Anda di halaman 1dari 8

OTITIS MEDIA EFUSI

Otitis media efusi ( OME ) merupakan penyakit yang sering di derita oleh bayi dan anak-
anak. Diluar negeri, khususnya di Negara yang mempunyai 4 musim penyakit ini di temukan
dengan angka insiden dan prevalensi yang tinggi. Dari beberapa kepustakaan dapat disimpulkan
rata-rata insiden OME sebesar 14% - 62%, sedang peneliti lain ada yang melaporkan angka rata-
rata prevelensi OME sebesar 2% - 52%.

Di Indonesia masih jarang ditemukan kepustakaan yang melaporkan angka kejadian


penyakit ini, hal ini di sebabkan kerena belum ada penelitian yang khusus mengenai penyakit ini,
atau tidak terdeteksi karena minimalnya keluhan pada anak yang menderita OME.

OME adalah peradangan telinga tengah yang di tandai dengan adanya cairan efusi di
rongga telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa disertai dengan tanda-tanda ifeksi
akut. OME termasuk dalam golongan otitis media non supuratif. Terdapat banyak sinonim dari
OME ini. Tetapi yang paling banyak diterima berdasarkan terminologi adalah otitis media efusi.

Adanya cairan di dalam telinga tengah mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran.


Orang tua mengeluhkan anak-anaknya mendengarkan suara televise dengan volume terlalu
keras, sering menanyakan ulang atas jawaban yang diberikan orang tuanya dan tidak segera
mengacuhkan bila di panggil. Beberapa anak mungkin tidak didapatkan keluhan. Cairan dalam
telinga tengah pada anak-anak bisa berbulan-bulan dan baru diketahui ketika diadakan
pemeriksaan rutin.

Anak-anak memerlukan kemampuan mendengar untuk belajar berbicara. Adanya


gangguan pendengaran karena cairan di telinga tengah mengakibatkan terjadinya kelambatan
bicara. Diagnosis dan penatalaksanaan dini dapat mencegah hambatan pendengaran anak akibat
OME. Pada makalah ini akan disampaikan diagnosis dan penatalaksanaan dari OME.

1. DEFINISI

Otitis media efusi adalah inflamasi pada telinga tengah yang ditandai dengan adanya
penumpukan cairan efusi di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa adanya tanda
dan gejala inflamasi akut.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Untuk memahami terjadinya OME, anatomi dan fungsi tuba Eustachius memegang
peranan penting. Tuba Eustachius merupakan bagian dari system yang paling berhubungan
termasuk hidung, nasofaring, telinga tengah, dan rongga mastoid. Tuba Eustachius tidak hanya
berupa tabung melainkan sebuah organ yang mengandung lume dengan mukosa, kartilago,
dikelilingi jaringan lunak, muskulus peritubular seperti veli palatine, levator veli palatine,
salpingofaringeus, dan tensor timpani dan di bagian superior didukung tulang. Perbedaan tuba
Eustachius pada anak dan dewasa yang menyebabkan meningkatnya insiden otitis media pada
anak-anak.

Panjang tuba pada anak setengah panjang tuba dewasa, sehingga sekret nasofaring lebih
mudah refluks ke dalam telinga tengah melalui tuba yang pendek. Arah tuba bervariasi pada
anak, sudut antara tuba dengan bidang horizontal adalah 10 0. Sedangkan pada dewasa 450. Sudut
antara tensor veli palatine dengan kartilago bervariasi pada anak-anak tetapi relatif stabil pada
dewasa. Perbedaan ini dapat membantu menjelaskan pembukaan lumen tuba ( kontraksi tensor
veli palatini ) yang tidak efisien pada anak-anak. Masa kartilago bertambah dari bayi sampai
dewasa. Densitas elastin pada kartilago lebih sedikit pada bayi tetapi densitas kartilago lebih
besar. Ostmann fat pad lebih kecil volumenya pada bayi. Pada anak-anak banyak lipatan mukosa
di lumen tuba Eustachius, hal ini dapat menjelaskan peningkatan compliance tuba pada anak-
anak.

I. ETIOLOGI

Etiologi dan patogenesis OME bersifat multifaktorial antara lain infeksi virus atau bakteri,
gangguan fungsi tuba Eustachius, status imunologi, alergi, faktor lingkungan dan sosial.
Walaupun demikian tekanan telinga tengah yang negatif, abnormalitas imunologi, atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor utama dalam pathogenesis
OME. Faktor penyebab lainnya termasuk hipertropi adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis,
tumor nasofaring, barotrauma, terapi radiasi, dan radang penyerta seperti sinusitis atau rinitis.
Merokok dapat menginduksi hiperplasi limfoid nasofaring dan hipertropi adenoid yang juga
merupakan patogenesis timbulnya OME.

