Anda di halaman 1dari 31

PERPAJAKAN

PPH PASAL 22 DAN PPH PASAL 24


MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas
Perpajakan

Disusun oleh:
1. Herna Maretha : 15.06.1.0137
2. Iir Irmawati : 15.06.1.0139

Kelompok 1 kelas Akuntansi D

UNIVERSITAS MAJALENGKA
FAKULTAS EKONOMI
PRODI AKUNTANSI
Jl. K.H. Abdul Halim No.103 Telp./Fax. (0233) 281496 Majalengka-45418
2017
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas
Makalah Pajak penghasilan pasal 22 dan pasal 24 ini..
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari penulisan makalah
ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan
dan pengalaman kami.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Mawar Yulita Novianty, SE.,
M.AK yang telah memberikan Tugas Makalah Pajak penghasilan pasal 22 dan pasal
24 ini, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita guna
lebih mengetahui ruang lingkup yang terdapat pada Pajak penghasilan Pasal 22 dan
pasal 24. Oleh karena itu, Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat.

Majalengka, 8 April 2017

Penyusun

i
Daftar Isi
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................1
BAB II Pembahasan PPh Pasal 22
2.1 Pengertian PPh Pasal 22....................................................................................3
2.2 Objek dan Pemungut PPh Pasal 22...................................................................3
2.3 Tarif PPh Pasal 22.............................................................................................5
2.4 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22..........................................................7
2.5 Saat Terutang dan Pelunasan / Pemungutan PPh Pasal 22...............................7
2.6 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 22.............................8
2.7 Cara Menghitung PPh Pasal 22.......................................................................10
2.8 Pengertian PPh Pasal 24.................................................................................14
2.9 Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri...........................................................15
2.10Penggabungan Penghasilan.............................................................................16
2.11Penentuan Batas Maksimum Jumlah Kredit Pajak.........................................17
2.12Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country Limitation)19
2.13Rugi Usaha Di Luar Negeri............................................................................20
2.14Perubahan Besarnya Penghasilan di Luar Negeri...........................................22
2.15Pengurangan / Pengembalian PPh Luar Negeri..............................................23
BAB III Penutupan
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................25
3.2 Saran................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dan sumber daya
alamnya. Pada saat ini, Indonesia mengalami perkembangan yang mendorong
pemerintah untuk melakukan perubahan di segala sector demi meningkatkan
pendapatan atau kas Negara guna membiayai pembangunan dan biaya – biaya
Negara.dalam rangka menyelenggarakan perubahan tersebut, pastilah memerlukan
dana yang tidak sedikit, dana tersebut berasal dari APBN dan APBD, dimana
sebagian besar bersumber pada penerimaan pajak. Dalam hal ini menjelaskan bahwa
pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya
di dalam pelaksanaan pembangunan. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan
Negara yang ada untuk membiayai pengeluaran termasuk pengeluan untuk
meningkatkan pembangunan.
Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan yag sangat kuat oleh sebab itu
sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam membangun
pertumbuhan ekonomi untuk menunjang segala kebutuhan dalam negeri. Namun pada
kenyataannya Indonesia pada saat ini hanya mampu menjadi penonton ditengah
persaingan global yang begitu selektif.
Dan dengan berkembangnya kondisi bisnis internasional, maka penghasilan
yang diterima WP dalam negeri juga beragam baik penghasilan yang berasal dari
dalam negeri maupun dari luar negeri . dalam kegiatan ini tentunya terjadi tambahan
kemampuan ekonomis atau penghasilan yang di dapat oleh wajib pajak dalam negeri
dan juga merupakan objek dari pajak khususnya PPh pasal 24.

1.2. Tujuan
Makalah ini disusun dengan maksud sebagai berikut :

1
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Perpajakan.
- Untuk lebih memahami secara mendalam mengenai PPh pasal 22 dan 24.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian PPh Pasal 22


PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas pembelian barang,
impor barang dan pembelian / penjualan barang di bidang usaha tertentu. Oleh karena
itu yang dikenakan pemungutan PPh pasal 22 adalah pemasok barang kepada
pemerintah, importer, dan pemasok / pembeli barang dari badan – badan tertentu.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

2.2. Objek dan Pemungut PPh Pasal 22


Berikut merupakan objek dan pemungut PPH Pasal 22, antara lain :
No Objek Pemungut
.
Pembelian Barang oleh Pihak yang membayar / membeli:
Bendaharawan Pemerintah Bendaharawan Pemerintah
1
dan DJA ( Direktorat DJA
Jenderal Anggaran )
Pembelian barang oleh BUMN/D
BUMN/BUMD yang
2
bersumber dari dana APBN
dan atau APBD
3 Pembelian barang oleh Badan tertentu

3
badan tertentu yang
bersumber dari dana APBN
maupun non APBN
Impor Barang : - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ( DJBC )
- Dilakukan oleh - Bank Devisa
importer yang memiliki
API
4 - Dilakukan oleh
importer yang tidak
memiliki API
- Yang tidak dikuasai
( lelang)
Pembelian bahan untuk Industri tertentu yang bergerak di bidang
industri tertentu atau pertanian, perkebunan dan perikanan
5
eksportir dari pedagang
pengumpul
Penjualan bahan bakar Produsen atau importer bahan bakar minyak,
6
minyak, gas, dan pelumas gas, dan pelumas
Penjualan barang yang Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan
7
tergolong mewah tersebut
Penjualan hasil industry Industry tertentu yang menjual
tertentu :
- Kertas
8 - Baja
- Otomotif
- Semen
- Rokok

2.3. Tarif PPh Pasal 22


Berikut merupakan tariff PPH Pasal 22, antara lain :

4
No
Objek Tarif
.
Pembelian barang yang dilakukan oleh DPJB, Bendahara
1 1,5%
Pemerintah, BUMN/D, dan badan tertentu
Impor Barang:
Yang menggunakan API 2,5%
2
Yang tidak menggunakan API 7,5%
Yang tidak dikuasai ( Lelang ) 7,5%
Pembelian bahan – bahan untuk keperluan industry / ekspor dari
3 2,5%
pedagang pengumpul
Penjualan oleh pertamina :
4 Premium, Solar, Premix, Super TT 0,25%
Minyak Tanah, LPG, Pelumas 0,3%
Penjualan oleh Selain Pertamina:
Premium, Solar, Premix, Super TT 0,3%
5
Minyak tanah, LPG, Pelumas
0,3%
Penjualan hasil industry tertentu :
Kertas 0,1%
Baja 0,3%
6
Otomotif 0,45%
Semen 0,25%
Rokok 0,15%

Selain tarif di atas, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008


tanggal 31 Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai
pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu
wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah,
diantaranya :

5
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (Dua
Puluh Miliar Rupiah)
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
(Sepuluh Miliar Rupiah)
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500
m2
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan/atau bangunan
lebih dari 400 m2
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (Lima
Miliar Rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari
harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Selain tarif pajak yang tercantum di atas, terdapat tariff sebagai berikut :
- Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importer yang menggunakan API
sebesar 0,5%
- Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP maka pajak dipungut 100% lebih
tinggi dari tarif PPh pasal 22.

6
2.4. Pengecualian Pemungutan PPh pasal 22
Berikut merupakan bukan objek PPh pasal 21, antara lain:
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat
Keterangan Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan
Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang
jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.
8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang
telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

2.5. Saat Terutang dan Pelunasan / Pemungutan PPh Pasal 22


1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh
Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan
Impor Barang (PIB);

7
2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan
4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6)
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery
Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7)
terutang dan dipungut pada saat pembelian.

