelumnya agar cukup kuat dan mampu menahan
beban.
b) Kekakuan poros
Lenturan yang dialami poros terlalu besar maka akan menyebabkan
ketidaktelitian atau getaran dan suara. Oleh karena itu kekakuan poros juga
perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan mesin.
25

c) Putaran kritis
Putaran kerja poros haruslah lebih rendah dari putaran kritisnya demi
keamanan karena getaran sangat besar akan terjadi apabila putaran poros
dinaikkan pada harga putaran kritisnya.
d) Korosi
Poros-poros yang sering berhenti lama maka perlu dipilih poros yang
terbuat dari bahan yang tahan korosi dan perlu untuk dilakukannya
perlindungan terhadap korosi secara berkala.
e) Bahan poros
Poros yang biasa digunakan pada mesin adalah baja dengan kadar karbon
yang bervariasi. Adapun penggolongannya dapat dilihat pada tabel 2.9
berikut :
Tabel 2.6 Penggolongan Bahan Poros

2) Dasar Perhitungan Poros


a) Perhitungan Torsi pada Poros
60 . P . 1000
T= (2.16)
2.π .N

Keterangan :
T = Torsi pada poros [Nmm]
P = Daya [Watt]
N = Kecepatan putaran [rpm]
(R.S. Khurmi, 2005 : 513)

b) Perhitungan Tegangan Geser Izin Poros


26

τgm
τgi= (2.17)
V

Keterangan :
τ gi = Tegangan geser yang diizinkan [N/mm2]
τ gm = Tegangan geser maksimal [N/mm2]
V = Faktor keamanan
(R.S. Khurmi, 2005 : 514)

c) Perhitungan Diameter Poros


16 . Te
d 3= (2.18)
π . Ʈgi

Keterangan :
Te = Torsi ekuivalen [Nmm]
Ʈgi = Tegangan geser yang diizinkan [N/mm2]
d = Diameter Poros [mm]
(R.S. Khurmi, 2005 : 513)

d) Perhitungan Torsi Ekuivalen


Te= √[( Km . M )²+(Kt . T ) ²] (2.19)

Keterangan :
Te = Torsi ekuivalen [Nmm]
M = Momen yang bekerja pada poros [Nmm]
T = Torsi [Nmm]
Km = Faktor koreksi momen lentur
Kt = Faktor koreksi momen poros

(Khurmi, 2005: 517 )

Harga Km dan Kt dapat dilihat pada Tabel 2.10

Tabel 2.7 Harga Km dan Kt

Nature of load Km Kt
1. Stationary shafts
a. Gradually applied load 1.0 1.0
27

b. Suddenly applied load 1.5 to 2.0 1.5 to 2.0


2. Rotating shafts
a. Gradually applied or steady load 1.5 1.5
b. Suddenly applied load with minor 1.5 to 2.0 1.5 to 2.0
shocks only
2.0 to 3.0
c. Suddenly applied load with heavy 2.0 to 3.0
shocks

(Khurmi, 2005: 531)

2.3.5 Bantalan (Bearing)


Bantalan (Bearing) adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban,
sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus,
aman, dan lama (Sularso, 1997)

Gambar 2.10 Bearing

Umur dari bantalan bola atau rol (ball bearing atau roller bearing) dapat
didefinisikan sebagai jumlah putaran (atau waktu saat diberikan kecepatan yang
konstan) dimana bantalan berjalan sebelum tanda-tanda kelelahan berkembang
pada bahan salah satu cincin atau salah satu dari elemen rol.
Umur rating dari kelompok bantalan bola atau rol yang identik didefinisikan
sebagai jumlah putaran (atau jam pada kecepatan konstan tertentu) yang akan
diselesaikan atau dilampaui 90 persen dari kelompok bantalan sebelum bukti
kelelahan pertama berkembang (yaitu hanya 10 persen dari kelompok bantalan
yang gagal karena kelelahan).
28

Istilah umur minimum juga digunakan untuk menunjukkan umur rating.


Telah ditemukan bahwa umur yang 50 persen dari satu kelompok bantalan akan
lengkap atau melampaui kira-kira 5 kali umur yang 90 persen dari bantalan akan
lengkap atau melebihi. Dengan kata lain, kita dapat mengatakan bahwa usia
ratarata suatu bantalan adalah 5 kali usia rating (atau usia minimum). Dapat
dicatat bahwa umur terpanjang dari satu bantalan jarang lebih lama dari 4 kali
kehidupan rata-rata dan kehidupan maksimum satu bantalan adalah sekitar 30
hingga 50 kali umur minimum. Umur bantalan untuk berbagai jenis mesin
diberikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.8 Umur bantalan untuk berbagai jenis mesin


No Aplikasi dari bantalan Umur bantalan
dalam jam
1 Instrumen dan peralatan yang jarang
digunakan
500
 Peralatan untuk demonstrasi,
mekanismeuntuk operasi pintu geser 1.000 – 2.000
 Mesin pesawat terbang

Mesin yang digunakan untuk periode singkat


dan yang kerusakannya tidak akan memiliki
konsekuensi serius, misalnya: alat-alat tangan,
2 4.000 – 8.000
dan mengoperasikan mesin, mesin pertanian,
crane di toko-toko, mesin domestik.

