Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR

1. PENGERTIAN

Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher

rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah rahim yang

menempel pada puncak vagina (Diananda, 2008). Kanker ini biasanya

paling sering terjadi pada wanita yang berumur 35 tahun, tetapi bukti

statistik menunjukkan bahwa kanker serviks dapat juga menyerang wanita

yang berumur antara 20 sampai 30 tahun (Ariani, 2015 ), sedangkan

menurut Mitayani (2011) Kanker Serviks adalah perubahan sel-sel serviks

dengan karakteristik histologi. Proses perubahan pertama menjadi tumor

ini mulai terjadi pada sel-sel squamocolummar junction.Kanker serviks ini

terjadi paling sering pada usia 30 tahun sampai 45 tahun,tetapi dapat

terjadi pada usia dini yaitu 18 tahun.

2. ETIOLOGI

Human Papilloma Virus (HPV) merupakan virus penyebab utama

dari kanker serviks, khususnya virus HPV tipe 16 dan 18 . Virus ini sangat

mudah berpindah dan menyebar, tidak hanya melalui cairan, tetapi juga

dapat berpindah melalui sentuhan kulit. Selain itu, penggunaan toilet

umum yang sudah terkena virus HPV dapat menjangkit seseorang yang

menggunakannya jika tidak membersihkannya dengan baik. (Bidanku,

2015).
Faktor lain yang menjadi penyebab kanker serviks menurut Tim

KankerServiks pada Panduan Lengkap Menghadapi Bahaya Kanker

Serviks sebagai

berikut :

a. Kurangnya tes Pap Smear secara teratur. Kanker leher rahim lebih

sering terjadi pada wanita yang tidak menjalani tes Pap Smear

secara teratur. Dengan melakukan tes ini dapat membantu dokter

menemukan sel abnormal pada serviks.

b. Seringnya merokok dapat meningkatkan kemungkinan resiko

kanker leher rahim untuk wanita yang terinfeksi virus HPV.

c. Melemahnya sistem kekebalan tubuh karena sejarah kehidupan

seksual. Wanita yang memiliki banyak pasangan seksual memiliki

risiko tinggi terkena kanker serviks. Selain itu, seorang wanita yang

telah berhubungan seks dengan pria yang memiliki banyak

pasangan seksual juga memiliki risiko tinggi untuk mengalami

kanker serviks. Dalam kedua kasus di atas, risiko menderita kanker

leher rahim lebih tinggi karena wanita memiliki risiko yang lebih

tinggi terinfeksi HPV.

d. Menggunakan pil KB untuk waktu yang lama atau memiliki banyak

anak. Penelitian menunjukkan bahwa melahirkan banyak anak (5

atau lebih) meningkatkan resiko kanker leher rahim pada wanita

dengan infeksi HPV.

e. Wanita yang yang terkena obat dietilstilbestrol (DES) sebelum

kelahiran dapat meningkatkan risiko kanker serviks.


f. Faktor kemiskinan dan kebersihan juga dapat meningkatkan resiko

untuk mengalami kanker serviks.

3. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Ariani (2015) dan Padila (2015) pada tahap awal , kanker

serviks stadium dini biasanya tanpa gejala-gejala. Gejala fisik serangan

penyakit ini pada umumnya dirasakan oleh penderita kanker stadium

lanjut. Gejalagejala umumyang terjadi pada penderita kanker ini adalah :

a. Ada bercak atau pendaran setelah berhubungan

seksual,

b. Ada bercak atau pendarahan di luar masa haid,

c. Ada bercak atau pendarahan pada masa menopause,

d. Mengalami masa haid yang lebih berat dan lebih

panjang dari

biasanya, atau

e. Keluarnya bau menyengat yang tidak bisa dihilangkan

walaupun

sudah diobati.

Jika kanker servik sudah tingkat stdium lanjut maka gejalanya

adalah:

a. Munculnya rasa sakit dan pendarahan saat berhubungan

Intim (contact bleeding)

b. Keputihan yang berlebihan dan tidak normal

c. Pendarahan diluar siklus menstruasi


d. Penurunan berat badan yang drastis

e. Apabila kanker sudah menyebar kepanggul, maka pasien

akan

menderita keluhan nyeri punggung

f. Hambatan dalam berkemih

4. PATOFISIOLOGI

Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel

skuamosa dan epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan

skuamokolumnar atau zona transformasi). Pada zona transformasi serviks

memperlihatkan tidak normalnya sel progresif yang akhirnya berakhir

sebagai karsinoma servikal invasif. Displasia servikal dan karsinoma in

situ (HSIL) mendahului karsinoma invasif. Karsinoma seviks invasif terjadi

bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam stroma serviks. Kanker

servikal menyebar luas secara langsung ke dalam jaringan para servikal.

Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat

dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal

invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum

kardinale dan rongga endometrium, invasi ke kelenjar getah bening dan

pembuluh darah mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang jauh.

Tidak ada tanda atau gejala yang spesifik untuk kanker servik.

Karsinoma servikal invasif tidak memilki gejala, namun karsinoma invasif

dini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun

perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul

pada saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada

saat didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah


pasca coitus atau bercak antara menstruasi. Bersamaan dengan

tumbuhnya tumor, gejala yang muncul kemudian adalah nyeri punggung

bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf lumbosakralis,

frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuri atau perdarahan

rektum (Price & Wilson, 2012).

Pada pengobatan kanker serviks sendiri akan mengalami

beberapa efek samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi

saluran pencernaan terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan,

penurunan nafsu makan ( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ).

Efek samping tersebut menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu

menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan timbul masalah

keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan

berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau

kelemahan sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun

akan muncul. Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker

serviks ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan

tersebut bias dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa

kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian

(Aspiani, 2017).
WOC Kanker Serviks

Skema 2.1 WOC Kanker Serviks


(Price & Wilson, 2012 ; Smeltzer, 2015; Ariani, 2015)
5. TINGKAT KEGANASAN KANKER SERVIKS

Penentuan diagnosis stadium kanker serviks sangat penting untuk

pengobatan atau penanganan yang tepat. Stadium kanker serviks

dibedakan menjadi 5 jenis. Menurut Cancer Research UK

(Wiknjosastro,Hanifa. 2005), tentang jenis kanker serviks diberikan

sebagai berikut:

a. Normal

Pada stadium ini disebut juga “Carsinoma In Situ (CIS)” yang

berarti bahwa beberapa sel serviks mengalami perubahan. Namun sel-sel

abnormal mulai terdapat dan terkandung dalam lapisan permukaan

serviks dan masih pada tempatnya. Carsinoma in situ bukan kanker tetapi

pada beberapa wanita perubahan akan berkembang menjadi kanker

setelah beberapa tahun.

b. Stadium 1

Stadium satu ditandai dengan sel kanker yang hanya ada di serviks

dan ukuran kelainannya kurang dari 3 mm. Stadium ini berarti bahwa

kanker hanya terdapat dalam leher rahim. Biasanya dibagi menjadi 2

tahap pada stadium ini, yaitu:

1) Stadium 1A

Pada stadium 1A pertumbuhan sangat kecil hanya dapat dilihat

dengan mikroskop. Stadium 1A1 berarti kanker telah tumbuh

kurang dari 3 milimeter (mm) ke dalam jaringan leher rahim, dan


kurang dari 7 mm lebarnya. Stadium 1A2 berarti kanker telah

tumbuh antara 3 dan 5 mm ke dalam jaringan serviks, tetapi masih

kurang dari 7 mm lebarnya.