3.1 Gangguan fungsi tuba

Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke rongga telinga tengah terganggu,
drainase dari rongga telinga ke rongga nasofaring terganggu dan gangguan mekanisme proteksi
rongga telinga tengah terhadap refluks dari rongga nasofaring. Akibat gangguan tersebut rongga
telinga tengah akan mengalami tekanan negatif. Tekanan negatif di telinga tengah menyebabkan
peningkatan permaebilitas kapiler dan selanjutnya terjadi transudasi. Selain itu terjadi infiltrasi
populasi sel-sel inflamasi dan sekresi kelenjar. Akibatnya terdapat akumulasi sekret di rongga
telinga tengah. Inflamasi kronis di telinga tengah akan menyebabkan terbentuknya jaringan
granulasi, fibrosis dan destruksi tulang.

Obstruksi tuba Eustachius ytang menimbulkan terjadinya tekanan negatif di telinga


tengah akan diikuti retraksi membran timpani. Orang dewasa biasanya akan mengeluh adanya
rasa tak nyaman, rasa penuh atau rasa tertekan dan akibatnya timbul gangguan pendengaran
ringan dan tinnitus. Anak-anak mungkin tidak muncul gejala seperti ini. Jika keadaan ini
berlangsung dalam jangka waktu lama cairan akan tertarik keluar dari membran mukosa telinga
tengah, menimbulkan keadaan yang kita sebut dengan otitis media serosa. Kejadian ini sering
timbul pada anak-anak berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas dan sejumlah gangguan
pendengaran mengikutinya.

3.2  Infeksi

   Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya OME sejak
dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah. Streptococcus Pneumonia, Haemophilus Influenzae,
Moraxella Catarrhalis dikenal sebagai bakteri pathogen terbanyak ditemukan dalam telinga
tengah. Meskipun hasil yang didapat dari kultur lebih rendah. Penyebab rendahnya angka ini
diduga karena :

  Penggunaan antibiotik jangka lama sebelum pemakian ventilation tube akan mengurangi


proliferasi bakteri patogen,
 Sekresi immunoglobulin dan lisosim dalam efusi telinga tengah akan menghambat proliferasi
patogen,
 Bakteri dalam efusi telinga tengah berlaku sebagai biofilm

3.3  Status Imunologi

Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah sekretori Ig A.


immunoglobulin ini diproduksi oleh kelenjar di dalam mukosa kavum timpani. Sekretori Ig A
terutama ditemukan pada efusi mukoid dan di kenal sebagai suatu imunoglobulin yang aktif
bekerja dipermukaan mukosa respiratorik. Kerjanya yaitu menghadang kuman agar tidak kontak
langsung dengan permukaan apitel, dengan cara membentuk ikatan komplek. Kontak langsung
dengan dinding sel epitel adalah tahap pertama dari penetrasi kuman untuk infeksi jaringan.
Dengan demikian Ig A aktif mencegah infeksi kuman.

3.4  Alergi

Bagaimana faktor alergi berperan dalam menyebabkan OME masih belum jelas. Akan
tetapi dari gambaran klinis di percaya bahwa alergi memegang peranan. Dasar pemikirannya
adalah analogi embriologik, dimana mukosa timpani berasal sama dengan mukosa hidung.
Setidak-tidaknya manifestasi lergi pada tuba Eustachius merupakan penyebab okulasi kronis dan
selanjutnya menyebabkan efusi. Namun demikian dari penelitian kadar Ig E yang menjadi
kriteria alergi atopik, baik kadarnya dalam efusi maupun dalam serum tidak menunjang
sepenuhnya alergi sebagai penyebab.
Etiologi dan patogenesis otitis media oleh karena alergi mungkin disebabkan oleh satu
atau lebih dari mekanisme di bawah ini :

 Mukosa telinga tengah sebagai organ sasaran ( target organ )


 Pembengkakan oleh karena proses inflamasi pada mukosa tuba Eustachius
 Obstruksi nasofaring karena proses inflamasi, dan
 Aspirasi bakteri nasofaring yang terdapat pada sekret alergi ke dalam ruang telinga
tengah.