2.6. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 22


1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir
1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak,
Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh
DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7
(tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas
impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke
bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan
rangkap tiga, yaitu :
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;

8
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan
dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak
berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20
setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama
wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut
menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
masa pajak berakhir.
7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling
lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan
Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.mPelaporan
dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat

9
8. paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22
bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

2.7. Cara Menghitung PPh Pasal 22


1. Cara menghitung PPh pasal 22 atas kegiatan Impor Barang
Besarnya PPh pasal 22 atas impor:
Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya
sebesar 2,5% dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir


Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya
sebesar 7,5% dari nilai impor

        PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir


Yang tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

        PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang


Catatan :
Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan
sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost
Insurance Freight (CIF) +Bea Masuk+ Pungutan pabean lainnya.
Contoh 1:
PT ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika
Serikat dengan perincian sbb:
Harga Komputer (Cost)……………………US$ 20,000.00
Asuransi (Insurance) ………………………US$   1,000.00

10
Biaya angkut (Freight) …………………….US$   4,000.00
Harga Pabean ……………………………..US$ 25,000.00
Pungutan :
- Bea Masuk 20% …………………………US$   5,000.00
- Bea Masuk Tambahan 10% ……………US$   2,500.00
NILAI IMPOR …………………………….US$ 32,500.00
Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor:pemberitahuan impor
barang) nilai kurs US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka:
- Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp
325.000.000,-
- PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp
8.125.000,00

Contoh 2:
Seperti soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API, maka
perhitungan PPh Pasal 22 adalah :
Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp
325.000.000,-
PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,-

2. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai


dengan APBN/ APBD

PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Perolehan


Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja daerah
dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-
pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.

11
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM,
dan benda-benda pos.
Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.

Contoh 3 :
PT Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen Dalam
Negri senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Depdagri.
Dalam kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai dari APBN/APBD,
biasanya harga jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
Diminta : Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju
Jawab :
- Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: (100/110 x Rp 220 juta)= Rp200.000.000,00.
- PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi
pembayaran: Rp 200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00

3. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri


Otomotif di Dalam Negeri.
Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda
dua atau lebih di dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP)
Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN


Penjualan kendaraan bermotor yg dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22
atas industry otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:
- Instansi pemerintah
- Korps diplomatic
- Bukan subjek pajak

12
4. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri
Rokok di dalam negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat
penjualan rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai),
dan bersifat final.

PPh Pasal 22 (Final)= 0,15% x Harga Bandrol

5. Cara Menghitun PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri


Kertas di Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat
penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN

6. Cara Menhitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri


Semen di Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat
penjualan semen di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22= 0,25% x DPP PPN


 Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen
dalam negeri oleh PT Indocemen, PT Semen Cibinong dan PT Semen Nusantara
kepada Distributor utama / tunggalnya.

7. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri


Baja di Dalam Negeri.

13
 Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry baja pada saat
penjualan hasil produksinya di dalam negeri adalah 0.3% dari Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai

PPh Pasal 22 = 0,3% x DPP PPN


8. Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan
Usaha Selain Pertamina
 Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha
lainnya yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan
gas atas penjualan hasil produksinya adalah sbb:
1. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU  swastanisasi
adalah 0,3% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan


 2. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina
adalah 0,25% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan


 3. Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari
penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

2.8. Pengertian PPh Pasal 24


Pajak Penghasilan Pasal 24, selanjutnya disingkat PPh Pasal 24, adalah
perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang diluar
negeri yang dapat di kreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh
penghasilan WP dalam negeri. Pajak penghasilan ini diatur dalam pasal 24 UU
No. 36 tahun 2008.

14
Sedangkan menurut Erly Suandy Pajak Penghasilan Pasal 24 atau Kredit
Pajak Maksimum merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri
yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.

2.9. Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri


Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.Beberapa lampiran yang
harus disertakan yaitu:
1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan bersama
dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan.Namun
atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka
waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan di
luar kekuasaan Wajib Pajak.

2.10. Penggabungan Penghasilan


Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung
berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik
penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam
menghitung Pajak Penghasilan tersebut seluruh penghasilan digabungkan dalam
tahun pajak diperoleh atau diterimanya penghasilan.
Untuk penghasilan yang berasal dari luar negeri, ketentuan penggabungan
penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Atas penghasilan yang berasal dari usaha, penggabungan penghasilan dilakukan
dalam tahun diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).

15
2. Penghasilan lainnya seperti sewa, bunga, royalti, dan lain-lain. Penggabungan
penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
(cash basis).
3. Atas penghasilan berupa dividen yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari
penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau
secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya sekurang-
kurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak di
mana dividen tersebut diperoleh
Saat diperolehnya dividen tersebut ditentukan sebagai berikut:
1. Pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri
tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan; atau
2. Apabila tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan, atau tidak ada kewajiban penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, maka saat diperolehnya dividen
adalah pada bulan ke tujuh setelah tahun pajak berakhir.
Penentuan besarnya dividen yang digabungkan dengan penghasilan
lainnya dihitung berdasarkan besarnya proporsi pemilikan saham pada badan
usaha diluar negeri atas laba setelah pajak. Laba setelah pajak adalah laba
usaha sesuai dengan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip-
prinsip akuntansi yang lazim berlaku di Negara yang bersangkutan dan telah
diaudit oleh akuntan public, setelah dikurangi dengan PPh terutang di negara
tersebut.
Contoh 1:
PT. Indotama di Jakarta dalam tahun pajak 2014 menerima dan memperoleh
penghasilan neto dari sumber luar neheri sebagai berikut:
a. Hasil usaha di Filipina dalam tahun pajak 2014 sebesar Rp. 500.000.000,00.

16
b. Dividen atas pemilikan saham di “New York Ltd.” Di USA sebesar Rp.
300.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2013 yang telah ditetapkan
dalam Rapat Pemegang Saham dan baru dibayar tahun 2014.
c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% pada “Smith Coorporation” di
Australia yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp.
70.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan saham 2013 yang berdasarkan
keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 2014.
d. Bunga kwartal IV tahun 2000 sebesar Rp. 150.000.000,00 dari Brunei yang
baru akan diterima bulan Mei 2014.
Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam
negeri dalam tahun pajak 2013 adalah penghasilan pada butir a, b, dan c, sedangkan
penghasilan pada butir d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri tahun pajak
2014.

2.11. Penentuan Batas Maksimum Jumlah Kredit Pajak


Dalam penentuan batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayarkan
atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan
penentuan sumber penghasilan sebagai berikut:
1. Penghasilan dalam saham dan sekuritas lainnya adalah Negara tempat badan
yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalty, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga,
royalty, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada.

17
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tetap tempat bentuk usaga tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda
turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambnagan
adalah Negara tempat lokasi enambangan berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap
berada dan
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap berada.
batas maksimum kredit pajak diambil yan terendah di antara 2 unsur/perhitungan
berikut:
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri
2. (Penghasilan luar negeri : seluruh penghasilan kena pajak ) x PPh atas seluruh
yang dikenakan tariff pasal 17.
Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal
penghasilan kena pajak adala lebi kecil daripada penghasilan luar negeri).
Contoh 2:
PT. ABC memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2014 sebagai berikut:
1. Penghasilan dari luar negeri Rp. 10.000.000.000,00, dengan tariff pajak
sebesar 40%.
2. Penghasilah usaha di Indonesia Rp. 8.000.000.000,00.
Maka jumlah penghasilan netto adalah:
RP. 10.000.000.000,00 + Rp. 8.000.000.000,00 = Rp. 18.000.000.000,00.
Batas maksimum krdit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan
berikut:
1. PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah:
2. (Rp.10.000.000.000,00 : Rp.18.000.000.000,00) x Rp.4.500.0000.000,00 =
Rp. 2.500.000.000,00
3. PPh terutang (menurut tariff pasal 17)=Rp.18.000.000.000,00x25%

18
=Rp.4.500.000.000,00
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar
Rp.2.500.000.000,00.

2.12. Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country
Limitation)
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa Negara, maka perhitungan bats
maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara.
Contoh 3:
PT. Albar memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2014 sebagai berikut:
1. Di Negara A memperoleh penghasilan (laba) Rp.2.000.000.000,00 dengan tariff
pajak sebesar 35% (Rp.700.000.000,00).
2. Di Negara B memperoleh penghasilan (laba) Rp.1.000.000.000,00 dengan tariff
pajak sebesar 20% (Rp.200.000.000,00).
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp.5.000.000..000,00
Perhitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai beriut:
1. Penghasilan Luar Negeri
a. Laba di Negara A Rp.2.000.000.000,00
b. Laba di Negara B Rp.1.000.000.000,00
Jumla penghasilan luar negeri Rp.3.000.000.000,00

2. Penghasilan dalam negeri Rp.5.000.000.000,00


3. Jumlah penghaislan netto atau penghasilan kena pajak nya adalah:
Rp.3.000.000.000,00+Rp.5.000.000.000,00=Rp.8.000.000.000,00
4. PPh terutang (menurut tariff pasal 17) = Rp.8.000.000.000,00x25%
=Rp.2.000.000.000,00.
5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing Negara adalah:
a. Untuk Negara A:

19
(Rp.2.000.000.000,00:Rp.8.000.000.000,00)xRp.2.000.000.000,00=
Rp.500.000.000,00
Pajak terutang di Negara A sebesar Rp. 700.000.000,00 maka maksimum
kredit pajak yang dapat dikreditkn adalah Rp.500.000.000,00
b. Untuk Negara B:
(Rp.1.000.000.000,00:Rp.8.000.000.000,00)xRp.2.000.000.000,00=
Rp.250.000.000,00
Pajak terutang di Negara B sebesar Rp.200.000.000,00 maka maksimum
kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.200.000.000,00.
6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar:
Rp.500.000.000,00+Rp.250.000.000,00=Rp.750.000.000,00

2.13. Rugi Usaha Di Luar Negeri


Dalam menghitung penghasilan kena pajak tidak dihitung kerugian yang diderita di
luar negeri.
Contoh 4:
PT. Fista memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2014 sebagai berikut:
1. Di Negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp.1.000.000.000,00 dengan tarif
pajak sebesar 35% (Rp. 350.000.000,00).
2. Di Negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp.3.000.000.000,00 dengan tarif
pajak sebesar 20% (RP. 600.000.000,00)
3. Di Negara C, menderita kerugian sebesar Rp.2.000.000.000,00
4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp. 4.000.000.000,00.
Perhitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan luar negeri
a. Laba di Negara A Rp.1.000.000.000,00
b. Laba di Negara B Rp.3.000.000.000,00
c. Rugi di Negara C -
Jumlah penghasilan luar negeri Rp.4.000.000.000,00

20
2. Penghasilan dalam negeri Rp.4.000.000.000,00
3. Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah:
Rp.4.000.000.000,00 + Rp.4.000.000.000,00 = Rp.8.000.000.000,00
4. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp.8.000.000.000,00 x 25%
=Rp.2.000.000.000,00
5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing Negara adalah:
a. Untuk Negara A
(Rp.1000.000.000,00 : Rp.8.000.000.000,00) x Rp.2.000.000.000,00 =
Rp.250.000.000,00
Pajak terutang dinegara A sebesar Rp.350.000.000,00 maka maksimum kredit
pajak yang dapat di kreditkan = Rp. 250.000.000,00
b. Utuk Negara B
(Rp.3.000.000.000,00 : Rp.8.000.000.000,00) x Rp.2.000.000.000,00 =
Rp.750.000.000,00
Paja terutang dinegara B sebesar Rp. 600.000.000,00 maka maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan Rp.750.000.000,00
c. Di Negara C PT. Fista menderita kerugian sebesar Rp.2.000.000.000,00
kerugian ini tidak dapat dimasukan dalam perhitungan penghasilan kena pajak.
Kerugian ini juga tidak dapat diompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.
6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah:
Rp.250.000.000,00 + Rp.750.000.000,00 = Rp. 1.000.000.000,00

2.14. Perubahan Besarnya Penghasilan di Luar Negeri


Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar
negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT tahunan untuk tahun pajav
yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan
perubahaan tersebut. Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan pahak
penghasilan kurang dibayar, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan sanvsi

21
bunga. Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan pajak penghasilan lebih
dibayar, maka atas keebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

22
Contoh 5:
PT. Global Dunia di Jaarta memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2014 sebagai
berikut:
a. Penghasilan Luar Negeri (tarif pajak 20%) Rp. 1.000.000.000,00
b. Penghasilan Dalam Negeri Rp. 3.000.000.000,00
c. Penghasilan Luar Negeri
(setelah dikoreksi di luar negeri) Rp. 2.000.000.000,00
d. PPh Pasal 25 Rp. 600.000.000,00
SPT 2014
Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri Rp. 3.000.000.000,00
Penghasilan kena pajak Rp. 4.000.000.000,00 +
PPh terutang (menurut pasal 17) Rp. 1.000.000.000,00
Kredit Pajak Luar Negeri yang diperkenankan Rp. 200.000.000,00)
Harus bayar di Indonesia Rp. 800.000.000,00
PPh Pasal 25 Rp. 600.000.000,00 -
PPh pasal 29 Rp. 200.000.000,00
Pembetulan SPT
Penghasilan luar negeri Rp. 2.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri Rp. 3.000.000.000,00 -
Penghasilan kena pajak Rp. 5.000.000.000,00
PPh terutang (menurut pasal 17) Rp. 1.250.000.000,00
Kredit Pajak Luar Negeri yang diperkenankan Rp. (400.000.000,00)
Harus bayar di Indonesia Rp. 850.000.000,00
PPh Pasal 25 Rp. (600.000.000,00) -
PPh pasal 29 Rp. (200.000.000,00) -
Masih harus dibayar Rp. 50.000.000,00
Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp. 50.000.000,00 tidak ditagih
bunga

23
2.15. Pengurangan / Pengembalian PPh Luar Negeri
Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas
penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat
dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada besarnya penghitungan
semula, maka selisihnya ditambahkan pada PPh yang terutang atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak dalam neheri pada tahun pengurangan atau
pengembalian dilakukan. Sebagai contoh: Dalam Tahun Pajak 2009, Wajib
Pajak mendapatkan pengurangan pajak atas penghasilan luar negeri Tahun
Pajak 2008 sebesar Rp 7.000.000; yang semula telah termasuk dalam jumlah
pajak yang dikreditkan terhadap pajak yang terutang untuk Tahun Pajak 2008,
maka jumlah sebesar Rp 7.000.000 tersebut ditambahkan pada PPh yang
terutang dalam Tahun Pajak 2009. Jumlah tersebut dimasukkan dalam induk
SPT Tahunan setelah menghitung PPh yang terutang sebelum menentukan
jumlah PPh yang terutang.

24
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
 PPh Pasal 22
PPh pasal 22 merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut
oleh:
a. Bendaharawan pemerintah baik pusat atau daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang.
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemrintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
c. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah
 PPh Pasal 24
a. PPh pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam
negeri. PPh pasal 24 ini boleh di kreditkan terhadap total pajak penghasilan
terutang dalam suatu tahun pajak.
b. Untuk memberikan perlakuan perpajakan yang sama antara penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari luar negeri dengan penghasilan yang diterima
atau diperoleh di Indonesia, tetapi tidak boleh melebihi besarna pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan di Indonesia.
c. Perhitungan penghasilan kena pajak tidak termasuk penghasilan yang dibayar
atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak di perkenankan,
maka elebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan
yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau
pengurangan sebagai biaya atau pengurangan penghasilan, dan tidak dapat
dimintakan restitusi.

25
3.2. Saran
Setelah penulis memaparkan hal – hal yang berkaitan dengan PPh pasal 22,
penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan pembayaran pajak
guna membantu meningkatkan APBN dan APBD khususnya pada PPh pasal 22 dan
PPh pasal 24.

26
DAFTAR PUSTAKA
 http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=13585
 http://armuhammad.wordpress.com/2012/06/19/pph-pasal-22-barang-mewah/
 http://septikomariyah.blogspot.com/2012/11/makalah-perpajakan-tarif-
pajak.html
 http://populerkan.blogspot.com/2010/11/makalah-pajak-penghasilan.html
 http://indahjewel.blogspot.com/2012/05/makalah-pph-pasal-22.html
 http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22
 http://dedijayadiborneo.wordpress.com/2013/01/14/pajak-penghasilan-pasal-22/
 http://siskaeca31.blogspot.in/2015/12/makalah-pphh-pasal-24.html
 http://indahjewel.blogspot.in/2012/05/makalah-pph-pasal-24.html

Anda mungkin juga menyukai