Gambar 2. 1 Stadium 1A1 dan 1A2

2) Stadium 1B

Pada stadium 1B daerah kanker mulai meluas, tetapi kanker masih

hanya dalam jaringan serviks dan belum menyebar. Biasanya

dapat dilihat tanpa mikroskop, tetapi tidak selalu terlihat. Pada

stadium 1B1 kanker tidak lebih besar dari 4 cm. Pada tahap 1B 2

kanker lebih besar dari 4 cm.

Gambar 2. 2 Stadium 1B1 dan 1B2


c. Stadium 2

Pada kanker serviks stadium 2, kanker telah mulai menyebar di

luar leher rahim ke dalam jaringan sekitarnya. Namun belum tumbuh ke

dalam otot atau ligamen yang melapisi pelvis (dinding panggul) maupun

bagian bawah vagina.

Tahapan ini di bagi menjadi dua, yaitu:

1) Stadium 2A

Pada tahap 2A kanker telah menyebar ke dalam bagian atas vagina.

Gambar 2. 3 Stadium 2A

2) Stadium 2B

Pada tahap 2B kanker tersebar sampai ke jaringan di sekitar leher

rahim.
Gambar 2. 4 Stadium 2B

d. Stadium 3

Kanker serviks stadium 3 telah menyebar keluar rahim tapi masih

berada didalam rongga panggul dan belum masuk sampai kandung kemih

atau rektum.

Namun kelenjar getah bening sudah bisa mengandung sel kanker. Kanker

pada stadium ini adalah kanker yang tingkat dan gejalanya sudah

semakin parah.

Stadium 3 ini dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Stadium 3A

Stadium 3A apabila sel kanker telah menyebar ke sepertiga bagian

bawah vagina namun belum sampai ke dinding panggul.

Gambar 2. 5 Stadium 3A

2) Stadium 3B

Sedangkan stadium 3B, sel kanker telah menyebar ke dinding

panggul bahkan sudah bisa memblokir ureter karena ukurannya


yang sudah membesar. Sumbatan ini bisa menyebabkan ginjal

berhenti bekerja.

Gambar 2. 6 Stadium 3B

e. Stadium 4

Kanker serviks stadium 4 telah menyebar ke kandung kemih,

rektum atau yang lainnya. Stadium 4 juga dibagi menjadi dua, yaitu 4A

dan 4B.

1) Stadium 4A

Stadium 4A telah menyebar ke kandung kemih, rektum serta

kelenjar getah bening.


Gambar 2. 7 Stadium 4A

2) Stadium 4B

Stadium 4B, kanker telah menyebar keluar panggul dan kelenjar

getah bening lain selain panggul seperti hati, perut, paru-paru, saluran

pencernaan, tulang.

Gambar 2. 8 Stadium 4B

(Wiknjosastro,Hanifa. 2005).

6. PENATALAKSANAAN KANKER SERVIKS

Menurut Tanto (2014) penatalaksanaan medis secara umum

berdasarkan stadium kanker serviks:

Tabel 6.1
Penatalaksanaan medis berdasarkan stadium kanker serviks

STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut

0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan

Ib,Iia evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat

metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan


IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi

IVa, Ivb Radiasi paliatif

Kemoterapi

Menurut Ariani (2015) dan Diananda (2008) pilihan pengobatan

yang bisa dilakukan adalah pembedahan, terapi radiasi (radioterapi),

kemoterapi, atau kombinasi metode-metode tersebut.

a. Operasi atau pembedahan

Pembedahan merupakan pilihan untuk perempuan dengan kanker

serviks stadium I dan II.

1) Trakelektomi radikal (Radical Trachelectomy)

Mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar

getah bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk

perempuan denga tumor kecil yang ingin mencoba untuk

hamil di kemudian hari.

2) Histerektomi total

Mengangakat leher rahim dan rahim.

3) Histerektomi radikal
Mengangkat leher rahim, beberapa jaringan di sekitar leher

rahim, rahim, dan bagian dari vagina.

4) Saluran telur dan ovarium

Mengangkat kedua saluran tuba dan ovarium. Pembedahan

ini disebut salpingo-ooforektomi.

5) Kelenjar getah bening

Mengambil kelenjar getah bening dekat tumor untuk melihat

apakah mengandung leher rahim. Jika sel kanker telah

histerektomy total dan radikal mencapai kelenjar getah

bening, itu berarti penyakit ini mungkin telah menyebar ke

bagian lain dari tubuh.

b. Radioterapi

Radioterapi adalah salah satu pilihan bagi perempuan yang

menderita kanker serviks dengan stadium berapa pun. Perempuan

dengan kanker serviks tahap awal dapat memilih terapi sebagai

pengganti operasi. Hal ini juga dapat digunakan setelah operasi untuk

menghancurkan sel-sel kanker apa pun yang masih di daerah

tersebut. Perempuan dengan kanker yang menyerang bagianbagian

selain kenker serviks mungkin perlu diterapi radiasi dan

kemoterapi.Terapi radiasi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk

membunuh sel-sel kanker. Terapi ini mempengaruhi sel-sel di daerah

yang diobati. Ada dua jenis terapi ini :

1) Terapi radiasi eksternal


Sebuah mesin besar akan mengarahkan radiasi pada

panggul atau jaringan lain di mana kanker telah menyebar.

Pengobatan biasanya di berikan di rumah sakit. Penderita

mungkin menerima radiasi eksternal 5 hari seminggu

selama beberapa minggu. Setiap pengobatan hanya

memakan waktu beberapa menit.

2) Terapi radiasi internal

Sebuah tabung tipis yang ditempatkan di dalam vagina.

Suatu zat radioaktif di masukkan ke dalam tagung tersebut.

Penderita mungkin harus tinggal di rumah sakit sementara

sumber radioaktif masih beradadi tempatnya (samapai 3

hari).

Efek samping tergantung terutama pada seberapa banyak

radiasi diberikan dan tubuh bagian mana yang di terapi.radiasi pada

perut dan panggul dapat menyebabkan mual, muntah, diare, atau

masalah eliminasi. Penderita mungkin kehilangan rambut di daerah

genital. Selain itu, kulit penderita di daerah yang dirawat menjadi

merah, kering, dan tender.

c. Kemoterapi

Kemoterapi telah digunakan untuk pengobatan kanker sejak

tahun 1950-an dan diberikan sebelum operasi untuk memperkecil

ukuran kanker yang akan di operasi atau sesudah operasi untuk

membersihkan sisa-sisa sel kanker, kadang dikombinasikan dengan


terapi radiasi tapi kadang juga tidak. Kemoterapi ini biasanya diberikan

dalam tablet/pil, suntikan, atau infus. Jadwal pemberian ada yang

setiap hari, sekali seminggu atau bahkan sekali sebulan. Efek samping

yang terjadi terutama tergantung pada jenis obatobatan yang diberikan

dan seberapa banyak.kemoterapi membunuh sel-sel kanker yang

tumbuh cepat, terapi juga dapat

membahayakan sel-sel normal yang membelah dengan cepat,

yaitu:

1) Sel darah

Bila kemoterapi menurunkan kadar sel darah merah yang

sehat, penderita akan lebih mudah terkena infeksi, mudah

memar atau berdarah, dan merasa sangat lemah dan lelah.