II. GEJALA KLINIS

Penderita OME jarang memberikan gejala sehingga pada anak-anak sering terlambat
diketahui. Gejala OME ditandai dengan rasa penuh dalam telinga, terdengar bunyi berdengung
yang hilang timbul atau terus menerus, gangguan pendengaran dan rasa nyeri yang
ringan. Dizziness juga dirasakan penderita-penderita OME. Gejala kadang bersifat asimtomatik
sehingga adanya OME diketahui oleh orang yang dekat dengan anak misalnya orang tua atau
guru.
Anak-anak dengan OME juga kadang-kadang sering terlihat menarik-narik telinga
mereka atau merasa seperti telinganya tersumbat.

Pada kasus yang lanjut sering ditemukan adanya gangguan bicara dan perkembangan
berbahasa. Kadang-kadang juga ditemui keadaan kesulitan dalam berkomunikasi dan
keterbelakangan dalam pelajaran.

III. DIAGNOSIS

Diagnosis OME pada anak tidak mudah dan terdapat perbedaan yang bermakna sesuai
dengan kecakapan klinisi, khususnya di tingkat pelayanan primer atau dokter anak yang
mendiagnosisnya. Gejala tidak ada sensitif maupun spesifik, banyak anak justru tanpa gejala.
Pemeriksaan fisik pada anak penderita OME berpotensi tidak akurat kerena kesan subjektif
gambaran membran timpani sulit dinilai. Belum lagi anak-anak yang tidak kooperatif saat
dilakukan pemeriksaan. Namun enamnesis dan pemeriksaan fisik tetap sangat berperan dalam
mendiagnosis OME.

5.1   Anamnesis

Dalam mendiagnosis OME diperlukan kejelian dari pemeriksa. Ini disebabkan keluhan
yang tidak khas terutama pada anak-anak. Biasanya orang tua mengeluh adanya gangguan
pendengaran pada anaknya, guru melaporkan bahwa anak mempunyai problem pendengaran,
kemunduran dalam pelajaran di sekolah, bahkan dalam gangguan wicara dan bahasa. Sering kali
OME ditemukan secara tidak sengaja pada saat skrining pemeriksaan telinga dan pendengaran di
sekolah-sekolah.
Pada anak-anak dengan OME dari anamnesis keluhan yang paling sering adalah
penurunan pendengaran dan kadang merasa telinga merasa penuh sampai dengan merasa nyeri
telinga. Dan pada anak-anak penderita OME biasanya mereka juga sering didapati dengan
riwayat batuk pilek dan nyeri tenggorokan berulang. Pada anak-anak yang lebih besar biasanya
mereka mengeluhkan kesulitan menengarkan pelajaran di sekolah, atau harus membesarkan
volume saat menonton televisi di rumah. Orang tua juga sering mendengarkan keluhan telinga
anaknya terasa tidak nyaman atau sering melihat anaknya menarik-narik daun telinganya.

5.2  Pemeriksaan fisik
Untuk mendiagnosis OME pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan
otoskopi, timpanogram, audiogram dan kadang tindakan miringotomi untuk memastikan adanya
cairan dalam telinga tengah.

5.2.1  Otoskopi

Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk kondisi, warna, dan translusensi membrana


tempani. Macam-macam perubahan atau kelainan yang terjadi pada membran timpani dapat
dilihat sebagaimana berikut :

a) Membrana timpani yang suram dan berwarna kekuningan yang menggati gambaran tembus
cahaya selain itu letak segitiga reflek cahaya pada kuadran antero inferior memendek, mungkin
saja didapatkan pula peningkatan pembuluh darah kapier pada membran timpani tersebut. Pada
kasus dengan cairan mukoid atau mukupurulen membrana timpani berwarna lebih muda( krem
).

b) Membrana timpani retraksi yaitu bila manubrium malei terlihat lebih pendek dan lebih
horizontal, membran kelihatan cekung dan reflex cahaya memendek. Warna mungkin akan
berubah agak kekuningan.

c)                  Atelektasis, membrana timpani biasanya tipis, atropi dan mungkin menempel pada inkus,
stapes dan promontium, khusunya pada kasus-kasus yang sudah lanjut, biasanya kasus yang
seperti ini karena disfungsi tuba Eustachius dan otitis media efusi yang sudah berjalan lama.

d)                 Membrana timpani dengan sikatrik, suram sampai retraksi berat disertai bagian yang atropi
didapatkan pada otitis media adesiva oleh karena terjadi jaringan fibrosis ditelinga tengah
sebagai akibat proses peradangan sebelumnya yang berlangsung lama.

e)                  Gambaran air fluid level atau bubles biasanya ditemukan pada OME yang berisi cairan


serus.

f)                   Membrana timpani berwarna biru gelap atau ungu diperlihatkan pada kasus
hematotimpanum yang disebabkan oleh fraktur tulang temporal, leukemia, tumor vaskuler
telinga tengah. Sedangkan warna biru yang lebih muda mungkin disebabkan oleh barotraumas.

g)                  Gambaran lain adalah ditemukan sikatrik dan bercak kalisifikasi.

