Anda di halaman 1dari 4

Surau , Lapau , Rantau

A. Surau
Surau, istilah Melayu-Indonesia “surau”, dan kontraksinya “suro”, adalah kata
yang luas penggunaannya di Asia Tenggara. Sejak waktu yang sangat lama, dalam
pengertian yang sama, istilah ini kelihatannya banyak digunakan di Minangkabau,
Sumatera Selatan, Semenanjung Malaysia, Sumatera Tengah dan Patani (Thailand
Selatan). Secara bahasa, kata “surau” berarti “tempat” atau “tempat penyembahan”.
Menurut pengertian asalnya, surau adalah bangunan kecil yang dibangun untuk
penyembahan arwah nenek moyang. Karena alasan inilah, surau paling awal biasanya
dibangun di puncak bukit atau tempat yang lebih tinggi dari lingkungannya.3Surau
merupakan lembaga pendidikan tertuadi Minangkabau, bahkan sebelum Islammasuk
ke Minangkabau surau sudah ada. Dengan datangnya Islam, surau juga mengalami
proses islamisasi, tanpa harus mengalami perubahan nama. Selanjutnya surau semakin
berkembang di Minangkabau.
Di samping fungsinya sebagai tempat beribadah (shalat), tempat mengajarkan Al-
Qur'an dan Hadis serta ilmu lainnya, juga sebagai tempat musyawarah, tempat
mengajarkan adat, sopan santun, ilmu beladiri (silat Minang) dan juga sebagai tempat
tidur bagi pemuda yang mulai remaja dan bagi laki-laki tua yang sudah bercerai. Ini
barangkali sudah merupakan aturan yang berlaku di Minangkabau, karena di rumah
orang tuanya tidak disiapkan kamar untuk anak laki-laki remaja atau duda, maka
mereka bermalam di surau. Hal ini secara alamiah menjadi sangat penting, karena
dapat membentuk watak bagi generasi muda Minangkabau, baik dari segi ilmu
pengetahuan maupun ketrampilan praktis.
Fungsi surau tidak berubah setelah kedatangan Islam, hanya saja fungsi
keagamaannya semakin penting yang diperkenalkan pertama kali oleh Syekh
Burhanuddin Ulakan, Pariaman. Pada masa ini, eksistensi surau di samping sebagai
tempat shalat juga digunakan oleh Syekh Burhanuddin sebagai tempat mengajarkan
agama Islam, khususnya tarekat (suluk).
Klasifikasi Surau dari Segi Fungsinya.Surau, dahulu dapat dibedakan menjadi :
a. Surau NagariSurau nagari merupakan institusi agama di samping masjid
yang menjadi persyaratan sebuah nagari.
b. Surau Suku.Surau suku adalah tempat penghulu/ninik mamak suku dalam
pembinaan sopan santun anak kemenakan, maka oleh sebab itu surau suku
merupakansimbol budi.
c. Surau Paham Keagamaan.Surau paham keagamaan, berbentuk pusat
pengajaran dan ibadat suatu paham tarekat, misal surau Pasia Lubuk Nyiur, Surau
Tanjung Limau Sundai, Surau Nyaman Taluk dengan ulamanya adalah surau tarekat
yang amat berpengaruh.Surau di nagari diurus penghulu di nagari, secara operasional
diolah malim.
Kalau di nagari setidaknya ada 4 suku maka suraunya 4 pula. Justeru Nagari
punya syarat basurau-bamusajik (masjid) tampek baibadek (beribadat), tempat belajar
cari/ uji kecerdasandan tempat mengajar anak kemenakan berbudi pekerti mulia, di
samping balabuah nan golong –bapasa (nan rami) tampek lalu dan malewakan
kebesaran penghulu, batapian tampek mandi, babalai tampek bamusyawarah
bamupakek, bagalanggang medan nan bapane tempat uji kepandaian.