2) Sel-sel pada akar rambut

Kemoterapi dapat menyebabkan rambut rontok. Rambut

penderita yang hilang akan tumbuh lagi, tetapi kemungkinan

mengalami perubahan warna dan tekstur.

3) Sel yang melapisi saluran pencernaan

Kemoterapi menurunkan nafsu makan, mual-mual dan

muntah, diare, atau infeksi pada mulut dan bibir.

Efek samping lainnya termasuk ruam kulit, kesemutan atau mati

rasa di tangan dan kaki, masalah pendengaran, kehilangan

keseimbangan, nyeri sendi, atau kaki bengkak.


Menurut Reeder dkk (2013), penatalksanaa pada kanker serviks

yaitu:

1) Stadium I

Kanker serviks pada stadium IA ditangani dengan

histerktomi atau dengan radioterapi, karena kanker masih

terbatas di daerah serviks.

2) Stadium IB dan IIA

Pada stadium ini ditangani dengan histerektomi total dan

limfadektomi bilateral.

3) Stadium IIB sampai IVB

Pada stadium ini kanker sudah menyebar melewati daerah

serviks sampai ke organ lain. Penanganan yang dilakukan

biasanya dengan radioterapi.

d. Penatalaksanaan Keperawatan

Asuhan keperawatan meliputi pemberian edukasi dan

informasi untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi

kecemasan serta ketakutan pasien. Perawat mendukung

kemampuan pasien dalam perawatan diri untuk meningkatkan

kesetahan dan mencegah komlipakai. Perawat perlu

mengidentifikasi bagaimana pasien dan pasangannya memandang

kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang

berhubungan dengan kemampuan


reproduksinya. Bagi sebagian wanita, masalah harga diri dan

citra tubuh yang berat dapat muncul saat mereka tidak dapat lagi

mempunyai anak. Pasangan mereka sering sekali menunjukkan

sikap yang sama, yang merendahkan wanita yang tidak dapat

memberikan keturunan.

Intervensi berfokus pada upaya membantu pasien dan

pasangannya untuk menerima berbagai perubahan fisik dan

psikologis akibat masalah tersebut serta menemukan kualitas lain

dalam diri wanita sehingga ia dapat di hargai. Bahkan, sekalipun

kehilangan uterus dan kemampuan reproduksi tidak terlalu

mempengaruhiharga diri dan cintra tubuhnya, wanita tetap

memerlukan penguatan atas peran lainnya yang berharga sebagai

seorang manusia. Wanita yang mengalami nyeri hebat ketika

menstruasi dan sangat mengganggu aktivitas rutinnya menganggap

penanggulanagn seperti histerektomi, sebagai pemecahan masalah.

Apabila terdiagnosis menderita kanker, banyak wanita merasa

hidupnya lebih terancam dan perasan ini jauh lebih penting

dibandingkan kehilangan kemampuan reprpduksi. Intervensi

keperawatan kemudian difokuskan untuk membantu pasien

mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan yang

realistis, memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan

kualitas sumber daya keluarga dan komunitas, dan menemukan

kekuatan diri untuk menghadapi masalah (Reeder, dkk, 2013).


7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah

pap smear. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker

leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel

leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan

mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian

dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.

Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah

metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks

dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan

kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang

dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan

sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush)

kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang

terkumpul diperiksa dengan mikroskop.

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya

kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka

dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan

kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran

histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun

mencapai 90%.

Gambar teknik Pap Smear :


Keterangan :

1) Vagina dibuka dengan spekulum agar mulut rahim kelihatan;

2) Dilakukan usapan pada mulut rahim dengan spatel;

3) Spatel dioleskan ke obyek glas, kemudian diperiksa dengan

mikroskop;

4) Metode berbasis cairan : usapan pada mulut rahim dilakukan

dengan citobrush (sikat) > sikat dimasukkan ke dalam cairan

fiksasi, dibawa ke laboratorium > diperiksa dengan mikroskop.

b. Kolposkopi

Langkah kedua dalam penapisan kanker serviks meliputi

penggunaan koloskopi. Tehnik penerangan dan pembesaran serviks

ini memiliki tujuan untuk mencari sel pramaligna atau yang berpotensi

untuk menjadi kanker. Apabila dibandingkan dengan Pap smear

pemeriksaan koloskopi bersifat lebih spesifikdan lebih sensitive dalam

mendiagnosis sel-sel serviks yang abnormal, namun biayanya jauh

lebih besar.

Klien perlu diberitahu bahwa prosedur ini biasanya berlangsung

lebih lama daripada pemeriksaan Pap smear, dan menimbulkan nyeri


atau rasa tidak nyaman, sama dengan perdarahan setelah

pemeriksaan, dapat muncul akibat prosedur biopsy yang mengiringi

pemeriksaan kolposkopi.

Apabila terdapat lesi dalam serviks ketika melakukan inspeksi

yang diperbesar saat prosedur kolkoskopi, diperlukan juga tindakan

pengambilan sampel di area yang diamati. Hal ini dapat tercapai lewat

penggunaan punch biopsy, kuret endoserviks, dan biopsy kerucut.

Tujuan pengambilan sampel ini adalah untuk menyingkirkan kanker

dan kemudian dapat mulai mengatasi kanker tersebut pada klien.

(Varney,Helen,2007)

c. Serviksografi

Tehnik pemeriksaan yang dengan biaya lebih murah daripada

koloskopi. Untuk tindakan penapisan atau dalam mendiagnosis sel

serviks yang abnormal adalahservikografi, dikenal dengan sebutan

servigram. Servigram dikenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1980-

an, metode ini terdiri atas penggunaan fotograf perbesaran rendah

pada serviks, yang kemudian dapat dibaca oleh ahli sitopatologi.

Servikografi belum dapat mencapai tingkat penggunaan yang telah

dicapai oleh koloskopi. Akan tetapi, terdapat cukup bukti yang dapat

memperlihatkan peran penting dalam penapisan kanker serviks,

terutama pada lokasi dengan akses dan biaya masih menjadi masalah

yang ditentang. (Varney,Helen.2007).


d. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi

pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan

mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan

pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

8. KOMPLIKASI KANKER SERVIKS

a. Pendarahan

b. Kematian janin

c. Infertil

d. Obstruksi ureter

e. Hidronefrosis

f. Gagal ginjal

g. Pembentukan fistula

h. Anemia

i. Infeksi sistemik

j. Trombositopenia
9. PENCEGAHAN KANKER SERVIKS

Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Kata yang tepat untuk

anda melakukan pencegahan dini terhadap resiko terserang kanker

serviks. Jenis penyakit yang menjadi momok yang menakutkan untuk

setiap perempuan. Tidak ada yang menyadari gejalanya, bahkan survey

menunjukan perempuan yang terinfeki virus papiloma manusia

(penyebab kanker serviks) baru memeriksakan diri setelah berada pada

stadium 3 yang membuat penderita mengalami kerusakan organ-organ di

dalam tubuhnya. Tidak menutup kemungkinan pola kehidupan anda

beresiko mengalami kanker serviks. Lakukan pencegahan kanker serviks

dengan cara dibawah ini :

a. Pemberian vaksin kanker serviks

Keganasan kanker serviks dapat menyerang wanita tanpa

melihat kelompok umur. Vaksin dapat diberikan pada kelompok

umur 11-26. Vaksin diberikan pada bulan 0,1 dan bulan ke 6.

