Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Stroke

a. Pengertian

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), stroke adalah gangguan

peredaran darah otak yang menyebabkan deficit neurologis mendadak

sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. Menurut

Husna (2009), stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan

berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba, jaringan

otak yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi.

Kadang pula stroke disebut dengan CVA (Cerebrovascular Accident).

Stroke iskemik yaitu aliran darah ke otak terhenti karena

aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah)

atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak

(Nugroho, dkk., 2016). Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu

tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak

sebaagian atau keseluruhan terhenti (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Menurut Nugroho, dkk. (2016), stroke hemoragik yaitu

pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal

dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian

9
10

merusaknya. Menurut Iskandar (2011), stroke hemoragik terjadi ketika

pembuluh darah di otak pecah. Pecahnya pembuluh darah

mengakibatkan darah mengalir ke rongga sekitar jaringan otak. Karena

tidak menerima oksigen dan bahan makanan dari darah, sel-sel jaringan

otak pun akan mati.

b. Etiologi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), faktor perilaku atau gaya

hidup yang dapat menyebabkan stroke antara lain:

1) Merokok

2) Peminum alcohol

3) Obat-obatan terlarang

4) Aktivitas yang tidak sehat seperti kurang olahraga, makanan

berkolesterol, dan makanan berlemak.

Menurut Nugroho, dkk. (2016), beberapa keadaan dibawah ini

yang dapat menyebabkan stroke antara lain:

1) Thrombosis cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami

oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat

menimbulkan oedem dan kongesti sekitarnya. Thrombosis

biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun

tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan

penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi


11

serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada

48 jam setelah thrombosis otak.

a) Atherosclerosis

Atherosclerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh

darah. Manifestasi klinis atherosclerosis bermacam-macam.

Kerusakan dapat terjadi mekanisme berikut:

(1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan

berkurangnya aliran darah.

(2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi

thrombosis.

(3) Tempat terbentuknya thrombus, kemudian robek dan

terjadi perdarahan.

b) Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas / hematocrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c) Arteritis (radang pada arteri)

2) Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah oleh

bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal

dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system

arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala


12

timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini

yang dapat menyebabkan emboli:

a) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatic Heart

Deseasa (RHD)

b) Myokard infark

c) Fibrilasi

Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan

vertikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-

waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-

embolus kecil.

d) Endocarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3) Haemorhagi

Perdarahan intracranial intraserebral termasuk perdarahan dalam

ruang subarachnoid atau kedalaman jaringan otak sendiri.

Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosclerosis dan hipertensi.

Akibat pecahnya pembuluh darah di otak menyebabkan

perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat

mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan

otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan

otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema dan mungkin

herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi:


13

a) Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.

b) Aneurisma Fusiformis dari atherosclerosis.

c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose san emboli septis.

d) Malformasi arteriovenus, terjadi hubungan pembuluh darah

arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.

e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan

penebalan dan degenarasi pembuluh darah.

4) Hipoksia umum

a) Hipertensi yang parah

b) Cardiac Pulmonary Arrest

c) Cardiac output turun akibat aritmia

5) Hipoksia setempat

a) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.

b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine.

c. Patofisiologi

Menurut Nugroho, dkk. (2016), infark serebral adalah

berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark

bergantung pada factor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh

darah dan adekuatnya sirkulasi koleteral terhadap area yang di suplai

oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat

berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan local (thrombus,


14

emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan

umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).

Menurut Nugroho, dkk. (2016) atherosklerotil sering/cenderung

sebagai factor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak

arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana

aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah

dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran

darah.

Area adema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari

area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam

atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Berkurangnya edema

pasien mulai melanjutkan perbaikan Cerebrovascular Accident

(CVA). Karena thrombosis tidak fatal, jika terjadi perdarahan masif.

Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan

edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi infeksi akan

meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi obses atau

ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang

tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah (Nugroho,

dkk., 2016).

Hal ini menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah

atau rupture. Perdarahan otak lebih disebabkan oleh rupture

arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan


15

intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian

dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika

sirkulasi serebral lambat, dapat berkembang anoksia cerebral.

Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk

jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible bila anoksia lebih dari

10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi karena gangguan yang

bervariasi salah satunya cardiac arrest (Nugroho, dkk., 2016).

d. Klasifikasi

Menurut Nugroho, dkk. (2016), patologi serangan stroke dibagi

menjadi dua, yaitu :

1) Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan

disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi

secara spontan bukan karena trauma kapitas, disebabkan karena

pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak

dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Perdarahan intra cerebri

Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk

massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema

otak.
16

b) Perdarahan sub araknoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisme atau Malformasi

arteri (AVM). Aneurisme paling sering di dapat pada

percabangan besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada

jaringan otak di permukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun

di dalam ventrikel otak dan ruang sub araknoid.

2) Stroke non hemoragik/iskemik

Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur

atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemi

yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema

sekunder serta kesadaran umunya baik.


17

e. Pathway Stroke
Stroke

Hemoragik

Pecah Pembuluh Darah Otak

Perfusi Jaringan Otak

Metabolisme Aktivitas Elektrolit


Anaerob terganggu

Kerusakan Sel EDEMA OTAK


Neuron

Suplai darah ke otak


Fungsi Motoric

Peningkatan TIK
Kelemahan pada
satu/keempat anggota
gerak Tekanan darah , pusing

Hambatan mobilitas Ketidakefektifan Perfusi Jaringan


fisik Otak

Tirang baring
Penekanan lama pada area
tonjolan tulang
Kurangnya
perawatan diri
Risiko kerusakan
integritas kulit

Gambar 2.1 Pathway Stroke (Nurarif dan Kusuma, 2016)


18

f. Manifestasi Klinis

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), manifestasi klinis stroke,

antara lain:

1) Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan

2) Nyeri kepala hebat

3) Gangguan penglihatan

4) Bicara cedel atau pelo

5) Gangguan daya ingat

6) Gangguan bicara dan bahasa

7) Mulut moncong atau tidak simetris ketika menyeringai

8) Gangguan fungsi otak

9) Tiba-tiba hilang rasa peka

10) Kesadaran menurun

g. Pemeriksaan penunjang

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang

pasien stroke ada beberapa, antara lain:

1) Angiografi serebri

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik

seperti perdarahan Arteriovena atau adanya rupture dan untuk

mencari perdarahan seperti aneurisma atau malformsi vaskuler


19

2) Lumbai pungsi, CT Scan, EEG, Magnetic Resonance Imaging

(MRI)

3) USG

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah

sistem karotis)

h. Penatalaksanaan

Menurut Wijaya dan Putri (2013), penatalaksanaan stroke antara lain:

1) Penatalaksanaan umum

a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral

dekubitus bila disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi

bertahap bila hemodinamik stabil.

b) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu

berikan oksigen 1-2liter/menit bila ada hasil gas darah

c) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter

d) Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal

e) Suhu tubuh harus dipertahankan

f) Mobilisasi dan rehabilitas dini jika tidak ada kontraindikasi

2) Penatalaksanaan medis

a) Trombolitik (streptokinase)

b) Anti platelet/anti trombolitik (asetosol, ticlopidin, cilostazol,

dipiridamol)
20

c) Antikoagulan (heparin)

d) Hemorrhage (pentoxyfilin)

e) Antagonis serotin (noftidrofurly)

f) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)

3) Penatalaksanaan khusus/komplikasi

a) Atasi dekompresi (kraniotomi)

b) Atasi kejang (antikonvulsan)

c) Atasi tekanan intrakranial yang meninggi (gliserol,furosemid,

intubasi, steroid, dll)

d) Untuk penatalaksanaan factor resiko

(1) Atasi hipertensi (anti hipertensi)

(2) Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)

(3) Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)

i. Komplikasi

Menurut Nugroho, dkk. (2016), komplikasi stroke antara lain :

1) Embolisme serebral

2) Kontraktur

3) Decubitus

4) CHF

5) Abrasi kornea

6) Penurunan aliran darah

7) Hipoksia serebral
21

8) Encephalitis

9) Tromboplebitis

j. Upaya pencegahan

Menurut Wijaya dan Putri (2013), upaya pencegahan stroke antara

lain:

1) Berhenti merokok

2) Mengurangi kegemukan

3) Rajin berolahraga

4) Berhenti minum kopi

5) Tidak boleh terlalu stress

6) Mengubah gaya hidup (hidup sehat)

7) Batasi makan garam/lemak

8) Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah

2. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi

a. Konsep Oksigenasi

1) Pengertian Oksigenasi

Menurut Andarmoyo dan Sulistyo (2012), oksigenasi

merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang

digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,

mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh.

Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur

vital dalam psoses metabolisme dan untuk mempertahankan


22

kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal eleman ini

diperoleh dengan cara menghirup O2, setiap kali bernafas dari

atmosfer. Oksigen kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.

Menurut Hidayat dan Uliyah (2015), proses pemenuhan

kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi,

difusi gas, dan transportasi gas. Ventilasi merupakan proses keluar

masuknya oksigenasi dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari

alveoli ke atmosfer. Difusi gas merupakan pertukaran antara

oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan

alveoli. Tranportasi gas merupakan proses pendistribusian O2

kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler.

2) Fisiologi Sistem Pernafasan

Paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis, dalam

keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru dan dinding

dada. Paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan

pada ruangan antara paru dan dinding dada di bawah tekanan

atmosfer. Paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir

(Syaifuddin, 2012).

Waktu menarik nafas dalam, otot berkontraksi tetapi

pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Diafragma

menutup ketika penarikan nafas, rongga dada kembali memperbesar

paru, dinding badan bergerak, diafragma dan tulang dada menutup


23

ke posisi semula. Aktivitas bernafas merupakan dasar yang meliputi

gerak tulang rusuk ketika bernafas dalam dan volume udara

bertambah (Syaifuddin, 2012).

Waktu inspirasi udara melewati hidung dan faring. Udara

dihangatkan diambil uap airnya. Udara berjalan melalui trakea,

bronkus, bronkiolus, dan duktus alveolaris ke alveoli. Alveoli di

kelilingi oleh kapiler-kapiler. Terdapat kira-kira 300juta alveoli.

Luas total dinding paru yang bersentuhan dengan kapiler-kapiler

pada kedua paru kira-kira 70m. Aktivitas bernafas merupakan dasar

yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam. Pada

waktu istirahat pernafasan menjadi dangkal akibat tekanan abdomen

yang membatasi gerakan diafragma (Syaifuddin, 2012).

Menurut Minarni, dkk. (2013), bernafas merupakan proses

pertukaran udara antara individu dan lingkungan, yaitu oksigen

dihirup ke dalam paru (inspirasi) dan karbondioksida dibuang dari

paru (ekspirasi). Proses bernafas terdiri dari tiga bagian, yaitu :

(1)Ventilasi

Ventilasi adalah masuk dan keluarnya udara atmosfer dari

alveolus ke paru atau sebaliknya. Proses masuk keluarnya udara

ke dan dari paru bergantung pada perbedaan tekanan udara

atmosfer dengan tekanan dalam alveolus. Pada saat inspirasi,

dada mengembang dan diafragma turun sehingga volume paru


24

bertambah. Sebaliknya, ekspirasi merupakan pergerakan pasif.

Factor yang mempengaruhi ventilasi antara lain :

(1) Tekanan udara atmosfer

(2) Saluran nafas yang bersih

(3) Pengembangan paru yang adekuat

(2)Difusi

Difusi adalah pertukaran gas, baik oksigen maupun

karbondioksida, antara alveolus dan kapiler paru. Pertukaran gas

terjadi dari darah berkonsentrasi lebih besar ke darah

berkonsentrasi lebih rendah. Faktor-faktor mempengaruhi difusi,

antara lain :

(1) Luas permukaan paru

(2) Ketebalan membrane respirasi

(3) Volume darah

(4) Keadaan dan jumlah kapiler darah

(5) Afinitas

(3)Transport

Transport adalah pengangkutan oksigen melalui darah ke sel

jaringan tubuh dan juga pengangkutan karbondioksida dari

jaringan tubuh ke kapiler. Oksigen perlu ditransportasikan dari

paru ke jaringan dan sel, dan karbondioksida harus

ditransportasikan dari sel dan jaringan kembali ke paru.


25

Biasanya, 97% oksigen akan berkaitan dengan hemoglobin di

dalam sel darah merah untuk selanjutnya dibawa ke jaringan

dalam bentuk oksihemoglobin. Sisanya, 3% ditransportasikan ke

dalam cairan plasma dan sel. Faktor yang mempengaruhi laju

transportasi :

(1) Curah canting (Cardiac output,CO)

(2) Jumlah sel darah merah

(3) Kadar hematokrit darah

(4) Latihan

3) Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi

Menurut Hidayat dan Uliyah (2015), faktor yang mempengaruhi

kebutuhan oksigenasi, yaitu:

a) Saraf otonomik, rangsangan simpatis dan parasimpatis dapat

mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini

dapat terlihat baik simpatis maupun parasimpatis ketika terjadi

rangsangan ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter

(untuk simpatis dapat mengeluarkan noradrenalin yang

berpengaruh pada bronchodilatasi dan untuk parasimpatis

mengeluarkan acetycolin yang berpengaruh pada

brochokonstriksi) karena pada saluran pernafasan terdapat

adrenergic reseptor.
26

b) Obat-obatan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seperti

obat golongan parasympathik dapat melebarkan tractus

respiratorius,diantaranya sulfas atropine, belladonna dan obat-

obatan yang menghambat adrenergic tipe beta.

c) Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah

kebutuhan oksigenasi, hal tersebut berkaitan dengan usia

kematangan organ.

d) Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi,

seperti faktor alergi, ketinggian maupun suhu, kondisi tersebut

mempengaruhi kemampuan adaptasi.

e) Perilaku dimaksud disini adalah perilaku yang mengkonsumsi

makanan, seperti orang obesitas dapat mempengaruhi dalam

proses perkembangan paru, selain itu perilaku merokok juga

dapat menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah dan

lain-lain.

b. Konsep Perfusi Jaringan

1) Pengertian Perfusi Jaringan

Perfusi adalah proses dimana darah deoksigenasi mengalir ke

paru dan mengalami reoksigenasi atau dapat dikatakan sebagai

sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru (Triyoga &

Aphridasari, 2016). Perfusi jaringan otak adalah Kecukupan


27

aliran darah melalui pembuluh darah otak untuk

mempertahankan fungsi otak ( Moorhead, dkk., 2013)

3. Konsep Manajemen Edema Serebral

a. Pengertian Menejemen Edema Serebral

Menurut Raslan (2012), edema serebral yaitu kondisi dimana

terjadi peningkatan jumlah air yang terkandung di dalam otak.

Umumnya, edema serebral terjadi akibat reaksi inflamasi di otak.

Edema serebral dapat mengancam jiwa. Kepala merupakan organ yang

memliki bentuk yang tetap karena adanya tulang tengkorak, sehingga

saat terjadi pembengkakan maka tekanan di dalam kepala akan

meningkat. Tekanan yang meningkat menyebabkan dorongan pada

jaringan otak dan dapat menyebabkan herniasi otak (jaringan otak

yang terdorong dan masuk ke lokasi yang salah akibat perbedaan

tekanan di dalam kepala). Manajemen edema serebral adalah

Keterbatasan injuri serebral sekunder akibat dari pembengkakan

jaringan otak (Bulechek, dkk., 2013).

b. Aktivitas-ativitas dalam Manajemen Edema Serebral

Menurut Bulechek, dkk. (2013), aktivitas-aktivitas yang dapat

dilakukan dalam manajemen edema serebral adalah :

1) Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing,

pingsan
28

2) Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan dengan nilai

normal

3) Monitor tanda-tanda vital

4) Monitor karakteristik cairan serebrospinal: warna, kejernihan,

konsistensi

5) Catat cairan serebrospinal

6) Monitor CVP, PAWP, dan PAP, sesuai kebutuhan

7) Monitor TIK dan CPP

8) Analisa pola TIK

9) Monitor status pernafasan: frekuensi, irama, kedalaman pernafasan

10) Biarkan TIK kembali ke nilai normal diantara aktivitas keperawatan

11) Monitor TIK pasien dan respon neurologi terhadap aktivitas

perawatan

12) Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien

13) Rencanakan asuhan keperawatan untuk memberikan periode

istirahat

14) Berikan sedasi, sesuai kebutuhan

15) Catat perubahan pasien dalam berespon terhadap stimulus

16) Saring percakapan dalam pendengaran pasien

17) Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan

18) Hindari fleksi leher, atau fleksi ekstrem pada lutut/panggul

19) Hindari valsava maneuver


29

20) Berikan pelunak feses

21) Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30o atau lebih

22) Hindari PEEP

23) Berikan agen paralisis, sesuai kebutuhan

24) Dorong keluarga/ orang yang penting untuk bicara pada pasien

25) Batasi cairan

26) Hindari cairan IV hipotonik

27) Batasi suksion kurang dari 15 detik

28) Monitor nilai-nilai laboratorium: osmolalitas serum dan urin,

natrium, kalium

29) Monitor indeks tekanan volume

30) Lakukan latihan ROM pasif

31) Monitor intake dan output

32) Pertahankan suhu normal

33) Berikan diuretic osmotic atau active loop

34) Lakukan tindakan pencegahan terjadinya kejang

35) Titrasi barbiturate untuk mencapai supresi EEG sesuai yang

diperintahkan

c. Peninggian Posisi Kepala

Pemberian posisi kepala head up (15-30o) yaitu suatu bentuk

tindakan keperawatan yang rutin dilakukan pada pasien stroke, cedera

kepala. Pemberian posisi kepala head up (15-30o) dilakukan dengan


30

tujuan untuk meningkatkan venous drainage dari kepala selain itu

dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik dan tekanan

perfusi serebral (Sunardi, 2011). Pemberian posisi kepala head up (15-

30o) atau lebih, motitor tanda-tanda vital, pertahankan suhu normal,

monitor intake dan output (Bulechek, dkk., 2013).

Gambar 2.2 Peninggian posisi kepala 30o (Bahrudin, 2008).

d. Prosedur/SOP (Standar Operasional Prosedur)

Prosedur/SOP (Standar Operasional Prosedur) posisikan tinggi kepala

tempat tidur (15-30o) atau lebih (Bahrudin, 2008). yaitu:

1) Fase Pre Interaksi

a)Tempat tidur

b) Bantal kecil

c) Gulungan handuk

d) Footboard (bantalan kaki)

e) Sarung tangan (jika dipergunakan)


31

2) Fase Orientasi

a) Memberikan salam kepada pasien/keluarga

b) Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan

c) Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan

d) Menjelaskan waktu yang akan digunakan untuk

melaksanankan tindakan

e) Menjaga privasi pasien dengan memasang tirai (bila perlu)

f) Mengatur posisi pasien sesuai indikasi

3) Fase Kerja

a) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan jika perlu

b) Minta pasien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala

dinaikkan

c) Naikkan kepala tempat tidur (15-30o)

d) Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal,

jika ada cela disana

e) Letakkan bantal kecil dibawah kepala pasien

f) Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit

g) Pastikan tidak terdapat tekanan pada area popliteal dan lutut

dalam keadaan fleksi

h) Letakkan trochanter roll (gulungan handuk) disamping

masing-masing
32

i) Topang letak kaki pasien dengan menggunakan bantal kaki

j) Letakkan bantal untuk menompang kedua lengan dan tangan,

jika pasien memiliki kelemahan pada kedua tangan tersebut

k) Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

l) Dokumentasikan tindakan

4. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Setiap pasien harus dilakukan pemeriksaan dengan teliti untuk

mengenali ancaman kesehatan yang sedang dialami. Beberapa

pengkajian yang dilakukan yaitu :

1) Pengkajian gawat darurat

Pengkajian gawat darurat menurut Parahita (2011), sebagai berikut:

a) Survey primer

Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus

dilakukan adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip

ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability Limitation,

Exposure) antara lain:

A: Airway.

Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas.

pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda

asing atau fraktus di bagian wajah.


33

B: Breathing.

Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus

menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi

fungsi dari paru-paru yang baik, dinding dada, dan diafragma.

C: Circulation.

Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di

sini adalah volume darah, perdarahan dan cardiac output.

D: Disability.

Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi

singkat terhadap keadaan neurologis, yang dinilai adalah

tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda

lateralisasi dan tingkat cedera spinal.

E. Exposure.

Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, dengan cara

menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. Setelah

pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien

tidak hipotermi.
34

b) Survey Sekunder

Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera adalah

anamnesis dari pemeriksaan fisik. Tujuan dari survey sekunder

adalah mencari cedera-cedera lain yang mungkin terjadi pada

pasien sehingga tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati.

Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus

mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies,

Medication, Past Medical History, Last Ate dan Event

(kejadian atau mekanisme kecelakaan). Mekanisme

kecelakaan penting untuk ditanyakan untuk mengetahui dan

memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien, terutama

jika kita masih curiga ada cedera yang belum diketahui saat

primary survey. Selain riwayat AMPLE, penting juga untuk

mencari informasi mengenai penanganan sebelum pasien

sampai di rumah sakit (Parahita, 2011).

Pemeriksaan fisik pada pasien, beberapa hal yang penting

untuk evaluasi adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari

kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuscular, (3)

status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang. Cara

pemeriksaan dapat dilakukan dengan look, feel, move. Look,

kita menilai warna dan perfusi,luka, pembengkakan dan

memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk


35

menentukan pendarahan eksternal aktif. Ekstremitas yang

bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush

injury dengan ancaman sindroma kompartemen. Pemeriksaan

feel, kita menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri

tekan, fungsi neurologi. Pemeriksaan move kita memeriksa

gerakan abnormal (Parahita, 2011).

2) Pengkajian Penyakit Stroke

Menurut Wijaya dan Putri (2013), pengkajian pada klien stroke

adalah:

a) Identitas klien

Umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa.

b) Riwayat kesehatan dahulu

(1) Riwayat hipertensi

(2) Riwayat penyakit kardiovaskuler misalnya emblisme serebral

(a) Riwayat tinggi kolesterol

(b) Obesitas

(c) Riwayat DM

(d) Riwayat aterosklerosis

(e) Merokok

(f) Riwayat pemakaian kontrasepsi yang disertai hipertensi

dan meningkatnya kadar estrogen

(g) Riwayat konsumsi alkohol


36

c) Riwayat kesehatan sekarang

(1)Kehilangan komunikasi

(2)Gangguan persepsi

(3)Kehilangan motoric

(4)Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena

kelemahan, kehilangan sensasi atau paralis (hemiplegia),

merasa mudah lelah, susah beristirahat (nyeri, kejang otot)

d) Riwayat kesehatan keluarga

(1)Apakah ada riwayat penyakit degenerative dalam keluarga

(2)Apakah ada riwayat penyakit genetic (stroke)

e) Aktivitas / istirahat

(1)Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena

kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia)

(2)Mudah merasa lelah, susah beristirahat (nyeri, kejang otot)

(3)Gangguan tonus otot (flaksid, spatik, paralitikhemiplegia) dan

terjadi kelemahan umum

(4)Gangguan penglihatan

(5)Gangguan tingkat kesadaran

f) Sirkulasi

(1)Adanya penyakit jantung (mis. reumatik, penyakit jantung

vaskuler, polisitemia)
37

(2)Hipotensi arterial berhubungan dengan embolisme atau

malformasi vaskuler

(3)Frekuensi nadi dapat bervariasi karena ketidakefektifan

fungsi/keadaan jantung

g) Integritas ego

(1)Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

(2)Emosi labil, ketidaksiapan untuk makan sendiri dan gembira

(3)Kesulitan untuk mengekspresikan diri

h) Eliminasi

(1)Perubahan pola berkemih seperti: inkontensia urin, anuria

(2)Distensi abdomen, bising usus (-)

i) Makanan/Cairan

(1)Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut/

peningkatan TIK

(2)Kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah, pipi)

(3)Disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah

(4)Kesulitan menelan (gangguan pada reflex palatum dan

faringeal), obesitas

j) Neurosensori

(1)Adanya sinkope / pusing, sakit kepala berat

(2)Kelemahan, kesemutan, kebas pada sisi terkena seperti mati /

lumpuh
38

(3)Penglihatan menurun: buta total, kehilangan daya lihat

(kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia).

(4)Sentuhan : hilangnya rangsangan sensori kontra lateral (ada

sisi tubuh yang berlawanan / pada ekstremitas dan kadang

pada ipsilateral satu sisi) pada wajah

(5)Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

(6)Status mental / tingkat kesadaran: koma pada tahap awal

hemorhagik, tetap sadar jika thrombosis alami.

(7)Gangguan fungsi kognitif : penurunan memori

(8)Ekstremitas: kelemahan / paralise (kontralateral), tidak dapat

menggenggam, reflek tendon melemah secara kontralateral.

(9)Afasia: gangguan fungsi bahasa, afasia motorik (kesulitan

mengucapkan kata) atau afasia sensorik (kesulitan memahami

kata-kata bermakna).

(10) Kehilangan kemampuan mengenali / menghayati masuknya

sensasi visual, pendengaran, taktil, diagnosa seperti gangguan

kesadaran terhadap citra diri, kewaspadaan kelainan terhadap

bagian yang terkena, gangguan persepsi, kehilangan

kemampuan menggunakan motorik saat klien ingin

menggunakannya.
39

k) Nyeri

(1)Sakit kepala dengan intensitas berbeda (karena arteri karotis

terkena)

(2)Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan pada

otot / fasia

l) Pernafasan

(1)Merokok

(2)Ketidakmampuan menelan, batuk / hambatan jalan nafas

(3)Pernafasan sulit, tidak teratur, suar nafas terdengar / ronchi

(aspirasi sekresi)

m) Keamanan

(1) Motorik atau sensorik: masalah penglihatan, perubahan

persepsi terhadap orientasi tentang tubuh (stroke kanan),

kesulitaan melihat objek dari sisi kiri, hilangnya

kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

(2) Tidak mampu mengenali objek, warna dan wajah yang

pernah dikenali

(3) Gangguan berespon terhadap panas dan dingin, gangguan

regulasi tubuh

(4) Tidak mandiri, gangguan dalam memutuskan, perhatian

terhadap keamanan sedikit

(5) Tidak sadar / kurang kesadarn diri


40

n) Interaksi sosial

Masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi

o) Pemeriksaan neurologis

(1) Status mental

(a) Tingkat kesadaran : kualitatif dan kuantitatif

(b) Pemeriksaan kemampuan bicara

(c) Orientasi (tempat, waktu, orang)

(d) Pemeriksaan daya pertimbangan

(e) Penilaian daya obstruksi

(f) Penilaian kosakata

(g) Pemeriksaan respon emosional

(h) Pemeriksaan daya ingat

(i) Pemeriksaan kemampuan berhitung

(2) Nervus kranialis

(a) Olfaktorius : penciuman

(b) Optikus : penglihatan

(c) Okulomotorius : gerak mata, konstriksi pupil akomodasi

(d) Troklear : gerak mata

(e) Trigeminus : sensasi umum pada wajah, kulit kepala,

gigi, gerak mengunyah

(f) Abducen : gerak mata


41

(g) Fasialis: pengecap, sensasi umum pada palatum dan

telinga luar, sekresi kelenjar lakrimalis, submandibula,

sublingual dan ekspresi wajah.

