Disusun Oleh :
6211161073
CIMAHI
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
yang sepele yang kita semua kira mudah diatasi, namun manakala sifat manusia
yang selalu ingin menang itu muncul, perilaku abusif yang berhubungan dengan
sehari-hari kita. Misalnya dengan mengatakan, “Eh, kenapa makan roti dan susu
aja? Mau jadi bule?” Kita sudah bisa disebut seorang rasis. Mulut manusia bisa
banyak peluang membuat kita melakukan hal-hal kecil yang bisa menyinggung
1
marak melakukan kampanye anti-rasisme, nampaknya tak menemukan cara agar
Kata rasisme pertama kali digunakan secara umum pada 1930. Fenomena
serta permusuhan dan perasaan negatif terhadap satu kelompok etnis atau bangsa
yang lain -- kadang diiringi dengan sikap brutal --sering kali dihubungkan
ini.
turunan yang dibawa sejak lahir secara biologis menentukan perilaku manusia.
terhadap Yahudi atas dasar teori biologis yang salah), selalu merupakan bagian
1
Anonim, “Rasisme (Artikel Ringkas)”, diakses dari
https://encyclopedia.ushmm.org/content/id/article/racism-abridged-article , pada tanggal 20 April 2019
pukul 19:31.
2
an.2 Menurut teori ras Nazi, bangsa Jerman dan bangsa Eropa utara lainnya
adalah ras "Arya" yang unggul. Selama Perang Dunia II, dokter-dokter Nazi
tawanan non-Arya dalam jumlah yang tak terbilang pada eksperimen ini, Nazi
tidak dapat menemukan bukti apa pun untuk teori mereka tentang perbedaan ras
pernah terjadi sebelumnya. Selama Perang Dunia II, pimpinan Nazi memulai apa
Slavia. Kaum Nazi yang rasis memandang penyandang cacat fisik dan mental
sebagai bahaya biologis bagi kemurnian ras Arya. Setelah merencanakan dengan
"tuan" atau "penguasa" Malaysia. Konsep ini tertuang dalam Pasal 153
2
Ibid.
3
Melayu di Malaysia3Pengaturan seperti ini biasanya disebut sebagai kontrak
ketuanan Melayu sendiri tidak pernah mencuat sampai awal tahun 2000-an.
Suara oposisi paling besar terhadap konsep ini datang dari partai-partai non-
Melayu seperti Partai Aksi Demokratik (DAP); pada tahun 2000-an, Partai
atas supremasi Melayu mendapat perhatian publik pada tahun 1940-an, ketika
terdapat usaha yang keras menentang konsep ketuanan Melayu yang dipimpin
oleh Partai Aksi Rakyat (PAP) dari Singapura (yang menjadi salah satu negara
bagian dari Malaysia dari tahun 1963 sampai 1965) dan oleh DAP setelah
1969 yang diikuti kampanye pemilu yang memfokuskan pada isu hak-hak non-
Melayu dan ketuanan Melayu. Periode ini tampak dengan munculnya kelompok
"Ultra" yang mengajukan sebuah pemerintahan satu partai yang dipimpin oleh
3
Meredith L. Weiss, "The 1999 Malayan General Elections: Issues, Insults, and Irregularities." Asian
Survey, Vol. 40, No. 3, (May 2003) hlm 430.
4
UMNO dan peningkatan tekanan pada konsep orang Melayu sebagai "rakyat
Melayu juga diperkenalkan pada tahun 1970. Namun semasa 1990-an Perdana
Menteri Mahathir bin Mohamad menolak pendekatan ini dengan konsep Bangsa
pendatang" oleh Britania, para imigran ini merasa tidak perlu untuk berintegrasi
dengan masyarakat Melayu dan bahkan tidak banyak yang mau belajar bahasa
berasimilasi dengan baik selama 600 tahun. Menurut Ming Shi-lu, nenek
moyang Cina Peranakan adalah "hadiah" yang diberikan kepada Sultan Melaka
5
Peranakan adalah saudagar-saudagar yang kaya dan dalam kesehariannya
yang satu dengan yang lain. Britania memberikan pendidikan yang minim bagi
dengan kaum Cina yang lebih baik juga membakar sentimen rasial ini.
Jepang di Malaya semasa Perang Dunia II. Perang Dunia ini "membangkitkan
dan kebencian rasial". Kebijakan Jepang atas "politisasi kaum petani Melayu"
menulis bahwa "Perlakuan tidak ramah yang diberikan Jepang kepada kaum
Cina dan perlakuan sebaliknya yang diberikan kepada kaum Melayu membantu
kaum Cina merasakan identitasnya yang terkucil secara lebih tajam..." Salah satu
nasional Melayu telah menjadi kenyataan; sentimen ini sangatlah anti-Cina dan
4
Hwang, In-Won (2003). Personalized Politics: The Malaysian State under Mahathir, hlm. 25-26. Institute
of Southeast Asian Studies.
5
Ibid.
6
Ibid.
6
Federasi Malaya (Persekutuan Tanah Melayu) secara resmi merdeka dari
Imperium Britania tahun 1957. Konstitusi negara baru ini memiliki beberapa
ketentuan seperti Pasal 153 yang menjamin kaum Melayu mendapatkan hak-hak
istimewa. Komisi Reid yang menyusun konstitusi ini menyatakan bahwa pasal
153 hanyalah bersifat sementara dan harus ditinjau ulang oleh parlemen 15
siapapun yang lahir dalam Federasi Malaya juga diberikan walaupun tidak
Di sisi lain, bahasa Melayu dan Islam dijadikan bahasa nasional dan
Keputusan ini bertujuan untuk menghargai kaum Melayu sebagai orang Malaya
yang sebenarnya, yakni menjadi seorang Malaya adalah sama halnya menjadi
seorang Melayu. Di mata banyak orang pula, hal ini memberikan Malaya
7
Ooi, Jeff (2005). "Social Contract: 'Utusan got the context wrong’"
8
Ongkili, James P. (1985). Nation-building in Malaysia 1946–1974, hlm. 113. Oxford University Press.
9
Milne, R.S. & Mauzy, Diane K. (1999). Malaysian Politics under Mahathir, hlm. 34. Routledge.
7
memiliki perasaan yang telah mendarah daging bahwa hanya merekalah yang
atas tanah Malaya." Dan sebenarnya pun pada tahun 1964 Tunku mengatakan
"Adalah dimengerti semua orang bahwa negara ini dari namanya, tradisi dan
karakternya, adalah Melayu. ... Di negara lain di mana pendatang asing mencoba
untuk mendominasi bidang ekonomi dan bidang-bidang lain, pada akhirnya akan
mendapatkan oposisi keras dari penduduk asli. Namun ini tidak sama halnya
pedesaan kemudian dicabut dan dianggap sebagai "penopang tak langsung" hak
khusus Melayu. Hal ini disebabkan karena kaum Melayu kebanyakan berpusat
kaum Melayu. Konstitusi awal negara secara implisit mengikuti sistem "satu
"memberikan satu orang satu suara, yang lainnya banyak suara: tidak didasarkan
kelompok-kelompok tertentu."12
10
Josey, Alex (1980). Lee Kuan Yew: The Crucial Years, hlm. 83–84. Times Books International.
11
Hwang, hlm. 49
12
Hickling, R.H. (1991). Essays in Malaysian Law, hlm. 69. Pelanduk Publications.
8
Ketentuan-ketentuan konstitusional yang dirujuk sebagai "Agenda
sejajar dengan warga Melayu di bawah konstitusi. Hal ini dapat disebabkan oleh
penerimaan kontrak sosial yang salah seorang sejarahwan menulis: "Pada tingkat
elit, kaum non-Melayu mengakui bahwa kaum Melayu secara politik superior
karena status penduduk asli mereka dan bahwa susunan pemerintahan Malaysia
memiliki karakter Melayu ... Kaum Melayu dijamin menjadi mayoritas baik
dalam parlemen negara bagian maupun parlemen federal ... Kaum Melayu
gantinya, kaum Cina mendapatkan melebihi apa yang kaum Cina Asia Tenggara
hak khusus "dapat dimengerti pada awal pembangunan negara," jika "periode
secara jelas, maka persengketaan yang tak habis-habisnya ... akan bermunculan
13
Hwang, hlm. 67
9
pada hari-hari mendatang," dan berargumen bahwa hak-hak khusus pada
disebut Aksi 812 dihadiri sekitar 55 ribu massa. Aksi 812 dipicu rencana
ICERD.
istimewa etnis Melayu dan mengancam status Islam sebagai agama resmi
Malaysia.
Konstitusi Malaysia. Pasal 153 memberikan tanggung jawab kepada Yang di-
Melayu dan anak negeri (…) Sabah dan Sarawak dan kepentingan sah kaum-
kaum lain”. Isi Pasal 153 Konstitusi Malaysia sering dijadikan dasar untuk
10
11
1.2 Fokus Masalah
All Forms of Racial Discrimination (ICERD) oleh Malaysia dari akhir tahun
2018 hingga Agustus 2019. Dimana fenomena yang terjadi berawal pada
12
Untuk memperoleh pijakan dalam mengkaji Pengaruh Gerakan Massa
yaitu:
abad ke-19 dan awal abad ke-20. Sebelum 1850, hubungan antar etnis di
13
etnis dan akulturasi. Pemerintahan kolonial langsung membawa teori
rasial Eropa dan membangun tatanan sosial dan ekonomi yang terstruktur
(ICERD) oleh Malaysia. Secara garis besar, kedua karya ilmiah ini
skripsi peneliti. Karena tulisan jurnali ini ada kesamaan dengan isi dari
Malaysia?”
14
1.5.1 Tujuan Umum
Malaysia.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jendral Achmad Yani
15
2. Memberikan informasi dan sebagai referensi bahan kajian
kita ketahui tidak hanya muncul dari pemikiran alami dari ilmu itu
merupakan sebuah teori adopsi dari ilmu lain. Selain terdapat teori yang
adopsi dari ilmu lain dan merupakan teori anti-mainstream dan juga
Teori ini muncul pada kisaran tahun 1960-an yaitu saat radikalisme
16
berpengaruh dari akhir 1990-an sampai awal 2000-an.17 Tidak ada
Francois Lyotard.20
17
Weber, Cynthia, 2005. “International Relations Theory, A Critical Introduction”, Routledge, Bag. 4, hlm.
59-80.
18
Smith, Steve. 2001. “Reflectivist and Constructivist Approaches to International Theory,” in Baylis,
John & Smith, Steve (eds.) 2001. “The Globalization of World Politics”, 2nd edition. Oxford University
Press. Part 2 Chapter 11.
19
Jackson, R. & G. Sorensen. 2005. “Pengantar Studi Hubungan Internasional”. Diterjemahkan dari
bahasa Inggris oleh Dadan Suryadipura. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
20
Brown. hlm 66
21
Devetak, Richard. 2001. “Postmodernism”. in; Scott Burchill, et al, “Theories of International
Relations”, Palgrave, pp. 181.
17
mengemukakan bahwa knowledge (ilmu pengetahuan) dan power saling
hanya atas dunia alam namun juga dunia sosial termasuk sistem
text’ dimana kaum posmodernis ini tak hanya memandang teks sebagai
untuk mencari yang ‘tepat’ atau bahkan 'satu' pembacaan teks, melainkan
untuk menunjukkan bagaimana selalu ada lebih dari satu pembacaan dari
18
tak pernah berhenti dibahas dalam studi Hubungan Internasional.