B. Lapau
Bagi masyarakat Minangkabau pada umumnya, lapau merupakan  sebuah
lembaga nonformal wadah membangun suatu interaksi, bersosialisasi, bertukar
informasi dan berdiskusi. Lapau merupakan tempat yang wajib didatangi kaum laki-
laki datangi. Tidak sulit mencari keberadaan lapau, disetiap nagari mempunyai lapau
masing-masing, bahkan jumlahnya lebih dari dua kepal tangan.

Pada waktu-waktu tertentu lapau alias warung kopi (Warkop) ini selalu penuh
sesak dengan kaum laki-laki. Biasanya mereka mendatangi lapau mulai dari
tersingkap matahari hingga tingginya sepenggalah, kemudian dilajutkan lagi ba’da
isya hingga pertengahan malam. Tidak diketahui pasti kapan sejarah duduk di lapau
ini bermula, namun sepertinya ini sudah menjadi tradisi turun-temurun. Duduk di
lapau sudah mengakar dari nenek moyang hingga saat ini. Bahkan kebiasaan duduk di
lapau itu pun diturunkan ke menantu, “rang sumando” yang berasal dari luar daerah.
“Beberapa hari setelah menikah, mertua atau saudara laki-laki dari istri sudah lansung
mengajak rang Sumando ini duduk di lapau.

Bahkan ada pameo yang berkembang; jika laki-laki Minang tidak ke lapau akan
dibilang kuper atau tidak bermasyarakat. Atau ada juga guyonan  yang mengatakan
kalau ingin jadi Anggota Dewan, perbanyaklah datang ke lapau. Di lapau, kaum laki-
laki tidak hanya menyesap secangkir kopi yang ditemani goreng ubi, atau makanan
kecil lainnya, namun  lapau juga dijadikan tempat yang multifungsi.

Berikut fungsi lapau bagi laki-laki di Sumatera barat :

1. Tempat Pelepas Lelah Tetelah Seharian Bekerja

Tidak lain tidak bukan, lapau  tempat untuk minum kopi. Bagi laki-laki di
Sumbar setelah memilih tempat duduk, biasanya mereka  langsung memesan kopi, teh
juga ragam minuman tradisional lainnya, katakanlah itu teh talua. Tetapi akan dirasa
janggal bila usia muda atau belum menikah memesan minuman yang satu ini,
pasalnya minuman ini sudah diidentikan dengan minuman pria dewasa.

Konon kabarnya Menikmati kopi sambil bersenda gurau dapat mengurangi rasa
lelah setelah bekerja seharian. Meski demikian meminum kopi ini juga memiliki
aturan tersendiri yang memiliki nilai basa-basi,  setelah pesanan dibuatkan oleh
pemilik lapau, sambil mengaduk-mangaduk air pesanan,  biasanya langsung
menawarkan minuman ke orang yang duduk di sebelahnya baik itu hanya sekadar
basa-basi ataupun niat mentraktir.

2. lapau merupakan tempat menjalin silaturahmi

Kebiasaan duduk di lapau sudah mendarah daging sehingga lapau dijadikan


tempat perkumpulan yang staregis untuk pemuda, rang sumando, mamak rumah dan
lainnya. Dari cara bagaimana orang duduk di lapau dan tatapannya, pengunjung sudah
tahu ada keretakan hubungan antar sesama pengunjung lapau.Hal itu juga  bisa dilihat
dari sindiran dan gaya bahasa, namun jarang laki-laki Minangkabau yang mau ribut
dan berkelahi di lapau karena masih memandang status dan pengunjung lainnya.

3.Tempat Bertukar Informasi Dan Berdiskusi Segala Hal.


Jika TVOne punya Indonesia Lawyer Club untuk  ajang diskusi suatu masalah,
maka laki-laki minang punya lapau sebagai tempat berdiskusi. Hal ini dikenal dengan
sebutan “Ota Lapau”. Atau juga sering disebut rapek mancik (Diskusi tikus).
Pembicaraan di lapau bisanya membahas seluruh aspek baik dari politik, adat, agama,
sosial masyarakat, peristiwa yang dialami sehari-hari sampai ajang bergosip ala laki-
laki.Hebatnya lagi, untuk menenggelamkan suatu negara bisa rampung hanya dengan
berdiskusi di lapau. Sebab diskusi di lapau tidak terstruktur dan terkadang kacau, dari
pembahasan politik tanpa sadar sudah membahas masalah agama hingga adat, bahkan
pembahasan yang sama akan dibahas kembali di lain waktu, apalagi kalau itu
peristiwa yang mengundang gelak tawa. 

Tak jarang orang paham yang mendengar mengulum tawa. Tak ada yang
menyanggah yang penting terhibur. Bahkan dari kebiasaan diskusi itu maka lahir juga
istilah, “Pa Ota dan Gadang Ota”. Biasanya ota lapau hanya habis di lapau dan tidak
ada realisasi lanjutan.

4. Tempat Mencari Pekerjaan

Salah satu fungsi lapau yang tidak kalah penting bagi laki-laki Minangkabau
adalah tempat mencari partner kerja atau melamar pekerjaan. Karena mengunjungi
lapau sudah menjadi rutinitas setiap malam, sehingga masyarakat sudah bisa
memprediksi di mana keberadaan orang yang akan dicari, walaupun sudah
mendatangi rumahnya pasti jawaban istri atau anak “abak pergi ke lapau”(bapak pergi
ke lapau).

Nah, biasanya kalimat awal yang digunakan untuk menanyai pekerjaan ke orang
yang ada di lapau adalah, “kurang anggota da? Bisa pai ciek?”(kekurangan anggota
bang, apakah saya bisa  ikut) Atau yang menawarkan pekerjaan “apo karajo bisuak,
kalo indak ado, pai wak bisuak nah, kalo iyo, pagi  ambo tunggu di lapau!( kamu
besok kerja apa, kalau tidak ada kerjaan pergi sama saya, kalau iya, saya tunggu
dilapau esok pagi). Begitu banyak peristiwa yang akan kita jumpai di lapau. Mulai
dari hal yang serius sampai kepada gelak tawa pelipur penat. Namun, tanpa disadari,
fungsi lapau dari hari ke hari semakin terkikis. Selain sebagai tempat yang sudah
disebutkan di atas, tak jarang lapau dijadikan tempat Bahampok. (berjudi)  Sungguh
pun begitu, di Minangkabau lapau punya andil yang besar dalam membentuk watak
seorang laki-laki sebelum ia pergi mencari pengalaman ke tanah rantau.

C. Rantau
Peribahasa Minangkabau, tujuh diantaranya memiliki makna merantau yang
menjadi prinsip utama bagi masyarakatnya. Tujuh peribahasa minang yang dijadikan
sebagai kekuatan dalam melestarikan nilai budaya berdasarkan makna merantau.
Peribahasa minang ini dijadikan prinsip penguatan adat bersendi kepada agama,
menggambarkan prinsip mudah bergaul dan beradaptasi dengan baik. Peribahasa ini
juga menanamkan prinsip tidak menyukai permusuhan tetapi apabila ada yang
menyinggung secara kasar tentu tidak akan menghindar untuk mempertahankan
harga diri.
Masyarakat minang terkenal dengan kemampuan memanfaatkan alam sebagai
guru dalam menjalani hidup di negeri yang jauh dari kampungnya. Prinsip yang terus
menerus dilakukan oleh masyarakat minang yakni tidak malu untuk belajar dari
orang-orang yang telah berpengalaman dan memiliki keilmuan yang tinggi. Prinsip
bertahan hidup juga terus dijaga dalam diri masyarakat minang. Semua prinsip
tersebut tergambar dalam tujuh peribahasa yang telah dijelaskan

Anda mungkin juga menyukai