Pada pemeriksaan otoskopi menunjuk kecurigaan OME apabila ditemukan tanda-tanda :


a)      Tidak didapatkan tanda-tanda radang akut.
b)      Terdapat perubahan warna membrana timpani akibat refleksi dari adanya cairan didalam
kavum timpani.
c)      Membran timpani tampak lebih menonjol.
d)     Membran timpani retraksi atau atelektasis.
e)      Didapatkan air fluid levels atau buble, atau
f)       Mobilitas membran berkurang atau fikasi.

5.2.2  Otoskop pneumatik / otoskop Siegle

Otoskop pneumatik diperkenalkan pertama kali oleh Siegle, bentuknya relatif tidak
berubah sejak pertama diperkenalkan pada tahun 1864. Pemeriksaan otoskopi pneumatik selain
bisa melihat jenis perforasi, jaringan patologi, dan untuk membrana timpani yang masih utuh
bisa juga di lihat gerakanya ( mobilitas ) dengan jalan memberi tekanan positif maka membrana
timpani akan bergerak ke medial dan bila diberi tekanan negatif maka membrana timpani akan
bergerak ke leteral. Pemeriksaan otoskopi pneumatik merupakan standar fisik diagnostik pada
OME.

5.2.3  Timpanometri

Timpanometer adalah suatu alat untuk mengetahui kondisi dari sistem telinga tengah.
Pengukuran ini memberikan gambaran tentang mobilitas membrana timpani, keadaan persediaan
tulang pendengaran, keadaan dalam telinga tengah termasuk tekanan udara didalamnya, jadi
berguna dalam mengetahui gangguan konduksi dan fungsi tuba Eustachius.

Grafik hasil pengukuran timpanometeri atau timpanogram dapat untuk mengetahui


gambaran kelainan di telinga tengah. Meskipun ditemukan banyak variasi bentuk timpanogram
akan tetapi pada prinsipnya hanya ada tiga tipe, yakni tipe A, tipe B, dan tipe C.

Pada penderita OME gambaran timpanogram yang sering didapati adalah tipe B. Tipe B
bentuknya relatif datar, hal ini menunjukan gerakan membrana timpani terbatas karena adanya
cairan atau pelekatan dalam kavum timpani. Grafik yang sangat datar dapat terjadi akibat
perforasi membrana timpani, serumen yang banyak pada liang telinga luar atau kesalahan pada
alat yaitu saluran buntu.

Pemerikasaan timpanometri dapat memperkirakan adanya cairan didalam kavum timpani


yang lebih baik dibanding dengan pemeriksaan otoskopi saja.

5.2.4  Audiogram

Dari pemeriksaan audiometrik nada murni didapatkan nilai ambang tulang dan udara.

Gangguan pendengaran lebih sering ditemukan pada pasien OME dengan cairan yang
kental (glue ear). Meskipun demikian beberapa studi mengatakan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara cairan serus dan kental terhadap gangguan pendengaran, sedangkan volume
cairan yang ditemukan di dalam telinga tengah adalah lebih berpengaruh.
Pasien dengan OME ditemukan gangguan pendengaran dengan tuli konduksi ringan
sampai sedang sehingga tidak begitu berpengaruh dengan kehidupan sehari-hari. Tuli bilateral
persisten lebih dari 25 dB dapat mengganggu perkembangan intelektual dan kemampuan
berbicara anak. Bila hal ini dibiarkan bisa saja ketulian bertambah berat yang berakibat buruk
bagi pasien. Akibat buruk ini dapat berupa gangguan local pada telinga maupun gangguan yang
lebih umum, seperti gangguan perkembangan bahasa dan kemunduran dalam pelajaran sekolah.
Pasien dengan tuli konduksi yang lebih berat mungkin sudah didapatkan fiksasi atau putusnya
rantai osikel.
Garis pedoman OME yang disusun bersama oleh AAFP, AAOHNS dan AAP
menyatakan bahwa audiologi merupakan salah satu komponen pemeriksaan pasien OME.
Pemeriksaan audiometrik direkomendasikan pada pasien dengan OME selama 3 bulan atau lebih
,kelambatan berbahasa, gangguan belajar atau dicurigai terdapat penurunan pendengaran
bermakna. Berdasarkan beberapa penelitian, tuli konduksi sering berhubungan dengan OME dan
berpengaruh pada proses mendengar kedua telinga, lokalisasi suara, persepsi bicara dalam
kebisingan. Penurunan pendengaran yang disebabkan oleh OME akan mengahalangi
kemampuan awal berbahasa yang didapat.

5.2.5  Radiologi

Pemeriksaan radiologi foto mastoid dahulu efektif digunakan untuk skrining OME, tetapi
sekarang jarang dikerjakan. Anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik banyak
membantu diagnosis penyakit ini.
CT Scan sangat sensitive dan tidak diperlukan untuk diagnosis. Meskipun CT scan
penting untuk menyingkirkan adanya komplikasi dari otitis media missal mastoiditis, trombosis
sinus sigmoid ataupun adanya kolesteatoma. CT scan penting khususnya pada pasien dengan
OME unilateral yang harus dipastikan adanya massa di nasofaring telah disingkirkan.

IV. PENATALAKSANAAN

Diagnosis dan pengobatan sedini mungkin memegang peranan penting. Keberhasilan dari
penatalaksanaan ditentukan dengan mencari faktor penyebab dan mengatasinya guna mencegah
akibat lanjut penyakit tersebut. Sumbatan tuba dan infeksi saluran nafas atas yang kronis serta
berulang merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan.
Namun penatalaksanaan OME sendiri masih menjadi perdebatan, ini disebabkan oleh
karena baik pengobatan yang bersifat konservatif maupun tindakan operatif, masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengobatan OME secara konservatif ada yang belum
terbukti menyembuhkan penderita dengan OME, namun pada pokoknya dapat mengurangi
morbiditas ketika terapi konservatif dianggap gagal atau tidak memuaskan.

Pengobatan pada OME meliputi pengobatan konservatif dan tindakan operatif.


Pengobatan konservatif secara local ( obat tetes hidung atau spray ) dan sistemik antara lain
antibiotika spektrum luas, antihistamin, dekongestan, dengan atau tanpa kortikosteroid.
Pengobatan dan control terhadap alergi dapat mengurangi atau menyembuhkan otitis media
efusi.
Pengobatan secara operatif dilakukan pada kasus dimana setelah dilakukan pengobatan
konservatif selam lebih dari 3 bulan tidak sembuh. Untuk memberikan hasil yang baik terhadap
drainase dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi. Pipa ventilasi dipasang pada
daerah kuadran antero inferior atau antero superior. Pipa ventilasi akan dipertahankan sampai
fungsi tuba ini paten.  Penatalaksanaan secara operatif meliputi mirigotomi dengan atau tanpa
pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi dengan atau tanpa tonsilektomi.

Tujuan pemasangan pipa ventilasi adalah menghilangkan cairan pada telinga tengah,
mengatasi gangguan pendengaran yang terjadi, mencegah kekambuhan, mencegah gangguan
perkembangan kognitif, bicara, bahasa dan psikososial.

V. KOMPLIKASI

Akibat lanjut OME dapat mengakibatkan hilangnya fungsi pendengaran sehingga akan
mempengaruhi perkembangan bicara dan intelektual. Perubahan yang terjadi pada telinga tengah
dapat mengakibatkan penyakit berlanjut menjadi otitis media adesiva dan otitis media kronis
maligna.

VI. RINGKASAN

OME sering terjadi pada bayi dan anak-anak sehingga cukup sulit dalam melakukan
diagnosis penyakitnya. Orang terdekat dan banyak berinteraksi dengan anak tersebut akan
menjadi sumber informasi yang baik. Perhatian orang tua dan guru sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis.
Etiologi dan patofisiologi OME sangat multifaktorial, saling menunjang dan saling
terkait. Pada bayi dan anak, status imunologi sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh
terhadap infeksi.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik diperlukan dalam penegakan diagnosis OME.
Penggunaan alat otoskopi pneumatik, timpanometri, audiometric untuk pemeriksaan fisik sangat
membantu dalam menegakan diagnosis.
Pengobatan pada OME meliputi pengobatan konservatif dan tindakan operatif.
Pengobatan konservatif meliputi pemberian antibiotika, antihistamin, dekogestan, dengan atau
tanpa kortikosteroid. Penatalaksanaan secara operatif meliputi mirigotomi dengan atau tanpa
pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi dengan atau tanpa tonsilektomi.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan adekuat sangat berperan dalam menghambat
terjadinya proses gangguan pendengaran dan komplikasi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai