PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuhan Continuity of care (COC) merupakan asuhan secara berkesinambungan dari
hamil sampai dengan Keluarga Berencana (KB) sebagai upaya penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kematian Ibu dan Bayi
merupakan ukuran terpenting dalam menilai indikator keberhasilan pelayanan kesehatan
di indonesia. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau
dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait
dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh
kecelakaan ata cedera. Angka Kemtian Bayi adalah angka probolitas untuk meninggal di
umur antara lahir dan 1 tahun dalam 1000 kelahiran hidup (WHO,2014).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu
(AKI) di dunia sekitar 303.000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan
persalinan. Hampir semua kematian ini terjadi karena sumber daya rendah ,dan sebagian
besar bisa dicegah. Berdasarkan dan menurut World Health Organization (WHO)
Indonesia menduduki urutan kelima dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tinggi diantara
Negara-negara ASEAN lainnya (WHO,2018).
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu
mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan
kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas
pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus
dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan
dan pelayanan keluarga berencana, sebagai upaya untuk menurunkan AKI dan AKB .
Maka, Program SDGs (sustainable Development Goals) merupakan program yang salah
satunya adalah mempunyai target untuk mengurangi AKI dan AKB. SDGs (sustainable
Development Goals), mempunyai target untuk mengurangi AKI yaitu kurang dari 70 per
100.000 KH pada tahun 2030 serta berusaha menurunkan AKB setidaknya hingga 12 per
1000 KH (WHO, 2018; Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 angka
kematian ibu (AKI) mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup dengan jumlah kasus
sebanyak 14.623 kasus. Penyebab terbanyak kematian ibu disebabkan oleh Pre Eklamsia
dan perdarahan. Angka Kematian Bayi (AKB) tercatat 24 per 1.000 kelahiran hidup
dengan jumlah kasus sebanyak 151.200 kasus. (Kemenkes RI,2017).
Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui program percepatan
penurunan AKI dan AKB antara lain melalui penempatan bidan di desa, pemberdayaan
kelurga dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak dan
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan
fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di
Pueskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK) di rumah sakit (Prawirohardjo, 2016 : hal. 26-27).
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu
mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan
kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas
pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus
dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan,
dan pelayanan keluarga berencana (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumtera Barat, Kasus kematian ibu
(AKI) pada tahun 2017 berjumlah 107 orang, Menurun jika dibanding tahun 2015 (111)
orang. Adapun rincian kematian ibu terdiri dari kematian ibu hamil 30 orang, kematian
ibu bersalin 25 orang, dan kematian ibu nifas 52 orang. Sementara jika dilihat berdasar
umur kurang dari 20 tahun 1 orang, 20 s/d 34 tahun sebanyak 64 orang dan diatas 35
tahun 42 orang (Dinas Kesehatan Sumatera Barat,2017).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Sumatera Barat sebanyak 700 orang yang tersebar di
19 kab/kota dengan penyumbang kematian tertinggi dari kota Padang sebanyak 111
orang. Faktor yang mempengaruhi meningkatnya jumlah kematian bayi di Provinsi
Sumatera Barat antara lain disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan,pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap perawatan kehamilan sesuai
standar,rendahnya tingkat pendidikan dan status ekonomi masyarakat terhadap perawatan
kehamilan sesuai yang dianjurkan ,kurangnya partisipasi keluarga,masyarakat dan intas
program dalam program kesehatan ibu dan anak , belum optimalnya pelayanan kesehatan
terhadap ibu, bayi, dan balita (Dinas Kesehatan Sumatera Barat,2017).
Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2017,
Angka Kematian Ibu (AKI) memiliki angka yang paling tinggi dari 4 tahun sebelumnya.
Dimana AKI pada tahun 2017 adalah 8/8957 atau 89,3 % kelahiran hidup. Sedangkan
pada tahun 2016 AKB mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya menjadi sebanyak 48
jiwa dari 9.454 jiwa kelahiran hidup. Pada tahun 2017 AKB menjadi 6,5 dari 8957
Kelahiran Hidup. Tetapi Angka ini masih dibawah ambang batas Nasional yaitu 23/1000
Kelahiran Hidup (Profil Kesehatan Dinkes Kab. Pesisir Selatan).
