Anda di halaman 1dari 5

HATI YANG DIAM

Oleh: Yashinta Nur Zakiyyah

Sebuah cerita dimana aku pergi jauh, sejauh – jauhnya untuk menjadi seorang yang
sukses. Pergi mengembara melintasi hamparan Samudra dan luasnya lautan. Membela
partikel – partikel angin, hujan, hingga panas. Berada di tempat yang lebih dingin dan lebih
indah, kerena belum pernah aku menjumpai lembah indah yang cantik dengan bentangan
aurora di saat langit gelap. Mencuat melukiskan sebuah keindahan di langit yang selalu setia
menemani hiasan – hiasannya. Indahnya disini membuatku lupa sejenak tentang seseorang
yang membuatku semangat dan sakit hati di akhir aku mengenalnya. Tak bisa
menggambarkan rupa atau apapun tentang dirinya, hanya seorang yang ada di hatiku tanpa
sesuatu yang spesial untuk menyukainya. Sekali interaksi seperti seorang anak dan ayahnya.
Wibawah tuturnya membuat dirinya menempati seluruh ruang di hatiku.

“Dimana dia sekarang?” aku bertanya basa – basi kepada temanku yang mengetahui
keberadaannya.

“Jauh, di ibu kota. Aku yakin setelah ini sepertinya dia akan mengembara lagi, lebih
jauh.” Jawabnya. Membuat hatiku sedikit sakit memikirkan diriku yang masih berada di
semester 3 dan dirinya di semester akhir.

Percakapan ini membuatku berjalan lebih jauh. Mengais ilmu lebih jauh demi
menyamai kecerdasan dan kehebatannya. Entah apa yang aku sukai darinya. Dirinya begitu
spesial dari apa yang aku bayangkan. Aku selalu ingin menyerah, namun kaki ku tidak pernah
menuruti pikiranku. Kini aku sudah berada di tempat yang cukup jauh, amat jauh. Berharap
tak bertemu dengannya, karena aku terlalu takut melihat diriku yang berbeda dengannya. Aku
melarikan diri disini. Menikmati alam dan mempelajari apapun itu. setitik pikiran, terkadang
mengingatkan ku tentangnya. Hatiku sudah lama beku, ku siapkan untuknya. Namun aku
terlalu banyak berharap pada sesuatu yang tidak pasti. Setiap orang memiliki peran yang akan
di mainkan. Ada kehidupan yang dia miliki, dan mungkin saja dia sudah memiliki kehidupan
sendiri, mungkin juga dia sudah memiliki pasangan.

“Ki apa kabar?” sahabatku bertanya. Dari telepon.

“Baik, bagaimana dengan mu?” aku menjawab dengan antusias. Karena sudah lama
aku tak bertemu dengan sahabat ku yang cengeng ini.
“Ya, baik. Apa kamu bisa datang di pernikahanku nanti?” dia bertanya. Nadanya
terlihat bersemangat.

“Tentu, aku akan datang hanya dengan surat dan hadiah tanpa kehadiranku.” Aku
tertawa kecil. Membayangkan bagaimana bibirnya menjadi manyun, kesal karena
perkataanku.” Aku tak bisa datang, maafkan aku ra.” Aku melanjutkan.

“Bukannya kamu sudah lulus disana? Ayolah datang kesini, aku sangat rindu
denganmu. Semua teman sekolah kita akan berkumpul disini semua, apa kamu tidak
merindukan mereka? Ku dengar fata juga akan membawa gadisnya disini. Kamu ingatkan?
Fata, anak yang cerdas itu. ku dengar dia banyak di jodohkan dengan gadis – gadis cantik
yang sama cerdasnya, namun dia selalu menolak. Lalu tiba – tiba, di grup chat sekolah dia
berkata akan membawa gadisnya di pernikahanku.” Jelas fafa. Mataku melotot, tak percaya.
Jantungku seakan berhenti. Nafasku juga menjadi lebih sesak. Musim dingin yang ku rasakan
disini, sedikitpun aku tak merasakannya. Fafa benar – benar intens dalam bercerita,
sepertinya hatiku akan terluka lagi yang kesekian kalinya.

“Wah… padahal sedari dulu, dia tak pernah pacaran. Lalu bagaimana dia bisa
mendapatkan seorang gadis? wajahnya pun juga tidak terlalu menarik, bagaimana itu bisa
terjadi? Pernyataan dia dalam grup chat membuat seluruh isi grup menertawakannya.” Lanjut
fafa. Lagi.

Mulutku sedikit bergetar, nyaris tidak bisa mengeluarkan suara. “Itulah takdir fa…”
aku berkata lirih. Kini topik pembicaraan kami berganti, fafa mulai menanyakan tentang
kedatanganku di pernikahannya. Aku sangat bersyukur jika fafa, dengan mudah mengganti
topik itu. Mendengarkan penjelasan tentang seseorang yang kusukai saja membuat bibirku
menjadi kiuh untuk sekedar berucap.