Adapula untuk anda yang memiliki riwayat terinfesi virus papiloma

manusia dapat diberikan vaksinasi dengan efektifias yang kurang.

Vaksinasi dapat dilakukan di dokter kandungan. Vaksinasi hanya

dilakukan untuk pencegahan bukan untuk pengobatan.

b. Deteksi dengan Pap Smear


Pap smear merupakan metode skrining untuk dapat

mendeteksi kanker serviks. Test ini telah terbukti dapat mendeteksi

dini terjadinya infeksi virus penyebab kanker serviks, sehingga

mampu menurunkan resiko terkena kanker serviks dan

memperbaiki prognosis. Adapun anjuran untuk anda yang ingin

mencegah sejak dini dapat melakukan pap smear setahun sekali 

untuk  wanita yang telah menginjak usia 35 tahun, wanita yang

pernah menderita infeksi HPV, wanita pengguna pil kontrasepsi.

Lakukan sesering mungkin jika hasil pap smear anda menunjukan

tidak normal atau setelah pengobatan prekanker . Untuk anda

yang akan melakukan pap smear perhatikan ketentuannya agar

hasil akurat :

1) Melakukan pap smear pada dua minggu setelah hari pertama haid.

2) Sebelum pemeriksaan sebaiknya tidak menggunakan obat atau

bahan herbal pencuci alat kewanitaan.

3) Penderita paska persalinan dianjurkan datang 6-8 minggu untuk

melakukan pap smear.

4) Selama 24 jam sebelum pemeriksaan tidak dianjurkan untuk

berhubungan seksual.

c. Deteksi dengan metode IVA (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat).

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes

sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non

dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya


sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam

asetat, akan tampak  bercak-bercak  putih pada permukaan serviks yang

tidak normal. Dilakukan di daerah tanpa fasilitas pap smear. Tujuannya

untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan

pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk

mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim.

Tes IVA :

1. Pasien dalam posisi litotomi

2. Speculum dipasang

3. Serviks ditampakan dan di bersihkan dari lender

4. Serviks dibasahi permukaan dengan asam asestat 5%,

selanjutnya diamati dengan penerangan lampu 100 watt.

Hasil IVA : negative bila gambaran putih (-) dan postif bila gambaran putih

(+)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KANKER SERVIKS
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. ANAMNESIS
a. Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang
(hasil laboratorium).
b. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, ,
agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, asal suku bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, no medical record (MR), nama orang tua, dan
pekerjaan orang tua.
c. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pekerjaan dan hubungan dengan pasien.
d. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasaya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
tpendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai
air dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post
kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang
berlebihan, tidak nafsu makan, anemia.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Diananda (2008) biasanya pasien pada stadium awal tidak
merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir
yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang
berbau busuk, perdarahan setelah melakukan hubungan seksual,
rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien
kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan mual
muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat kesehatan
dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit
HIV/AIDS (Ariani, 2015). Pada pasien kanker serviks post
kemoterapi biasanya ada riwayat penyakit keputihan dan riwayat
penyakit HIV/AIDS.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling
mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan
genetika. Keluraga yang memiliki riwayat kanker didalam
keluarganya lebih berisiko tinggi terkena kanker dari pada keluraga
yang tidak ada riwayat didalam keluarganya (Diananda, 2008).
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker
serviks yang perlu diketahui adalah:
a) Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelumnya menarche
dan mengalami atropi pada masa menopose.
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan
diantara siklus haid adalah salah tanda gejala kanker serviks.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks
terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering
partus semakin besar kemungkinan resiko mendapatkan
karsinoma
serviks (Aspiani, 2017).
6) Riwayat psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta
harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan
dengan suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan.
Konsep diri pasien meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji
juga ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta keluhan
pasien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain
(Reeder, dkk, 2013). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami keluhan cemas dan ketakutan.
7) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Biasanya meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, elimenasi,
aktivitas pasien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat dan
tidur (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami keluhan tidak nafsu makan, kelehan,
gangguan pola tidur.
e. Pemeriksaan fisik, meliputi :
1) Keadaan umum: biasanya pasien kanker serviks post kemoterapi
sadar,lemah dan tanda-tanda vital normal (120/80 mmHg).
2) Kepala : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok, mudah tercabut.
3) Mata : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami konjungtiva anemis dan skelera ikterik.
4) Leher : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak
ada kelainan
5) Thoraks:
Dada : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan Jantung : biasanya pada pasien kanker serviks post
kemoterapi tidak ada kelainan
6) Abdomen : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
tidak ada kelainan
7) Genetalia : Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret
berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi (Brunner &
suddarth, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami perdarahan pervaginam.
8) Ekstermitas : Biasanya pada pasien kanker serviks yang stadium
lanjut mengalami udema dan nyeri (Brunner & suddarth, 2015). Pada
pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami
kesemutan atau kebas pada tangan dan kaki.
9) Pemeriksaan penunjang.
a) Pemeriksaan hematologi
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami anemia karna penurunan Haemoglobin. Nilai
normalnya Haemoglobin wanita (12-16 gr/dl).

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Menurut NANDA (2015-2017), kemungkinan masalah yang muncul
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan sel
syaraf)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
c. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan menurun
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agens farmaseutikal
e. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi

f. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan struktur tubuh

g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan program pengobatan

h. Resiko pendarahan berhubungan dengan Koagulopati


inheren (trombositopenia)

i. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


aktif

j. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme tubuh


3. RENCANA KEPERAWATAN
Tabel 3.1 Rencana Keperawatan

DIAGNOSIS KEPERAWATAN NOC NIC


Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien Manajemen Nyeri
cedera biologis (penekanan sel syaraf) mampu mengontrol nyeri dengan kriteria hasil : 1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
a. Tingkat nyeri meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
Defenisi : pengalaman sensori dan 1) Mengenali kapan nyeri terjadi frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
emosional tidak menyenangkan yang 2) Menggambarkan faktor penyebab dan faktor pencetus
muncul akibat kerusakan jaringan aktual 3) Melaporkan perubahan terhadap gejala 2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
atau potensial atau yang digambarkan nyeri pada profesional kesehatan ketidaknyamanan terutama pada mereka yang
sebagai kerusakan. 4) Mengenali apa yang terkait dengan gejala tidak
nyeri dapat berkomunikasi secara efektif
Batasan Karaktreristik : 5) Melaporkan nyeri yang terkontrol 3) Gunakan strategi komunikasi terapeutik
1) Bukti nyeri dengan menggunakan 4) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien
standar periksa nyeri untuk pasien b. Pengetahuan: manajemen nyeri mengenai nyeri
yang 5) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat
1) Mengetahui faktor penyebab menurunkan atau memperberat nyeri
tidak mengungkapkannya 2) Mengetahui tanda dan gejala 6) Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab
2) Fokus menyempit 3) Mengetahi efek samping terapeutik obat nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan
3) Fokus pada diri sendiri antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur
4) Keluhan tentang intensitas 7) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
c. Respon pengobatan
menggunakan standar skala nyeri
1) Pasien mengetahui efek sampingnya 8) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
5) Laporan tentang
2) Tidak ada reaksi alergi (terapi relaksasi)
perilaku nyeri/perubahan
3) Tidak ada efek prilaku dari pengobatan 9) Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol nyeri
aktivitas
yang dipakai selama pengkajian nyeri dilakukan
6) Mengekspresikan perilaku (mis.,
10) Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
gelisah, merengek, menangis,
membantu penurunan nyeri
waspada)
7) Perubahan selera makan
8) Putus asa Pemberian Analgesik
9) Sikap melindungi area nyeri 1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
10) Sikap tubuh melindungi
keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesik yang diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi analgesik yang
sesuai ketika lebih dari satu diberikan
5) Tentukan pilihan obat analgesik (narkotik, non
narkotik atau NSAID) berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri
6) Kolaborasi dengan dokter apakah obat, dosis, rute
pemberian atau perubahan interval dibutuhkan,
buat rekomendasi khusus berdasarkan prinsip
analgesik
7) Monitor tanda vital sebelum dan setelah
memberikan analgesik narkotik pada pemberian
dosis pertama kali atau jika ditemukan tandatanda
yang tidak biasanya
8) Berikan analgesik tambahan dan atau pengobatan
jika diperlukan untuk mengingkatkan efek
pengurangan nyeri
9) Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan
efek samping analgesik (misalnya: konstipasi dan
iritasi lambung)
10) Evaluasi kefektifan analgesik dengan interval
yang teratur pada setiap setelah pemberian
khususnya setelah pemberian pertama kali, juga
observasi adanya tanda dan gejala efek samping
(misalnya: depresi pernafasan, mual dan muntah,
mulut kering dan konstipasi)
11) Dokumentasikan respon terhadap analgesik
dan adanya efek samping
12) Evaluasi dan dokumentasi tingkat sedasi dari
pasien yang menerima opioid
Manajemen Obat
1) Tentukan obat yang diperlukan dan kelola menurut
resep dan / atau protokol
2) Monitor efektifitas cara pemberian obat yang
sesuai
3) Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
4) Monitor tanda dan gejala toksisitas obat
5) Monitor level serum darah ( misalnya: elektrolit,
protrombin, obat-obatan) yang sesuai
6) Monitor interaksi obat yang non terpeutik
7) Monitor respon terhadap perubahan pengobatan
dengan cara yang tepat

Manajemen Energi
1) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan
kekelahan sesuai dengan konteks usia dan
perkembangan
2) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan
secara verbal mengenai keterbatasan yang
dialami
3) Tentukan persepsi pasien atau orang terdekat
dengan pasien mengenai penyebab kelelahan
4) Perbaiki defisit status pisiologis (misalnya,
kemoterapi yang menyebabkan anemia) sebagai
prioritas pertama
5) Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui
sumber energi yang adekuat
6) Monitor waktu dan lama istirahat pasien
7) Kurangi ketidaknyamanan fisik yang dialami
pasien yang bisa mempengaruhi fungsi kognitif,
pemnatauan diri dan pengaturan aktivitas pasien
8) Bantu pasien untuk mengidentifikasi kegiatan
rumah yang bisa dilakukan oles keluarga dan
teman dirumah untuk
mencegah/mengatasi kelelahan
9) Instrusikan pasien atau keluarga mengenali tanda
dan gejala kelelahan yang memerlukan
pengurangan aktivitas
10) Instruksikan pasien atau keluarga mengenai
stres dan koping intervensi untuk mengurangi
kelelahan
11) Ajarkan pasien atau keluarga untuk
menghubungi tenaga kesehatan jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nafsu Manajemen Gangguan Makan
kebutuhan tubuh berhubungan dengan makan pasien baik dengan kriteria hasil : 1) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
kurang asupan makanan a. Status nutrisi : asupan makanan dan cairan mengembangkan rencana perawatan dengan
1) Asupan makanan secara oral adekuat melibatkan pasien dan orang-orang
Defenisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk 2) Asupan cairan secara oral adekuat 3) terdekatnya dengan tepat
memenuhi kebutuhan metabolik Asupan cairan IV adekuat 2) Kolaborasi dengan tim dan pasien untuk
4) Asupan nutrisi parenteral adekuat mengatur target pencapaian berat badan jika
5) Tidak ada mual dan muntah berat badan pasien tidak berada dalam
Batasan Karakteristik : rentang normal
1) Berat badan 20 % atau lebih dari 3) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
bawah rentang berat badan ideal b. Nafsu makan menentukan asupan kalori harian yang
2) Bising usus hiperaktif 1) Peningkatan keinginan untuk makan diperlukan
3) Cepat kenyang setelah makan 2) Peningkatan rangsangan untuk makan 4) Dorong pasien untuk mendiskusikan makanan
4) Diare 3) Intake makanan adekuat yang disukai bersama ahli gizi
5) Gangguan sensasi rasa 5) Timbang berat badan pasien
6) Kehilangan rambut berlebihan 6) Monitor intake/asupan dan asupan cairan
7) Kelemahan otot pengunyah secara tepat
8) Kelemahan otot untuk menelan 7) Monitor asupan kalori makanan harian
9) Kerapuhan kapiler 8) Batasi makanan sesuai dengan jadwal
10) Kesalahan informasi 9) Observasi pasien selama dan setelah
11) Kesalahan persepsi pemberian makan/makanan ringan untuk
12) Ketidakmampuan memakan makanan meyakinkan bahwa asupan makanan yang
cukup tercapai dan dipertahankan
13) Kram abdomen
10) Beri dulungan misalnya terapi relaksasi
14) Kurang minat pada makanan
11) Batasi aktivitas fisik sesuai kebutuhan untuk
meningkatkan berat badan
12) Monitor berat badan pasien sesuai secara rutin

Manajemen Nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien
2) Identifikasi alergi dan intoleransi
terhadap makanan
3) Atur diit yang diperlukan (rendah protein, tinggi
karbohidrat, rendah natrium)
4) Beri obat-obatan sebelum makan
seperti antiemeik
5) Anjurkan diit pasien sesuai kebutuhan
6) Monitor kalori dan asupan nutrisi

Monitor Nutrisi
1) Timbang berat badan pasien
2) Identifikasi adanya penurunan berat badan
3) Monitor turgor kulit
4) Monitor adanya mual muntah
5) Identifikasi perubahan nafsu makan
6) Monitor pucat pada konjungtiva
7) Lakukan kemampuan menelan
8) Tentukan faktor yang mempengaruhi nutrisi

Ansietas berhubungan dengan status Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien Pengurangan Kecemasan
kesehatan menurun mampu mengontrol kecemasan dengan kriteria 1) Gunakan pendekatan yang tenang dan
hasil : meyakinkan
Defenisi : perasaan tidak nyaman atau 1) Mengurangi penyebab kecemasan 2) Jelaskan semua prosedur termasuk sensai yang
kekhawatiran yang samar disertai respons 2) Menggunakan strategi koping yang akan dirasakan yang mungkin dialami pasien
otonom (sumber sering kali tidak spesifik efektif selama prosedur
atau tidk diketahui oleh individu) perasaan 3) Menggunakan teknik relaksasi 3) Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
takut yang disebabkan oleh antisipasi 4) Mempertahankan hubungan sosial perawatan, dan prognosis
5) Mempertahankan tidur adekuat 4) Dorong keluarga untuk mendampingi pasien
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat 6) Mengendalikan respon kecemasan dengan cara yang tepat
kewaspadaan yang memperingatkan individu 5) Puji/kuatkan perilaku yang baik secara tepat
akan adanya bahaya dan memampukan 6) Bantu pasien mengidentifikasikan situasi yang
individu untuk tidak memicu kecemasan
menghadapi ancaman
Peningkatan Koping
7) Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka
Batasan Karakteristik : pendek dan jangka panjang
1) Agitasi 8) Berikan penilaian (kemampuan) penyesuaian
pasien terhadap perubahan-perubahan dalam citra
2) Gelisah
tubuh sesuai dengan indikasi
3) Gerakan ekstra
9) Berikan penilaian mengenai dampak dari situasi
4) Insomnia kehidupan pasien terhadap peran dan hubungan
5) Kontak mata buruk 10) Dukung pasien untuk mengidentifikasi deskripsi
6) Melihat sepintas yang realistik terhadap perubahan dalam peran
7) Mengekspresikan kekhawatiran karena 11) Berikan penilaian mengenai pemahaman
perubahan dalam peristiwa hidup pasien terhadap proses penyakit
8) Penurunan produktivitas 12) Bantu pasien untuk mengidentifikasi
9) Perilaku mengintai strategistrategi positif untuk mengatasi
Tampak waspada keterbatasan dan kebutuhan gaya hidup maupun
perubahan peran

