Anda di halaman 1dari 40

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Perencanaan struktur bertujuan untuk menghasilkan suatu struktur yang

stabil, cukup kuat, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti keekonomisan dan

kemudahan dalam pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila struktur tersebut

tidak mudah terguling, miring atau tergeser selama umur bangunan yang

direncanakan. Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu layan bila

kemungkinan terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan kemampuan layan

selama masa yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima.

Untuk mencapai tujuan perencanaan tersebut, perencanaan struktur harus

mengikuti peraturan perencanaan yang ditetapkan oleh pemerintah berupa Standar

Nasional Indonesia (SNI).

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah,

atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang

terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu

atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karateristik

tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), dan waktu pengerasan.

Beton bertulang boleh jadi bahan konstruksi yang paling penting. Beton bertulang

digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur, besar maupun

kecil bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding penahan tanah,

terowongan. ( Mccormac C. Jack, 2003)

6
7

Struktur adalah sebuah sistem, artinya gabungan atau rangkaian dari

berbagai macam elemen – elemen yang dirakit sedemikian rupa hingga menjadi

satu kesatuan yang utuh. Suatu struktur dianggap kokoh apabila mempunyai

kekokohan diberbagai arah, sedangkan yang dimaksud dengan kekokohan adalah

mampu mengantisipasi beban sehingga terjadi deformasi (perubahan bentuk) yang

seminimal mungkin. Sedangkan fungsi dan struktur itu sendiri pada umumnya

adalah melindungi kebutuhan ruang kegiatan dan mendukung atau menahan dan

menyalurkan beban. (Utomo Agung Dumadyo Putro, 2014)

Pelat adalah struktur titpis yang dibuat dari beton bertulang dengan

bidang arahnya horizontal, dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang

struktur tersebut. Ketebalan pelat ini relatif sangat kecil apabila dibanding dengan

bentang panjang/lebar bidangnya. Pelat beton bertulang sangat kaku dan arahnya

horizontal, sehingga pada bangunan gedung, pelat ini berfungsi sebagai diafragma

atau unsur pengaku horizontal yang sangat bermanfaat untuk mendukung

ketegaran balok portal. (Asroni Ali, 2010)

Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban mati maupun

hidup dari pelat lantai kekolom, yang menerima beban tarik dan tekan karena

adanya gaya lateral. Pada umumnya balok dicor secara monolit dengan pelat

lantai, sehingga elemen tersebut membentuk penampang balok. (SNI 03-2847,

2002)

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke

elevasi yang lebih kebawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fundasi.
8

Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuha pada satu kolom

merupakan lokasi kristis yang dapat menyebabkan collapse (runtuhnya) lantai

yang bersangkutan, dan juga runtuhnya batas total (ultimate total collapse)seluruh

strukturnya. ( Nawy G. Edward, 1998)

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Jenis Pembebanan

Beban rencana yang akan digunakan dalam analisis pehitungan

konstruksi Gedung Unit Fraksi Sekretariat DPRD Kota Madiun ini didasarkan

pada pembebanan yang terjadi dan sesuai dengan Peraturan Pembebanan

Indonesia Untuk Gedung Tahun 1983. Adapun yang termasuk beban konstruksi

gedung tersebut adalah :

1) Beban mati

Beban mati adalah berat dari semua bagia dari suatu gedung yang bersifat

tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesain-penyelesain, mesin-

mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari gedung.

2) Beban hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau

penggunaan suatu bangunan, dan di dalamnya termasuk beban-beban

pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah

(moveable equipment), mesin-mesin serta peralatan yang tidak

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti
9

selama masa hidup dari bangunan itu, sehingga mengakibatkan

perubahan dalam pembebanan lantai dan atap bangunan tersebut. Beban

hidup tidak termasuk beban angin dan beban gempa.

3) Beban angin

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada bangunan, atau

bagian bangunan, yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.

4) Beban gempa

Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada

gedung atau bagian bangunan yang menirukan pengaruh dari gerakan

tanah akibat gempa itu.

5) Beban khusus

Beban khusus adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian

gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan,

penurunan fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban

hidup.

2.2.2 Ketentuan Mengenai Kekuatan dan Kemampuan Layan

Berdasarkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk bangunan

gedung SNI 03-2847-2002 pasal 11.1(1) Struktur dan segenap komponennya

harus direncanakan sehingga penampangnya mempunyai kuat rencana minimum

sama dengan kuat perlu yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya

terfaktor yang sesuai. Komponen struktur harus memenuhi kemampuan layanan


10

pada tingkat beban kerja atau mampu menjamin tercapainya perilaku struktur

yang cukup baik pada strata beban kerja.

2.2.2.1 Kuat Rencana

Kuat rencana suatu komponen struktur berdasarkan Tata Cara

Perhitungan Struktur Beton untuk bangunan gedung SNI 03-2847-2002 pasal

11.3(1) adalah hasil kali kuat nominal dengan suatu faktor reduksi kekuatan φ .