immutable atau abadi. Dapat dipahami jika sifat manusia yang terbuka
beragam sesuai dengan konteks sosial dan budaya yang lebih luas, tidak
Asumsi ketiga yaitu tidak ada satu teori yang dapat memberikan
keempat adalah tidak adanya apa yang disebut ‘fakta’ di dunia ini, yang
25
Devetak, hlm. 152
19
kepercayaan yang dibuat oleh manusia.26 Manusia adalah origin dari
asumsinya tentang tidak adanya apa yang disebut ‘fakta’ di dunia ini.
adalah kritiknya yang dapat berbalik pada dirinya sendiri, dan dapat
maupun buruk.28
26
Steans, Jill and Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas. 2005. “Introduction to International Relations,
Perspectives & Themes”, 2nd edition, Pearson & Longman, Chap. 5, hlm. 129.
27
Jackson, hlm. 78.
28
Steans, hlm. 144.
20
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
seperi teori dan perspektif lain yang mendatangkan kritik. Kritik ini pun
muncul untuk berbenah diri. Karena pada sejatinya tidak ada yang
29
Garner, Steve (2009). “Racisms: An Introduction”. Sage.
21
rasisme sering mencakup gagasan bahwa manusia dapat dibagi lagi
sosial dan kapasitas bawaan mereka, serta gagasan bahwa mereka dapat
dalam penggunaan populer dan literatur ilmu sosial yang lebih tua.
(mis. Leluhur bersama atau perilaku bersama). Oleh karena itu, rasisme
22
adalah salah secara ilmiah, secara moral dapat dikutuk, tidak adil secara
untuk diskriminasi rasial, di mana pun, secara teori atau dalam praktik.31
sosial. Rasisme dapat hadir dalam tindakan sosial, praktik, atau sistem
1.8 Asumsi
kebijakan
ICERD Pemerintah
Malaysia
Adanya Menimbulkan
Supremasi ras Gerakan Massa
31
Ibid.
melayu 812
23
Batalnya
Ratifikasi
data.
24
Dalam menganalisa dan membahas fenomena
variabel-variabelada.
bersifat aktual.
berlangsung.
25
4. Metode penelitian deskriptif analisis tidak menguji
26
Dalam melakukan penelitian, penulis lebih banyak
1. Studi Kepustakaan
2. Wawancara
27
dan sangat membantu penulis dalam menyelesaikan
matriks.
28
1. Credibility
2. Transferability
diambil.
3. Dependability
sama pula.
29
Pengujian dependability dilakukan dengan
melakukan penelitian.
4. Confirmability
dipertanggungjawabkan.
30
1.10.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
berikut:
Jakarta, Indonesia
31
1.10.6.2 Waktu Penelitian
32
1.11 Sistematika Penulisan
BAB I: Pendahuluan
Penulisan.
33
BAB III: PENGARUH GERAKAN MASSA 812 TERHADAP
adanya globalisasi.
BAB V: PENUTUP
hasil analisis dan intepretasi. Penulis merumuskan secara padat dan jelas
sebelumnya.
34
DAFTAR PUSTAKA
Baylis, John & Smith, Steve. 2001. “The Globalization of World Politics”. Oxford
University Press.
A.J.R.
Hwang, In-Won 2003. Personalized Politics: The Malaysian State under Mahathir.
Diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Dadan Suryadipura. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Josey, Alex. 1980. “Lee Kuan Yew: The Crucial Years. Times?”.Books International.
35
Milne, R.S. & Mauzy, Diane K. 1999. “Malaysian Politics under Mahathir”. Routledge.
Meredith L. Weiss. 2003. "The 1999 Malayan General Elections: Issues, Insults, and
Newman, D.M. 2012. “Sociology: Exploring The Architecture Of Everyday Life”. Los
Angeles: Sage.
Press.
Ooi, Jeff. 2005. "Social Contract: “Utusan got the context wrong.”
Steans, Jill and Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas. 2005. “Introduction to International
Relations, Perspectives & Themes”, 2nd edition, Pearson & Longman, Chap. 5, hlm.
129.
Routledge.
36