Maka dari itu salah satu upaya yang dapat dilakukan bidan dalam mengurangi AKI
serta AKB ini adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
secara komprehensif mulai dari masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, dan
KB sehingga dengan demikian diharapkan kinerja bidan dapat menurunkan AKI dan
AKB di Indonesia. Selain itu kemampuan bidan dalam menerapkan asuhan kebidanan
sesuai alur pikir varney, diharapkan dapat mengurangi masalah kesehatan ibu dan bayi.
Untuk dapat menerapkan pelayanan secara komprehensif tersebut, digunakan
manajemen asuhan kebidanan menurut varney yang merupakan sebuah metode untuk
berfikir dan bertindak secara terorganisir dalam suatu tahap logis untuk profesionalisme
asuhan yang diberikan. Manajemen Asuhan kebidanan menurut varney terdiri dari 7
langkah yang berurutan, mulai dari pengumpulan data, interpretasi data, diagnosa
potensial, tindakan segera/kolaborasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dari asuhan
yang telah diberikan.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembuatan laporan ini, peneliti membatasi dalam hal pelaksanaan praktik
klinik dan penerapan manajemen asuhan kebidanan pada ibu dengan kehamilan trimester
III, persalinan, nifas dan bayi baru lahir dan Keluarga Berencana. Asuhan ini dimulai
pada usia kehamilan 37 minggu, persalinan, nifas dan bayi baru lahir dan Keluarga
Berencana yang di laksanakan di BPM Hj.Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir
selatan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan teori atau memberikan kemampuan untuk melakukan asuhan
kebidanan dalam menangani atau memecahkan permasalahan praktis dengan
menyusun Laporan Tugas Akhir serta dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan
pada Ny. “L” G2P1A0H1 Kehamilan Trimester III, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru
Lahir di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
a. Mampu melakukan pengkajian data dalam memberikan asuhan kebidanan pada
Ny. “L” G2P1A0H1 dari masa Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan
Keluarga Berencana di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
b. Mampu menginterpretasi data untuk menegakkan diagnosa pada Ny. “L” G2P1A0H1
dari masa Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di
BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Pesisir Selatan
c. Mampu mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada Ny. “L”
G2P1A0H1 dari masa Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga
Berencana di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan secara mandiri,
kolaborasi atau rujukan pada Ny. “L” G2P1A0H1 dari masa Kehamilan, Bersalin,
Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb
Kabupaten Pesisir Selatan
e. Mampu merencanakan asuhan yang menyeluruh pada Ny. “L” G2P1A0H1 dari masa
Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj.
Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
f. Mampu melaksanakan rencana asuhan pada Ny. “L” G2P1A0H1 dari masa
Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj.
Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
g. Mampu mengevaluasi asuhan yang diberikan pada Ny.“L” G2P1A0H1 dari masa
Kehamilan, Bersalin, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj.
Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
D. Ruang lingkup
1. Sasaran
Subjek data asuhan kebidanan ini adalah Ny.”L” G2P1A0H1 Kehamilan Trimester III,
Persalinan, Nifas, Bayi Baru Lahir dan Keluarga Berencana di BPM Hj. Musmarni,
S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir Selatan
2. Tempat
Studi kasus ini dilakukan di BPM Hj. Musmarni, S.Tr.Keb Kabupaten Pesisir selatan
3. Waktu
Tanggal 10 Maret s/d 28 Maret 2020
E. Manfaat Penelitian
1. Praktis
Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi bidan sebagai
pelaksana asuhan kebidanan dan memberikan asuhan kepada pasien dengan
menggunakan pendekatan manajemen varney
2. Teoritis
Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat menambah pengembangan ilmu sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pasien
F. Metode Memperoleh Data
Metode Penyusunan data studi kasus ini meliputi:
1. Bab I
Data diperoleh dari data sekunder yang didapat dari berbagai sumber dari
laporan terdahulu sebagai dasar penyusunan studi kasus
2. Bab II
Data diperoleh dari jurnal penelitian atau buku teks yang disusun untuk
memperbanyak konsep dasar teori asuhan kebidanan
3. Bab III
Data diperoleh dari data primer dan sekunder .
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil anamnesa, pemeriksaan kehamilan, data
penunjang dari ibu saat hamil, bersalin, nifas, bayi, dan keluarga berencana
tersebut
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari status buku KIA untuk melihat Hb,
Kesehatan, dan Kehamilan sebelumnya. Data yang diperoleh merupakan data
pemecahan studi kasus. Data yang terkumpul ditelaah dan dilakukan interpretasi
data untuk membuat asuhan kebidanan sesuai dengan pendekatan menajemen
varney
4. Bab IV
Membahas tentang data dan asuhan kebidanan yang didapatkan di bab III dengan
memperbandingkan konsep teori di bab II
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Kehamilan
1. Defenisi
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam buku ilmu
kebidanan, kehamilan didefenisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan sprematozoa
dan ovum yang dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat
fertilisasi hingga bayi lahir, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40
minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan
terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester ke satu berlangsung dalam 12 minggu,
trimester kedua 15 minggu, (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13
minggu (minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2016 hal. 213).
2. Perubahan Fisiologis dan Psikologis
Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik
dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg,
sementara perempuan dengan gizi kurang atau berlebih dianjurkan
menambah berat badan per minggu masing-masing sebesar 0,5 kg dan
0,3 kg. (Prawirohardjo, 2016).
b) Tekanan Darah
Diukur setiap kali ibu datang atau berkunjung. Deteksi tekanan darah
yang cenderung naik diwaspadai adanya gejala hipertensi dan
peeklamsi. Apabila turun dibawah normal kita pikirkan kearah anemia.
Tekanan darah normal berkisar systole/diastole: 110/80-120/80 mmHg.
c) Pengukuran Tinggi Fundus
Menggunakan pita sentimeter, letakkan titik no pada atas sympis dan
rentangkan sampai fundus uteri (fundus tidak boleh ditekan).
f) Pemeriksaan Hb
Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu hamil yang pertama
kali, lalu diperiksa lagi menjelang persalinan. Pemeriksaan Hb adalah
salah satu upaya untuk mendeteksi anemia pada ibu hamil.
g) Pemeriksaan protein urine
Untuk mengetahui adanya protein urine ibu hamil. Protein urine ini
mendeteksi ibu hamil kearah preeklamsi.
h) Pengambilan darah untuk pemeriksaan VDRL
Pemeriksaan Veneral Desease Research Laboratory (VDRL) untuk
mengetahui adanya treponema pallidum/penyakit menular seksual,
antara lain syphilish.
a. Pemeriksaan urine reduksi
Dilakukan pemeriksaan urine reduksi hanya kepada ibu dengan
indikasi penyakit gula/Diabetes Melitus (DM) atau riwayat penyakit
gula pada keluarga ibu atau suami.
b. Perawatan payudara
Meliputi senam payudara, perawatan payudara, pijat tekan payudara
yang ditunjukan kepada ibu hamil. Manfaat perawatan payudara
adalah:
a) Menjaga kebersihan payudara, terutama puting susu
b) Mengencangkan serta memperbaiki bentuk putting susu (pada
putting susu terbenam)
c) Merangsang kelenjar-kelenjar susu sehingga produksi ASI
lancar
d) Mempersiapkan ibu dalam laktasi
g. Perubahan gastrointestinal
Kemampuan pergerakan gastrik serta penyerapan makanan padat
berkurang akan menyebabkan pencernaan hampir berhenti selama persalinan
dan menyebabkan konstipasi. Lambung yang penuh dapat menimbulkan
ketidaknyamanan, oleh karena itu ibu dianjurkan tidak makan terlalu banyak
atau minum berlebihan, tetapi makan dan minum semaunya untuk
mempertahankan energi dan hidrasi.
h. Perubahan hematologis
Haemoglobin akan meningkat 1,2 gr /100 ml selama persalinan dan
kembali ketingkat pra persalinan pada hari pertama setelah persalinan apabila
tidak terjadi kehilangan darah selama persalinan. (Elisabeth Siwi Walyani, 2017
: Hal. 32-33).
8. Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin
a. Asuhan fisik dan Psikologis
b. Kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus
c. Pengurangan rasa sakit
d. Pendekatan-pendekatan untuk mengurangi rasa sakit
e. Menjelaskan cara-cara untuk mengurangi rasa sakit
f. Penerimaan atas sikap dan perilaku
g. Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan yang aman
9. Asuhan Persalinan Kala I – IV
Konsep asuhan persalinan normal menggunakan 5 benang merah.
a) Membuat keputusan
klinik
Merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan
menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien. Keputusan itu harus akurat,
komprehensif dan aman, baik bagi pasien dan keluarganya maupun petugas
yang memberikan pertolongan.
b) Pencatatan (Dokumentasi)
Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik
karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus
memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran
bayi.
c) Rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau
fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, dihararapkan mampu
menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. (APN, 2017 : Hal.6).
C. Nifas
1. Defenisi
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil) .
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu .
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama
masa ini, saluran reproduktif anatominya kembali ke keadaan tidak hamil yang
normal .
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8
minggu. (Ai Yeyeh, 2018 ; Hal. 2).
2. Perubahan Fisiologis Nifas
a. Perubahan sistem reproduksi
1) Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati).
Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi
untuk meraba dimana TFU-nya (tinggi fundus uteri) :
a. Pada saat bayi lahir, fundus uteri
setinggi pusat dengan berat 1000 gram.
b. Pada akhir kala III, TFU teraba 2
jari di bawah pusat
c. Pada 1 minggu post partum, TFU
teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat 500 gram.
d. Pada 2 minggu postpartum,
fundus uteri mengecil ( tak teraba ) dengan berat 350 gram.
e. Pada 6 minggu post partum ,
fundus uteri bertambah kecil dengan berat 50 gram.
f. 8 minggu post partum, fundus
uteri sebesar normal dengan berat 30 gram.
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal.19).
b. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
selama masa nifas. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea biasanya
berlangsung kurang lebih selama 2 minggu setelah bersalin, namun penelitian
terbaru mengindikasikan bahwa lochea menetap hingga 4 minggu dan dapat
berhenti atau berlanjut hingga 56 hari setelah bersalin. Lochea juga mengalami
perubahan karena proses involusi.
Perbedaan masing-masing lochea dapat dilihat sebagai berikut :
(a) Lochea rubra (Cruenta), Muncul pada hari 1-3 pasca persalinan, berwarna
merah mengandung darah dan sisa-sisa selaput ketuban, jaringan dari
decidua, verniks caseosa, lanugo dan mekonium.
(b) Lochea sanguinolenta, Muncul pada hari ke 3-7 pasca persalinan, berwarna
merah kuning dan berisi darah lendir.
(c) Lochea serosa, muncul pada hari ke 7-14 pasca persalinan, berwarna
kecoklatan mengandung lebih banyak serum, lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
(d) Lochea Alba, muncul sejak 2-6 minggu pasca persalinan, berwarna putih
kekuningan mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati.
(e) Lochea purulenta, terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau
busuk.
(f) Lochiostatis, lochea yang tidak lancar keluarnya. (Ai Yeyeh, 2018 : Hal.
21).
c. Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga
seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oeh corpus uteri
yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara corpus dan serviks berbentuk
semacam cincin.
Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan
menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk
ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada
minggu ke 6 postpartum, serviks sudah menutup kembali (Ai Yeyeh, 2018 :
Hal. 23).
d. Vulva, vagina dan perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut, kedua organ ini tetap kembali dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam
vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi
lebih menonjol.
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonus nya, sekalipun tetap lebih
kendur daripada keadaan sebelum hamil (Ai Yeyeh, 2018 : Hal. 25).
b. Perubahan sistem pencernaan
Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan
yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu
persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh.
Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi
serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil, dalam
2-3 hari dapat diberikan obat laksansia.
Selain konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan dari
sekresi kelenjar pencernaan dan memepengaruhi perubahan sekresi, serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan.
( Sulistyawati, 2011).
c. Perubahan sistem perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang
air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah
terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini
mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan berlangsung.
Urine dalam jumlah besar akan dihasilakn dalam 12-36 jam post partum.
Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan
yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”. Ureter yang berdilatasi akan
kembali normal dalam 6 minggu.
Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitif dan kapasitas
bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine dan trauma pada
kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi (Ai Yeyeh, 2018 :
Hal.28-30).
d. Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh
darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini kan
menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak
jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum
rotundum menjadi kendor (Sulistyawati, 2011).
e. Perubahan sistem endokrin
1) Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi
oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan.
Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar
gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
menurun dengan cepat dan menetap sempai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 3
post partum.
2) Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain : hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon
prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun
dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara
untuk memproduksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi
folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3) Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya
mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun tidak menyusui.
Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca
melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan.
Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi
berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
4) Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu
involusi uteri.
5) Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan,akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi
otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.
Hal ini memepngaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum, dan vulva serta vagina. (Ai Yeyeh, 2018 : Hal.38-39)
f. Perubahan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Satu hari (24 jam) postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5-38ᵒc).
Sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan
kelelahan.Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada
hari ke-3 suhu badan naik lagi karena ada pembentukan ASI dan payudara
menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genitalis, atau
sistem lain.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Sehabis melahirkan
biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat
menandakan terjadinya preeklamsia postpartum.
4) Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhunbungan dengan keadaan suhu dan denyut
nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali
apabila ada gangguan khusus pada saluran napas.
g. Perubahan sistem kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung aliran
darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uteri.
Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat
sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini
terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urine.Hilangnya pengesteran membantu
mengurangi retensi cairan yang melekat dengan menignkatnya vaskuler pada
jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma masa persalinan.
Pada persalinan, vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung dan
akan menimbulkan decompesatio cordis pada pasien dengan vitum cardio.
Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya, ini
terjadi pada 3-5 hari post partum (Ai Yeyeh, 2018).
h. Perubahan sistem hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma,
serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah lebih mengental
dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai
15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa
postpartum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih biasa naik 25.000-30.000 tanpa
adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah
haemoglobin, hematokrit, dan eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa
postpartum sebagai akibat dari volume darah. Volume plasenta dan tingkat volume
darah yang berubah-ubah akan dipengaruhi oleh status gizi wanita tersebut. Kira-
kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-
500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan haemoglobin pada hari ke-3
sampai ke-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal. 35-36).
3. Tahap Masa Nifas
Nifas dibagi dalam tiga periode :
1) Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap bersih dan
boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3) Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-
minggu, bulanan, bahkan tahunan. (Ai Yeyeh, 2018 ; Hal.5)
4. Psikologis Nifas
a. Fase Taking In
Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokue perhatian ibu
terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan berulang kali
diceritakannya. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap
lingkungannya.
Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini adalah sebagai
berikut :
1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya
misalkan : jenis kelamin tertentu, warna kulit, dan sebagainya.
2) Ketidanyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami ibu
misalnya rasa mules akibat dari kontraksi rahim, payudara bengkak, akibat
luka jahitan, dan sebagainya.
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan
cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasa tidak nyaman
karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggung jawab ibu saja, tetapi
tanggung jawab bersama.
b. Fase taking hold
Fase taking hold adalah fase/periode yang berlangsung antara 3- 10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya
dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu memiliki perasaan yang
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah sehingga kita
perlu berhati-hati dalam berkomunikasi dengan ibu.
Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat
dirinya dan bayinya sehingga timdul percaya diri. Tugas sebagai tenaga kesehatan
adalah misalnya dengan mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang
benar, cara merawat luka jahitan, mengajarkan senam nifas, memberikan
pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu seperti gizi, istirahat, kebersihan diri,
dan lain-lain.
c. Fase letting go
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan
diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah meningkat.
Pendidikan kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan sangat
berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya.
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal. 51)
5. Perawatan Post Partum
a. Pemantauan dan follow up post partum
1) Kunjungan I (6 – 8) jam pertama setelah persalinan
Tujuan asuhan 6 – 8 jam setelah persalinan :
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan
c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
d) Pemberian asi awal
e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hiopotermia
2) Kunjungan II ( 6 hari setelah persalinan )
Tujuan asuhan 6 hari setelah persalinan
a) Memastikan involusi uterus berjalan normal
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
c) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak mempertahankan tanda-
tanda penyulit
e) Memberikan konseling pada ibu mengenain asuhan pada bayi, tali pusat
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3) Kunjungan III ( 2 minggu setelah persalinan)
Tujuan asuhannya memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur
dan meraba bagian rahim.
4) Kunjungan IV ( 6 minggu setelahg persalinan)
Tujuan asuhan 6 minggu setelah persalinan
a) Menanyakan pada ibu tentang
penyulit-penyulit yang ia alami atau bayinya
b) Memberikan konseling untuk KB
secara dini .
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal 6-7).
b. Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya secepat mungkin
untuk berjalan. Pada persalinan normal sebaiknya ambulasi dikerjakan setelah 2
jam (ibu boleh miring ke kiri atau ke kanan untuk mencegah adanya trombosit).