Nilai φ merupakan angka keamanan yang memperhitungkan penyimpangan

terhadap kuat bahan, pengerjaan, ukuran dan pelaksanaan. Berdasarkan SNI 03-

2847-2002 pasal 11.3(2) faktor reduksi kekuatan φ ditentukan sebagai berikut :

 Lentur, tanpa beban aksial Ø = 0,80

 Beban aksial dan beban aksial dengan lentur. (untuk beban aksial

dengan lentur, kedua nilai kuat nominal dari beban aksial dan momen

harus dikalikan dengan nilai φ tunggal yang sesuai) :

- Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur Ø = 0,80

- Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur :

Komponen struktur dengan tulangan spiral Ø = 0,70

Komponen struktur lainnya Ø = 0,65

 Geser dan torsi Ø = 0,75

2.2.2.2 Kuat Perlu


11

Kuat perlu U pada suatu komponen struktur adalah kekuatan suatu

komponen struktur atau lebih penampang yang diperlukan untuk menahan beban

terfaktor atau momen dan gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut

dalam suatu kombinasi. Faktor beban memberikan nilai kuat perlu bagi

perencanaan pembebanan bagi struktur. Berdasarkan Tata Cara Perhitungan

Struktur Beton untuk bangunan gedung SNI 03-2847-2002 pasal 11.2 kuat perlu

U dan faktor beban adalah :

1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D

U = 1,4 D

2. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga

beban atap A atau beban hujan R.

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R )

3. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan

dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W harus

ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu:

U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 ( A atau R )

Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup

L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling

berbahaya, yaitu :

U = 0,9 D ± 1,6 W

4. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan

dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai berikut:

U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E


12

Atau,

U = 0,9 D ± 1,0 E

dimana :

U = kuat perlu

D = beban mati

L = beban hidup

A = beban atap

R = beban hujan

W = beban angin

E = beban gempa

Dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan Tata Cara

Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002).

2.2.3 Dasar-dasar Perencanaan

2.2.3.1 Perhitungan Gaya Geser Dasar Horizontal Total Akibat Gempa dan

Distribusinya ke Sepanjang Tinggi Gedung

Beban gempa adalah beban yang bekerja pada suatu struktur akibat dari

pergerakan tanah yang disebabkan karena adanya gempa bumi yang dapat

mempengaruhi struktur tersebut.

Pengaruh gempa rencana harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi

struktur bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan peralatannya

secara umum. Sesuai SNI 03-1726-2012, gempa rencana ditetapkan sebagai


13

gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan

50 tahun adalah sebesar 2%.

A. Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan

Untuk berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung

sesuai tabel 2.1 untuk pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan

dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut tabel 2.2. Kategori resiko dan dan

faktor keutamaan gempa mengacu pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 seperti berikut ini :

Tabel 2.1 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur Lainnya untuk Beban
Gempa
Kategori
Jenis pemanfaatan
Risiko
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko
rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan I
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk


dalam kategori resiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk :
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
II
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/rumah susun
- Pusat perbelanjaan/mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
-
III
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko tinggi
14

terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,


termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit
Tabel 2.1 Lanjutan
Kategori
Jenis pemanfaatan
Risiko
bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk ke dalam kategori


resiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak
ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap
kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk,
tapi tidak dibatasi untuk :
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah III
- Pusat telekomunikasi

Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk dalam kategori


resiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau
tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah
kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh
instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.

IV
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi,
serta garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan
tempat perlindungan darurat lainnya
15

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan


fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
Tabel 2.1 Lanjutan
Kategori
Jenis pemanfaatan
risiko

- listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah


atau struktur pendukung air atau material atau peralatan
pemadam kebakaran ) yang disyaratkan untuk beroperasi pada IV
saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan


fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori
resiko IV.

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan


Gedung dan Non Gedung SNI 1726 : 2012 Hal. 14

Tabel 2.2 Faktor Keutamaan Gempa


Kategori resiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,00
III 1,25
IV 1,50
Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung SNI 1726 : 2012 Hal. 15

B. Pemilihan Sistem Struktur

Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi

salah satu tipe yang ditunjukkan dalam tabel 2.3. Pembagian setiap tipe

berdasarkan pada elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya gempa

lateral. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan batasan sistem

struktur dan batasan ketinggian struktur yang ditunjukkan dalam tabel 2.3.
16

Koefisien modifikasi respons yang sesuai, R, faktor kuat lebih sistem, Ω0, dan

faktor pembesaran defleksi, Cd, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2.3 harus

digunakan dalam penentuan geser dasar, gaya desain elemen, dan simpangan antar

lantai tingkat desain. Sistem penahan gaya gempa seperti tabel 2.3 berikut ini :

Tabel 2.3 Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Batasan sistem
Koefisi Faktor Struktur
Faktor
en pembes dan batasan tinggi
kuat
Modifi aran struktur (m)
Sistem penahan lebih
kasi defleks
gaya seismik sistem
Respon i, Kategori desain
(Ω0g)
a
(R ) (Cd )b
Seismic
B C D E F
C. Sistem rangka
pemikul momen
1. Rangka baja
pemikul momen 8 3 5½ TBTB TB TB TB
khusus
2. Rangka batang
baja pemikul 7 3 5½ TBTB 48 30 TI
momen khusus
3. Rangka baja
pemikul momen 4½ 3 4 TBTB 10 TI TI
menengah
4. Rangka baja
pemikul momen 3½ 3 3 TBTB TI TI TI
biasa
5. Rangka beton
bertulang 8 3 5½ TBTB TB TB TB
pemikul momen
6. Rangka beton
bertulang pemikul 5 3 4½ TBTB TI TI TI
momen menengah
7. Rangka beton
bertulang pemikul 3 3 4½ TBTB TI TI TI
momen biasa
8. Rangka baja dan
beton komposit
pemikul momen
8 3 5½ TBTB TB TB TB
khusus
9. Rangka baja dan 5 3 4½ TBTB TI TI TI
beton komposit
pemikul momen
17

menengah

Tabel 2.3 Lanjutan


Batasan sistem
Koefisi Faktor Struktur
Faktor
en pembes dan batasan tinggi
kuat
Modifi aran struktur (m)
Sistem penahan lebih
kasi defleks
gaya seismik sistem
Respon i, Kategori desain
(Ω0g)
(Ra) (Cdb) Seismic
B C D E F
10. Rangka baja
dan beton
komposit 6 3 5½ 48 48 TI TI TI
terkekang
parsial pemikul
11. Rangka baja
dan beton
komposit 3 3 2½ TB TI TI TI TI
pemikul
momen biasa
12. Rangka baja
canai
3½ 3 3½ 1010 10 10 10
dingin pemikul
momen khusus
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung SNI - 1726 - 2012 Hal. 36

E. Kotegori Desain Seismik

Struktur harus ditetapkan memilki suatu kategori desain seismik. Struktur

dengan kategori resiko I, II atau III yang berlokasi dimana parameter respons

spektral percepatan terpetakan pada periode 1 detik, S1, lebih besar dari atau sama

dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E.

Struktur yang berkategori risiko IV yang berlokasi di mana parameter respons

spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1, lebih besar dari atau sama

dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F.
18

Semua struktur lainnya harus ditetapkan kategori desain seismiknya berdasarkan

kategori resikonya dan parameter respons spektral percepatan desainnya, SDS dan

SD1. Masing-masing bangunan dan struktur harus ditetapkan ke dalam kategori

desain seismik yang lebih parah dengan mengacu tabel 2.4 dan tabel 2.5. Kategori

desain seismik mengacu pada tabel 2.4 dan 2.5 berikut ini :

Tabel 2.4 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons percepatan


Pada Perioda Pendek
Kategori Resiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung SNI 1726 : 2012 Hal. 24

Tabel 2.5 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons percepatan


Pada Perioda 1 detik
Kategori Resiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C
0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung SNI 1726 : 2012 Hal. 25

G. Spektrum Respon Desain

Menurut SNI 03-1726-2012 pasal 6.4, Bila spektrum respons desain

diperlukan dan prosedur gerak tanah dari spesifik - situs tidak digunakan, maka
19

kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu gambar 2.1

dan mengikuti ketentuan berikut ini:

1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0 , spektrum respons percepatan desain,

Sa, berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 6.4, harus diambil dari persamaan;

T
(
Sa =S DS 0,4+0,6
T0 )
2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau

sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS;

3. Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa,

diambil berdasarkan persamaan:

SD1
Sa =
T

Keterangan:

- SDS adalah parameter respons spektral percepatan desain pada perioda

pendek;

- SD1 adalah parameter respons spektral percepatan desain pada perioda

1 detik;

- T adalah perioda getar fundamental struktur.

SD1
T 0=0,2 ,
S DS

S D1
T s= .
S DS
20

Sumber : SNI 1726 : 2012 Hal. 23


Gambar 2.1. Spektrum Respon Desain

H. Perioda Fundamental

Perioda fundamental struktur, T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh

menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam

analisis yang teruji. Perioda fundamental struktur, T, tidak boleh melebihi hasil

koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu) dari tabel 2.6 dan

perioda fundamental pendekatan, Ta, yangditentukan dari persamaan Perioda

fundamental pendekatan.

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.2 (1), Perioda fundamental

pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dari persamaan berikut :

T a=C t hnx .

Keterangan:

hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi

struktur, dan koefisien Ct dan x ditentukan dari tabel 2.7. Koefisien untuk batas

atas pada perioda yang dihitung dan Nilai parameter perioda pendekatan mengacu

pada tabel 2.6 dan 2.7 berikut ini :

Tabel 2.6 Koefisien Untuk Batas Atas Pada Perioda Yang Dihitung
Parameter percepatan respons
Koefisien Cu
spektral desain pada 1 detik, SD1
21

≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung SNI 1726 : 2012 Hal. 56

Tabel 2.7 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x


Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka
memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan
tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen
yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari
defleksi jika dikenai gaya gempa:
Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9
a
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
a
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75
Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75
Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung SNI 1726 : 2012 Hal. 56

J. Prosedur Gaya Lateral Ekivalen Geser Dasar Seismik

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.1, Geser dasar seismik, V,

dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan

berikut ini :

V = CsW .

Keterangan:

- Cs adalah koefisien respons seismik

- W adalah berat seismik efektif.


22

Menurut SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.1 (1), Koefisien respons seismik, Cs,

harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut.

S DS
C s=
R .
( )
Ie

Keterangan:

- SDS adalah parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang

perioda pendek;

- R adalah faktor modifikasi respons;

- Ie adalah faktor keutamaan gempa.

berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.1 (1), Nilai Cs yang dihitung sesuai

dengan 2.6 tidak perlu melebihi nilai dariberikut ini:

SD1
C s=
( )
T
R .
Ie

Cs harus tidak kurang dari

Cs= 0,044SDSIe ≥ 0,01.

Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah di mana S1 sama

dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari :

0,5 S D 1
C s=
.
( RI )e

Keterangan:

- SD1 adalah parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda

sebesar 1,0 detik.


23

- T adalah perioda fundamental struktur (detik).

- S1 adalah parameter percepatan spektrum respons maksimum yang

dipetakan.

K. Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.3, Gaya gempa lateral (Fx) (kN)

yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut :

Fx = CvxV

dan

ω x hkx
C VX= n

∑ ω i hki
i=1

Keterangan:

- Cvx adalah faktor distribusi vertikal;

- V adalah gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur, dinyatakan

dalam (kN);

- wi and wx adalah bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang

ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x;

- hi and hx adalah tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dinyatakan dalam

meter (m)

- k adalah eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut :

 untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang,

k=1

 untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, k = 2
24

 ntuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus

sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2

2.2.3.2 Perhitungan Beban Akibat Angin

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung yang

disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban Angin, menganggap adanya

tekanan positif (pressure) dan tekanan negatif/isapan (suction) bekerja tegak lurus

bidang yang ditinjau.

Menurut PPIUG 1983 menyebutkan bahwa :

1. Perhitungan beban angin untuk daerah yang jauh dari pantai,

direncanakan q angin = 25 kg/m2.

2. Perhitungan beban angin untuk daerah di laut dan tepi laut sampai

sejauh 5 km dari pantai, diambil minimum 40 kg/m2 atau diambil rumus

pendekatan :
2
V
p = ( kg/m2 )
16

Dimana : V = kecepatan angin (m/det).

P = tekan tiup (kg/m2).

2.2.3.3 Perhitungan Beban Akibat Gaya Gravitasi

Bekerjanya beban untuk elemen–elemen struktur gedung bertingkat

secara umum bahwa beban pelat lantai didistribusikan terhadap balok anak dan

balok portal, beban balok portal didistribusikan ke kolom dan beban kolom
25

diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi. Dengan demikian dapat diperhitungkan

beban gravitasi merata ekuivalen yang bekerja pada portal sebagai berikut :

1) Perataan Beban Segitiga

Gambar 2.1 Beban Segitiga

Reaksi perletakan C dan D adalah :

1 1 1 1
Rc =R d= ∙ ∙ L x ∙ ∙ q u ∙ Lx = ∙q u L x
2 2 2 8

Momen maksimum beban segitiga adalah :

1 1 1 1 2 1
8 2 ( 2 )(
M max = ∙ qu ∙ L x − ∙ q u ∙ Lx ∙ ∙ L x ∙ ∙ L x − ∙ ∙ L x
2 3 2 )
1 3
¿ ∙ q u ∙ Lx
24

Momen maksimum beban segi empat adalah :

1
M max = ∙ qek ∙ Lx 2
8

Mmax segitiga = Mmax segi empat

1 1
∙ q u ∙ Lx 3= ∙ q ek ∙ L x2
24 8

1
q ek= ∙ q u ∙ Lx
3

Dimana :
26

qu = Beban total akibat beban kombinasi (kg)

Lx = Bentang terpendek (m)

Ly = Bentang terpanjang (m)

2) Perataan Beban Trapesium

Gambar 2.2 Beban Trapesium

Reaksi perletakan A dan B adalah :

1
1
Ra =Rb= ∙ [ 2
2 2∙ q u ∙ Lx ( L y + L y −Lx ) ]
1
¿ ∙ qu ∙ L x ( 2∙ L y ∙ Lx )
8

Momen maksimum beban trapesium adalah :

1 1 1 1 1 2 1
M maks=R A ∙
2
L y−
2 2 ( )(
qu ∙ L x − L x ∙ L y − ∙ L x
2 2 3 2 )
−1 1 1 1
q u ∙ Lx ∙ ∙ ( L y −Lx ) ∙ ∙ ∙ ( L y −Lx )
2 2 2 2

1 1 1
8 2 (
¿ ∙ qu ∙ L x L y 2− L x2
6 )
Momen maksimum segiempat adalah :

1
M max = ∙ qek ∙ Lx 2
8

Mmax trapesium = Mmax segi empat


27

1 1 1 1
8 2 (
∙ qu ∙ Lx L y 2− L x2 = ∙ q ek ∙ L x2
6 8 )
q u ∙ Lx
q ek =
Ly 2
∙ ( 12 L y
2 1 2
− Lx
6 )
2
1 Lx
1
q ek= ∙ qu ∙ Lx 1−
2 3 Ly [ ( )]
Dimana :

qu = beban merata ultimate

q = beban merata pada pelat

Lx = sisi terpendek pada pelat

Ly = sisi terpanjang pada pelat

2.2.4 Dasar Perencanaan Struktur Atap Baja

Berdasarkan PPBBI tahun 1984 selain stabilitas bagian – bagian

konstruksi atap, antara lain seperti stabilitas batang-batang tekan dan stabilitas

batang-batang yang dibebani lentur seperti yang disyaratkan , pada konstruksi atas

harus juga dilakukan pemeriksaan stabilitas konstruksi sebagai satu kesatuan.

Batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin

stabilitasnya ( tidak ada bahaya tekuk ), hal ini harus diperhatikan menggunakan

persamaan :

N
ω ¿ σ
A

Dimana : N = gaya tekan pada batang

A = luas penampang batang


28

σ = tegangan dasar

ω = faktor tekuk yang tergantung kelangsingan ( λ )

Kelangsingan pada batang – batang tunggal dicari dengan persamaan :

Lk
λ ¿
i

Balok – balok yang penampangnya tidak berubah bentuk , berdasarkan

PPBBI 1984 Pasal 5.1 :

1) Balok-balok yang penampangnya tidak berubah bentuk adalah balok balok

yang memenuhi syarat – syarat :

h
≤75
tb

L b
≥1 , 25
h ts

Dimana : h = tinggi balok

b = lebar sayap

tb = tebal badan

ts = tebal sayap

L = jarak antara dua titik dimana tepi tertekan dari balok itu

ditahan terhadap kemungkinan terjadinya lendutan ke

samping

2) Tegangan tekan yang terjadi adalah tegangan tekan pada tengah bentang

L , dimana L tidak boleh lebih besar dari tegangan kip yang diizinkan.

3) Tegangan kip yang diizinkan dihitung dari :

Jika c1 ≤ 250 , maka :


29

σ kip ¿ σ
Jika 250 < c1 < c2 , maka :

c1− 250
σ kip ¿σ − x 0,3 σ
c2− 250
Jika c1 > ci , maka :

c2
σ kip ¿ x 0,7 σ
c1

Dimana :

L h
c1¿
b ts
E
c2¿ x 0 ,63
σ

σ = tegangan dasar

4) Jika pada balok statis tertentu dimana pada perletakan , pelat badan balok

tidak diberi pengaku samping maka tegangan kip yang menentukan adalah

σ kip terkecil dan harus memenuhi :

tb ¿ 3
σ kipp ¿0 , 042c 1 c 2 []
h ¿
σ , ¿

5) Pada balok – balok statis tak tentu , dimana pada perletakan pelat badan

balok diberi pengaku samping, maka tegangan kip yang diizinkan dihitung

dari :

Jika c1 ≤ 250 , maka :

σ kip ¿ σ
Jika 250 < c1 < c3 , maka :
30

c1− 250
σ kip ¿σ− x 0,3 σ
c3− 250
Jika c1 > ci , maka :

c3
σ kip ¿ x 0,7 σ
c1

Dimana :

E
c 3 ¿ 0 ,21 ( 1 + β ) ( 3 − 2 β )
σ

M ki + M ka
β¿
2 M jep

Mki dan Mka adalah momen pada ujung –ujung bagian balok antara

pelat – pelat kopel yang berjarak L.

Mjep = momen pada ujung-ujung balok antara pelat – pelat

kopel yang jaraknya L dengan anggapan bahwa ujung-

ujung itu terjepit

6) Jika pada balok statis tak tentu dimana pada perletakan , pelat badan tidak

diberi pengaku samping maka tegangan kip yang menentukan adalah σ kip

terkecil dan harus memenuhi :

tb ¿ 3
σ kip ¿ 0 ,042c 1 c 2 []h ¿
σ , ¿

Balok – balok yang penampangnya bisa berubah bentuk , berdasarkan

PPBBI 1984 Pasal 5.2 :


31

1) Pada balok – balok yang tidak memenuhi syarat tersebut pada syarat balok

penampang tidak berubah bentuk , maka tegangan tekan terbesar pada

sayap harus memenuhi :

c σ tekanmax ¿ σ

 adalah angka tekuk menurut tabel 2 , 3 , 4 , 5 pada PPBBI tahun 1984

2.2.5 Dasar Perencanaan Pelat

Pelat merupakan panel - panel beton bertulang yang mungkin bertulang

dua atau satu arah saja, tergantung sistem strukturnya. Apabila nilai perbandingan

antara sisi panjang dan sisi pendek tidak lebih dari dua, digunakan penulangan dua

arah. Tetapi apabila perbandingan antara sisi panjang dan sisi pendek lebih kecil

dari dua, pelat diangap pelat satu arah dengan kelenturan utama pada arah sisi

yang lebih pendek. Sedangkan panjang bentang pelat λ diambil jarak pusat ke

pusat tumpuan.

Tebal minimum untuk pelat dua arah harus memenuhi ketentuan dan

tidak kurang dari nilai berikut :

 Untuk pelat tanpa penebalan 100 mm

 Untuk pelat dengan penebalan 120 mm

Dalam perencanaan tulangan dan struktur pelat harus diperhatikan

beberapa syarat, antara lain :

1) Menentukan panjang bentang untuk bentang I diambil jarak pusat ke

pusat tumpuan.
32

2) Menentukan tebal pelat minimum (h min) dan tebal pelat maksimum (h

maks) berdasarkan SNI 03-2847 2002 hal 66, dengan persamaan :

fy
ln (0,8 + )
1500
h min =
36 + 9 β
fy
ln (0,8 + )
1500
h max =
36
Dimana :

h = ketebalan pelat

Ln = bentang terpanjang

Fy = mutu baja tulangan

β = Ly/Lx

3) Menghitung beban yang bekerja pada pelat, berupa beban mati dan beban

hidup terfaktor.

4) Menentukan momen yang bekerja pada pelat.

Ly
≥2
Apabila : Lx Pelat satu arah

Ly
≤2
Apabila : Lx Pelat dua arah

a. Pelat satu arah


33

1/16 1/9 1/16

1/14 1/14

Sumber : SNI 03-2847 2002 hal 52


 Untuk pelat di tumpuan tepi berlaku

1
Mu= .Wu . ℓ2
16

 Untuk pelat di lapangan berlaku

1
Mu= . Wu. ℓ2
14

 Untuk pelat di tumpuan tengah berlaku

1
Mu= .Wu . ℓ2
9

b. Pelat dua arah


Lx

Ly
Sumber : Peraturan Beton Indonesia 1971 hal.202
Gambar 2.6 Pelat dua arah Ly dan Lx

Momen yang terjadi pada pelat dua arah

 Mtx = - 0,001 . qu . Lx2 . Ctx ( kg.m )

 Mlx = + 0,001 . qu . Lx22 . Clx ( kg.m )

 Mty = - 0,001 . qu . Lx2 . Cty ( kg.m )


34

 Mly = + 0,001 . qu . Lx22 . Cly ( kg.m )

5) Menghitung Tulangan Pokok

a. Tentukan tinggi efektif

d = h - p – ½  tulangan utama

dimana : p = tebal penutup beton

h = tebal pelat lantai


b. Menghitung koefisien tahanan berdasarkan Beton Bertulang Edisi

Revisi ( J.Thambah Sembiring Gurki) hal.13 dan hal 96 :

Mn
Rn =
b . d2

fy
m=
0,85. fc .

Berdasarkan Beton Bertulang Edisi Revisi ( J.Thambah

Sembiring Gurki) hal.14 menghitung Ratio tulangan yaitu:

ρ=
1
m [ √
1 − 1−
2m. Rn
fy ]
6) Mencari tulangan pelat dengan menerapkan persamaan  perlu <  min,

dipakai  min dengan nilai menurut Dasar-dasar Perencenanaan Beton

Bertulang Seri Beton 1 ( Vis W.C dan Kusuma Gideon H ) hal.83 :

1,4
ρ =
min fy

Berdasarkan Beton Bertulang Edisi Revisi ( J.Thambah Sembiring Gurki)

hal.13 menghitung  balance :


35

0,85 . fc 600
ρ balance =
fy
. β (
600 + fy )
Berdasarkan Dasar-dasar Perencenanaan Beton Bertulang Seri Beton 1

( Vis W.C dan Kusuma Gideon H ) hal.83 :

ρ = 0,75 . ρ
max balance

Dengan nilai ρperlu harus memenuhi syarat yaitu ρmin< ρperlu< ρmax.

7) Luas tulangan pokok berdasarkan Beton Bertulang Edisi Revisi

( J.Thambah Sembiring Gurki) hal.5 :

As =  . b . d

Dimana :

Fy = Mutu baja (MPa)

Fc = Mutu beton (MPa)

 = Ratio tulangan non prategang

Rn = Koefisien tahanan penampang

ϕ = Faktor reduksi kekuatan

b = Lebar penampang (cm)

d = Tinggi efektif penampang (cm)

m = Perbandingan tegangan baja dan tegangan beton

As = Luas penampang tulangan tarik non prategang (mm2)

2.2.6 Dasar Perencanaan Balok Struktur


36

Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban mati maupun

beban hidup dari pelat lantai ke kolom, yang menerima beban tarik dan tekan

karena adanya gaya lentur ataupun gaya lateral. Secara sederhana, balok sebagai

elemen lentur digunakan sebagai elemen penting dalam kontruksi.

Prosedur dalam merencanakan balok lentur adalah sebagai berikut :

1) Menentukan momen rencana (Mu)

Momen rencana (Mu) di peroleh dari hasil analisa SAP 2000 yaitu Mu

terbesar pada tumpuan dan lapangan.

2) Menentukan asumsi dimensi rencana tinggi balok (h) tumpuan sederhana

berdasarkan Dasar-dasar Perencenanaan Beton Bertulang Seri Beton 1

( Vis W.C dan Kusuma Gideon H ) hal.104 dirumuskan sebagai berikut :

1
h = .L
min 16
3) Menetapkan tinggi efektif balok berdasarkan Dasar-dasar Perencenanaan

Beton Bertulang Seri Beton 1 ( Vis W.C dan Kusuma Gideon H ) hal.104

dengan persamaan :

1
defektif = h - p - Ø
2 tulangan utama
Dimana :

p = Tebal penutup beton

h = Tebal pelat
37

4) Menentukan asumsi lebar flens efektif (b) berdasarkan Dasar-dasar

Perencenanaan Beton Bertulang Seri Beton 1 ( Vis W.C dan Kusuma

Gideon H ) hal.84, dengan persamaan :

2
b= .h
3
5) Menghitung momen tahanan ( MR ), dengan anggapan bahwa seluruh

daerah flens efektif tekan dengan MR = Ø( 0,85 . fc' ) .

Apabila : MR > Mu balok sebagai T persegi

MR < Mu balok sebagai T murni

6) Mencari tulangan balok berdasarkan Beton Bertulang Edisi Revisi

( J.Thambah Sembiring Gurki) hal.5 dengan menerapkan persamaan-

persamaan berikut ini :

ρ adalah rasio tulangan tarik.

ρmin merupakan rasio tulangan minimum yang dibutuhkan untuk

perencanaan balok.

1,4
ρ =
min fy
0,85 . fc 600
ρ
balance
=
fy
. β (
600 + fy )
max balok merupakan rasio tulangan maximum yang dibutuhkan untuk
ρ

perencanaan balok.

ρ = 0,75 . ρ
max balance

Nilai ρperlu harus memenuhi syarat ρmin< ρperlu< ρmax. Jika ρperlu< ρmin,

digunakan ρmin dan bila ρperlu> ρmax maka dimensi plat didesain ulang.
38

Berdasarkan Beton Bertulang Edisi Revisi ( J.Thambah Sembiring Gurki)

hal.96

Mn
Rn =
φ . b . d2
Berdasarkan Beton Bertulang Edisi Revisi ( J.Thambah Sembiring Gurki)
hal.14 dan hal.5 :

fy
m=
0,85. fc
1 2 . m . Rn
ρ
perlu
=
m ( √
. 1- 1-
fy )
As perlu = ρ . b . d
As perlu adalah luasan tulangn yang dibutuhkan dalam perencanaan

balok

7) Kontrol tulangan tarik minimum, berdasarkan Beton Bertulang Edisi

Revisi ( J.Thambah Sembiring Gurki) hal.5 dengan persamaan :

As pakai
ρ= ≥ρ
b . d min

8) Menentukan gaya geser terbesar (Vu)

Gaya geser terbesar (Vu) di peroleh dari analisa SAP 2000 yaitu Vu

terbesar pada tumpuan dan lapangan.

9) Menghitung gaya geser nominal (Vn), dengan menggunakan persamaan

yang pada mengacu SNI 03-2847-2002 pasal 11 (11.3)

Vu
Vn =
φ
Dimana, φ = 0,75
39

10) Hitung gaya geser yang mampu diterima oleh beton (Vc) menurut Beton

Bertulang Pendekatan dasar C.Edward Nawi hal.158 :

1
Vc = . √ fc. b . d
6
11) Analisa apakah balok perlu tulangan sengkang atau tidak.

Jika Vu  φ . Vc, dan 0,5 . φ . Vc , maka diperlu tulangan geser.

Dimana :

Vu = Gaya geser maksimum (kg.m)

Vn = Gaya geser nominal (kg.m)

Vc = Gaya geser yang mampu diterima (kg.m)

12) Hitung menurut Beton Bertulang Pendekatan dasar C.Edward Nawi

hal.161 :

Vs = Vn – Vc

13) Hitung jarak tulangan dan kebutuhan sengkang Berdasarkan Beton

Bertulang Edisi Revisi ( J.Thambah Sembiring Gurki) hal.67 :

bw .s
Av =
3fy
Berdasarkan Dasar-dasar Perencenanaan Beton Bertulang Seri Beton 1

( Vis W.C dan Kusuma Gideon H ) hal.128 :

Av . fy . d
S =
perlu Vs

d
S =
max 2
40

14) Kontrol kebutuhan sengkang berdasarkan Dasar-dasar Perencenanaan

Beton Bertulang Seri Beton 1 ( Vis W.C dan Kusuma Gideon H ) hal.129

dengan persamaan :

1
. √fc . b . d > Vs
3

Dimana :

Vs = Kuat geser besi tulangan (kg.m)

n = Jumlah rangkap tulangan geser (bh)

S = Jarak antar tulangan geser (mm)

2.2.7 Dasar Perencanaan Kolom Struktur

Menurut SNI 03-2847-2002, Pasal 3.25 kolom adalah komponen struktur

dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melebihi tiga yang digunakan

terutama untuk mendukung beban aksial tekan. Kegagalan kolom akan berakibat

langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya.

Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen

struktur lain yang berhubungan dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh

total keseluruhan bangunan. Karena penggunaan didalam praktek umumnya

kolom tidak hanya bertugas menahan beban aksial vertikal, sehingga definisi

kolom diperluas dengan mencangkup juga tugasnya menahan kombinasi beban

aksial dan lentur. dengan kata lain kolom harus diperhitungkan dengan

menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu. Sebelum

memperhitungkan momen rencana yang diperbesar akibat dari kelangsingan,

sudah barang tentu harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk


41

menentukan apakah kelangsingan suatu komponen struktur tekan harus

diperhitungkan atau dapat diabaikan

Prosedur dalam merencanakan kolom adalah sebagai berikut :

1) Menentukan dimensi rencana dan perhitungan pembebanan pada

kolom.

2) Menentukan kategori kolom menurut SNI 03-2847, 2002 Tata Cara

Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung hal. 79.

K λu M1
r
< 34 - 12
M2 ( ) , maka termasuk jenis kolom pendek
K λu M1
> 34 - 12 ( )
r M2 , maka termasuk jenis kolom panjang

Perhitungan eksentrisitas kolom (e > emin , maka digunakan e)

berdasarkan Dasar-dasar Perencenanaan Beton Bertulang Seri Beton 1 (

Vis W.C dan Kusuma Gideon H ) hal.183 dan hal 190

M
ult
e =
P
ult

emin = 15 + 0,003 . h

e > emin, maka digunakan e

Dimana :

K = Faktor panjang efektif komponen tekan

r = radius girasi penampang komponen struktur tekan

M1 = Nilai momen terbesar pertama pada kolom (kg.m)

M2 = Nilai momen terbesar kedua pada kolom (kg.m)


42

e = Eksentrisitas gaya terhadap sumbu

Pult = Beban terpusat ultimit (kg)

3) Menentukan tinggi efektif kolom berdasarkan Kolom Pondasi &

Balok T bertulang ( J.Thambah Sembiring Gurki ) hal.94 :

1
d = h - s - Øsengkang - Ø tulangan utama
2
4) Berdasarkan Beton Bertulang Edisi Revisi ( J.Thambah Sembiring

Gurki) hal.5, memeriksa Pu terhadap beban pada keadaan seimbang  Pnb

600
cb = .d
600 + fy
Menurut Beton Bertulang Pendekatan dasar C.Edward Nawi hal.318 :

ab = β1 . cb

Berdasarkan SNI 03-2847-2002, Ps.12.9(1), pembatasan luas tulangan

longitudinal untuk komponen struktur tekan non-komposit tidak boleh

kurang dari 0,01 atau lebih besar dari 0,08 kali luas bruto penampang

kolom Ag.

As = ρ . Ag

5) Analisa kehancuran kolom menurut Beton Bertulang Pendekatan

dasar C.Edward Nawi hal.159 :

( cb - d')
ε s' = 0,003 .
cb
εs’ >εy , makaTulangan baja tekan telah meleleh, maka fs’ = fy

Dimana :

d = Tinggi efektif beton (mm)


43

As = Luas tulangan tarik non prategang (mm2)

 = Ratio tulangan tekan non prategang

Ag = Ratio tulangan tekan non prategang

Berdasarkan Beton Bertulang Edisi Revisi ( J.Thambah Sembiring Gurki)

hal.159

ϕ Pnb = 0,065 .(0,85 . Fc . ab . b)+(As' . Fs - As . Fy)

.Pnb > Pu , Maka beton mengalami hancur tarik

.Pnb < Pu , Maka beton mengalami hancur tekan

6) Kontrol Kekuatan Penampang menurut Beton Bertulang

Pendekatan dasar C.Edward Nawi hal.324 dan hal.355 :

As
ρ =
aktual b.d
fy
m =
0,85 . fc
7) Kontrol kekuatan penampang kolom persegi

Menurut Beton Bertulang Pendekatan dasar C.Edward Nawi hal.322

Kolom dengan kehancuran tarik :

2
Pn = 0,85 . fc . b . d .
2.d (
h-2. e h-2 . e
+
2. d √( )
+ 2 . m ρ. 1 -
d'
d ( ))
Kolom dengan kehancuran tekan menurut Beton Bertulang Pendekatan

dasar C.Edward Nawi hal.361 :

As' . fy b .h . fc
Pn = + e
e 3 . he
+0,5 +1,18
( d - d') ( d 2)
44

Syarat kolom aman apabila : .Pn > Pu

Dimana :

 Pnb = Kuat rencana tekan (N)

m = Perbandingan tegangan baja dan tegangan beton

e = Nilai eksentrisitas rencana

Fs = Fy = Mutu baja (MPa)

8) Berdasarkan SNI 03-2847-2002 hal 89 hitung gaya geser yang mampu

dipikul oleh beton (Vc) :

Nu fc
Vc = 1 + ( .√ . b . d
)
14 . Ag 6

9) Berdasarkan SNI 03-2847-2002 hal 87 :

Vs = Vn – Vc

10) Menghitung gaya geser nominal (Vn), dengan menggunakan

persamaan yang pada mengacu SNI 03-2847-2002 pasal 13 (13.1) :

Vu
Vn =
φ
Dimana : φ = 0,75

11) Hitung jarak tulangan dan kebutuhan sengkang berdasarkan Beton

Bertulang Edisi Revisi ( J.Thambah Sembiring Gurki) hal.70 :

1
Av = n . . π . d 2
4

Av . fy . d
Sperlu =
Vs
45

d
Smax =
2

Dimana :

Nu = Beban aksial (kg.m)

Vs = Kuat geser besi tulangan (kg.m)

n = Jumlah rangkap tulangan geser (bh)

S = Jarak antar tulangan geser (mm)

Jika Vc > Vu desain, digunakan perencanaan tulangan geser yang umum

untuk bangunan beton bertulang biasa. Jarak spasi sengkang ditentukan dari nilai

terkecil sesuai ketentuan SNI 03-2847-2002,Ps. 9.10(5(2)), yaitu antara:

 ϕ. sengkang

 16 . ϕ. tul. utama

 Dimensi terkecil kolom

Anda mungkin juga menyukai