“Aku tetap tak akan datang, maafkan aku. Toko lukisan ku sedang banyak
pengunjung akhir – akhir ini.” aku menjawab. Nafasku terhenti sejenak.”aku mengenalnya,
fata. Namun aku tidak benar – benar mengenalnya.” Jawabku, lagi. Aku mengehembuskan
nafas perlahan. Memang aku menjadi lebih tertutup dan tak ingin mengenal orang yang aku
sukai. Karena memendam lebih baik dari pada mengatakannya. Selama ini, aku hanya
memandangnya dari jauh. Melihatnya, berjalan, tersenyum simpul, menangis yang di tutupi
ketika sedih. Tak bisa aku menggambarkannya lebih. Karna aku tak ingin jatuh lebih dalam
jika tanpa ada hubungan yang suci di antara kita. Sejak saat itu, tak ada yang mengetahui
perasaan ku, tak ada yang mengetahui jika aku diam – diam memperhatikannya, tak ada yang
mengetahui jika aku pura – pura tidak mengenalnya. Sekali interaksi antara aku dan dia, dulu.
Itu cukup membekas, memberi kesan indah untuk sebuah semangat yang besar. Hati ku
hanya berpihak padanya. sekalipun dia bukan takdirku, aku tak dapat menerima siapapun
lagi. Dia adalah acuanku, acuanku untuk tetap semangat dan berjuang dalam hidupku. Dia,
fata. Seseorang yang menunjukkan jalan sukses untukku, meskipun hanya sekedar tuturan
kecil dan sebentar saat sekolah dulu.

Percakapan kami ditutup dengan kekesalan dan keluhan fafa, karena aku tidak dapat
datang ke acara pernikahannya. Aku memilih menjauh lagi. Melarikan diri untuk
menghindari rasa sakit. Memperbaiki perasaan ku yang selalu rapuh.

Saat dulu, aku pergi hingga sampai disini. Karena mendengar dirinya yang akan
mengembara lebih jauh lagi. Yang pada akhirnya aku berjuang untuk segalanya, aku juga
mengembara jauh. Setelah kelulusannya, aku tak mengetahui dimana dia pergi, dimana dia
berada. Aku tak bisa melihat ataupun hanya mengetahui kabarnya lagi. Rindu ini juga sudah
amat sangat tak terhitung jumlahnya. Hanya setiap cerita dalam lukisan yang ku buat
untuknya. Berharap suatu saat akan bertemu di tempat yang lebih dan lebih baik. Dengan aku
yang sudah sama dengannya.

“Ki” seseorang membuyarkan lamunanku. Aku menatap, mencari asal suara itu. “Apa
kabar?” dia menyapaku. Senyumnya hangat dan sorot matanya begitu manis dan menawan.

“Ba…” mulutku beku. Terasa berat, sesak mengucapkannya. Aku mengigit bibirku
berharap suara ku dapat keluar dengan baik. “Baik.” Aku masih duduk dan kikuk menatap
dirinya. Wajahku memanas, merona. Beruntungnya sepagi ini masih belum banyak
pelanggan yang berlalu Lalang ataupun menyaksikan pipi ku yang memerah di dalam toko.
“Apa yang membawa mu kesini? Ku dengar kamu memiliki seorang gadis, kekasih. Kapan
kau akan menikah?” aku bertanya gegabah, untuk menghilangkan rasa gugup ku.

“Sudah sangat lama kita tidak bertemu, kamu masih mengingatku?” Aku mengangguk
mendengar penjelasannya. “Sepertinya tempat ini membuatmu menjadi lebih cerewet dan
ingin tahu.” Fata tersenyum kecil, dia menarik kursi di samping kiriku. Aku masih
menatapnya lamat – lamat, sedikit bingung dan kikuk. “Mengapa kau bertanya padaku
tentang menikah? Mengapa tidak kamu tanyakan pada dirimu sendiri? Kamu adalah gadisku,
kekasih yang sudah lama ku nanti. Aku akan menikah jika kamu ingin.” Imbuh Fata. Aku
terdiam. Mataku berkaca – kaca menatap wajah fata yang penuh kebahagiaan. Dia hanya
duduk diam di kursi dengan wajah yang begitu menawan.
“Kamu tahu, perasaan ku?” aku bertanya. Sudut mataku mulai menadai air, aku ingin
menangis. “Aku ingin bertanya apapun kepadamu, tapi sebelum itu. bagaimana kamu bisa
menemukan ku disini?” aku bertanya lagi. Dia hanya tersenyum hangat. Bola matanya yang
hitam terlihat manis dan menawan.

“Aku akan menceritakan itu semua, nanti. Pulanglah bersama ku, aku akan menjawab
semua pertanyaanmu.” Dia berkata dengan senyuman hangatnya kepadaku. “ Sedari dulu,
saat awal kita berbicara bersama. Aku sudah menaruh perasaan ini kepadamu. Pulanglah, aku
akan menjelaskan semuanya.” Sambung Fata, lagi.

Aku tersenyum, pipi ku sudah basah dengan air mata. “Aku berharap ini bukan
mimpi.” Ujarku.

“ini memang bukan mimpi, aku juga sudah lama tahu. Bahwa kamu menaruh perasaan itu
padaku, diam – diam kamu hanya melihatku dan memperhatikanku dari jauh.” Jelas fata.
Kata – katanya membuat air mata ini keluar dengan amat sangat deras. Aku taku tahu, seperti
inilah rahasia tuhan untukku. Setelah sekian lama berjuang dan menanti dalam diamku, kini
hatiku menemukan pasangannya tanpa perlu mencari lagi. “pulanglah bersamaku.” Ujar fata
lagi. Masih dengan senyum hangat dan manis yang sudah lama aku rindukan.
BIODATA

NAMA: YASHINTA NUR ZAKIYYAH

ALAMAT: KRAMAT JEGU MM/24, RT/RW OO7/007, TAMAN, SIDOARJO, JAWA


TIMUR, 61257

NO WA: 0857-0471-3913

INSTAGRAM: SINTA_ZA

EMAIL: yashintanurzakiyyah@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai