Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan Continuity of care (COC) merupakan asuhan secara berkesinambungan dari
hamil sampai dengan Keluarga Berencana (KB) sebagai upaya penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kematian Ibu dan Bayi
merupakan ukuran terpenting dalam menilai indikator keberhasilan pelayanan kesehatan
di indonesia. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau
dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait
dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh
kecelakaan ata cedera. Angka Kemtian Bayi adalah angka probolitas untuk meninggal di
umur antara lahir dan 1 tahun dalam 1000 kelahiran hidup (WHO,2014).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)


mencatat sekitar 830 wanita seluruh dunia meninggal setiap harinya akibat komplikasi
yang terkait dengan kehamilan maupun persalinan dan sebanyak 99% diantaranya
terdapat pada Negara berkembang. Pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu mencapai 239
per 100.000 kelahiran hidup,dibandingkan dengan negara maju yang hanya mencapai 12
per 100.000 kelahiran hidup (WHO,2018) .

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu
(AKI) di dunia sekitar 303.000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan
persalinan. Hampir semua kematian ini terjadi karena sumber daya rendah ,dan sebagian
besar bisa dicegah. Berdasarkan dan menurut World Health Organization (WHO)
Indonesia menduduki urutan kelima dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tinggi diantara
Negara-negara ASEAN lainnya (WHO,2018).

Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu
mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan
kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas
pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus
dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan
dan pelayanan keluarga berencana, sebagai upaya untuk menurunkan AKI dan AKB .
Maka, Program SDGs (sustainable Development Goals) merupakan program yang salah
satunya adalah mempunyai target untuk mengurangi AKI dan AKB. SDGs (sustainable
Development Goals), mempunyai target untuk mengurangi AKI yaitu kurang dari 70 per
100.000 KH pada tahun 2030 serta berusaha menurunkan AKB setidaknya hingga 12 per
1000 KH (WHO, 2018; Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 angka
kematian ibu (AKI) mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup dengan jumlah kasus
sebanyak 14.623 kasus. Penyebab terbanyak kematian ibu disebabkan oleh Pre Eklamsia
dan perdarahan. Angka Kematian Bayi (AKB) tercatat 24 per 1.000 kelahiran hidup
dengan jumlah kasus sebanyak 151.200 kasus. (Kemenkes RI,2017).

Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui program percepatan
penurunan AKI dan AKB antara lain melalui penempatan bidan di desa, pemberdayaan
kelurga dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak dan
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan
fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di
Pueskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK) di rumah sakit (Prawirohardjo, 2016 : hal. 26-27).

Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu
mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan
kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas
pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus
dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan,
dan pelayanan keluarga berencana (Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumtera Barat, Kasus kematian ibu
(AKI) pada tahun 2017 berjumlah 107 orang, Menurun jika dibanding tahun 2015 (111)
orang. Adapun rincian kematian ibu terdiri dari kematian ibu hamil 30 orang, kematian
ibu bersalin 25 orang, dan kematian ibu nifas 52 orang. Sementara jika dilihat berdasar
umur kurang dari 20 tahun 1 orang, 20 s/d 34 tahun sebanyak 64 orang dan diatas 35
tahun 42 orang (Dinas Kesehatan Sumatera Barat,2017).

Kematian Neonatal menurun sebanyak 67 kasus dari tahun sebelumnya,dimana


terdapat 687 kasus di tahun 2016 dan 322 di tahun 2017. Jika dilihat berdasar
gender,maka lebih banyak kematian neonatal laki-laki 364 orang dibanding kematian
neonatal perempuan 256 orang (Dinas Kesehatan Sumatera Barat ,2017).

Angka Kematian Bayi (AKB) di Sumatera Barat sebanyak 700 orang yang tersebar di
19 kab/kota dengan penyumbang kematian tertinggi dari kota Padang sebanyak 111
orang. Faktor yang mempengaruhi meningkatnya jumlah kematian bayi di Provinsi
Sumatera Barat antara lain disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan,pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap perawatan kehamilan sesuai
standar,rendahnya tingkat pendidikan dan status ekonomi masyarakat terhadap perawatan
kehamilan sesuai yang dianjurkan ,kurangnya partisipasi keluarga,masyarakat dan intas
program dalam program kesehatan ibu dan anak , belum optimalnya pelayanan kesehatan
terhadap ibu, bayi, dan balita (Dinas Kesehatan Sumatera Barat,2017).

Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2017,
Angka Kematian Ibu (AKI) memiliki angka yang paling tinggi dari 4 tahun sebelumnya.
Dimana AKI pada tahun 2017 adalah 8/8957 atau 89,3 % kelahiran hidup. Sedangkan
pada tahun 2016 AKB mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya menjadi sebanyak 48
jiwa dari 9.454 jiwa kelahiran hidup. Pada tahun 2017 AKB menjadi 6,5 dari 8957
Kelahiran Hidup. Tetapi Angka ini masih dibawah ambang batas Nasional yaitu 23/1000
Kelahiran Hidup (Profil Kesehatan Dinkes Kab. Pesisir Selatan).

Penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait kehamilan dan persalinan


terutama yaitu perdarahan 28%, Pre Eklampsia 24%, infenksi 11%, partus lama 5% dan
abortus 5%. Sedangka penyebab langsung kematia bayi di Indonesia 7-28 hari yaitu
sepsis (20,5%) dan pneumonia (15,4%). Penyebab kematian bayi 29 hari- 11 bulan yaitu
diare (31,4%), pneumonia (23,8%), dan meningitis (9,3%). (Profil Kesehatan Indonesia,
2017).

Maka dari itu salah satu upaya yang dapat dilakukan bidan dalam mengurangi AKI
serta AKB ini adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
secara komprehensif mulai dari masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, dan
KB sehingga dengan demikian diharapkan kinerja bidan dapat menurunkan AKI dan
AKB di Indonesia. Selain itu kemampuan bidan dalam menerapkan asuhan kebidanan
sesuai alur pikir varney, diharapkan dapat mengurangi masalah kesehatan ibu dan bayi.
Untuk dapat menerapkan pelayanan secara komprehensif tersebut, digunakan
manajemen asuhan kebidanan menurut varney yang merupakan sebuah metode untuk
berfikir dan bertindak secara terorganisir dalam suatu tahap logis untuk profesionalisme
asuhan yang diberikan. Manajemen Asuhan kebidanan menurut varney terdiri dari 7
langkah yang berurutan, mulai dari pengumpulan data, interpretasi data, diagnosa
potensial, tindakan segera/kolaborasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dari asuhan
yang telah diberikan.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembuatan laporan ini, peneliti membatasi dalam hal pelaksanaan praktik
klinik dan penerapan manajemen asuhan kebidanan pada ibu dengan kehamilan trimester
III, persalinan, nifas dan bayi baru lahir dan Keluarga Berencana. Asuhan ini dimulai
pada usia kehamilan 37 minggu, persalinan, nifas dan bayi baru lahir dan Keluarga
Berencana yang di laksanakan di BPM Hj.Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir
selatan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan teori atau memberikan kemampuan untuk melakukan asuhan
kebidanan dalam menangani atau memecahkan permasalahan praktis dengan
menyusun Laporan Tugas Akhir serta dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan
pada Ny. “L” G2P1A0H1 Kehamilan Trimester III, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru
Lahir di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
a. Mampu melakukan pengkajian data dalam memberikan asuhan kebidanan pada
Ny. “L” G2P1A0H1 dari masa Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan
Keluarga Berencana di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
b. Mampu menginterpretasi data untuk menegakkan diagnosa pada Ny. “L” G2P1A0H1
dari masa Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di
BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Pesisir Selatan
c. Mampu mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada Ny. “L”
G2P1A0H1 dari masa Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga
Berencana di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan secara mandiri,
kolaborasi atau rujukan pada Ny. “L” G2P1A0H1 dari masa Kehamilan, Bersalin,
Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb
Kabupaten Pesisir Selatan
e. Mampu merencanakan asuhan yang menyeluruh pada Ny. “L” G2P1A0H1 dari masa
Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj.
Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
f. Mampu melaksanakan rencana asuhan pada Ny. “L” G2P1A0H1 dari masa
Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj.
Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
g. Mampu mengevaluasi asuhan yang diberikan pada Ny.“L” G2P1A0H1 dari masa
Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj.
Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan

D. Ruang lingkup
1. Sasaran
Subjek data asuhan kebidanan ini adalah Ny.”L” G2P1A0H1 Kehamilan Trimester III,
Persalinan, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj. Musmarni,
S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
2. Tempat
Studi kasus ini dilakukan di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir selatan
3. Waktu
Tanggal 10 Maret s/d 28 Maret 2020
E. Manfaat Penelitian
1. Praktis
Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi bidan sebagai
pelaksana asuhan kebidanan dan memberikan asuhan kepada pasien dengan
menggunakan pendekatan manajemen varney
2. Teoritis
Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat menambah pengembangan ilmu sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pasien
F. Metode Memperoleh Data
Metode Penyusunan data studi kasus ini meliputi:
1. Bab I
Data diperoleh dari data sekunder yang didapat dari berbagai sumber dari
laporan terdahulu sebagai dasar penyusunan studi kasus
2. Bab II
Data diperoleh dari jurnal penelitian atau buku teks yang disusun untuk
memperbanyak konsep dasar teori asuhan kebidanan
3. Bab III
Data diperoleh dari data primer dan sekunder .
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil anamnesa, pemeriksaan kehamilan, data
penunjang dari ibu saat hamil, bersalin, nifas, bayi, dan keluarga berencana
tersebut
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari status buku KIA untuk melihat Hb,
Kesehatan, dan Kehamilan sebelumnya. Data yang diperoleh merupakan data
pemecahan studi kasus. Data yang terkumpul ditelaah dan dilakukan interpretasi
data untuk membuat asuhan kebidanan sesuai dengan pendekatan menajemen
varney
4. Bab IV
Membahas tentang data dan asuhan kebidanan yang didapatkan di bab III dengan
memperbandingkan konsep teori di bab II
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Kehamilan
1. Defenisi
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam buku ilmu
kebidanan, kehamilan didefenisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan sprematozoa
dan ovum yang dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat
fertilisasi hingga bayi lahir, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40
minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan
terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester ke satu berlangsung dalam 12 minggu,
trimester kedua 15 minggu, (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13
minggu (minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2016 hal. 213).
2. Perubahan Fisiologis dan Psikologis

a. Perubahan fisiologis ibu hamil trimester III


1) Uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan
melindungi hasil konsepsi (janin, placenta, amnion) sampai persalinan.
Uterus mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bertambah besar
dengan cepat selama kehamilan dan pulih kembali seperti keadaan semula
dalam beberapa minggu setelah persalinan. Selama kehamilan, uterus akan
berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan
cairan amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 L
bahkan dapat mencapai 20 L atau lebih dengan berat rata-rata 1100 g. Pada
trimester III kehamilan biasanya kontraksi Braxton Hicks sangat jarang dan
meningkat pada satu atau dua minggu sebelum persalinan. Hal ini erat
kaitannya dengan meningkatnya jumlah reseptor oksitosin dan gap junction
di antara sel-sel miometrium. Pada saat ini kontraksi akan terjadi setiap 10
sampai 20 menit dan pada akhir kehamilan kontraksi ini akan menyebabkan
rasa tidak nyaman dan dianggap sebagai persalinan palsu.
(Prawirohardjo, 2016; hal. 175-176).
a) Ukuran
Pada kehamilan cukup bulan, ukuran uterus adalah 30 x 25 x 20 cm
dengan kapasitas lebih dari 4.000 cc. Hal ini memungkinkan bagi
adekuatnya akomodasi pertumbuhan janin. Pada saat ini rahim membesar
akibat hipertropi dan hiperplasi otot polos rahim, serabut-serabut
kolagennya menjadi higroskopik, dan endometrium menjadi desidua. Jika
penambahan ukuran TFU per tiga jari, dapat dicermati dalam tabel
berikut ini (Prawirohardjo, 2016: hal. 175-176)
Tabel 2.1 TFU menurut Penambahan per Tiga Jari
Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri (TFU)
(minggu)
28 3 jari di atas pusat
32 Pertengahan pusat-prosesus xiphoideus (px)
36 3 jari di bawah prosesus xiphoideus (px)
40 Pertengahan pusat-prosesus xiphoideus (px)
b) Berat
Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1.000 gram
pada akhir bulan ( Prawirohardjo 2016 ) .
2) Serviks
Perubahan yang penting pada cervix dalam kehamilan ialah menjadi
lunaknya cervix. Gejala ini sudah dapat ditentukan sebulan setelah konsepsi
dan merupakan tanda kehamilan yang harus diketahui. Sebab-sebab
pelunakan cervix ialah karena pembuluh darah dalam cervix bertambah dan
karena timbulnya oedema dari cervix dan hyperplasia kelenjar-kelenjar
cervix.
Pada akhir kehamilan cervix menjadi lunak sekali dan portio menjadi
pendek (lebih dari setengahnya mendatar) dan dapat dimasuki dengan mudah
oleh satu jari. Cervix yang sedemikian disebut, cervix yang matang dan
merupakan syarat untuk persalinan anjuran ( Obstetri fisiologis; hal. 142 ).
3) Ovarium
Relaksin, suatu hormon protein yang mempunyai struktur mirip
dengan insulin dan insulin like growth factor I & II, disekresikan oleh korpus
luteum, desidua, plasenta, dan hati. Aksi biologi utamanya adalah dalam
proses remodelling jaringan ikat pada saluran reproduksi, yang kemudian
akan mengakomodasi kehamilan dan keberhasilan proses persalinan.
Perannya belum diketahui secara menyeluruh, tetapi diketahui mempunyai
efek pada perubahan struktur biokimia serviks dan kontraksi miometrium
yang akan berimplantasi pada kehamilan preterm
( Prawirohardjo, 2016 ; Hal . 178 ).
4) Vagina dan Perineum
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia terlihat
jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina
akan terlihat berwarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwick.
Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan
ikat dan hipertrofi dari sel-sel polos.
Dinding vagina mengalami banyak perubahan yang merupakan
persiapan untuk mengalami peregangan pada waktu persalinan dengan
meningkatnya ketebalan mukosa, mengendornya jaringan ikat, dan hipertrofi
sel otot polos. Perubahan ini mengakibatkan bertambah panjangnya dinding
vagina. Papilla mukosa juga mengalami hipertrofi dengan gambaran seperti
paku sepatu.
Peningkatan volume sekresi vagina juga terjadi, di mana sekresi akan
berwarna keputihan, menebal, dan pH antara 3,5-6 yang merupakan hasil
dari peningkatan produksi asam laktat glikogen yang dihasilkan oleh epitel
vagina sebagai aksi dari lactobacillus acidophillus (Prawirohardjo, 2016 ;
Hal. 178-179).
5) Kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi
kemerahan, kusam, dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah payudara
dan paha. Perubahan ini dikenal engan nama striae gravidarum. Pada
multipara selain striae kemerahan itu seringkali ditemukan garis berwarna
perak berkilau yang merupakan sikatrik dari striae sebelumnya.
Pada banyak perempuan kulit di garis pertengahan perutnya (linea
alba) akan berubah menjadi hitam kecokelatan yang disebut dengan linea
nigra. Kadang-kadang akan muncul dalam ukuran yang bervariasi pada
wajah dan leher yang disebut dengan chloasma atau melasma gravidarum.
Selain itu, pada areola dan daerah genital juga akan terlihat pigmentasi yang
berlebihan. Pigmentasi yang berlebihan itu biasanya akan hilang atau sangat
jauh berkurang setelah persalinan. Kontrasepsi oral juga bisa menyebabkan
terjadinya hiperpigmentasi yang sama (Prawirohardjo, 2016 ; Hal. 179).
6) Payudara
Payudara sebagai organ target untuk proses laktasi mengalami banyak
perubahan sebagai persiapan setelah janin lahir. Beberapa perubahan yang
dapat diamati oleh ibu adalah sebagai berikut :
a) Selama kehamilan payudara bertambah besar, tegang, dan berat.
b) Dapat teraba nodul-nodul, akibat hipertrofi kelenjar alveoli.
c) Bayangan vena-vena lebih membiru.
d) Hiperpigmentasi pada areola dan putting susu.
e) Kalau diperas akan keluar air susu jolong (kolostrum) berwarna kuning
(Sulistyawati, 2011).
7) Sistem metabolisme
Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari
uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan
ekstraseluler. Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan bertambah
12,5 kg.
Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik
dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara
pada perempuan dengan gizi kurang atau berlebih dianjurkan menambah
berat badan per minggu masing-masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg
( Prawirohardjo, 2016 : Hal. 180 ).
8) Sistem kardiovaskuler
Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekan vena
kava inferior dan aorta bawah ketika berada dalam posisi terlentang.
Penekanan vena kava inferior ini akan mengurangi darah balik vena ke
jantung. Akibatnya, terjadinya penurunan preload dan cardiac output
sehingga akan menyebabkan terjadinya hipotensi supine dan pada keadaan
yang cukup berat akan mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran. Penekanan
pada aorta ini juga akan mengurangi aliran darah uteroplasenta ke ginjal.
Selam tirmester terakhir posisi terlentang akan membuat fungsi ginjal
menurun jika dibandingkan posisi miring. Karena alasan inilah tidak
dianjurkan ibu hamil dalam posisi terlentang pada akhir kehamilan.
Volume darah akan meningkat secara progesif mulai minggu ke-6
sampai minggu ke-8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada minggu ke-
32-34 dengan perubahan kecil setelah minggu tersebut. Volume plasma akan
meningkat kira-kira 40-45%. Hal ini dipengaruhi oleh aksi progesteron dan
estrogen pada ginjal yang diinisiasi oleh jalur renin-angiotensin dan
aldosteron. Penambahan volume darah ini sebagian besar berupa plasma dan
eritrosit.
Eritropoetin ginjal akan meningkatkan jumlah sel darah merah
sebanyak 20-30 %, tetapi tidak sebanding dengan peningkatan volume
plasma sehingga akan mengakibatkan hemodilusi dan penurunan konsentrasi
hemoglobin dari 15 g/dl menjadi 12,5 g/dl, dan pada 6 % perempuan bisa
mencapai di bawah 11 g/dl. Pada kehamilan lanjut kadar hemoglobin di
bawah 11 g/dl itu merupakan suatu hal yang abnormal dan biasanya lebih
berhubungan dengan defisiensi zat besi daripada dengan hipervolemia.
Jumlah zat besi yang diabsorbsi dari makanan dan cadangan dalam tubuh
biasanya tidak mecukupi kebutuhan ibu selama kehamilan sehingga
penambahan asupan zat besi dan asam folat.
(Prawirohardjo, 2016 : Hal. 182-183 ).
9) Sistem muskuloskeletal
Lordosis yang progresif akan menjadi bentuk yang umum pada
kehamilam. Akibat kompensasi dari pembesaran uterus ke posisi anterior,
lordosis menggeser pusat daya barat ke belakang ke arah dua tungkai. Sendi
sakroiliaka, sakrokoksigis dan pubis akan meningkat mobilitasnya, yang
diperkirakan karena pengaruh hormonal. Mobilitas tersebut dapat
mengakibatkan perubahan sikap ibu dan pada akhirnya menyebabkan
perasaan tidak enak pada bagian bawah punggung terutama pada akhir
kehamilan (Prawirohardjo, 2016 : Hal. 186).
b. Perubahan Psikologis Ibu Hamil Trimester III
Trimester III sering di sebut periode penantian penuh kewaspadaan.
Sehingga menimbulkan perubahan psikologis, seperti:
1) Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh, dan tidak
menarik.
2) Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak lahir tepat waktu.
3) Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat melahirkan,
khawatir akan keselamatannya.
4) Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal, bermimpi yang
mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya.
5) Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya.
6) Merasa kehilangan perhatian.
7) Perasaan mudah terluka (sensitif).
8) Libido menurun.
(Sulistyawati, 2011).
3. Kebutuhan Ibu Hamil Trimester III
1. Nutrisi
Kebutuhan makanan pada ibu hamil mutlak harus dipenuhi. Kekurangan
nutrisi dapat menyebabkan anemia, abortus, IUGR, inersia uteri, perdarahan
pasca-persalinan, sepsis puerperalis, dan lain-lain. Sedangkan kelebihan makanan
karena beranggapan pemenuhan makanan untuk dua orang akan berakibat
kegemukan, pre-eklamsi, janin terlalu besar, dan sebagainya (Sulistyawati, 2011).
Pengaruh suplementasi multigizi mikro (MGM) dan fe-folat terhadap
status gizi makro ibu hamil dengan menggunakan penambahan berat badan hamil
(PBBH) sebagai indikator, masih sangat sedikit. PPBH yang terlalu tinggi
berisiko terhadap komplikasi kehamilan seperti hipertensi, diabetes, dan pre-
eklampsia, komplikasi waktu melahirkan serta makrosomia. Untuk menghindari
resiko tersebut, ibu hamil harus memperhatikan asupan gizi sebelum, ketika, dan
setelah kehamilan, karena rata-rata PBBH yang dianjurkan di negara berkembang
adalah 12,5 kg.
Tabel 2.2 Rekomendasi Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Kategori IMT Rekomendasi (Kg)

Rendah < 19,8 12,5 – 18


Normal 19,8 - 26 11,5 – 16
Tinggi 26 – 29 7 - 11,5
Obesitas >29 ≥7
Gemeli 16-20,5
(Prawirohardjo, 2016 ; Hal. 180)
Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik dianjurkan
menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara perempuan dengan
gizi kurang atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per minggu masing-
masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg (Prawirohardjo, 2016 : Hal. 180).
Komponen pertambahan berat badan ibu selama kehamilan :
Jaringan ekstra uterin : 1 kg
Janin : 3 – 3,8 kg
Cairan amnion : 1 kg
Plasenta : 1-1,1 kg
Payudara : 0,5-2 kg
Tambahan darah : 2-2,5 kg
Tambahan cairan jaringan : 1,5-2,5 kg
Tambahan jaringan lemak : 2-2,5 kg
Total : 11,5 – 16 kg
(Sulistyawati, 2011)
Kegunaan Zat-zat Makanan Bagi Ibu Hamil dan Janin, yaitu :
1) Protein
Ibu hamil dianjurkan untuk menambah asupan protein menjadi 12% per
hari atau 75-100 gram.
Bahan pangan yang dijadikan sebagai sumber protein sebaiknya bahan
pangan dengan nilai biologi yang tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan,
telur, susu, dan hasil olahannya (Sulistyawati, 2011).
2) Zat Besi
Anemia sebagian besar disebabkan oleh defisiensi zat besi, oleh karena
itu perlu ditekankan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi zat besi selama
hamil dan setelah melahirkan. Kebutuhan zat besi selama hamil meningkat
sebesar 300% (1.040 mg selama hamil) dan peningkatan ini tidak dapat
tercukupi hanya dari asupan makanan ibu selama hamil melainkan perlu
ditunjang dengan suplemen zat besi (Sulistyawati, 2011).
3) Vitamin
a) Vitamin A untuk membantu proses pertumbuhan sel dan jaringan tulang,
mata, rambut, kulit dan organ dalam, dan fungsi rahim. Sumbernya adalah
kuning telur, ikan dan hati. Sumber provitamin A atau karoten adalah
wortel, labu, kuning, bayam, kangkung, dan buah-buahan berwarna
kemerah-merahan.
b) Vitamin D, RDA (Recommended Daily Allowance) menganjurkan 5
mg/hari untuk wanita hamil pada usia 25 tahun atau lebih.
c) Vitamin E, untuk ibu hamil kebutuhannya sekitar 15 mg (22,5 IU).
d) Vitamin K, untuk pembentukan protrombin.
e) Vitamin C, untuk memperkuat pembuluh darah dan mencegah perdarahan,
mengurangi rasa sakit sebanyak 50 % saat bekerja, mengurangi resiko
infeksi setelah melahirkan dan membantu gigi dan tulang bayi. Sumber
vitamin C adalah bauh dan sayuran segar, antara lain jeruk, kiwi, pepaya,
bayam, kol, brokoli, dan tomat.
f) Vitamin B6, untuk membantu mengatasi mual dan muntah.
g) Asam folat, untuk perkembangan tulang, jaringan tisu dan darah, karena
ketiadaan amino cuka mencegah bayi mengalami kelainan, mencegah
terjadiya defek tubaneural seperti spina bifida dan anensefali.
4) Mineral
a) Kalsium (ca)
Pada minggu ke-34 usia gestasi total kalsium plasma meningkat 5%.
RDA untuk kalsium selama kehamilan adalah 1200 mg. Kalsium
mengandung mineral yang penting untuk pertumbuhan janin dan
membantu kekuatan kaki serta punggung. Ibu hamil membutuhkan kalsium
2 kali lipat sebelum hamil, yaitu sekitar 900 mg. Sumber kalsium adalah
susu dan produk susu lainnya, seperti keju, yogurt, teri, udang kecil, dan
kacang-kacangan.
b) Magnesium, untuk mendukung pertumbuhan dari jaringan lunak.
c) Phospor, untuk mengembangkan jaringan tisu, terutama otak, dan jenis
kelamin.
d) Seng, untuk mengembangkan jaringan tisu, terutama otak dan jenis
kelamin.
Tabel 2.3 Kebutuhan Nutrisi Ibu Hamil Dan Menyusui
Kalori dan Zat makanan Hamil Menyusui
Kalori (Kcal) 2500 2600
Protein(g) 60 65
Kalsium (Mg) 1,2 1,2
Zat Besi (Mg) 30 15
Vitamin A (µg RE) 800 1300
Vitamin D (µg) 10 12
Vitamin C (mg) 70 95
Tiamin (mg) 1,5 1,6
Riboflavin (mg) 1,6 1,8
Niasin (mg) 17 20
(Prawirohardjo, 2016 : Hal. 181 )
2. Obat-obatan
Sebenarnya jika kondisi ibu hamil tidak dalam keadaan yang benar-
benar berindikasi untuk diberikan obat-obatan, sebaiknya pemberian obat
dihindari. Penatalaksanaan keluhan dan ketidaknyamanan yang dialami
lebih dianjurkan kepada pencegahan dan perawatan saja.
Dalam pemberian terapi, dokter biasanya akan sangat memperhatikan
reaksi obat terhadap kehamilan, karena ada obat tertentu yang kadang
bersifat kontra dengan kehamilan (Sulistyawati, 2011).
3. Lingkungan yang Bersih
Salah satu pendukung untuk keberlangsungan kehamilan yang sehat
dan aman adalah adanya lingkungan yang bersih, karena kemungkinan
terpapar kuman dan zat toksikyang berbahaya bagi ibu dan janin akan
terminimalisasi. Lingkungan bersih di sini adalah termasuk bebas dari
polusi udara seperti asap rokok.
Selain udara, perilaku hidup bersih dan sehat juga perlu dilaksanakan,
seperti menjaga kebersihan diri, makanan yang dimakan, buang air besar di
jamban, dan mandi menggunakan air bersih.
4. Senam Hamil
Kegunaan senam hamil adalah melancarkan sirkulasi darah, nafsu
makan bertambah,pencernaan menjadi lebih baik, dan tidur menjadi lebih
nyenyak. Bidan hendaknya menyarankan agar ibu hamil melakukan
masing-masing gerakan sebanyak dua kali pada awal latihan dan
dilanjutkan dengan kecepatan dan frekuensi menurut kemampuan dan
kehendak mereka sendiri minimal lima kali tiap gerakan. (Sulistyawati,
2011).
5. Pakaian
Meskipun pakaian bukan merupakan hal yang berakibat langsung
terhadap kesejahteraan ibu dan janin, namun perlu kiranya jika tetap
dipertimbangkan beberapa aspek kenyaman dalam berpakaian. Pemakaian
pakaian dan kelengkapannya yang kurang tepat akan mengakibatkan
beberapa ketidaknyamanan yang akan mengganggu fisik dan psikologis ibu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pakaian ibu hamil adalah
memenuhi kriteria berikut ini :
1) Pakaian harus longgar, bersih, dan tidak ada ikatan yang ketat pada
daerah perut.
2) Bahan pakaian usahakan yang mudah menyerap keringat.
3) Pakailah bra yang menyokong payudara.
4) Memakai sepatu dengan hak yang rendah.
5) Pakaian dalam yang selalu bersih. (Elisabeth Siwi Walyani, 2017:
Hal. 96 )
6. Istirahat dan Rekreasi
Dengan adanya perubahan fisik pada ibu hamil, salah satunya beban
berat pada perut sehingga terjadi perubahan sikap tubuh, tidak jarang ibu
akan mengalami kelelahan, oleh karena itu istirahat dan tidur sangat penting
untuk ibu hamil. Pada trimester akhir kehamilan sering diiringi dengan
bertambahnya ukuran janin, sehingga terkadang ibu kesulitan untuk
menentukan posisi yang paling baik dan nyaman untuk tidur. Posisi tidur
yang dianjurkan pada ibu hamil adalah miring ke kiri, kaki kiri lurus, kaki
kanan sedikit menekuk dan diganjal dengan batal, dan untuk mengurangi
rasa nyeri pada perut, ganjal dengan bantal pada perut bawah sebelah kiri.
Meskipun dalam keadaan hamil, ibu masih membutuhkan rekreasi
untuk menyegarkan pikiran dan perasaan, misalnya dengan mengunjungi
objek wisata atau pergi ke luar kota.
Hal-hal yang dianjurkan apabila ibu hamil bepergian adalah sebagai
berikut :
1) Hindari pergi ke suatu tempat yang ramai, sesak, dan panas, serta
berdiri terlalu lama di tempat itu karena akan dapat menimbulkan
sesak napas sampai akhirnya jatuh pingsan (sinkop).
2) Apabila berpergian selama kehamilan, maka duduk dalam jangka
waktu lama harus dihindari karena dapat menyebabkan peningkatan
risiko bekuan darah vena dalam (deep vein thrombosis) dan
tromboflebitis selama kehamilan.
3) Wanita hamil dapat mengendarai mobil maksimal 6 jam dalam
sehari dan harus berhenti selama 2 jam lalu berjalan selama 10
menit.
4) Stocking penyangga sebaiknya dipakai apabila harus duduk dalam
jangka waktu lama di mobil atau pesawat terbang.
Sabuk pengaman sebaiknya selalu dipakai, sabuk tersebut diletakkan
di bawah perut ketika kehamilan sudah besar. (Elisabeth Siwi
Walyani, 2017 : Hal. 96 )
7. Personal Hygine
Kebersihan tubuh ibu hamil perlu diperhatikan karena dengan
perubahan sistem metabolisme mengakibatkan peningkatan pengeluaran
keringat. Keringat yang menempel di kulit meningkatkan kelembapan kulit
dan memungkinkan menjadi tempat berkembangnya mikroorganisme. Jika
tidak dibersihkan (dengan mandi), maka ibu hamil akan sangat mudah
untuk terkena penyakit kulit.
Bagian tubuh lain yang sangat membutuhkan perawatan kebersihan
adalah daerah vital, karena saat hamil terjadi pengeluaran sekret vagina
yang berlebihan. Selain dengan mandi, mengganti celana dalam secara rutin
minimal dua kali sehari sangat dianjurkan (Elisabeth Siwi Walyani, 2017 :
Hal. 92-95)
8. Perawatan Payudara
Payudara merupakan aset yang sangat penting sebagai persiapan
menyambut kelahiran sang bayi dalam proses menyusui. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam perawatan payudara adalah sebagai berikut :
1) Hindari pemakaian bra dengan ukuran yang terlalu ketat dan yang
menggunakan busa, karena akan mengganggu penyerapan keringat
payudara.
2) Gunakan bra dengan bentuk yang menyangga payudara.
3) Hindari membersihkan putting susu dengan sabun mandi karena
akan menyebabkan iritasi. Bersihkan putting susu dengan minyak
kelapa lalu bilas dengan air hangat.
Jika ditemukan pengeluaran cairan yang berwarna kekuningan dari
payudara, berarti produksi ASI sudah dimulai. (Elisabeth Siwi Walyani,
2017 : Hal. 95-96 )
9. Eliminasi
Keluhan yang sering muncul pada ibu hamil berkaitan dengan eliminasi
adalah konstipasi dan sering buang air kemih. Konstipasi terjadi karena
adanya pegaruh hormon progesteron yang mempunyai efek rileks terhadap
otot polos, salah satunya otot usus. Selain itu, desakan usus oleh
pembesaran janin juga menyebabkan bertambahnya konstipasi. Tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mengonsumsi makanan
tinggi serat dan banyak minum air putih, terutama ketika lambung dalam
keadaan kosong. Meminum air putih hangat ketika perut dalam keadaan
kosong dapat merangsang gerak peristaltik usus. Jika ibu sudah mengalami
dorongan, maka segeralah untuk buang air besar agar tidak terjadi
konstipasi.
Sering buang air kecil merupakan keluhan yang umum dirasakan oleh
ibu hamil, terutama pada trimester I dan III. Hal tersebut adalah kondisi
yang fisiologis. Pada trimester III terjadi pembesaran janin yang juga
menyebabkan desakan pada kantong kemih. Tindakan mengurangi asupan
cairan untuk mengurangi keluhan ini sangat tidak dianjurkan, karena akan
menyebabkan dehidrasi. (Elisabeth Siwi Walyani, 2017 : Hal. 97-99 )
10. Seksual
Hubungan seksual selama kehamilan tidak dilarang selama tidak ada
riwayat penyakit seperti berikut ini :
1)Sering abortus dan kelahiran premature
2)Perdarahan pervaginam
3)Koitus harus dilakukan dengan hati-hati terutama pada minggu
terakhir kehamilan.
Bila ketuban sudah pecah, koitus dilarang karena dapat
menyebabkan infeksi janin intrauterine. (Elisabeth Siwi Walyani,
2017 : Hal. 100 )
11. Sikap Tubuh yang Baik (Body Mechanic)
Keluhan yang sering muncul adalah rasa pegal di punggung dan kram
kaki ketika tidur malam hari. Untuk mencegah dan mengurangi keluhan ini
perlu adanya sikap tubuh yang baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
1) Pakailah sepatu dengan hak rendah/tanpa hak dan jangan terlalu
sempit.
2) Posisi tubuh saat mengangkat beban, yaitu dalam keadaan tegak
dan pastikan beban terfokus pada lengan.
3) Tidur dengan posisi kaki ditinggikan.
4) Duduk dengan posisi punggung yang tegak.
5) Hindari duduk atau berdiri terlalu lama (ganti posisi secara
bergantian untuk mengurangi ketegangan otot).
m. Tanda-Tanda Bahaya Selama Kehamilan Trimester III
1). Perdarahan Pervaginam
Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada trimester III
tanpa sebab, tanpa nyeri, dan berulang. Perdarahan ini dinamakan plasenta
previa. Sedangkan perdarahan pervaginam yang perasaan tiba-tiba sakit
diperut, pergerakan janin melemah dan kepala terasa pusing. Perdarahan
ini dinamakan solusio plasenta (Sulistyawati, 2011).
2) Sakit Kepala
Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan, dan sering kali merupakan
ketidaknyamanan yang normal dalam kehamilan.Sakit kepala yang
menunjukkan masalah serius adalah sakit kepala yang hebat yang menetap
dan tidak hilang setelah beristirahat.Kadang-kadang dengan sakit kepala
yang hebat tersebut ibu mungkin merasai penghilatannyamenjadi kabur
atau berbayang.Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan adalah gejala
dari pre-eklampsia (Sulistyawati, 2011).
3) Bengkak pada wajah, tangan, dan kaki
Bengkak bisa menunjukkan adanya masalah serius jika muncul pada
muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan disertai dengan
keluhan fisik yang lain. Hal ini dapat merupakan pertanda anemia, gagal
jantung atau pre-eklampsi (Sulistyawati, 2011).
4) Keluar Air Ketuban
Harus dapat dibedakan antara urine dengan air ketuban. Jika
keluarnya cairan ibu tidak terasa, berbau amis, dan warna putih keruh,
berarti yang keluar adalah air ketuban. Jika kehamilan belum cukup bulan,
hati-hati akan adanya persalinan preterm dan komplikasi infeksi
intrapartum (Sulistyawati, 2011)
5) Gangguan penglihatan
Karena pengaruh hormonal, ketajaman penglihatan ibu dapat berubah
selama proses kehamilan.Perubahan ringan adalah normal.Masalah
visual yang mengindikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah
perubahan visual yang mendadak, misalnya pandangan yang kabur atau
berbayang secara mendadak.Perubahan penglihatan ini mungkin disertai
dengan sakit kepala yang hebat dan mungkin merupakan gejala dari pre-
eklampsi (Sulistyawati, 2011).
6) Nyeri perut yang hebat
Pada kehamilan lanjut, jika ibu merasakan nyeri yang hebat, tidak
berhenti setelah beristirahat, disertai dengan tanda-tanda syok yang
membuat keadaan umum ibu semakin lama makin memburuk, dan disertai
perdarahan yang tidak sesuai dengan beratnya syok, maka kita harus
waspada akan kemungkinan terjadinya solusio plasenta (Sulistyawati,
2011)
7) Bayi kurang bergerak
Kesejahteraan janin dapat diketahui dari keaktifan gerakannya.
Minimal adalah 10 kali dalam 24 jam. Jika kurang dari itu, maka waspada
akan adanya gangguan janin dalam rahim, misalnya asfiksia janin sampai
kematian janin. (Sulistyawati,2011).
n. Persiapan Persalinan
Beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk persalinan adalah sebagai berikut :
1) Biaya dan penentuan tempat serta penolong persalinan.
2) Anggota keluarga yang dijadikan sebagai pengambil keputusan jika terjadi
suatu kompilkasi yang membutuhkan rujukan.
3) Baju ibu dan bayi berserta perlengkapan lainnya.
4) Surat-surat fasilitas kesehatan (misalnya ASKES, jaminan kesehatan dari
tempat kerja, Kartu Sehat, dan lain-lain).
5) Pembagian peran ketika ibu berada di RS (ibu dan mertua, yang menjaga anak
lainnya-jika ibu persalinan yang pertama)
Bidan sebaiknya memberikan informasi mengenai tanda-tanda persalinan
kepada ibu ketika kunjungan ANC trimester III yang meliputi hal-hal berikut ini :
1) Rasa sakit atau mulas di perut dan menjalar ke perut bagian bawah sampai
ke pinggang bagian belakang, yang disebut sebagai kontraksi. Kontraksi ini
terjadi secara teratur dan semakin lama semakin sering dengan intensitas
yang meningkat. Minimal tiga kali dalam 10 menit dengan durasi 30-40
detik.
2) Adanya pengeluaran per vagina berupa sekret yang berwarna merah muda
disertai lendir.
3) Kadang dijumpai pengeluaran air ketuban yang terjadi secara spontan
(selaput ketuban pecah) dengan ciri adanya pengeluaran air ketuban
seketika dalam jumlah banyak atau keluarnya air ketuban sedikit-sedikit
tetapi dalam waktu yang lama (Sulistyawati, 2011).
4. Asuhan Antenatal Care
1. Defenisi
Antenatal Care (ANC) adalah suatu program yang terencana berupa
observasi, edukasi, penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh
suatu proses kehamilan dan persiapan persalinan yang aman dan memuaskan.
2. Tujuan Asuhan Kehamilan
Ada beberapa tujuan pemeriksaan ibu hamil secara keseluruhan yaitu:
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk mamastikan kehamilan ibu dan
tumbuh kembang janin.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu.
3. Mengenali dan mengurangi secara dinii adanya penyulit atau komplikasi
yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara
umum,dan pembedahan.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan dan persalinan yang aman
dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan
mempersiapkan ibu agar dapat memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara
ekslusif.
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin
agar dapat tumbuh kembang secara normal.
7. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematiana neonatal
8. Mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin.
3. Manfaat Antenatal Care
Manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini adalah untuk memperoleh
gambaran dasar mengenai perubahan fisiologik yang terjadi selama
kehamilan dan berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini,
sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah langkah dalam
pertolongan persalinannya.
4. Pelayanan Asuhan Standar Antenatal
Pelayanan ANC minimal 5T, meningkat 7T dan sekarang menjadi 12 T,
sedangkan untuk daerah gondok dan endemik malaria menjadi 14 T, yaitu :
a) Timbang Berat Badan Tinggi Badan
Tinggi badan dikategorikan adanya resiko apabila pengukuran < 145
cm. Berat badan ditimbang setiap ibu datang atau kunjungan untuk
mengetahui kenaikan BB dan penurunan BB, kenaikan BB ibu hamil
normal rata-rata antara 6,5 kg sampai 10 kg.

Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik
dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg,
sementara perempuan dengan gizi kurang atau berlebih dianjurkan
menambah berat badan per minggu masing-masing sebesar 0,5 kg dan
0,3 kg. (Prawirohardjo, 2016).
b) Tekanan Darah
Diukur setiap kali ibu datang atau berkunjung. Deteksi tekanan darah
yang cenderung naik diwaspadai adanya gejala hipertensi dan
peeklamsi. Apabila turun dibawah normal kita pikirkan kearah anemia.
Tekanan darah normal berkisar systole/diastole: 110/80-120/80 mmHg.
c) Pengukuran Tinggi Fundus
Menggunakan pita sentimeter, letakkan titik no pada atas sympis dan
rentangkan sampai fundus uteri (fundus tidak boleh ditekan).

Tabel 2.4 Pengukuran Tinggi Fundus Uteri dalam pita Cm;

No Tinggi Fundus Uteri Umur Kehamilan


(Cm) dalam minggu
1. 12 cm 12 minggu
2. 16 cm 16 minggu
3. 20 cm 20 minggu
4. 24 cm 24 minggu
5. 28 cm 28 minggu
6. 32 cm 32 minggu
7. 36 cm 36 minggu
8. 40 cm 40 Minggu
(Sumber; Elisabeth Siwi Walyani, 2017 : Hal.76 )
d) Pemberian Tablet Tambah Darah (Tablet Fe)
Untuk memenuhi kebutuhan volume darah pada ibu hamil dan nifas,
karena masa kehamilan kebutuhan meningkat sering dengan
pertumbuhan janin.
e) Pemberian Imunisasi TT
Untuk melindungi dari tetanus neonatorium. Efek samping TT yaitu
nyeri, kemerah-merahan dan bengkak untuk 1-2 hari pada tempat
penyuntikan.

Tabel 2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi TT

Imunisasi Interval % Masa


Perlindungan Perlindungan

TT1 Pada kunjungan pertama 0% Tidak ada


(caten)
TT2 4 minggu setelah TT1 80 % 3 tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 95 % 5 tahun
TT4 1 tahun setelah TT3 99 % 10 tahun
TT5 1 tahun setelah TT4 99 % 25 tahun/
seumur hidup
(Sumber; Elisabeth Siwi Walyani, 2017 : Hal. 76 )

f) Pemeriksaan Hb
Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu hamil yang pertama
kali, lalu diperiksa lagi menjelang persalinan. Pemeriksaan Hb adalah
salah satu upaya untuk mendeteksi anemia pada ibu hamil.
g) Pemeriksaan protein urine
Untuk mengetahui adanya protein urine ibu hamil. Protein urine ini
mendeteksi ibu hamil kearah preeklamsi.
h) Pengambilan darah untuk pemeriksaan VDRL
Pemeriksaan Veneral Desease Research Laboratory (VDRL) untuk
mengetahui adanya treponema pallidum/penyakit menular seksual,
antara lain syphilish.
a. Pemeriksaan urine reduksi
Dilakukan pemeriksaan urine reduksi hanya kepada ibu dengan
indikasi penyakit gula/Diabetes Melitus (DM) atau riwayat penyakit
gula pada keluarga ibu atau suami.
b. Perawatan payudara
Meliputi senam payudara, perawatan payudara, pijat tekan payudara
yang ditunjukan kepada ibu hamil. Manfaat perawatan payudara
adalah:
a) Menjaga kebersihan payudara, terutama puting susu
b) Mengencangkan serta memperbaiki bentuk putting susu (pada
putting susu terbenam)
c) Merangsang kelenjar-kelenjar susu sehingga produksi ASI
lancar
d) Mempersiapkan ibu dalam laktasi

Perawatan payudara dilakukan 2 kali sehari sebelum mandi dan


mulai pada kehamilan 6 bulan.

i) Senam ibu hamil


Bermanfaat membantu ibu dalampersalinan dan mempercepat
pemulihan setelah melahirkan serta mencegah sembelit.
j) Pemberian obat malaria
Pemberian obat malaria diberikan khusus untuk pada ibu hamil. Di
daerah endemik malaria atau kepada ibu dengan gejala khas malaria
yaitu panas tinngi disertai menggigil.
k) Pemberian kapsul minyak beryodium
Kekurangan yodium dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dimana
tanah dan air tidak mengandung unsur yodium. Akibat kekurangan
yodium dapat mengakibatkan gondok dan kretin yang ditandai dengan:
1. Gangguan fungsi mental
2. Gangguan fungsi pendengaran
3. Gangguan pertumbuhan
4. Gangguan kadar hormon yang rendah
l) Temu wicara
a. Definisi Konseling
Adalah suatu bentuk wawancara (tatap muka) untuk menolong
orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya
dalam usahanya untuk memahami dan mengatasi permasalahan
yang sedang dihadapinya.
b. Konsep-konsep Konseling
Ada 5 prinsip pendekatan kemanusiaan, yaitu :
1) Keterbukaan
2) Empati
3) Dukungan
4) Sikap dan respon positif
5) Stingkat atau sama derajat
c. Tujuan Konseling pada Antenatal Care
1) Membantu ibu hamil memahami kehamilannya dan sebagai
upaya preventif terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.

Membantu ibu hamil untuk menemukan kebutuhan asuhan


kehamilan, penolong persalinan yang bersih dan aman atau tindakan
klinik yang mungkin diperlukan. (Elisabeth Siwi Walyani, 2017 :
Hal. 74-78 )
B. Persalinan
1. Definisi
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran
bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Obstetrik fisiologi: hal.221).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa di sertai adanya penyulit (APN,
2017 : hal.37).
Persalinan di mulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks (APN, 2017 : hal.37 ).
2. Jenis-jenis persalinan
a. Persalinan spontan
Proses persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan
Proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
c. Persalinan anjuran
Bila kekuatan diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan
rangsangan (Obstetrik fisiologi: hal.221).
3. Tanda – Tanda Persalinan
Tanda dan gejala inpartu termasuk :
a. Penipisan dan pembukaan serviks.
b. Kontraksi uterus (his) yang mengakibatkan
perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
c. Cairan lendir bercampur darah (“show”)
melalui vagina (APN, 2017 : hal.37).
4. Sebab - Sebab Yang Menimbulkan Persalinan
a. Penurunan kadar progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim. Sebaliknya estrogen
meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan
antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir
kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his.
b. Teori oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim.
c. Keregangan otot-otot
Seperti halnya dengan kantung kencing dan lambung, bila dindingnya
teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya
kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
d. Pengaruh janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang
peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
e. Teori Prostaglandin
Prostaglandin dihasilkan oleh desidua, disangka menjadi salah satu sebab
permulaan persalinan. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin
F2 atau E3 yang diberikan secara intravena, intra dan ekstraamnial
menimbulkan kontraksi myometriumpada setiap umur kehamilan. Hal ini juga
disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban
maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau selama
persalinan (Obstetric fisiologi, hal.223).
5. Faktor - Faktor Persalinan
a. Power (Kekuatan)
Power adalah kekuatan atau tenaga yang mendorong janin keluar.
Kekuatan tersebut meliputi :
1) His (Kontraksi uterus)
2) Tenaga mengedan
b. Passage (Jalan lahir)
1) Bagian keras : Tulang panggul
2) Bagian lunak : Otot-otot dan ligament-ligament
c. Passenger (Janin dan Plasenta)
1) Janin
2) Plasenta
d. Psikologis
Perubahan psikologis dan perilaku ibu, terutama yang terjadi selama fase
laten, aktif, dan transisi pada kala I persalinan memiliki karakteristik masing-
masing. Sebagian besra ibu hamil yang memasuki masa persalinan akan merasa
takut. Apalagi untuk seorang primigravida yang pertama kali beradaptasi
dengan ruang bersalin. Hal ini harus disadari dan tidak boleh diremehkan oleh
petugas kesehatan yang akan memberikan pertolongan persalinan. Kondisi
psikologis ibu bersalin juga dapat dipengaruhi oleh dukungan dari pasangannya,
orang terdekat, keluarga, penolong, fasilitas dan lingkungan tempat bersalin,
bayi yang akan dikandungnya merupakan bayi yang diharapkan atau tidak.
e. Pysician (Penolong)
Kompetensi yang dimiliki penolong sangat bermanfaat untuk memperlancar
proses persalinan dan mencegah kematian maternal dan neonatal. Dengan
pengetahuan dan kompetensi yang baik diharapkan kesalahan dan malpraktik
dalam memberikan asuhan tidak terjadi (Elisabeth Siwi Walyani, 2017 : Hal.
17-24).
6. Tahap–Tahap Persalinan
a. Persalinan Kala I (Pembukaan)
Inpartu (mulai partus) ditandai dengan penipisan dan pembukaan serviks,
kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit), cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina.
Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis
karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka. Kala I dibagi dua fase,
yaitu :
1) Fase laten
a) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap.
b) Berlangsung hingga serviks membuka kurang 4 cm.
c) Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir 8 jam.
2) Fase aktif
a) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat / memadai jika terjadi 3 kali atau lebih
dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih)
b) Dari pembukaan 4 hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm,
akan terjadi dengan kecepatan rata-rata per jam (primipara) atau lebih
1 cm hingga 2 cm (multipara)
c) Terjadi penurunan bagian terbawah janin. (APN,2017 : Hal.38)
Tabel 2.6 Perbedaan lamanya kala I pada primigravida dan multigravida
Primigravida Multigravida
Serviks mendatar (effacement) dulu Mendatar dan membuka
baru Dilatasi bisa bersamaan
Berlangsung 13-14 jam Berlangsung 6-7 jam
(Nurasiah, dkk, 2011)
b. Kala II
Kala dua persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan
berakhir ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan disebut juga sebagai
stadium ekspulsi janin. (Prawirohardjo, 2016).
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala
pengeluaran bayi. (APN, 2017).
Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah:
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau
vaginanya.
3) Perineum menonjol.
4) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
5) Meningkatnya pengeluran lendir bercampur darah.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui pemeriksaan dalam (informasi
obyektif) yang hasilnya adalah:
1) Pembukaan serviks telah lengkap, atau
2) Terlihatnya bagian kepala janin melalui introitus vagina (APN, 2017).
c. Kala III
Persalinan kala III dimulai dari setelah lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban .
1) Fisiologi persalinan kala III :
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlengketan plasenta. Karena tempat perlengketan semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan
kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke
bagian bawah uterus atau kedalam vagina (APN, 2017).
2) Tanda-tanda pelepasan plasenta
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
2. Tali pusat memanjang.
3. Semburan darah mendadak dan singkat (APN, 2017).
3) Cara pelepasan plasenta
a) Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah plasenta, disin terjadi
hematoma retro placentair yang selanjutnya mengangkat plasenta dari
dasarnya. Plasenta dengan hematom diatasnya sekarang jatuh kebawah
dan menarik lepas selaput janin. Bagian plasenta yang nampak dalam
vulva adalah permukaan fetal, sedangkan hematoma terdapat dalam
kantong yang terputar balik. Oleh karena itu pada pelepasan schultze
tidak ada perdarahan sebelum plasenta lahir atau sekurang-kurangnya
terlepas seluruhnya. Baru setelah plasenta seluruhnya lahir, darah akan
mengalir.
b) Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Pelepasan plasenta secara duncan dimulai dari pinggir plasenta.
Darah mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim, jadi
perdarahan sudah ada sejak plasenta sebagian lahir atau terlepas
sehingga tidak terjadi bekuan retroplasenta. Plasenta keluar
menelusuri jalan lahir, permukaan maternal lahir terlebih dahulu.
Pelepasan Duncan terjadi terutama pada plasenta letak rendah. Proses
ini memerlukan waktu lama dan darah yang keluar lebih banyak,
serta memungkinkan plasenta dan membran tidak keluar secara
komplit. Ketika pelepasan plasenta terjadi, kontraksi uterus menjadi
kuat menjadi plasenta dan membrannya jatuh dalam segmen bawah
rahim, ke dalam vagina, kemudian ekspulsi (Elisabeth Siwi Walyani,
2017 : Hal. 75 ).
4) Beberapa Prasat untuk Mengetahui Apakah Plasenta Lepas dari Tempat
Implantasinya
a) Prasat Kustner/Brand-Andrews
Tali pusat ditegangkan , Tangan ditekankan diatas simfisis, bila
tali pusat masuk kembali, berarti plasenta belum lepas (tali pusat
memendek). Jika panjang tali pusat masih sama, berarti plasenta
sudah lepas.
b) Prasat strassman
Tangan kanan meregangkan atau menarik sediki tali pusat.
Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada
tali pusat yang diregangkan ini berarti plasenta belum lepas dari
dinding uterus.
c) Prasat Klien
Parturien (ibu yang melahirkan tersebut) disuruh mengejan
sehingga tali pusat tampak turun ke bawah. Bila mengejan
dihentikan dapat terjadi :
(1) Tali pusat tertarik kembali, berarti plasenta belum lepas dari
dinding uterus.
(2) Tali pusat tetap ditempat, berarti plasenta sudah lepas.
d) Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim,
sedangkan tangan kanan memegang serta mengencangkan tali pusat.
Kedua tangan ditarik berlawanan, dapat terjadi :
(1) Tarikan terasa berat dan tali pusat tidak memanjang, berarti
plasenta belum lepas.
(2) Tarikan terasa ringan dan tali pusat memanjang, berarti plasenta
telah lepas. (Elisabeth Siwi Walyani, 2017 : Hal. 76).
e) Manajemen aktif kala III
Manajemen aktif kala III adalah mengupayakan kala III selesai secepat
mungkin dengan melakukan langkah-langkah yang memungkinkan
plasenta lepas dan lahir lebih cepat.
a) Pemberian suntikan oksitosin secara IM
segera setelah bayi lahir
b) Penegangan tali pusat terkendali dengan
menahan fundus secara dorsokranial
c) Masase uterus . (Elisabeth Siwi Walyani,
2017 : Hal. 77).
3. Kala IV
Pemantauan selama dua jam pertama post-partum sangat penting.
Selama kala IV ini bidan harus meneruskan proses penatalaksanaan kebidanan
yang telah mereka lakukan selama kala I, II, III untuk memastikan ibu tidak
menemui masalah apapun. Pemantauan dan penanganan yang harus dilakukan
oleh tenaga medis, yaitu vital sign, suhu, tonus uterus dan ukuran tinggi uterus,
perdarahan, kandung kemih, lochea, pemantauan keadaan umum ibu (setelah
lahirnya plasenta dan asuhan dalam 2 jam post partum) . (APN, 2017 : hal.107).
7. Perubahan Fisiologis Dalam Persalinan
a. Perubahan tekanan darah.
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan kenaikan
sistolik rata-rata sebesar 10-20 mmhg dan kenaikan diastolik rata-rata 5-10
mmhg. Diantara kontraksi-kontraksi uterus, tekanan darah akan turun seperti
sebelum masuk persalinan dan akan naik lagi bila terjadi kontraksi. Jika seorang
ibu dalam keadaan takut atau khawatir kemungkinan rasa takut nyalah yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah. Untuk memastikan tekanan darah yang
sesungguhnya maka diperlukan pengukuran tekanan darah diluar kontraksi.
b. Perubahan metabolisme
Selama persalinan baik metabolisme karbohidrat aerobik maupun
anaerobik akan naik sacera perlahan. Kenaikan ini sebagian besar disebabkan
karena oleh kecemasan serta kegiatan otot kerangka tubuh. Kegiatan
metabolisme akan meningkat tercermin dengan kenaikan suhu badan, denyut
nadi, pernafasan, kardiak output dan kehilangan cairan.
c. Perubahan suhu badan
Suhu badan akan sedkit meningkat pada selama persalinan, suhu
mencapai tertinggi selama persalinan dan segera setelah kelahiran. Kenaikan ini
dianggap normal asal tidak melebihi 0,5-1c. Suhu badan yang naik sedikit
merupakan keadaan yang wajar, namun bila keadaan ini berlangsung lama,
kenaikan suhu ini mengindikasikan adanya dehidrasi. Parameter lainnya yang
harus dilakukan antara lain selaput ketuban sudah pecah atau belum, karena hal
ini merupakan tanda infeksi.
d. Denyut jantung
Denyut jantung diantara kontraksi sedikit lebih tinggi dibanding
selama periode selama persalinan atau sebelum masuk persalinan. Hal ini
mencerminkan kenaikan dalam metabolisme yang terjadi selama persalinan.
Denyut jantung yang sedikit naik merupakan keadaan yang normal, meskipun
normal perlu dikontrol secara periode untuk mengidentifikasi adanya infeksi.
e. Pernafasan
Pernafasan terjadi kenaikan sedikit dibanding dengan sebelum
persalinan, kenaikan pernafasan ini dapat disebabkan karena adanya rasa nyeri,
kekhawatiran serta penggunaan teknik pernafasan yang tidak benar. Untuk itu
diperlukan tindakan untuk mengendalikan pernafasan (untuk menghindari
hiperventilasi) yang ditandai oleh adanya perasaan pusing.
f. Perubahan renal
Poliuri sering terjadi selama persalinan, hal ini disebabkan oleh kardiak
output yang meningkat, serta disebabkan karena filtrasi glomelurus serta aliran
plasma ke renal. Kandung kencing harus sering dikontrol (setiap 2 jam) yang
bertujuan agar tidak menghambat penurunan bagian terendah janin dan trauma
pada kandung kemih serta menghindari retensi urine setelah melahirkan.

g. Perubahan gastrointestinal
Kemampuan pergerakan gastrik serta penyerapan makanan padat
berkurang akan menyebabkan pencernaan hampir berhenti selama persalinan
dan menyebabkan konstipasi. Lambung yang penuh dapat menimbulkan
ketidaknyamanan, oleh karena itu ibu dianjurkan tidak makan terlalu banyak
atau minum berlebihan, tetapi makan dan minum semaunya untuk
mempertahankan energi dan hidrasi.
h. Perubahan hematologis
Haemoglobin akan meningkat 1,2 gr /100 ml selama persalinan dan
kembali ketingkat pra persalinan pada hari pertama setelah persalinan apabila
tidak terjadi kehilangan darah selama persalinan. (Elisabeth Siwi Walyani, 2017
: Hal. 32-33).
8. Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin
a. Asuhan fisik dan Psikologis
b. Kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus
c. Pengurangan rasa sakit
d. Pendekatan-pendekatan untuk mengurangi rasa sakit
e. Menjelaskan cara-cara untuk mengurangi rasa sakit
f. Penerimaan atas sikap dan perilaku
g. Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan yang aman
9. Asuhan Persalinan Kala I – IV
Konsep asuhan persalinan normal menggunakan 5 benang merah.

a) Membuat keputusan
klinik
Merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan
menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien. Keputusan itu harus akurat,
komprehensif dan aman, baik bagi pasien dan keluarganya maupun petugas
yang memberikan pertolongan.

Tujuh langkah dalam membuat keputusan klinik :

1)Pengumpulan data utama dan relevan untuk membuat keputusan


2)Menginterprestasikan data dan mengidentifikasi masalah
3)Membuat diagnosis atau memecahkan masalah yang terjadi dihadapi
4)Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk solusi masalah
5)Menyusun rencana pemberian asuhan atau intervensi untuk solusi masalah
6)Melaksanakan asuhan/intervensi terpilih
7)Memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan atau intervensi
b) Asuhan Sayang Ibu dan
Sayang Bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan
dan keinginan sang ibu, seperti :

1) Panggil ibu sesuai namanya, hargai dan perlakukan ibu sesuai


martabatnya.
2) Jelaskan semua asuhan dan perawatan kepada ibu sebelum memulai asuhan
tersebut.
3) Jelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
4) Anjurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau khawatir.
5) Dengarkan dan tanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
6) Berikan dukungan, besarkan hatinya dan tentramkan perasaan ibu beserta
anggota-anggota keluarganya.
7) Anjurkan ibu untuk ditemani suami dan/atau anggota keluarga yang lain
selama persalinan dan kelahiran bayinya.
8) Ajarkan suami dan anggota-anggota keluarga mengenai cara-cara
bagaimana mereka dapat memperhatikan dan mendukung ibu selama
persalinan dan kelahiran bayinya.
9) Secara konsisten lakukan praktik-praktik pencegahan infeksi yang baik.
10) Hargai privasi ibu.
11) Anjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan dan
kelahiran bayi.
12) Anjurkan ibu untuk minum dan makan makanan ringan sepanjang
ia menginginkannnya.
13) Hargai dan perbolehkan praktik-praktik tradisional yang tidak
merugikan kesehatan ibu.
14) Hindari tindakan berlebihan dan mungkin membahayakan seperti
episiotomi, pencukuran dan klisma.
15) Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya sesegera mungkin.
16) Membantu memulai pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah
kelahiran bayi.
17) Siapkan rencana rujukan (bila perlu)
18) Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik dan
bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan. Siap untuk
melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi.
c) Pencegahan Infeksi
Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-
komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan
ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru
lahir, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan lainnya dengan
mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur. Dilakukan pula upaya untuk
menurukan resiko penularan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini
belum ditemukan cara pengobatannya, seperti misalnya Hepatitis dan
HIV/AIDS.

b) Pencatatan (Dokumentasi)
Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik
karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus
memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran
bayi.

c) Rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau
fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, dihararapkan mampu
menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. (APN, 2017 : Hal.6).

C. Nifas
1. Defenisi
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil) .
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu .
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama
masa ini, saluran reproduktif anatominya kembali ke keadaan tidak hamil yang
normal .
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8
minggu. (Ai Yeyeh, 2018 ; Hal. 2).
2. Perubahan Fisiologis Nifas
a. Perubahan sistem reproduksi
1) Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati).
Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi
untuk meraba dimana TFU-nya (tinggi fundus uteri) :
a. Pada saat bayi lahir, fundus uteri
setinggi pusat dengan berat 1000 gram.
b. Pada akhir kala III, TFU teraba 2
jari di bawah pusat
c. Pada 1 minggu post partum, TFU
teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat 500 gram.
d. Pada 2 minggu postpartum,
fundus uteri mengecil ( tak teraba ) dengan berat 350 gram.
e. Pada 6 minggu post partum ,
fundus uteri bertambah kecil dengan berat 50 gram.
f. 8 minggu post partum, fundus
uteri sebesar normal dengan berat 30 gram.
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal.19).
b. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
selama masa nifas. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea biasanya
berlangsung kurang lebih selama 2 minggu setelah bersalin, namun penelitian
terbaru mengindikasikan bahwa lochea menetap hingga 4 minggu dan dapat
berhenti atau berlanjut hingga 56 hari setelah bersalin. Lochea juga mengalami
perubahan karena proses involusi.
Perbedaan masing-masing lochea dapat dilihat sebagai berikut :
(a) Lochea rubra (Cruenta), Muncul pada hari 1-3 pasca persalinan, berwarna
merah mengandung darah dan sisa-sisa selaput ketuban, jaringan dari
decidua, verniks caseosa, lanugo dan mekonium.
(b) Lochea sanguinolenta, Muncul pada hari ke 3-7 pasca persalinan, berwarna
merah kuning dan berisi darah lendir.
(c) Lochea serosa, muncul pada hari ke 7-14 pasca persalinan, berwarna
kecoklatan mengandung lebih banyak serum, lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
(d) Lochea Alba, muncul sejak 2-6 minggu pasca persalinan, berwarna putih
kekuningan mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati.
(e) Lochea purulenta, terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau
busuk.
(f) Lochiostatis, lochea yang tidak lancar keluarnya. (Ai Yeyeh, 2018 : Hal.
21).
c. Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga
seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oeh corpus uteri
yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara corpus dan serviks berbentuk
semacam cincin.
Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan
menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk
ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada
minggu ke 6 postpartum, serviks sudah menutup kembali (Ai Yeyeh, 2018 :
Hal. 23).
d. Vulva, vagina dan perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut, kedua organ ini tetap kembali dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam
vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi
lebih menonjol.
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonus nya, sekalipun tetap lebih
kendur daripada keadaan sebelum hamil (Ai Yeyeh, 2018 : Hal. 25).
b. Perubahan sistem pencernaan
Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan
yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu
persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh.
Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi
serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil, dalam
2-3 hari dapat diberikan obat laksansia.
Selain konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan dari
sekresi kelenjar pencernaan dan memepengaruhi perubahan sekresi, serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan.
( Sulistyawati, 2011).
c. Perubahan sistem perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang
air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah
terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini
mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan berlangsung.
Urine dalam jumlah besar akan dihasilakn dalam 12-36 jam post partum.
Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan
yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”. Ureter yang berdilatasi akan
kembali normal dalam 6 minggu.
Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitif dan kapasitas
bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine dan trauma pada
kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi (Ai Yeyeh, 2018 :
Hal.28-30).
d. Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh
darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini kan
menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak
jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum
rotundum menjadi kendor (Sulistyawati, 2011).
e. Perubahan sistem endokrin
1) Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi
oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan.
Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar
gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
menurun dengan cepat dan menetap sempai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 3
post partum.
2) Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain : hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon
prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun
dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara
untuk memproduksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi
folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3) Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya
mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun tidak menyusui.
Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca
melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan.
Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi
berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
4) Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu
involusi uteri.
5) Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan,akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi
otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.
Hal ini memepngaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum, dan vulva serta vagina. (Ai Yeyeh, 2018 : Hal.38-39)
f. Perubahan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Satu hari (24 jam) postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5-38ᵒc).
Sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan
kelelahan.Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada
hari ke-3 suhu badan naik lagi karena ada pembentukan ASI dan payudara
menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genitalis, atau
sistem lain.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Sehabis melahirkan
biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat
menandakan terjadinya preeklamsia postpartum.
4) Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhunbungan dengan keadaan suhu dan denyut
nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali
apabila ada gangguan khusus pada saluran napas.
g. Perubahan sistem kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung aliran
darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uteri.
Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat
sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini
terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urine.Hilangnya pengesteran membantu
mengurangi retensi cairan yang melekat dengan menignkatnya vaskuler pada
jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma masa persalinan.
Pada persalinan, vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung dan
akan menimbulkan decompesatio cordis pada pasien dengan vitum cardio.
Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya, ini
terjadi pada 3-5 hari post partum (Ai Yeyeh, 2018).
h. Perubahan sistem hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma,
serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah lebih mengental
dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai
15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa
postpartum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih biasa naik 25.000-30.000 tanpa
adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah
haemoglobin, hematokrit, dan eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa
postpartum sebagai akibat dari volume darah. Volume plasenta dan tingkat volume
darah yang berubah-ubah akan dipengaruhi oleh status gizi wanita tersebut. Kira-
kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-
500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan haemoglobin pada hari ke-3
sampai ke-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal. 35-36).
3. Tahap Masa Nifas
Nifas dibagi dalam tiga periode :
1) Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap bersih dan
boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3) Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-
minggu, bulanan, bahkan tahunan. (Ai Yeyeh, 2018 ; Hal.5)
4. Psikologis Nifas
a. Fase Taking In
Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokue perhatian ibu
terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan berulang kali
diceritakannya. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap
lingkungannya.
Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini adalah sebagai
berikut :
1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya
misalkan : jenis kelamin tertentu, warna kulit, dan sebagainya.
2) Ketidanyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami ibu
misalnya rasa mules akibat dari kontraksi rahim, payudara bengkak, akibat
luka jahitan, dan sebagainya.
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan
cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasa tidak nyaman
karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggung jawab ibu saja, tetapi
tanggung jawab bersama.
b. Fase taking hold
Fase taking hold adalah fase/periode yang berlangsung antara 3- 10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya
dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu memiliki perasaan yang
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah sehingga kita
perlu berhati-hati dalam berkomunikasi dengan ibu.
Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat
dirinya dan bayinya sehingga timdul percaya diri. Tugas sebagai tenaga kesehatan
adalah misalnya dengan mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang
benar, cara merawat luka jahitan, mengajarkan senam nifas, memberikan
pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu seperti gizi, istirahat, kebersihan diri,
dan lain-lain.
c. Fase letting go
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan
diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah meningkat.
Pendidikan kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan sangat
berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya.
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal. 51)
5. Perawatan Post Partum
a. Pemantauan dan follow up post partum
1) Kunjungan I (6 – 8) jam pertama setelah persalinan
Tujuan asuhan 6 – 8 jam setelah persalinan :
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan
c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
d) Pemberian asi awal
e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hiopotermia
2) Kunjungan II ( 6 hari setelah persalinan )
Tujuan asuhan 6 hari setelah persalinan
a) Memastikan involusi uterus berjalan normal
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
c) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak mempertahankan tanda-
tanda penyulit
e) Memberikan konseling pada ibu mengenain asuhan pada bayi, tali pusat
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3) Kunjungan III ( 2 minggu setelah persalinan)
Tujuan asuhannya memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur
dan meraba bagian rahim.
4) Kunjungan IV ( 6 minggu setelahg persalinan)
Tujuan asuhan 6 minggu setelah persalinan
a) Menanyakan pada ibu tentang
penyulit-penyulit yang ia alami atau bayinya
b) Memberikan konseling untuk KB
secara dini .
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal 6-7).
b. Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya secepat mungkin
untuk berjalan. Pada persalinan normal sebaiknya ambulasi dikerjakan setelah 2
jam (ibu boleh miring ke kiri atau ke kanan untuk mencegah adanya trombosit).
Keuntungan lain dari ambulasi dini adalah sebagai berikut :
1) Ibu merasa lebih sehat
dan kuat
2) Faal usus dan kandung
kemih lebih baik
3) Kesempatan yang baik
untuk mengajar ibu merawat/memelihara anaknya
4) Tidak menyebabkan
perdarahan yang abnormal
5) Tidak mempengaruhi
penyembuhan luka episiotomi tau luka di perut
6) Tidak memperbesar
kemungkinan prolaps atau retroflexio
(Ai Yeyeh, 2018 ; Hal. 72)
c. Eliminasi
1) Buang air kecil
Dalam 6 jam pertama postpartum, pasien sudah harus dapat buang air
kecil. Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih maka dapat
mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan, misalnya infeksi. Biasanya
pasien menahan air kencing karena takut akan merasakan sakit pada luka jalan
lahir. Bidan harus meyakinkan pada pasien bahwa kencing sesegera mungkin
setelah melahirkan akan mengurangi komplikasi postpartum. Berikan
dukungan mental pada pasien bahwa ia pasti mampu menahan sakit pada luka
jalan lahir akibat terkena air kencing karena ia pun sudah berhasil berjuang
untuk melahirkan bayinya.
2) Buang air besar
Dalam 24 jam, pasien juga sudah harus dapat buang air besar karena
semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit baginya
untuk buang air besar secara lancar. Feses yang tertahan dalam usus semakin
lama akan mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu
terserap oleh usus. Bidan harus dapat meyakinka pasien untuk tidak takut
buang air besar karena buang air besar tidak akan menambah parah luka jalan
lahir. Untuk meningkatkan volume feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi
serat dan banyak minum air putih.
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal.72)
d. Perawatan Payudara
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama putting susu dengan
menggunakan BH yang menyokong payudara.
2) Apabila puting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar putting susu setiap selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dimulai
dari putting yang tidak lecet
3) Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam, ASI
dikeluarkan dan diminum dengan menggunakan sendok.
4) Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat diberikan paracetamol 1 tablet
setiap 4 – 6 jam
5) Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI maka ibu dapat
melakukan :
a) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain
basah dan hangat selama 5 menit
b) Urut payudara dari arah pangkal ke puting atau gunakan
sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting
c) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara
sehingga puting susu menjadi lunak
d) Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila bayi tidak dapat
mengisap seluruh ASI, sisanya keluarkan dengan tangan
e) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui .
(Ai Yeyeh, 2018)
D. Bayi Baru Lahir
1. Defenisi
Bayi baru baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42
minggu dan berat badannya 2500-4000 gram (Marmi,2018).
2. Perubahan fisiologis pada bayi baru lahir
a. Sistem pernafasan
Ketika struktur matang, ranting paru-paru sudah bisa mengembangkan sistem
alveoli. Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui
plasenta dan setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi.

Tabel 2.7 Perkembangan sistem pulmonal


Usia kehamilan Perkembangan
24 hari B Bakal paru-paru terbentuk
26-28 hari Kedua bronkus membesar
6 minggu Segmen bronkus terbentuk
12 minggu Lobus terdiferensiasi
24 minggu Alveolus terbentuk
28 minggu Surfaktan terbentuk
34-36 minggu Struktur paru matang
(Marmi, 2018)
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama
sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk memepertahankan tekanan alveoli,
selain karena adanya surfaktan, juga karena adanya tarikan napas dan
pengeluaran napas dengan merintih sehingga udara bisa tertahan di dalam
(Marmi,2018).
b. Sistem peredaran darah
Setelah bayi lahir, paru akan berkembang yang akan mengakibatkan tekanan
arteriol dalam paru menurun yang diikuti menurunnya tekanan pada jantung
kanan. Kondisi ini menyebabkan tekanan jantung kiri lebih besar dibandingkan
dengan tekanan jantung kanan, dan hal tersebutlah yang membuat foramen ovale
secara fungsional menutup. Oleh karena tekanan pada paru turun dan tekanan
dalam aorta desenden naik dan juga karena rangsangan biokimia (PaO2 yang
baik) serta duktus arteriosus yang berobliterasi.
Hal ini terjadi pada hari pertama. Aliran darah paru pada hari pertama
kehidupan adalah 4-5 liter per menit/m2 (Gessner, 1965). Aliran darah sistolik
pada hari pertama rendah yaitu 1,96 liter/menit/m 2 dan bertambah hari kedua dan
ketiga (3,54 liter/m2) karena penutupan duktus arteriosus. Tekanan darah pada
waktu lahir dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui transfusi plasenta yang
pada jam-jam pertama sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi, dan menjadi
konstan kira-kira 85/40 mmHg. (Marmi, 2018).
c. Metabolisme
Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari tubuh orang dewasa
sehingga metabolisme basal per kg BB akan lebih besar. Bayi baru lahir harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga energi diperoleh dari
metabolisme karbohidrat dan lemak.
Pada jam-jam pertama energi didapatkan dari perubahan karbohidrat. Pada
hari ke dua, energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah mendapat susu kurang
lebih pada hari keenam, pemenuhan kebutuhan energi bayi 60% didapatkan dari
lemak dan 40% dari karbohidrat (Marmi, 2018).
d. Perubahan suhu
1). Induksi
Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya yang kontak langsung
dengan tubuh bayi (pemindahan panas dari tubuh bayi ke objek lain melalui
kontak langsung). Sebagai contoh, konduksi bisa terjadi ketika menimbang
bayi tanpa alas timbangan.
Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang bergerak
(jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan dan suhu udara).
Sebagai contoh, ketika membiarkan
2). Radiasi
Panas dipancarkan BBL keluar tubuhnya ke lingukangan yang lebih dingin
(pemindahan panas antara 2 objek yang mempunyai suhu berbeda). Sebagai
contoh, membiarkan BBL dalam ruangan AC tanpa diberikan pemanas,
membiarkan BBL dalam keadaan telanjang.
3).Evaporasi
Panas hilang melalui proses penguapan ang bergantung pada kecepatan da
kelembapan udara (Perpindahan panas dengan cara mengubah cairan menjadi
uap). Evaporasi ini dipengaruhi oleh jumlah panas yang dipakai, tingkat
kelembapan udara, dan aliran udara yang melewati. (Marmi, 2018)
e. Imunoglobulin
Bayi baru lahir tidak memiliki sel plasma pada sumsum tulang juga tidak
memiliki lamina propia ilium dan apendiks. Plasenta merupakan sawar, sehingga
fetus bebas dari antigen dan stres imunologis. Pada BBL hanya terdapat
gamaglobulin G, sehingga imunologi dari ibu dapat berpindah melalui plasenta
karena berat molekulnya kecil. Akan tetapi, bila ada infeksi pada janin yang dapat
melalui plasenta karena berat molekulnya kecil, herpes simpleks, dan lain-lain
reaksi imunologis dapat terjadi dengan pembentukan sel plasma serta antibodi
gama A, G, dan M. (Marmi, 2018).

3. Penatalaksanaan awal pada bayi baru lahir


a. APGAR Score
Adalah suatu sistem penilaian yang dipakai mengevaluasi bayi baru lahir
pada menit pertama dan kelima setelah kelahiran bayi. Tujuan dilakukan apgar ini
adalah untuk mengetahui apakah bayi menderita asfeksia atau tidak. Penilaian
yang dilakukan adalah :
1) Frekuensi jantung
2) Usaha bernafas
3) Tonus Otot
4) Warna kulit
5) Reaksi terhadap rangsangan
Setiap penilaian diberi angka 0,1,2 dan dari hasil penilaian ini dapat diketahui
apakah bayi normal dengan apgar 7-10, asfeksia sedang- ringan dengan nilai apgar
4-6 atau bayi menderita asfeksia berat dengan nilai apgar 0-3 (Prawirohardjo,
2016).
Tabel 2.8 Sistem Penilaian Apgar Score
Penilaian Jumlah
Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
NA
Appearance Pucat/biru Badan Seluruh tubuh
(warna kulit) seluruh merah, kemerahan
tubuh ekstremitas
biru
Pulse Tidak ada < 100 >100
(denyut
jantung)
Grimace Tidak ada Ekstermitas Gerakan aktif
(tonus otot) sedikit fleksi
Activity Tidak ada Sedikit gerak Langsung
(aktifitas) menangis
Respiration Tidak ada Lemah/tidak Menangis
(pernafasan) teratur
Catatan :nilai 1-3 asfiksia berat, nilai 4-6 asfiksia sedang, nilai 7-10 asfiksia ringan
(normal) . (Elisabeth Siwi Walyani,2017).
b. Mencegah kehilangan panas
Cegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya sebagai berikut:
1) Keringkan bayi dengan seksama
2) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
3) Selimuti bagian kepala bayi
4) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
5) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir (APN, 2017).
c. Bebaskan atau bersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lair. Apabila bayi tidak
langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan napas dengan cara
sebagai berikut.
1) Letakkan bayi pada posisi terlentang ditempat yang keras dan hangat.
2) Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu sehingga leher bayi lebih
lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke
belakang.
3) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan
yang dibungkus kasa steril.
4) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan
kain kering dan kasar. Dengan rangsangan ini biasanya bayi segera menangis
(Prawirohardjo, 2016).
d. Melakukan inisiasi menyusui dini (IMD)
Segera setelah dilahirkan, bayi diletakkan didada atau perut atas ibu selama
paling sedikit satu jam untuk memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari
dan menemukan puting susu ibunya (Prawirohardjo, 2016).
e. Pengkajian Reflek
Yaitu suatu gerakan yang terjadi secara otomatis dan spontan tanpa disadari
pada bayi normal. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa reflek bayi, baik secara
spontan karena adanya rangsangan atau bukan.
1) Moro reflek, reflek yang timbul diluar kemauan, kesadaran bayi. Contoh : bila
bayi diangkat atau direnggut secara kasar dari gendongan kemudian seolah-
olah bayi melakukan gerakan yang mengangkat tubuhnya pada orang yang
mendekapnya.
2) Reflek mencari puting (rooting), yaitu bayi menoleh kearah sentuhan
dipipinya atau didekat mulut, berusaha untuk menghisap.
3) Graping reflek, bila jari kita menyentuh telapak tangan bayi maka jari-jarinya
akan langsung menggenggam sangat kuat.
4) Reflek menghisap (sucking), yaitu areola puting susu tertekan gusi bayi, lidah,
dan langit-langit sehingga sinis laktiferus tertekan dan memancar ASI.
5) Reflek babynsky, bila gores telapak kaki bayi dimulai dari bawah kemudian ke
atas sepanjang tepi telapak kaki bayi, jari-jari kaki bayi akan mengembang dan
ibu jari kaki dalam posisi dorsofleksi (Marmi, 2018).
4. Imunisasi
a) Defenisi
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu (Wafi nur, 2010).
b) Tujuan
Ada tiga tujuan utama pemberian imunisasi pada seseorang, yaitu mencegah
terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, menghilangkan penyakit tertentu
pada sekelempok masyarakat (populasi), serta menghilangkan penyakit tertentu
dari dunia (misalnya cacar), hanya mungkin pada penyakit yang ditularkan
melalui manusia (misalnya difteri) (Wafi nur, 2010).
c) Macam-macam Imunisasi
Berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuh imunisasi dibagi
menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
d) Jenis Imunisasi Dasar
1) Imunisasi BCG
Baccile calmette guerin (BCG), adalah vaksin hidup dibuat dari
mycobacterium bovis yang dibiakkan selama 1-3 tahun, sehingga didapatkan
basil yang tidak virulen, tetapi masih memiliki imunogenitas. Tujuan
imunisasi BCG tidak untuk mencegah TBC, tetapi mengurangi risiko TBC
berat, seperti TBC meningitis dan TBC miliar (Wafi nur, 2010).
Vaksin BCG diberikan secara intrakutan 0,10 ml untuk anak dan 0,05 ml
untuk bayi baru lahir. Penyuntikan imunisasi BCG ini sebaiknya diberikan
pada deltoid kanan (lengan kanan atas), sehingga bila terjadi limfadenitis
(pada aksila) akan lebih mudah terdeteksi. Vaksin BCG tidak boleh terkena
sinar matahari, tidak boleh beku, dan harus disimpan pada suhu 2-8ᵒC. Vaksin
yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam. Imunisasi BCG diberikan
pada anak berumur ≤ 2 bulan dan sebaiknya dilakukan uji mantoux
(tuberkulin) terlebih dahulu (imunisasi bisa diberikan jika uji mantoux negatif)
(Vivian, 2011).

2) Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah penyakit hepatitis B. Vaksin diberikan secara IM dalam, pada
neonatus dan bayi penyuntikan di anterolateral paha, dengan dosis 0,5 ml
(Vivian, 2011).
3) Imunisasi Polio
Vaksin virus polio oral berisi virus polio tipe 1, 2, 3 suku sabin yang
masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin digunakan rutin
sejak bayi lahir sebagai dosis awal, dengan dosis 2 tetes (0,1 ml). Imunisasi
dasar umur 2-3 bulan dalam 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval 6-8
minggu untuk mendapatkan imunitas jangka lama. Apabila Oral Polio
Vaccine (OPV) yang diberikan dimuntahkan dalam waktu 10 menit, maka
dosis pemberian perlu diulangi (Wafi nur, 2010).
4) Imunisasi DPT
Imununisasi DPT (diptheria, pertusis, tetanus) merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus
vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang
telah dilemahkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang
pembentukan zat anti (toksoid). Diberikan melalui suntikan IM sebanyak
0,5cc. Frekuensi pemberian imunisasi DPT dapat dilihat pada tabel 2.6
(Vivian, 2011).
5) Imunisasi Campak
Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak
hidup dan dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang
dimatikan. Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml
melalui suntikan subkutan dalam pada umur 9 bulan. Imunisasi ulangan perlu
diberikan pada anak masuk SD (5-6 tahun) untuk memepertinggi serokonversi.
Apabila anak pada umur 15-18 bulan telah mendapatkan vaksin MMR, maka
imunisasi ulangan campak usia 5 tahun tidak perlu diberikan (Wafi nur, 2010).

Tabel 2.9 Jadwal Imunisasi Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia


(IDAI) Tahun 2014
Selang Usia
Pemberian
No Jenis Vaksin Waktu Pemberian
Imunisasi
Vaksinasi
1 BCG 1x - 0 - 2 bulan
2 DPT 3x 4 minggu 2 - 6 bulan
3 Polio 4x 4 minggu 0 - 6 bulan
4 Campak 1x - 9 bulan
5 Hepatitis B 3x 4 minggu 0 - 6 bulan
(Sumber : www.idai.or.id)
E. Keluarga berencana
1. Defenisi
Keluarga Berencana menurut UU no. 10 th 1992 (tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan
kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera
(Sulistyawati,2013).
2. Jenis Kontrasepsi
a. Metode sederhana seperti kondom, spermisida, senggama terputus dan pantang
berkala.
b. Metode efektif seperti pil, suntik, implant, dan IUD.
c. Mantap seperti MOW dan MOP (Putu Mastiningsih, 2019).
3. Keuntungan dan Kerugian dari Macam-macam Alat Kontrasepsi
Metode kontrasepsi yang baik untuk ibu :
a. Pil Progestin
Pil progestin adalah pil yang hanya mengandung progesteron dan digunakan
ibu postpartum (Manuaba, 2010).
Keuntungan :
1) Sangat efektif bila
digunakan secara benar
2) Tidak mengganggu
hubungan seksual
3) Tidak mempengaruhi ASI
4) Kesuburan cepat kembali
5) Nyaman dan mudah
digunakan
6) Sedikit efek samping
7) Dapat dihentikan setiap
saat
8) Tidak mengandung
estrogen
Kerugian :
1) Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya setiap hari
2) Mual terutama pada 3 bulan pertama
3) Perdarahan bercak, atau perdarahan sela terutama pada 3 bulan pertama
4) Pusing
5) Nyeri payudara
6) Berat badan naik
7) Berhenti haid atau amenorea, jarang terjadi pada penggunaan pil kombinasi
8) Tidak boleh diberikan pada ibu menyusui, karena akan mengurangi produksi
ASI (Sulistyawati, 2013).
b. Suntik Progestin
Tersedia dua jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progestin,
yaitu :
1) Depomendroksiprogester
on asetat (DMPA), mengandung 150 mg DMPA yang diberikan setiap tiga
bulan dengan cara disuntik intramuscular (di daerah bokong).
2) Depo noretisteron enantat
(Depo Noristerat), mengandung 200 mg noretindron enantat, diberikan setiap
dua bulan dengan cara disuntik intramuscular.
Keuntungan :
a) Sangat efektif
b) Pencegahan kehamilan jangka panjang
c) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
d) Tidak memiliki pengaruh terhadap produksi ASI
e) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
Kerugian :
a) Sering ditemukan gangguan haid
b) Klien sangat bergantung pada sarana pelayanan kesehatan (harus kembali
untuk disuntik)
c) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntukan berikutnya
d) Sering menimbulkan efek samping masalah berat badan

e) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual


(Sulistyawati, 2013)
c. IUD/AKDR
Jenis AKDR yang mengandung hormon steroid adalah Prigestase yang
mengandung Progesteron dari Mirena yang mengandung Levonorgestrel
Keuntungan :
1) Efektif dengan proteksi jangka panjang (satu tahun)
2) Tidak mengganggu hubungan suami istri
3) Tidak berpengaruh terhadap ASI
4) Kesuburan segera kembali sesudah AKDR diangkat
5) Efek sampingnya sangat kecil
6) Memiliki efek sistemik yang sangat kecil
(Saifuddin, 2010)
Kerugian :
1) Terdapat perdarahan (spotting)
2) Dapat terjadi infeksi
3) Tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer dan sekunder dan
kehamilan ektopik
4) Tali AKDR dapat menimbulkan perlukaan portio uteri dan mengganggu
hubungan seksual
(Manuaba, 2010)
d. Implant
Jenis implant :
1) Norplant. Terdiri atas
enam batang silastik lembut berongga dan panjang 3,4 cm dengan diameter
2,4 mm yang diisi dengan 36 mg levonorgetrel. Lama kerjanya lima tahun.
2) Implanon. Terdiri atas
satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm,
yang diisi dengan 68 mg 3-keto-desogestreldan lama kerjanya tiga tahun.
3) Jedena dan Indoplant. Terdiri atas dua batang yang berisi 75 mg levonorgestrel
dengan lama kerja tiga tahun.
Keuntungan :
1) Daya guna tinggi
2) Perlindungan jangka panjang
3) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
4) Tidak mengganggu produksi ASI
5) Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan
Kerugian :
1) Nyeri kepala
2) Peningkatan/penurunan berat badan
3) Nyeri payudara
4) Perasaan mual
5) Membutuhkan tindakan pembedahan minor untuk insersi/pencabutan.
(Sulistyawati, 2013)

Anda mungkin juga menyukai