(1) Vestibulokoklearis : pendengaran dan keseimbangan

(2) Aksesoris spinal : fonasi, gerakan kepala, leher dan

Bahu

(3) Fungsi motorik

Massa otot, kekuatan otot dan tonus oto. Pada

pemeriksaan ini ekstremitas diperiksa lebih dulu.

(4) Fungsi sensori

Sentuhan ringan, sensasi nyeri, posisi dan getaran

serta lokalisasi taktil.

3) Fungsi sereblum

(a) Tes jari hidung

(b) Tes tumit lutut

(c) Gerakan berganti

(d) Tes Romberg

(e) Gaya berjalan

4) Refleks

(a) Biceps

(b) Triceps

(c) Bracioradialis
42

(d) Patella

(e) Achilles

p) Pemeriksaan fisik

(1)Pemeriksaan tanda-tanda vital

(2)Kepala

Pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau

riwayat operasi.

(3)Mata

Penglihatan adanya kekeburan akibat adanya gangguan

nervus, gangguan dalam menggangkat bola mata.

(4)Hidung

Adanya ganguan pada penciuman karena terganggu pada

nervus olfaktorius.

(5)Mulut

Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan

nervus vagus, dalam kesulitan menelan.

q) Pemeriksaan laboratorium

Menurut Muttaqin cit Wijaya dan Putri (2013), pada pasien

stroke berupa:

(1)Lumbal fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai

pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang


43

kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari-hari

pertama.

(2)Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan kimia darah: pada pasien stroke akut dapat

terjadi hiperglikemia gula darah mencapai 250 mg di dalam

serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

(3)Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada

daerah itu sendiri.

3) Pengkajian Oksigenasi

Asuhan keperawatan kebutuhan oksigenasi menurut Andarmoyo

dan Sulistyo (2012), adalah:

a) Pengkajian

Riwayat keperawatan:

(1) Ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan

(2) Pernah mengalami batuk dengan sputum

(3) Pernah mengalami nyeri dada

(4) Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadi gejala-gejala

b) Riwayat penyakit pernapasan

(1)Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC,

dan Lain-lain?

(2) Bagaimana frekuensi setiap kejadian?


44

c) Riwayat kardiovaskuler

Apakah pernah mengalami penyakit jantung atau gangguan

peredaran darah?

d) Gaya hidup

Apakah mempunyai kebiasaan hidup yang tidak sehat seperti

merokok, berasal dari keluarga perokok, apakah lingkungan

kerja penuh dengan kebiasaan merokok, asap rokok, polusi, dsb?

e) Pemeriksaan fisik

(1) Mata

(a) Xantelasma/lesi kuning pada kelopak mata (dikarenakan

hyperlipidemia)

(b) Konjungtiva pucat (karena anemia)

(c) Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)

(d) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak

atau endocarditis akibat bakteri)

(2) Hidung

Pernafasan dengan cuping hidung (megap-megap, dispnea)

(3) Mulut dan bibir

(a) Membran mukosa sianosis (karena penurunan oksigen)

(b) Bernafas dengan menggunakan mulut (dikaitkan dengan

penyakit paru kronik)


45

(4) Vena leher

Adanya distensi/bendungan (dikaitkan dengan gagal jantung

kanan)

(5) Kulit

(a) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunya aliran

darahperifer)

(b) Sianosis secara umum (hipoksemia)

(c) Penurunan turgor (dehidrasi)

(d) Edema (dikaitkan dengan gagal jantung kiri dan gagal

jantung kanan)

(e) Edema periorbital (dikaitkan dengan penyakit ginjal)

(6) Jari dan kuku

(a)Sianosis perifer (karena kurangnya suplai oksigen ke

perifer)

(b) Clubing finger (karena hipoksemia kronik)

(7) Dada dan thoraks

Inspeksi, dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk,

dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit.

f) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan untuk menentukan kontraksi miokardium aliran

darah antara lain:


46

(1) Echocardiografi

(2) Skintigrafi

(3) Kateterisasi jantung dan Angiografi

b. Diagnosis Keperawatan

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), masalah yang lazim muncul

pada pasien stroke antara lain:

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis atau

hemiplegia, penurunan mobilitas

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke

3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan

hipertensi

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis,

kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera

otak
47

c. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 Diagnosis keperawatan, tujuan dan kriteria hasil, serta intervensi
keperawatan Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak pada pasien stroke.
Menurut Herdman dan Kamitsuru, (2015); Bulechek, dkk (2013); Moorhead, dkk
(2013)

No Diagnose Keperawatan Tujuan&Kriteria Hasil Intervensi


1. Risiko ketidakefektifan Perfusi jaringan: Manajemen Edema
Perfusi Jaringan Otak serebral Serebral
Definisi:Beresiko - Monitor tanda-
mengalami penurunan Setelah di lakukan tanda vital
sirkulasi jaringan otak asuhan keperawatan - Monitor status
yang dapat menganggu selama… jam, suplai pernafasan:
kesehatan darah dan oksigen ke Frekuensi, irama,
Faktor Risiko: jaringan serebral dapat kedalaman
- Agens farmaseutikal terpenuhi dengan kriteria pernafasan
- Aterosklerosis hasil: - Monitor status
- Baru terjadi infark - Tekanan neurologi dengan
miokardium intracranial ketat dan
- Diseksi arteri - Tekanan darah bandingkan
- Embolisme sistolik dengan nilai
- Endocarditis infektif - Tekanan darah normal
- Fibrilasi atrium diastolik - Monitor
- Hiperkolesterolema - Nilai rata-rata karakteristik
- Hipertensi tekanan darah cairan
- Kardiomiopati dilatasi - Hasil serebral serebrospinal:
- Katup protestik angiogram warna, kejernihan,
- Koagulasi - Sakit kepala konsistensi
48

intravaskuler - Bruit karotis - Catat cairan


diseminata - Kegelisahan serebrospinal
- Masa tromboplastin - Kelesuan - Monitor CVP,
parsial abnormal - Kecemasan yang PAWP, dan PAP,
- Miksoma atrium tidak dijelaskan sesuai kebutuhan
- Neoplasma otak - Agitasi - Monitor TIK dan
- Penyalahgunaan zat - Muntah CPP
- Stenosis carotid - Cegukan - Analisa pola TIK
- Stenosis mitral - Keadaan pingsan - Biarkan TIK
- Terapi trombolitik - Demam kembali ke nilai
- Tumor otak (missal, - Kognisi terganggu normal diantara
gangguan - Penurunan tingkat aktivitas
serebrovaskuler, kesadaran keperawatan
penyakit neurologis, - RR dalam rentang - Monitor status
trauma, tumor) normal pernafasan:
- Sindrom sick sinus frekuensi, irama,
kedalaman
pernafasan,
bikarbonat
- Monitor TIK
pasien dan respon
neurologi terhadap
aktivitas
perawatan
- Kurangi stimulus
dalam lingkungan
pasien
- Rencanakan
49

asuhan
keperawatan untuk
memberikan
periode istirahat
- Berikan sedasi,
sesuai kebutuhan
- Catat perubahan
pasien dalam
berespon terhadap
stimulus
- Saring percakapan
dalam
pendengaran
pasien
- Berikan anti
kejang, sesuai
kebutuhan
- Monitor Tingkat
kesadaran
- Hindari fleksi
leher, atau fleksi
ekstrem pada
lutut/panggul
- Hindari dari
valsava maneuver
- Berikan oksigen
- Monitor saturasi
oksigen
50

- Berikan pelunak
feses
- Posisikan tinggi
kepala tempat
tidur 30o atau lebih
- Hindari
penggunaan PEEP
- Berikan agen
paralisis, sesuai
kebutuhan
- Batasi cairan
- Hindari cairan IV
hipotonik
- Monitor indeks
tekanan volume
- Lakukan latihan
ROM pasif
- Monitor intake
dan output
- Pertahankan suhu
normal
- Berikan diuretik
osmotic dan
active loop

B. Kerangka Teori
Tanda dan Gejala stroke:
a. Tiba-tiba mengalami
kelemahan atau
kelumpuhan separo badan
b. Tiba-tiba hilang rasa peka
c. Bicara cedel atau pelo
51

Diagnosis Keperawatan Stroke:


1) Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan hemiparesis/ hemiplegia,
penurunan mobilitas
2) Defisit perawatan diri berhubungan
dengan gejala sisa stroke
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan hemiparesis, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi,
spastisitas dan cedera otak

Stroke

4) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan


otak berhubungan dengan hipertensi
Manajemen Edema
Serebral

Posisikan tinggi kepala


tempat tidur 30º atau lebih

Keterangan:
: Diteliti Meningkatkan perfusi
jaringan
: Tidak diteliti

Gambar 2.3 Kerangka Teori (Nurarif dan Kusuma, 2015; Setyohadi, 2012)

C. Kerangka Konsep
52

Manajemen Edema Serebral :


Posisikan tinggi kepala pasien 30o

Gangguan Perfusi Perfusi Jaringan


Stroke
Jaringan Meningkat

Confounding factor:
1. Umur
2. Psikologis

Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti

Gambar 2.4 Kerangka konsep

Anda mungkin juga menyukai