Keuntungan lain dari ambulasi dini adalah sebagai berikut :
1) Ibu merasa lebih sehat
dan kuat
2) Faal usus dan kandung
kemih lebih baik
3) Kesempatan yang baik
untuk mengajar ibu merawat/memelihara anaknya
4) Tidak menyebabkan
perdarahan yang abnormal
5) Tidak mempengaruhi
penyembuhan luka episiotomi tau luka di perut
6) Tidak memperbesar
kemungkinan prolaps atau retroflexio
(Ai Yeyeh, 2018 ; Hal. 72)
c. Eliminasi
1) Buang air kecil
Dalam 6 jam pertama postpartum, pasien sudah harus dapat buang air
kecil. Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih maka dapat
mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan, misalnya infeksi. Biasanya
pasien menahan air kencing karena takut akan merasakan sakit pada luka jalan
lahir. Bidan harus meyakinkan pada pasien bahwa kencing sesegera mungkin
setelah melahirkan akan mengurangi komplikasi postpartum. Berikan
dukungan mental pada pasien bahwa ia pasti mampu menahan sakit pada luka
jalan lahir akibat terkena air kencing karena ia pun sudah berhasil berjuang
untuk melahirkan bayinya.
2) Buang air besar
Dalam 24 jam, pasien juga sudah harus dapat buang air besar karena
semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit baginya
untuk buang air besar secara lancar. Feses yang tertahan dalam usus semakin
lama akan mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu
terserap oleh usus. Bidan harus dapat meyakinka pasien untuk tidak takut
buang air besar karena buang air besar tidak akan menambah parah luka jalan
lahir. Untuk meningkatkan volume feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi
serat dan banyak minum air putih.
(Ai Yeyeh, 2018 : Hal.72)
d. Perawatan Payudara
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama putting susu dengan
menggunakan BH yang menyokong payudara.
2) Apabila puting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar putting susu setiap selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dimulai
dari putting yang tidak lecet
3) Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam, ASI
dikeluarkan dan diminum dengan menggunakan sendok.
4) Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat diberikan paracetamol 1 tablet
setiap 4 – 6 jam
5) Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI maka ibu dapat
melakukan :
a) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain
basah dan hangat selama 5 menit
b) Urut payudara dari arah pangkal ke puting atau gunakan
sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting
c) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara
sehingga puting susu menjadi lunak
d) Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila bayi tidak dapat
mengisap seluruh ASI, sisanya keluarkan dengan tangan
e) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui .
(Ai Yeyeh, 2018)
D. Bayi Baru Lahir
1. Defenisi
Bayi baru baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42
minggu dan berat badannya 2500-4000 gram (Marmi,2018).
2. Perubahan fisiologis pada bayi baru lahir
a. Sistem pernafasan
Ketika struktur matang, ranting paru-paru sudah bisa mengembangkan sistem
alveoli. Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui
plasenta dan setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi.
2) Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah penyakit hepatitis B. Vaksin diberikan secara IM dalam, pada
neonatus dan bayi penyuntikan di anterolateral paha, dengan dosis 0,5 ml
(Vivian, 2011).
3) Imunisasi Polio
Vaksin virus polio oral berisi virus polio tipe 1, 2, 3 suku sabin yang
masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin digunakan rutin
sejak bayi lahir sebagai dosis awal, dengan dosis 2 tetes (0,1 ml). Imunisasi
dasar umur 2-3 bulan dalam 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval 6-8
minggu untuk mendapatkan imunitas jangka lama. Apabila Oral Polio
Vaccine (OPV) yang diberikan dimuntahkan dalam waktu 10 menit, maka
dosis pemberian perlu diulangi (Wafi nur, 2010).
4) Imunisasi DPT
Imununisasi DPT (diptheria, pertusis, tetanus) merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus
vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang
telah dilemahkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang
pembentukan zat anti (toksoid). Diberikan melalui suntikan IM sebanyak
0,5cc. Frekuensi pemberian imunisasi DPT dapat dilihat pada tabel 2.6
(Vivian, 2011).
5) Imunisasi Campak
Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak
hidup dan dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang
dimatikan. Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml
melalui suntikan subkutan dalam pada umur 9 bulan. Imunisasi ulangan perlu
diberikan pada anak masuk SD (5-6 tahun) untuk memepertinggi serokonversi.
Apabila anak pada umur 15-18 bulan telah mendapatkan vaksin MMR, maka
imunisasi ulangan campak usia 5 tahun tidak perlu diberikan (Wafi nur, 2010).