Mesin bekerja sesekali yang kerusakannya


3 memiliki konsekuensi serius, misalnya: mesin 8.000 – 12.000
bantu di pembangkit listrik, pabrik conveyor
untuk produksi aliran, lift, crane untuk barang
potongan, peralatan mesin yang sering
digunakan.

4 12.000 – 20.000
Mesin bekerja 8 jam per hari dan tidak selalu
sepenuhnya digunakan mis. Motor listrik
stasioner, unit perlengkapan serbaguna

5 Mesin bekerja 8 jam per hari dan sepenuhnya 20.000 – 30.000


digunakan, misalnya: mesin untuk industri
teknik, crane untuk barang curah, kipas
ventilasi, counter shaft.
29

6 40.000 – 60.000
Mesin bekerja 24 jam per hari, misalnya:
separator / pemisah, kompresor, pompa,
kerekan tambang, kapal angkatan laut
7 100.000 – 200.000
Mesin yang dibutuhkan untuk bekerja dengan
tingkat keandalan yang tinggi 24 jam per hari,
misalnya: mesin pembuat pulp dan kertas,
pembangkit listrik
umum, pompa-tambang, pekerjaan air.

(R.S. Khurmi, 2005 : 1005 – 1006)


Perhitungan yang digunakan dalam perancangan bantalan antara lain:
a) Beban ekuivalen
Hal pertama yang dihitung dalam penentuan bantalan yaitu beban
ekuivalern yang dihasilkan, yaitu dengan rumus:
Fa
Pe = Fr, jika ≤ 0,8 (2.20)
Fr

(FAG Rolling Bearing, 1989)

b) Factor kecepatan
Kemudian menghitung faktor kecepatan dengan rumus :
1

f n=

33 3
p

n
Keterangan :
(2.21)

p = 3 untuk ball bearing


(FAG Rolling Bearing, 1989)
c) Factor umur bantalan
Setelah faktor kecepatan ditemukan maka dapat menghitung faktor umur
bantalan dengan rumus :

C
fh = f n × (2.22)
P

(FAG Rolling Bearing, 1989)

d) Umur nominal bantalan


30

Setelah faktor umur didapat, umur nominal bantalan dapat diketahui


dengan rumus :
Lh = 500 × fhp (2.23)

(FAG Rolling Bearing, 1989)

2.3.6 Mur dan Baut

Gambar. 2.11 Mur dan Baut


(Sumber : Sularso, 1994 : 293-295)

Mur dan baut merupakan alat pengikat yang sangat penting dalam suatu
rangkaian mesin. Untuk mencegah kecelakaan dan kerusakan pada mesin,
pemilihan mur dan baut sebagai pengikat harus dilakukan dengan teliti untuk
mendapatkan ukuran yang sesuai dengan beban yang diterimanya. Pada mesin ini,
mur dan baut digunakan untuk mengikat beberapa komponen, antara lain :
a) Pengikat pada bantalan
b) Pengikat pada Pisau stainless steel
c) Pengikat pada motor listrik
d) Pengikat pada reducer
e) Pengikat pada plat
Ketika baut dikenakan pembebanan koreksi, seperti dalam kasus baut
kepala silinder internal mesin pembakaran, ketahanan baut harus dipertimbangkan
untuk mencegah kerusakan pada ulir. Dalam baut biasa ditunjukkan pada Gambar
(a), efek dari beban impulsif diterapkan secara aksial terkonsentrasi pada bagian
terlemah dari baut yaitu area cross-sectional pada ujung ulir. Dengan kata lain,
31

tegangan di bagian berulir baut akan lebih tinggi dari pada di ujung. Maka
sebagian besar energi akan diserap di bagian berulir yang dapat memecah bagian
berulir karena panjangnya yang kecil. Jika ujung baut diturunkan ke diameter
yang sama atau bahkan sedikit lebih rendah dari inti diameter benang (Dc) seperti
yang ditunjukkan pada Gambar (b), maka ujung dari baut akan mengalami
penekanan yang lebih tinggi. Ini berarti bahwa bagian ujung akan menyerap
sebagian besar energi, sehingga mengurangi bahan di bagian dekat utas baut,
dengan cara ini, menjadi lebih kuat dan lebih ringan dan itu meningkatkan
kapasitas menyerap shock dari baut karena peningkatan modulus ketahanan. Ini
memberi kita baut kekuatan yang seragam. Ketahanan baut juga dapatditingkatkan
dengan meningkatkan panjangnya.
Metode alternatif kedua untuk memperoleh baut dengan kekuatan yang
seragam ditunjukkan pada Gambar (c). Dalam metode ini, lubang aksial dibor
melalui kepala sejauh bagian ulir seperti daerah dari betis menjadi sama dengan
area akar dari benang.
(Khurmi, 2005: 404)

Gambar 2.12 Kekuatan Baut


(Sumber : Khurmi, 2005 : 404)

a) Tegangan Dalam
 Tegangan Geser Torsional

(2.24)

Keterangan :
32

Τg = Tegangan geser [N/mm2]


T = Torsi [Nmm]
J = Momen Inersia [mm4]
R = jari – jari [mm]
dc = Diameter minor [mm]

( Khurmi, 2005: 390 )

b) Tegangan Geser Pada Ulir


 Tegangan geser rata – rata ulir pada baut/screw (τsr)

(2.25)

Keterangan :
F = Tegangan geser yang diijinkan x Luas
penampang bagian bawah [N]
B = Lebar ulir pada arah melintang [mm]
Dc = Diameter minor [mm]
n = Jumlah ulir

( Khurmi, 2005: 390 )

 Tegangan geser rata – rata ulir pada mur/nut (τgr)

(2.26)
( Khurmi, 2005: 390 )

Keterangan :
d = Diameter major [mm]
F = Beban = Tegangan geser yang diijinkan x
Luas penampang bagian bawah [N]
B = Lebar ulir pada arah melintang [mm]
n = Jumlah ulir
 Tegangan Crushing Pada Ulir (σc)
33

(2.27)

Keterangan :
F = Beban [N]
d = Diameter major [mm]
dc = Diameter minor [mm]
n = Jumlah ulir

( Khurmi, 2005: 390)

 Tegangan Lentur

(2.28)

Keterangan :
σb = Tegangan lentur baut [N/mm2]
x = perbedaan tinggi sudut ekstrem mur atau
kepala [mm]
l = Panjang baut [mm]
E = Modulus elastisitas bahan baut
( Khurmi, 2005: 390 )
c) Tegangan akibat gaya luar
 Tegangan Tarik
π
F= ( dc ) ² σt (2.29)
4

Keterangan :
dc = Diameter minor [mm]
σt = Tegangan Tarik bahan baut [N/mm2]
F = Gaya luar yang dikerjakan [N]
( Khurmi, 2005: 391 )
 Tegangan Geser

(2.30)
34

Keterangan :
τg = Tegangan geser [N/mm2]
Fs = Beban Geser [N]
d = Diameter major [mm]
nu = Jumlah baut
( Khurmi, 2005: 392 )
d) Tegangan Kombinasi
 Tegangan geser maksimum

(2.31)

Keterangan :
Τgm = Tegangan geser maksimum [N/mm2]
Σt = Tegangan Tarik bahan baut [N/mm2]
τg = Tegangan geser [N/mm2]
(Khurmi, 2005: 392 )
 Tegangan tarik maksimum

(2.32)

Keterangan :
σtm = Tegangan Tarik Maksimum [N/mm2]
σt = Tegangan Tarik bahan baut [N/mm2]
τg = Tegangan geser [N/mm2]
( Khurmi, 2005: 392)

2.3.7 Pasak
Pasak merupakan sepotong baja lunak (mild steel), berfungsi sebagai
pengunci yang disisipkan diantara poros dan hub (bos) sebuah roda puli atau roda
gigi agar keduanya tersambung dengan pasti sehingga mampu meneruskan
momen putar/torsi.
35

Pemasangan pasak antara poros dan hub dilakukan dengan membenamkan


pasak pada alur yang terdapat antara poros dan hub sebagai tempat dudukan pasak
dengan posisi memanjang sejajar sumbu poros.

Gambar 2.13 Penampang Pasak


( Khurmi, 2005: 475 )

Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam mendesain sebuah pasak sebagai
berikut :
a) Bahan pasak dipilih lebih lemah daripada bahan poros atau bahan elemen
mesin yang harus ditahan oleh pasak.
b) Gaya tangensial yang bekerja :

(2.33)
Keterangan :
T = Torsi [Nmm]
F = Gaya tangensial [N]
σt = Tegangan tarik [N/mm2]
( Khurmi, 2005: 475 )
c) Kekuatan Pasak Geser dan Tumbukan

(2.34)
Keterangan :
L = Panjang pasak [mm]
w = Lebar pasak [mm]
d = Diameter poros [mm]
36

σt = Tegangan tarik [N/mm2]


τg = Tegangan geser [N/mm2]
( Khurmi, 2005: 475 )

d) Untuk keamanan :
Ʈact < Ʈgi (2.35)
Keterangan :
Ʈact = Tegangan geser yang terjadi [N/mm2]
Ʈgi = Tegangan geser yang diizinkan [N/mm2]
Tabel 2.9 Pasak Standar ( R.S. Khurmi, 2005 ; 472 )

2.3.8 Dasar Perhitungan Sambungan Las


Keuntungan sambungan las dibanding dengan sambungan paku keling
adalah rapat, lebih kuat, ringan, dan tidak membutuhkan bilah. Pengelasan dapat
dilakukan denganberbagai macam cara, namun pada umumnya adalah proses fusi
dan prosestekan.Pada proses fusi bagian logam yang akan dilas, dilelehkan
bersamadengan bahan tambahan. Sedangkan pada alas tekan tidak diperlukan
bahan pengisi.
1) Proses Pengelasan
37

Permukaan yang dilas harus dipanaskan sampai suhu las yang ditentukan
dan harus bersentuhan. Persatuan dari logam-logam terjadi karena:
a) Tekanan bersama (las tekan = pressure welding)
b) Peleburan (las fusi = fusion welding)
2) Tipe sambungan las
a) Sambungan Sudut (Fillet joint) atau Lap joint.
b) Sambungan Temu (Butt joint)
3) Perhitungan sambungan las
a) Kekuatan dari sambungan las melintang

Gambar 2.14 Sambungan Las Tunggal dan Ganda Melintang

( Khurmi, 2005: 349)

Gambar 2.15 Penampang Las


( Khurmi, 2005: 349)
Keterangan :
S = Tebal [ mm]
I = panjang [ mm]
T = s = tebal [ mm ]
b) Perhitungan leher las
38

𝐴 = 0707 𝑠. 𝑙𝐹 = 2 . 0,707 𝑠. 𝑙. 𝜏𝑔 (2.36)


Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
l = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
F = Gaya Tarik Sambungan Las [N]
τg = Tegangan geser [N/mm2]
c) Perhitungan luas sambungan leher las

𝐴 = 0707 𝑠. 𝑙𝐹 = 2 . 0,707 𝑠. 𝑙. 𝜏𝑔 (2.37)

Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
l = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
F = Gaya Tarik Sambungan Las [N]
Τg = Tegangan geser [N/mm2]
d) Perhitungan kekuatan sambungan las pada sambungan tunggal

𝐴 = 0707 𝑠. 𝑙𝐹 = 2 . 0,707 𝑠. 𝑙. 𝜏𝑔 (2.38)

Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
l = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
F = Gaya Tarik Sambungan Las [N]
Τg = Tegangan geser [N/mm2]
e) Perhitungan kekuatan sambungan las pada sambungan ganda

𝐴 = 0707 𝑠. 𝑙𝐹 = 2 . 0,707 𝑠. 𝑙. 𝜏𝑔 (3.39)

Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
L = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
39

F = Gaya Tarik Sambungan Las [N]


τg = Tegangan geser [N/mm2]
f) Perhitungan kekuatan sambungan las parallel

Gambar 2.16 Sambungan Las Parallel

g) Luas sambungan las


𝐴 = 0707 𝑠. 𝑙𝐹 = 2 . 0,707 𝑠. 𝑙. 𝜏𝑔 (2.40)

Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
l = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
F = Gaya Tarik Sambungan Las [N]
Τg = Tegangan geser [N/mm2]

h) Kekuatan sambungan las parallel


𝐴 = 2 . 0,707 𝑠. 𝑙. 𝜏𝑔 = 2 . 0,707 𝑠. 𝑙. 𝜏𝑔 (2.41)
Keterangan :
A = Luas Sambungan Las [mm2]
l = Panjang Las [mm]
s = Kaki Las atau Ketebalan Las [mm]
F = Gaya Tarik Sambungan Las [N]
Τg = Tegangan geser [N/mm2]
(Khurmi, 200: 350)
40

2.4 Perhitungan Waktu Pemesinan


2.4.1 Perhitungan Waktu Kerja Mesin Bubut

Gambar 2.17 Proses Bubut Melintang

Gambar 2.18 Proses Bubut Memanjang

Elemen dalam proses bubut adalah sebagai berikut :


a) Kecepatan putaran mesin bubut memanjang

(2.42)

Keterangan :
N = Kecepatan putaran mesin bubut [putaran/menit]
Vc = Kecepatan potong [m/menit]
db = Diameter benda kerja [mm]
b) Kecepatan putaran mesin bubut melintang

(2.43)
Keterangan :
41

Dl = diameter bubut melintang [mm]


d0 = diameter awal pembubutan [mm]
di = diameter akhir pembubutan [mm]
n = Kecepatan putaran mesin bubut [putaran/menit]
Vc = Kecepatan potong [m/menit]
c) Kecepatan pemakanan
𝑉𝑓 = 𝑓 . 𝑛 (2.44)
Keterangan :
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
n = Kecepatan putaran mesin bubut [putaran/menit]
f = Besar pemakanan [mm/putaran]
d) Panjang pembubutan total
𝐿 = 𝑙𝑎 + 𝑙 (2.45)
Keterangan :
Lp = Panjang total pembubutan [mm]
La = Jarak start pahat [mm]
L = Panjang pembubutan [mm]

e) Waktu pemesinan bubut

(2.46)
Keterangan :
Tb = waktu pemesinan bubut [menit]
L = panjang total pembubutan [mm]
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
(Herman Jutz, 1985:102)

Putaran yang tersedia pada mesin bubut :


 Mesin bubut maximat : 30, 50, 65, 90, 110, 155, 190, 260,
320, 440, 540, 740, 900, 1500 [rpm]
 Mesin bubut celtic : 24, 35, 60, 75, 85, 118, 145, 160, 235,
290, 370, 460, 515, 725, 1000 [rpm]
42

2.4.2 Perhitungan Waktu Kerja Mesin Frais

Gambar 2.19 Proses Kerja Mesin Frais


Elemen dalam proses frais adalah sebagai berikut :
a) Kecepatan putaran mesin frais

(2.47)
Keterangan :
n = Kecepatan putaran mesin bubut [putaran/menit]
Vc = Kecepatan potong [m/menit]
Df = Diameter alat potong/pahat [mm]
b) Kecepatan pemakanan
𝑉𝑓 = 𝑓 . 𝑧 . 𝑛 (2.48)

Keterangan :
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
n = Kecepatan putaran mesin frais [putaran/menit]
f = Besar pemakanan [mm/putaran]
z = Jumlah mata sayat pahat
c) Panjang pengefraisan total
𝐿𝑝 = 𝑙𝑎 + 𝑙 + 𝑙𝑢 (2.49)
Keterangan :
Lp = Panjang total pengefraisan [mm]
43

la = Jarak start pahat [mm]


l = Panjang pengefraisan [mm]
lu = kelebihan akhir [mm]
d) Waktu pemesinan frais

(2.50)
Keterangan :
tf = waktu pemesinan frais [menit]
Lp = panjang total pengefraisan [mm]
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
(C. Van Terheijden, 1986:83)

Putaran yang tersedia pada mesin frais F4 :


 60, 65, 75, 90, 100, 120, 140, 160, 180, 200, 235, 270, 310 [rpm]
 350, 430, 500, 580, 610, 670, 770, 890, 1000, 1160, 1330,1500,
1750, 2000 [rpm]
 650, 750, 850, 1000, 1300, 1500, 1700, 2000, 2250, 2500, 3000
[rpm]

2.4.3 Perhitungan Waktu Kerja Mesin Gurdi

Gambar 2.20 Proses Kerja Mesin Gurdi

Elemen dalam proses gurdi adalah sebagai berikut :


a) Kecepatan putaran mesin gurdi
44

(2.51)

Keterangan :
n = Kecepatan putaran mesin frais [putaran/menit]
Vc = Kecepatan potong [m/menit]
Dg = Diameter gurdi [mm]
b) Kecepatan pemakanan
𝑉𝑓 = 𝑓 . 𝑛 (2.52)

Keterangan :
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
N = Kecepatan putaran mesin gurdi [putaran/menit]
F = Besar pemakanan [mm/putaran]
c) Panjang penggurdian total
𝐿𝑝 = 𝑙 + 0,3𝑑 (2.53)
Keterangan :
Lp = Panjang total pengefraisan [mm]
dg = diameter mata bor [mm]
l = Panjang penggurdian [mm]
d) Waktu pemesinan gurdi

(2.54)
Keterangan :
tg = waktu pemesinan gurdi [menit]
Lp = panjang total penggurdian [mm]
Vf = Kecepatan pemakanan [mm/menit]
(Herman Jutz, 1985:102)
Putaran yang tersedia pada mesin gurdi : 40, 80, 115, 135, 160,
119, 230, 270, 275, 280, 320, 385, 460, 550, 560, 855, 1050, 1235,
1465, 2470, 2830 [rpm]
45

2.5 Kapasitas Mesin


Untuk menghitung besarnya kapasitas mesin dapat diketahui berdasarkan
rumus dibawah ini.
Q=m.n.z (2.50)
keterngan :
Q = kapasitas mesin ( kg / min )
N = putaran (rpm)
Z = jumlah pisau
m = Massa limbah ikan hasil tumbukan oleh satu pisau dari
hasil penimbangan
46

BAB III
PERTIMBANGAN DAN PEMILIHAN DESAIN

3.1 Pemilihan Desain


Pemilihan desain untuk mesin penggiling limbah ikan dilakukan beberapa
tahapan agar dapat tercapai fungsi dan beberapa kriteria yang dikehendaki.
3.1.1 Pemilihan Desain Mesin
Mesin penggiling limbah ikan tipe hammer mill ini didesain dengan
jumlah 80 hammer yang diberi 5 penyangga serta 4 poros hammer, mesin
yang menggunakan penggerak motor bensin ini merupakan mesin yang
dirancang untuk menggiling limbah ikan. Mesin ini dibuat untuk mengatasi
masalah limbah ikan yang ada didaerah pesisir kota semarang dan juga dapat
membantu para nelayan untuk meningkatkan nilai ekonomis hasil dari
tangkapnya. Mesin ini diharapkan mampu menghasilkan ukuran yang
seragam sehingga hasilnya mempunyai nilai mutu yang baik selain itu juga
dalam perancangan mesin ini juga mempertimbangkan segi ekonomis
keamanan, dengan konstruksi yang sederhana, mudah dioperasikan dan
perawatannya mudah sehingga memperkecil biaya pemeliharaan. Mesin
penggiling limbah ikan ini dirancang dengan memperhatikan aspek
lingkungan, sehingga bisa dioperasikan tanpa menimbulkan polusi. Misalnya
polusi udara dan air.
3.1.2 Prinsip kerja
Mesin penggiling tipe hammer mill ini bekerja dengan prinsip
menghacurkan produk dengan gaya pukul secara continue, dengan
menggunakan motor bensin 5,5 HP pada putaran 2400 rpm. Motor bensin
akan menggerakan mekanisme pully pada poros hammer, sehingga akan
menggiling limbah ikan secara continue, limba ikan akan kelur melalui output
hopper dengan melalui screen dengan uran 50 mesh.
47

3.2 Proses Perancangan


Pembuatan mesin peggiling limbah ikan ini dimulai dengan proses
observasi ke sebuah daerah pesisir pantai yang berada di daerah tambak rejo kota
semarang. Proses obeservasi dilakukan secara langsung dengan mewawancarai
para nelayan, dari hasil wawancara munculah sebuah ide untuk membuat mesin
penggiling limbah ikan menggunakan motor bensin 5,5 HP.
Setelah melalui tahap obserbasi dan wawancara maka tahap selanjutnya
adalah proses sintesis dimana dilakukan pencarian bentuk hammer, tabung,
kontriksi mesin serta jenis transmisi yang akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan mesin, tahap berikutnya adalah proses pembuatan rancangan mesin
yang akan dibuat dengan meggunakan sofwere solidwork dan autocad, pada tahan
ini gambar teknik dibuat secara jelas agar dapat mudah dipahami oleh pihak yang
akan membuatnya karena gambar teknik merupakan alat media kominukasi
sehingga informasi lebih lengkap, pada tahap sintesis dibuat tiga alternatif desain.
Dan pada selanjutnya melakukan identifikasi terkait kebutuhan bahan untuk
menunjang proses selanjutnya.
Setelah tahap sintesis selanjutnya memasuki tahap analisis terhadap
alternatif - alternatif desain yang ada untuk dipilih alternatif terbaik yang meliputi
analisis konstruksi, ketercapaian fungsi, tingkat efisiensi, biaya dan lain-lain.
Tahap selanjutnya adalah tahap evaluasi untuk mengevaluasi dua tahap
sebelumnya tahap sintesis dan analisis untuk diukur cocok tidaknya terhadap
spesifikasi yang telah ditentukan.
Langkah terakhir dalam proses perancangan yaitu menyusun dokumen
hasil perancangan dalam bentuk gambar lengkap atau gambar kerja (working
drawing), daftar komponen yang diperlukan, spesifikasi bahan yang digunakan.
Setelah gambar kerja selesai langkah selanjutnya adalah pembuatan dan
perakitan alat. Metode ini meliputi pembuatan komponen-komponen mesin dan
merakitnya menjadi sebuah mesin rancangan yang diinginkan.
Langkah selanjutnya adalah pengujian mesin. Langkah ini dilakukan untuk
mengetahui keberhasilan mesin secara fungsional maupun operasional
perancangan dan pembuatan mesin penggiling limbah ikan. Apabila masih ada
48

kekurangan maka dapat di perbaiki dan di sempurnakan kembali sehingga tujuan


pembuatan mesin ini dapat tercapai. Terakhir adalah evaluasi dan revisi, setelah
alat sudah diuji maka harus diperbaiki kekurangan-kekurangannnya sehingga
menjadi alat yang sempurna. Untuk mempermudah dalam melakukan aktivitas
perancangan di bawah ini dibuat flowchart rancang bangun.

Gambar 3.1 Diagram Alir Suatu Proses perancangan


(sumber : sigley, 2016: 12)
49

3.3 kriteria perancangan


Membangun kriteria sangatlah dibutuhkan karena akan menentukan kebutuhan
yang akan dipakai untuk merancang alat atau mesin. Kriteria pembuatan mesin
penggiling limbah ikan dikelompokan menjadi dua, yaitu : (Dieter,G.E.1991)
a) Kriteria Must
1) Penggunaanya aman bagi operator dan lingkungan.
2) Mampu menghasilkan produk tepung ikanyang seragam dengan
ukuran mesh 50.
b) Kriteria Wants
1) Membuat mesin penggiling limbah ikan yang murah biaya
pengoprasiannya.
2) Membut mesin yang mudah dalam perawatan dan
pengoprasiannya.
Sebelum membuat mesin hasil rancangan pertama, lalu yang harus dilakukan
adalah merencanakan alternatif desain. Pada alternatif desain akan muncul
beberapa pilihan perancangan/desain yang nantinya dapat dipertimbangkan dan
dipilih salah satu perancangan terbaik.

3.4 Mekanisme Alternatif Pemilihan Desain


Sebagai solusi atas masalah dan melatar belakangi perancangan ini, berikut
disajikan tiga alternatif desain rancang bangun mesin penggiling limbah ikan
dengan menggunakan motor bensin 5,5 HP, yang kemudian akan
dipertimbangkan dan dilakukan pemilihan alternatif desain terbaik.
50

Alternatif Desain 1

1
9
2

10
3

11
4

12
5

13
6

14 7

Gambar 3.2 alternatif desain 1


Keterangan :
1) Hopper input
2) Mill diam
3) Mill gerak
4) Gear
5) bush
6) Screen
7) Frame
8) Hopper output
9) V-belt
10) Pully
51

11) Poros
12) Motor besin
13) Pully motor
14) Body

Mekanisme kerja mesin dalam desain alternatif 1 adalah sebagai berikut :


Pada alternatif desain yang seperti terlihat pada gambar 3.2 penggerak
mesinnya menggunakan motor bensin dengan daya 5,5 HP. Mesin penggiling
limbah ikan dengan menggunakan 2 poros putar yang masing-masing poros terdiri
dari 8 pisau yang dikasih pembatas dengan mengguakan bush, selain itu pada
desain alternatif pertama ini menggunakan mill diam yang dipasang pada sisi
dinding yang berhadapan dengan pisau putar.pada desain alternatif 1 ini juga
menggunakan screen dengan ukuran mesh 50 untuk menghasilkan produk ikan
yang halus dan bermutu baik.
Prinsip kerja yaitu ketika motor bensin dinyalakan, maka kecepatan putar
pada poros menggerakan pully, sehingga pully motor menggerakan sabuk v-belt.
Dimana sabuk v-belt mendistribusikan daya dan kecepatan dari pully motor
menuju pully poros pisau, pully pisau akan menggerakan poros satu sehingga
poros pisau akan berputar searah jarum jam. Dari poros pisau satu akan
menggerakan poros pisau dua dengan menggunakan gear yang sama, sehigga pada
poros pisau dua akan berputar dengan kecepatan yang sama namun dengan arah
putaran yang berbeda.
Pada tahap selanjutnya adalah pemasukan limbah ikan ketika mesin sudah
berjalan, limbah ikan dimasukan kedalam hopper output lalu akan masuk kedalam
ruang penggilingan atau penghancuran, dengan berputarnya dua poros pisau yang
saling berlawanan arah dan proses penghacuran dengan mill diam. Hasil
penggilingan akan jatuh ke screen, limbah ikan akan tertahan sampai ukuran
limbah ikan belum sesuai dengan ukuran screen.
 Kelebihan :
a) Pengoprasian mesin hanya menggunakan satu operator.
b) Mudah dalam perawatan karena dapat dibongkar pasang kembali.
52

c) Kontruksi mesin yang sedergana sehingga mudah ditempatkan dimana


saja.
d) Kontruksi mesin yang kuat sehingga dapat digunakan untuk produk
yang keras dan ulet.
e) Hasil penggilingan seragam karena terdapat screen pada bagian output.

 Kekurangan :
a) Proses pembutan mesin yang lebih rumit karena memerlukan ketelitian
tinggi.
b) Kecepatan penghancuran lebih lama.
c) Biaya pembuatan mesin yang lebih mahal.
d) Tidak tersedia suku cadang untuk millnya jika suatu saat terjadi
kerusakan.

Alternatif Desain 2

8 1

9
2

10
3

11 4

12 5

Gambar 3.3 Alternatif Desain 2


53

Mekanisme kerja mesin dalam desain alternatif 1 adalah sebagai berikut :


Pada alternatif desain yang seperti terlihat pada gambar 3.3 penggerak
mesinnya menggunakan motor bensin dengan daya 5,5 HP. Mesin penggiling
limbah ikan dengan menggunakan 1 poros putar menggerakan piringan yang telah
dipasang mill dan selain itu juga terdapat mill diam yang di pasang pada dinding
open. Untuk mendapatkan hasil yang halus pada bagian output terdapat screen
dengan ukuran mesh 50.
Prinsip kerja yaitu ketika motor bensin dinyalakan, maka kecepatan putar
pada poros menggerakan pully, sehingga pully motor menggerakan sabuk v-belt.
Dimana sabuk v-belt mendistribusikan daya dan kecepatan dari pully motor
menuju pully poros pisau, pully pisau akan menggerakan poros yang telah
dipasang piringan dan mill sedangkan mill yang akan dipasang pada dinding open
akan tetap diam. Pada saat limbah ikan dimasukan pada bagian output hopper
limbah ikan akan masuk kedalam ruang penghancuran dimana proses
penghancuran dengan menggunakan mekanisme gaya gesek karena adanya
lekukan–lekukan pada mill yang berputar dan dinding alat. Gaya pukul terbentuk
karena ada logam–logam yang dipasang pada posisi yang bersesuaian. Hasil
penggilingan akan jatuh ke screen, limbah ikan akan tertahan sampai ukuran
limbah ikan belum sesuai dengan ukuran screen.
 Kelebihan :
a) Pengoprasian mesin hanya menggunakan satu operator.
b) Mudah dalam perawatan karena dapat dibongkar pasang kembali.
c) Tenaga yang dibuthkan lebih rendah bila dibandingkan dengan
penepung palu
d) Hasil penggilingan seragam karena terdapat screen pada bagian output.
 Kekurangan :
a) Kecepatan penghancuran lebih lama dibandingkan dengan tipe
hammer.
b) Mill gampang rusak jika terdapat benda asing masuk penggilingan.
54

Alternatif Desain 3

7
2
8
3
9
4
10

5
11

12
6

13

14

Gambar 3.4 Alternatif Desain 3


Keterangan :
1) Hopper input
2) Body
3) Pully
4) Poros utama
5) Frame
6) Motor bensin
7) Dinding rigi-rigi
8) Hammer
55

9) Penyangga hammer
10) Bush
11) Poros hammer
12) Hopper output
13) V-belt
14) Pully motor

Mekanisme kerja mesin dalam desain alternatif 1 adalah sebagai berikut :


Pada alternatif desain yang seperti terlihat pada gambar 3.2 penggerak
mesinnya menggunakan motor bensin dengan daya 5,5 HP. Mesin penggiling
limbah ikan ini mengunakan 1 poros putar yang menggerakan hammer dengan
jumlah 80 hammer, selain itu terdapat 6 penyangga hammer yang berfungsi untuk
menopang hammer degan disanggan 4 poros hammer.untuk media penghancuran
terdapat juga rigi-rigi pada dinding body.Pada desain alternatif 1 ini juga
menggunakan screen dengan ukuran mesh 50 untuk menghasilkan produk ikan
yang halus dan bermutu baik.
Prinsip kerja yaitu ketika motor bensin dinyalakan, maka kecepatan putar
pada poros menggerakan pully, sehingga pully motor menggerakan sabuk v-belt.
Dimana sabuk v-belt mendistribusikan daya dan kecepatan dari pully motor
menuju pully poros utama, pully pisau akan menggerakan poros utama yang
secara otomatis juga akan menggerakan hammer. Pada saat limbah ikan
dimasukan kedalam input hopper limbah ikan akan jatuh kedalam ruang
penggilingan, penghancuran limbah ikan dengan pukulan atau impak dari
pemukul, penghancuran oleh sisi pemukul dan keausan (attrition) atau aksi
gosokan (rubbling action) dalam dinding rigi-rigi sebagai medianya. Hasil
penggilingan akan jatuh ke screen, limbah ikan akan tertahan sampai ukuran
limbah ikan belum sesuai dengan ukuran screen.
 Kelebihan :
a) Pengoprasian mesin hanya menggunakan satu operator.
b) Mudah dalam perawatan karena dapat dibongkar pasang kembali.
c) Waktu penggilingan lebih cepat dari tipe mesin lain.
d) Terdapat suku cadang jika terjadi kerusakan pada hammer.
56

e) Tidak mudah rusak dengan adanya benda asing dalam bahan dan
beroperasi tanpa bahan.
 Kekurangan :
a) Untuk gilingan permulaan atau gilingan kasar dibutuhkan tenaga yang
relatif besar sampai batas-batas tertentu.
b) Kotruksi mesin rumit sehingga memerlukan ketelitian yang tinggi
dalam pengerjaan-nya.

3.5 Penilaian dan Pemilihan Alternatif Desain.


Berdasarkan protoripe alternatif desain yang sudah dibuat, dipilih desain
terbaik yang mampu memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan guna memenuhi
apa yang telah direncanakan sebelumnya. Pada pemilihan desain mesin penggiling
limbah ikan ini menggunakan metode Weighted Objectives dari buku (cross,2005)
antara lain sebagai berikut :
Tabel 3.1 Matriks Peringkat dan Bobot kriteria
Kriteria A B C D E F Jumlah

A - 0,5 0,5 1 1 1 4

B 0,5 - 0,5 0,5 1 1 3,5

C 0,5 0,5 - 0 1 1 3

D 0 0,5 1 - 0 1 2,5

E 0 0 0 1 - 0,5 1

F 0 0 0 0 0,5 - 0,5

Jumlah 14,5
(cross, 2005: 141)
Keterangan :
A = Pengoprasian
B = Waktu Penghancuran
C = Kontruksi
D = Biaya Pembuatan
E = Ketersediaan suku cadang
57

F = Perawatan
Untuk menilai kriteria bobot, salah satu caranya adalah dengan membandingkan
setiap kriteria yang ada. Berikut adalah cara membandingkan kriteria tersebut:
1) Kriteria yang lebih prioritas diberi nilai1.
2) Kriteria yang kurang prioritas diberi nilai 0
3) Kriteria yang satu dengan kriteria yang satunya dianggap memiliki
prioritas yang sama, maka diberi nilai 0,5 tiap-tiap kriteria.
Setelah memperoleh kriteria yang lebih diutamakan, maka diperoleh bobot kriteria
dengan cara:
Jumlah
x 100 %
Jumlah total
Bobot masing – masing kriteria:
A= 4 / 14,5 x 100% = 27,56 %
B = 3,5 / 14,5 x 100% = 24,13 %
C= 3 / 14,5 x 100% = 20,68 %
D = 2,5 / 14,5 x 100% = 17,24%
E = 1 / 14,5 x 100% = 6,89 %
F = 0,5 / 14,5 x 100% = 3,44 %

Tabel untuk menentukan nilai dari setiap kriteria dengan menggunakan


tabel skala 11 batasan dan skala 5 batasan seperti di bawah ini:
Tabel 3.2 Skala 11 Batasan dan Skala 5 Batasan

11 Point Description 5 Point Description


Scale Scale

0 Totally useless solution 0 inadequate


1 Very inadequate solution
2 Weak solution 1 weak
3 Poor solution
4 Tolerable solution 2 satisfactory
5 Satisfactory solution
6 Good solution with a few drawbacks
7 Good solution 3 good
8 Very good solution
9 Excellent solution 4 excellent
10 Ideal solution
(Cross, 2005: 146)
58

Setelah persentase dapat ditentukan dari setiap aspek penilaian, langkah


selanjutnya adalah menentukan penilaian mekanisme pemilihan alternatif desain
sesuai persentase diatas.
Tabel 3.2 Penilaian Pemilihan Alternatif Desain
Kriteri Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
a Bobot(k)
Nilai NxK Nilai NxK Nilai NxK
(N) (N) (N)
A 27,56% 3 0,82 3 0,82 3 0,82
B 24,13% 1 0,24 2 0,46 3 0,72
C 20,58% 3 0,61 2 0,41 3 0,61
D 17,24% 2 0,34 3 0,51 2 0,34
E 6,89% 1 0,06 2 0,13 3 0,20
F 3,44% 3 0,10 3 0,10 3 0,10
Jumlah 13 2,17 15 2,43 17 2,79

3.6 Kesimpulan Desain Yang Dipilih


Dari alternatif desain yang ajukan dengan membandingkan kelebihan serta
kekurangan dari masing-masing desain dan dilakukan penilaian terhadap ketiga
alternatif desain tersebut dengan menggunakan mekanisme penilaian seperti pada
jurnal (cross, 2005:142). Maka dipilih desain alternatif ke III sebagai altrnatif
desain terbaik dengan nilai 2,79 sehingga alternatif desain III yang terpilih sebagai
rancangan yang akan digunakan.

Anda mungkin juga menyukai