Terapi Relaksasi
13) Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi
serta jenis relaksasi yang tersedia
14) Tentukan apakah ada intervensi relaksasi di
masa lalu yang sudah memberikan manfaat
15) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
distraksi
16) Dorong pasien untuk mengambil posisi yang
nyaman
17) Minta pasien untuk rileks dan merasakan
sensasi yang terjadi
18) Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada
pasien
19) Dorong pengulangan teknik dan praktik-praktik
tertentu secara berkala
20) Berikan waktu yang tidak terganggu

Hambatan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien Manajemen Energi
dengan agens farmaseutikal mampu mempertahankan keseimbangan secara 1) Kaji status fisiologis pasien yang
mandiri dengan kriteria hasil : menyebabkan kekelahan sesuai dengan
Defenisi : keterbatasan dalam gerakan fisik 1) Keseimbangan gerakan konteks usia dan perkembangan
atau satu atau lebih ekstermitas secara 2) Mempertahankan keseimbangan ketika 2) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan
mandiri dan terarah. berdiri perasaan secara verbal mengenai
3) Mempertahankan keseimbangan ketika keterbatasan yang dialami
berjalan 3) Tentukan persepsi pasien atau orang terdekat
Batasan Karakteristik :
dengan pasien mengenai penyebab kelelahan
1) Ketidaknyamanan 4) Perbaiki defisit status pisiologis (misalnya,
2) Kesulitan membolak-balik kemoterapi yang menyebabkan anemia)
posisi 3) Gerakan lambat sebagai prioritas pertama
5) Monitor intake/asupan nutrisi untuk
mengetahui sumber energi yang adekuat
6) Monitor waktu dan lama istirahat pasien
7) Kurangi ketidaknyamanan fisik yang dialami
pasien yang bisa mempengaruhi fungsi
kognitif, pemnatauan diri dan pengaturan
aktivitas pasien
8) Bantu pasien untuk mengidentifikasi kegiatan
rumah yang bisa dilakukan oleh keluarga dan
teman dirumah untuk mencegah/mengatasi
kelelahan
9) Instrusikan pasien atau keluarga mengenali
tanda dan gejala kelelahan yang memerlukan
pengurangan aktivitas
10) Instruksikan pasien atau keluarga mengenai
stres dan koping intervensi untuk mengurangi
kelelahan
11) Ajarkan pasien atau keluarga
untuk

menghubungi tenaga kesehatan jika tanda dan


gejala kelelahan tidak berkurang

Manajemen Lingkungan
1) Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
2) Identifikasi kebutuhan keselamatan pasien
berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta riwayat
perilaku di masa lalu
3) Singkirkan benda-benda berbahayadari
lingkungan
4) Batasi pengunjung

Peningkatan Mekanika Tubuh


1) Bantu untuk mendemonstrasikan posisi tidur yang
tepat
2) Bantu untuk menghindari duduk dalam jangka
waktu yang lama
3) Instruksikan pasien untuk menggerakkan kaki
terlebih dahulu kemudian badan ketika memulai
berjalan dari posisi berdiri
Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien Kontrol Infeksi
imunosupresi mampu mengontrol resiko proses infeksi dengan 1) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah
kriteria hasil : dilakukan untuk setiap pasien
Defenisi : rentan mengalami invasi dan 1) Mengidentifikasi faktor resiko infeksi 2) Batasi jumlah pengunjung
multiplikasi organisme patogenik yang 2) Mengenali faktor resiko individu terkait 3) Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga kesehatan
dapat mengganggu kesehatan infeksi 4) Anjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan
3) Mengetahui perilaku yang berhubungan dengan tepat
Batasan Karakteristik : dengan resiko infeksi 5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada
4) Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien
1) kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan 5) Memonitor perilaku diri yang berhubungan 6) Gunakan sabun antimikroba
dengan resiko infeksi 7) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
2) malnutrisi
6) Memonitor faktor di lingkungan yang perawatan pasien
3) gangguan integritas kulit
berhubungan dengan resiko infeksi 8) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang
4) prosedur invasif
7) Mencuci tangan bersifat universal
5) perubahan pH sekresi
8) Mempertahankan lingkungan yang bersih 9) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
10) Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
11) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
12) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi
13) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi

Perlindungan Infeksi
1) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik
atau lokal
2) Monitor kerentanan terhadap infeksi
3) Monitor hitung mutlak granulosit, WBC, dan hasil-
hasil diferensial
4) Batasi jumlah pengunjung
5) Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area
(yang mengalami) edema
6) Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
7) Anjurkan asupan cairan yang tepat
8) Anjurkan istirahat
9) Ajarkan pasien atau keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya
kepada petugas kesetahan
10) Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi

Manajemen Nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien
2) Identifikasi alergi dan intoleransi
terhadap makanan
9) Atur diit yang diperlukan (rendah protein, tinggi
karbohidrat, rendah natrium)
4) Beri obat-obatan sebelum
makan seperti antiemeik
5) Anjurkan diit pasien sesuai kebutuhan
6) Monitor kalori dan asupan nutrisi

Monitor Nutrisi
1) Timbang berat badan pasien
2) Identifikasi adanya penurunan berat badan
3) Monitor turgor kulit
4) Monitor adanya mual muntah
5) Identifikasi perubahan nafsu makan
6) Monitor pucat pada konjungtiva
7) Lakukan kemampuan menelan
10) Tentukan faktor yang mempengaruhi nutrisi
Disfungsi seksual berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, status Pengurangan Kecemasan
gangguan struktur tubuh kesehatan baik dengan kriteria hasil : 1) Gunakan pendekatan yang tenang dan
1) Mengenali realita situasi kesehatan meyakinkan
Defenisi : suatu kondisi ketika individu 2) Melaporkan harga diri yang positif 2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku
mengalami suatu perubahan fungsi 3) Mempertahankan hubungan pasien
seksual selama fase respons seksual 4) Menyesuaikan perubahan dalam 3) Jelaskan semua prosedur termasuk sensai yang
berupa hasrat, terangsang, dan atau status kesehatan akan dirasakan yang mungkin dialami pasien
orgasme, yang dipandang tidak 5) Mencari informasi tentang kesehatan selama prosedur
memuaskan, tidak bermakna, atau tidak 6) Melaporkan perasaan berharga dalam hidup 4) Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
perawatan, dan prognosis
adekuat Batasan Karakteristik :
5) Dorong keluarga untuk mendampingi pasien
1) Gangguan aktivitas seksual dengan cara yang tepat
2) Gangguan eksitasi seksual 6) Puji/kuatkan perilaku yang baik secara tepat
3) Gangguan kepuasan seksual 7) Bantu pasien mengidentifikasikan situasi yang
memicu kecemasan
4) Merasakan keterbatasan seksual
5) Penurunan hasrat seksual
6) Perubahan minat terhadap diri sendiri Peningkatan Peran
7) Perubahan minat terhadap orang lain 1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yang
8) Perubahan peran seksual biasanya dalam keluarga
2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan
peran khusus yang diperlukan terkait dengan
sakit
3) Dukung pasien untuk mengidentifikasi gambaran
realistik dari adanya perubahan peran
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi
strategistrategi positif unutk memanajemen
perubahanperubahan peran
5) Fasilitasi diskusi mengenai bagaimana adaptasi
peran keluarga untuk dapat mengkompensasi
peran anggota yang sakit

Peningkatan Harga Diri


1) Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
2) Bantu pasien untuk penerimaan diri
3) Jangan mengkritisi pasien secara negatif
4) Sampaikan/ungkapkan kepercayaan diri pasien
dalam mengatasi situasi
5) Berikan hadiah atau pujian
6) Fasilitas lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang
akan meningkatkan harga diri
7) Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu
dengan tepat
Gangguan citra tubuh berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien Pengurangan Kecemasan
dengan program pengobatan mampu beradaptasi terhadap disabilitas fisik 1) Gunakan pendekatan yang tenang dan
dengan kriteria hasil : meyakinkan
Definisi : konfunsi dalam gambaran 1) Menyampaikan secara lisan kemampuan 2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku
mental lantang diri-fisik individu Batasan untuk menyesuaikan terhadap disabilitas pasien
2) Menyampaikan secara lisan penyesuaian 3) Jelaskan semua prosedur termasuk sensai yang
Karakteristik :
terhadap disabilitas akan dirasakan yang mungkin dialami pasien
1) Berfokus pada fungsi masa lalu 3) Beradaptasi terhadap keterbatasan secara selama prosedur
2) Berfokus pada penampilan masa lalu fungsional 4) Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
3) Menekankan pencapaian 4) Mengidentifikasi cara-cara untuk perawatan, dan prognosis
4) Personalisasi bagian tubuh dengan beradaptasi dengan perubahan hidup 5) Dorong keluarga untuk mendampingi pasien
nama dengan cara yang tepat
5) Personalisasi bagian tubuh yang 6) Puji/kuatkan perilaku yang baik secara tepat
menghilang 7) Bantu pasien mengidentifikasikan situasi yang
6) Menolak menerima perubahan memicu kecemasan
7) Menghindari menyentuh tubuh
8) Menyembunyikan bagian tubuh Peningkatan Citra Tubuh
1) Gunakan bimbingan antisipatif menyiapkan
perubahan-perubahan citra tubuh yang (telah)
diprediksikan
2) Bantu pasien untuk mendiskusikan
perubahanperubahan (bagian tubuh) disebabkan
adanya penyakit atau pembedahan dengan cara
yang tepat
3) Bantu pasien untuk menentukan keberlanjutan
dari perubahan-perubahan aktual dari tubuh atau
tingkat fungsinya
4) Tentukan perubahan fisik saat ini berkontribusi
pada citra diri pasien
5) Bantu memisahkan penampilan fisik dari
perasaan berharga secara pribadi dengan cara
yang tepat

Peningkatan Harga Diri


1) Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
2) Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal
penilaian diri
3) Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari
orang lain
4) Eksplorasi alasan-alasan untuk mengkritik diri atau
rasa bersalah
5) Fasilitasi lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang
akan meningkatkan harga diri
5) Sampaikan atau ungkapkan kepercayaan diri
pasien dalam mengatasi situasi
Risiko pendarahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien Pencegahan Pendarahan
dengan Koagulopati inheren mampu beradaptasi terhadap respon 1) Monitor dengan ketat risiko terjadinya pendarahan
(trombositopenia) pengobatan dengan kriteria hasil: pada pasien
2) Catat nilai haemoglobin dan hematokrit sebelum
Defisi : rentan mengalami penurunan a. Koagulasi darah dan sesudah pasien kehilangan darah sesuai
volume yang dapat menggangu kesehatan 1. Haemoglobin normal indikasi
2. Hematokrit normal 3) Monitor tanda dan gejala pendaran menetap
Faktor Risiko : 3. Tidak ada memar 4) Monitor komponen koagulasi darah (termasuk
1) Koagulopati inheren (misal: protrombin time (PT), partial thromboplastin time
b. Pengetahuan: kanker (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin/split product dan
trombositopenia)
trombosit, hitung dengan cara yang cepat
1. Mengetahui efek samping obat
5) Monitor tanda-tanda vital ortostatik, termasuk
2. Mengetahui efek fisik dari pengobatan
tekanan darah
kanker
6) Beri produk-produk penggantian darah (misalnya:
3. Mengetahui efek samping
trombosit dan plasma beku segar (FFP)) dengan
terhadap seksualitas
cara yang tepat
4. Mengetahui masalah 7) Intruksikan pasien untuk menghindari konsumsi
perawatan diri selama pemulihan aspirin atau obat-obat antikoagulan
8) Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan
c. Respon pengobatan yang mengandung vitamin K
1. Pasien mengetahui efek sampingnya
2. Tidak ada reaksi alergi Manajemen kemoterapi
3. Tidak ada efek prilaku dari pengobatan 1. Memonitor efek samping dan efek toksik dari
pengobatan
2. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang efek obat-obatan kemoterapi pada sel
kanker/ganas
3. Intruksikan pada pasien dan keluarga agar
melaporkan gejala demam, menggigil,
pendarahan hidung, memar yang sangat beasr
dan BAB berdarah
4. Telusuri pengalaman pasien sebelumnya
sehubungan dengan mual muntah terkait
kemoterapi
5. Berikan obat-obatan untuk mengontrol efek
kemoterapi, jika dibutuhkan (misanya : obat
antiematik untuk mual dan muantah)
6. Ajarkan pasien teknik relaksasi dan imagery yang
dapat digunakan sebelum,selama dan sesudah
terapi dengan cara yang tepat
7. Monitur status nutrisi dan berat badan

Manajemen Obat
1) Tentukan obat yang diperlukan dan kelola menurut
resep dan / atau protokol
2) Monitor efektifitas cara pemberian obat yang
sesuai
3) Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
4) Monitor tanda dan gejala toksisitas obat
5) Monitor level serum darah ( misalnya: elektrolit,
protrombin, obat-obatan) yang sesuai
6) Monitor interaksi obat yang non terpeutik
7) Monitor respon terhadap perubahan pengobatan
dengan cara yang tepat

Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien Manajemen Diare
berhubungan dengan kehilangan cairan mampu mempertahankan keseimbangan 1) Evaluasi profil pengobatan terhadap adanya efek
aktif volume cairan dengan kriteria hasil : samping pada gastrointestinal
1) Tekanan darah normal (120/80 mmHg) 2) Ajari pasien cara penggunaan obat antidiare
Defenisi : penurunan cairan intravaskuler, 2) Nadi normal (60-100 x/menit) secara tepat
interstisial, dan / atau intraseluler. Ini 3) Keseimbnagan intake dan output dalam 24 3) Evaluasi kandungan nutrisi dari makanan yang
mengacu pada dehidrasi, kehilangan jam sudah di komsumsi sebelumnya
cairan saja dan tanpa perubahan kadar 4) Berat badan stabil 4) Monitor tanda dan gejala diare
natrium. 5) Turgor kulit lembab 5) Amati turgor kulir secara berkala
6) Kelembaban membran mukosa 6) Intruksikan diet rendah serat, tinggi proteindan
Batasan Karakteristik : 7) Hematokrit normal tinggi kalori sesuai kebutuhan
1) Haus 7) Ajari pasien cara menurunkan stres sesuai
2) Kelemahan kebutuhan
3) Kulit kering 8) Bantu pasien untuk melakukan teknik relaksasi
4) Membran mukosa kering
5) Peningkatan frekuensi nadi Manajemen cairan
6) Peningkatan hematokrit 1) Jaga intake dan output pasien
7) Peningkatan suhu tubuh 2) Monitor status hidrasi (misalnya : membran
8) Penurunan tekanan darah mukosa lemban, denyut nadi adekuat dan tekanan
9) Penurunan nadi darah ortostatistik)
10) Penurunan turgor kulit 3) Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
retensi cairan (misalnya : peningkatan BUN,
penurunan hematokrit dan peningkatan
osmolalitas urine)
4) Monitor tanda-tanda vital
5) Monitor makanan/cairan yang dikomsumsi dan
hitung asupan kalori harian
6) Berikan cairan IV
7) Atur ketersedian produk darah untuk transfusi, jika
perlu.
8) Persiapan pemberian produk darah (misalnya: cek
darah dan mempersiapkan pemasangan infus)
9) Berikan produk-produk darah (misalnya, trombosit
dan plasma yang baru)
Monitor Cairan
1) Tentukan jumlah dan jenis intake/asupan cairan
serta kebiasaan eliminasi
2) Tentukan faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan ketidakseimbangan cairan
(mislanya kehilangan albumin, infeksi, muntah dan
diare)
3) Monitor berat badan
4) Monitor asupan dan pengeluaran
5) Monitor nilai kadar serum dan elektrolit urine
Monitor kadar serum albumin dan protein total
7) Monitor kadar serum dan osmolalitas urine
8) Monitor tekanan darah, denyut nadi dan status
pernafsan
9) Monitor tekanan darah ortostatik dan
perubahan irama jantung dengan tepat
10) Monitor menbran mukosa, turgor kulit dan
respon haus
11) Berikan cairan yang tepat
Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien Perawatan Demam
peningkatan laju metabolisme mampu mempertahankan suhu tubuh dalam 1) Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
keadaan normal dengan kriteria hasil: 2) Monitor warna kulit dan suhu
Definisi: suhu inti tubuh diatas kisaran a. Termoregulasi 3) Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan
normal diurnal kegagalan termogulasi. 1) Tingkat pernafasan tidak terganggu kehilangan cairan yang tak dirasakan
2) Melaporkan kenyamanan setelah suhu 4) Berikan obat atau cairan IV (misalnya: antipiretik,
tubuh turun agen antibakteri dan agen anti menggigil)
Batasan Karakteristik: 3) Tidak terjadi perubahan warna kulit 5) Dorong komsumsi cairan
1) Gelisah 4) Tidak ada dehidrasi 6) Tingkatkan sirkulasi udara
2) Kulit kemerahan
3) Kulit terasa hangat
b. Status kenyamanan fisik Manajemen cairan
1) Suhu tubuh normal 1) Jaga intake dan output pasien
2) Tidak terganggu intake makanan 3) Tidak 2) Monitor status hidrasi (misalnya : membran
terganggu intake cairan mukosa lemban, denyut nadi adekuat dan tekanan
4) Tingkat energi tidak terganggu darah ortostatistik)
3) Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
c. Keparahan infeksi retensi cairan (misalnya : peningkatan BUN,
penurunan hematokrit dan peningkatan
1) Tidak ada kulit kemerahan
osmolalitas urine)
2) Tidak terjadi demam
4) Monitor tanda-tanda vital
3) Tidak ada terjadi kehilangan nafsu makan
5) Monitor makanan/cairan yang dikomsumsi dan
4) Tidak ada peningkatan jumlah sel darah hitung asupan kalori harian
putih 6) Berikan cairan IV
7) Atur ketersedian produk darah untuk transfusi, jika
d. Respon pengobatan perlu.
4) Pasien mengetahui efek sampingnya
5) Tidak ada reaksi alergi 8) Persiapan pemberian produk darah (misalnya: cek
6) Tidak ada efek prilaku dari pengobatan darah dan mempersiapkan pemasangan infus)
9) Berikan produk-produk darah (misalnya, trombosit
dan plasma yang baru)

Manajemen Obat
1) Tentukan obat yang diperlukan dan kelola menurut
resep dan / atau protokol
2) Monitor efektifitas cara pemberian obat yang
sesuai
3) Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
4) Monitor tanda dan gejala toksisitas obat
5) Monitor level serum darah ( misalnya: elektrolit,
protrombin, obat-obatan) yang sesuai
6) Monitor interaksi obat yang non terpeutik
7) Monitor respon terhadap perubahan pengobatan
dengan cara yang tepat

Pengaturan Suhu
1) Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai
kebutuhan
2) Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai
kebutuhan
3) Monitor suhu dan warna kulit
4) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat

Sumber : Diagnosis Keperawatan,2015-2017, Nursing Outcomes Classification(NOC) (2016) & Nursing Interventions classification (NIC)

(2016 )
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementesi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana


tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan disesuaikan (Potter
& Perry, 2005). Langkahlangkah yang diperlukan dalam pelaksanaan
adalah sebagai berikut :
a. Mengkaji ulang pasien
Fase pengkajian ulang terhadap komponen implementesi
memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah
tindakan
keperawataan yang diusulkan masih sesuai.
b. Menelah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada
sebelum memulai
perawatan.
Perawat menelah rencana asuhan dan membandingkannya dengan
data pengkajian untuk memvalidasi diagnosa keperawatan yang
dinyatakan dan menentukan apakah intervensi keperawatan yang paling
sesuai untuk situasi klinis saat itu. Jika status pasien telah berubah dan
diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan harus dimodifikasi.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi menurut Potter & Perry (2005) yaitu membandingkan
data subjek dan objek yang dikumpulkan dari pasien, perawat lain, dan
keluarga untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam memenuhi hasil
yang diharapkan yang ditetapkan selama perencanaan.
Langkah-langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur
respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien
kearah tujuan. Tujuan asuhan keperawatan untuk membantu pasien
menyelesaikan masalah kesehatan aktual, mencegah kekambuhan dari
masalah potensial dan mempertahankan status sehat. Evaluasi terhadap
asuhan menetukan apakah tujuan ini telah terlaksana. Aspek lain dari
evaluasi mencakup pengukuran kualitas asuhan keperawatan yang
diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan (Potter & Perry, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC

Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :


EGC

Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

Irfani,Baihaqi. 2010. Melody Of Phantom & Pedoman Diagnosis Dan Terapi.


Surabaya : Unair

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media
Ausculapius

Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 2. Jakarta : EGC

Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan vol1. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan edisi 9. Jakarta :


EGC

Anda mungkin juga menyukai