Anda di halaman 1dari 54

BAB 1.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Paru

1.1.1 Anatomi Paru

Paru merupakan organ yang elastis dan terletak di dalam rongga dada
bagian atas, bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan bagian bawah
dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru terdiri dari dua bagian yang
dipisahkan oleh mediastinum yang berisi jantung dan pembuluh darah. Paru kanan
mempunyai tiga lobus yang dipisahkan oleh fissura obliqus dan horizontal,
sedangkan paru kiri hanya mempunyai dua lobus yang dipisahkan oleh fissura
obliqus. Setiap lobus paru memiliki bronkus lobusnya masing-masing. Paru kanan
mempunyai sepuluh segmen paru, sedangkan paru kiri mempunyai sembilan
segmen (Syaifuddin, 2011).
Paru diselubungi oleh lapisan yang mengandung kolagen dan jaringan
elastis, dikenal sebagai pleura visceralis. Sedangkan lapisan yang menyelubungi
rongga dada dikenal sebagai pleura parietalis. Di antara kedua pleura terdapat
cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
bergerak selama bernafas dan untuk mencegah pemisahan thoraks dan paru.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga
mencegah terjadinya kolaps paru. Selain itu rongga pleura juga berfungsi
menyelubungi struktur yang melewati hilus keluar masuk dari paru. Paru
dipersarafi oleh pleksus pulmonalis yang terletak di pangkal tiap paru. Pleksus
pulmonalis terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut
parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut eferen dari pleksus ini mempersarafi
otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli dan
alveoli (Sari & Purwoko, 2015).

1.1.2 Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan

BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Paru

1.1.1 Anatomi Paru

Paru merupakan organ yang elastis dan terletak di dalam rongga dada
bagian atas, bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan bagian bawah
dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru terdiri dari dua bagian yang
dipisahkan oleh mediastinum yang berisi jantung dan pembuluh darah. Paru kanan
mempunyai tiga lobus yang dipisahkan oleh fissura obliqus dan horizontal,
sedangkan paru kiri hanya mempunyai dua lobus yang dipisahkan oleh fissura
obliqus. Setiap lobus paru memiliki bronkus lobusnya masing-masing. Paru kanan
mempunyai sepuluh segmen paru, sedangkan paru kiri mempunyai sembilan
segmen (Syaifuddin, 2011).
Paru diselubungi oleh lapisan yang mengandung kolagen dan jaringan
elastis, dikenal sebagai pleura visceralis. Sedangkan lapisan yang menyelubungi
rongga dada dikenal sebagai pleura parietalis. Di antara kedua pleura terdapat
cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
bergerak selama bernafas dan untuk mencegah pemisahan thoraks dan paru.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga
mencegah terjadinya kolaps paru. Selain itu rongga pleura juga berfungsi
menyelubungi struktur yang melewati hilus keluar masuk dari paru. Paru
dipersarafi oleh pleksus pulmonalis yang terletak di pangkal tiap paru. Pleksus
pulmonalis terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut
parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut eferen dari pleksus ini mempersarafi
otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli dan
alveoli (Sari & Purwoko, 2015).

1.1.2 Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Fungsi
utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran
gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus
berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang tapi
pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida
tersebut. Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida (Guyton, 2007).
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit
(bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama
(trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli)
yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida
dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di
dalam paru-paru manusia bersifat elastis (Syafrullah, 2015)
Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen (O2) ke sel dan
pengangkutan CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Proses ini terdiri dari 4 tahap
yaitu (Guyton, 2007):
1. Pertukaran udara paru: yang berarti masuk dan keluarnya udara ke dan dari
alveoli. Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh,
karena masih adanya udara yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat
dikeluarkan walaupun dengan ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini
disebut volume residu. Volume ini penting karena menyediakan O2 dalam
alveoli untuk mengaerasikan darah

2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah


3. Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh menuju ke dan dari
sel-sel

4. Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.

Menurut Guyton (2007) volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:


1. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada
setiap kali pernafasan normal. Besarnya ± 500 ml pada rata-rata orang dewasa
2. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang
diinspirasi setelah volume tidal, dan biasanya mencapai ± 3000 ml.

3. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat


dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal, pada
keadaan normal besarnya ± 1100 ml.

4. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-paru
setelah ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200 ml.

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan


dibagi menjadi empat bagian, yaitu (Guyton, 2007):

1. Kapasitas Inspirasi sama dengan volume tidal + volume cadangan inspirasi.


Besarnya ±3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat dihirup
seseorang mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru
sampai jumlah maksimum.

2. Kapasitas Residu Fungsional sama dengan volume cadangan inspirasi +


volume residu.Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang
tersisa dalam paru pada akhir eskpirasi normal.

3. Kapasitas Vital sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal +


volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan merupakan jumlah udara
maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi
paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.

4. Kapasitas Paru Total sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya

±5800ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan sebesar


mungkin dengan inspirasi paksa.

1.2 Definisi Ca Paru

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup


keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang
dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus (karsinoma bronkus/bronchogenic carcinoma) (Kemenkes RI, 2017).
Kanker paru atau disebut karsinoma bronkogenik merupakan tumor ganas primer
sistem pernapasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan berasal dari mukosa
percabangan bronkus (Nurarif & Kusuma, 2015). Kanker paru adalah keganasan
yang berasal dari luar paru maupun yang berasal dari paru sendiri (primer),
dimana kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel
epitel saluran nafas yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat
dikendalikan. (Purba & Wibisono, 2015).

1.3 Epidemiologi

Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai


hingga 13% dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga
menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika
Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan
160.390 kematian akibat kanker paru pada tahun 2007. Berdasarkan data WHO,
kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan
terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan. Kanker paru juga
merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua
terbanyak pada perempuan.
Hasil penelitian dari 100 RS di Jakarta menunjukkan bahwa kanker paru
merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada
perempuan, dan merupakan penyebab kematian utama pada laki-laki dan
perempuan. Berdasarkan data hasil pemeriksaan di laboratorium Patologi
Anatomik RSUP Persahabatan, lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis kanker
yang didiagnosa adalah kasus kanker paru. Data registrasi kanker Rumah Sakit
Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru
merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah kanker
nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak
pada pria (28,94%).
Insiden kanker paru termasuk rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun
meningkat sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah
merokok. Secara umum, rokok menyebabkan 80% kasus kanker paru pada laki-
laki dan 50% kasus pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik, polusi
udara, pajanan radon, dan pajanan industri (Kemenkes RI, 2017)
1.4 Etiologi

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi merokok dan paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat
yang bersifat karsinogenik merupakan faktor resiko utama. Beberapa faktor risiko
penyebab terjadinya kanker paru adalah (Stopler, 2010):

1. Merokok

Merokok merupakan faktor yang berperan paling penting yaitu 85% dari
seluruh kasus. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai
merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan
merokok, dan lamanya berhenti merokok
2. Perokok pasif

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak


merokok, tetapi mengisap asap rokok dari orang lain, risiko menderita kanker
paru meningkat dua kali
3. Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok. Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan

4. Paparan zat karsinogen

Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,


nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira
sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum

5. Genetik

Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru
6. Penyakit paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru
7. Metastase dari organ lain

Kanker paru yang merupakan metastase dari organ lain adalah kanker paru
sekunder. Paru-paru menjadi tempat berakhirnya sel kanker yang ganas.
Meskipun stadium penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien menderita
penyakit kanker paru stadium akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus
berkembang dan bisa mematikan sel imunologi. Artinya, sel kanker bersifat
imortal dan bisa menghancurkan sel yang sehat supaya tidak berfungsi. Paru-
paru itu adalah end organ bagi sel kanker atau tempat berakhirnya sel kanker,
yang sebelumnya dapat menyebar di aera payudara, ovarium, usus, dan lain-
lain.

1.5 Klasifikasi

Ada dua jenis utama kanker paru di kategorikan berdasarkan ukuran serta
adanya sel ganas yang terlihat yaitu kanker paru karsinoma bukan sel
kecil/NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer) dan kanker paru karsinoma sel
kecil/SCLC (Small Cell Lung Cancer. Beberapa jenis kanker paru adalah (Purba
& Wibisono, 2015):

1. Karsinoma sel skuamosa

Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal
dari permukaan epitel bronkus. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak
sentral di sekitar hilus dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor
jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara
langsung ke kelenjar getah bening, dinding dada, dan mediastinum.

2. Adenokarsinoma

Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan
kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas ke pembuluh darah dan
limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer
menyebabkan gejala-gejala. Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai
subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO.

3. Karsinoma sel besar

Sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul
pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat-tempat yang jauh.
4. Karsinoma sel kecil

Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral


dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah
bening hilus dan mediastinum. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang
paling jelas pada pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleus akibat
letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan.

Tabel 1.1 TNM Klasifikasi Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil

Tumor Primer (T)


TX Tumor primer tidak dapat dinilai, atau tumor dibuktikan dengan
adanya sel-sel ganas dalam sputum atau bronkial tetapi tidak di

visualisasikan dengan bronkoskopi


T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor ≤ 3cm , di kelilingi oleh paru-paru atau pleura visceral, tidak
ada bukti bronkoskopi invasi lebih proksimal dari bronkus lobus

(tidak dibronkus utama), penyebaran tumor dangkal di saluran udara


yang utama (terbatas pada dinding bronkus)
T1a Tumor ≤ 2cm dalam dimensi terbesar
T1b Tumor > 2cm tetapi ≤ 3cm dalam dimensi terbesar.
T2 Tumor > 3cm tetapi ≤ 7cm atau tumor dengan salah satu dari berikut

: Menyerang pleura visceral, Terutama melibatkan bronkus ≥ 2cm


distal karina, Terkait dengan atelektasis/pneumonitis   obstruktif

memperluas ke daerah hilus tetapi tidak melibatkan seluruh paru-


paru
T2a Tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm dalam dimensi terbesar
T2b Tumor > 5cm tetapi ≤ 7cm dalam dimensi terbesar
T3 Tumor > 7cm atau yang langsung menyerang salah satu dari berikut :

a) Dinding dada (termasuk tumor sulkus superior),  diafragma, saraf

phrenikus,  pleura  mediastinal,  atau  parietal  perikardium  atau  tumor 


di bronkus utama < 2cm distal karina tetapi tanpa keterlibatan karina
Atau b) atelektasis terkait/pneumonitis obstruktif seluruh paru-paru

atau nodul
T4 tumor terpisah di lobus yang sama

Tumor dari berbagai ukuran yang menyerang salah satu dari berikut:
mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,
vertebral, atau karina; tonjolan kecil tumor terpisah dalam lobus
ipsilateral yang berbeda
Kelenjar getah bening (N)
NX Kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 Tidak ada metastasis
N1 Metastasis di peribronkial ipsilateral dan/atau kelenjar getah bening
hilus ipsilateral dan nodul intrapulmo, termasuk keterlibatan secara

Langsung
N2 Metastasis di mediastinum dan/atau subkranial kelenjar getah bening

Ipsilateral
N3 Metastasis di mediastinum kontralateral, hilus kontralateral,

ipsilateral atau kontralateral sisi tidak sama panjang, atau kelenjar


getah bening supraklavikula
Metastase (M)
M0 Tidak diketahui adanya metastasis jauh
M1 Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
Sumber: Purba & Wibisono, 2015

Tabel 1.2 Stadium Kanker Paru berdasarkan TNM Klasifikasi

Stadium TNM
Stadium 0 Tx N0 M0
Stadium IA Tis N0 M0
Stadium IB T1 N0 M0
Stadium IIA T2 N0 M0
Stadium IIB T1 N1 M0
Stadium III T2 N1 M0
A
Stadium IIIB T3 N0 M0 atau T3 N1 M0

Stadium 4 T berapapun N3 M0 atau T4 N berapapun M0


Sumber: Purba & Wibisono, 2015
1.6 Patofisiologi dan Clinical Pathway

Dari etiologi yang menyebabkan Ca paru ada 2 jenis yaitu primer dan
sekunder. Primer yaitu berasal dari merokok, asap pabrik, zat karsinogen, dll dan
sekunder berasal dari metastase organ lain, Etiologi primer menyerang
percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia hilang. Fungsi dari cilia ini
adalah menggerakkan lendir yang akan menangkap kotoran kecil agar keluar dari
paru-paru. Jika silia hilang maka akan terjadi deskuamasi sehingga timbul
pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka akan
menimbulkan ulserasi bronkus dan menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan
displasia yang selanjutnya akan menyebabkan Ca Paru. Ca paru ada beberapa
jenis yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel
bronkoalveolar, dan karsinoma sel besar. Setiap lokasi memiliki tanda dan gejala
khas masing masing. Pada karsinoma sel skuamosa, karsinoma bronkus akan
menjadi berkembang sehingga batuk akan lebih sering terjadi yang akan
menimbulkan iritasi, ulserasi, dan pneumonia yang selanjutnya akan
menimbulkan himoptosis. Pada adenokarsinoma akan menyebabkan
meningkatnya produksi mukus yang dapat mengakibatkan penyumbatan jalan
nafas. Sedangkan pada karsinoma sel bronkoalveolar sel akan membesar dan
cepat sekali bermetastase sehingga menimbulkan obstruksi bronkus dengan gejala
dispnea ringan. Pada karsinoma sel besar akan terjadi penyebaran neoplastik ke
mediastinum sehingga timbul area pleuritik dan menyebabkan nyeri kronis. Pada
stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur–struktur terdekat
seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Sedangkan pada Ca paru sekunder, paru-paru menjadi tempat berakhirnya
sel kanker yang ganas. Meskipun stadium penyakitnya masih awal, seolah-olah
pasien menderita penyakit kanker paru stadium akhir. Di bagian organ paru, sel
kanker terus berkembang dan bisa mematikan sel imunologi. Artinya, sel kanker
bersifat imortal dan bisa menghancurkan sel yang sehat supaya tidak berfungsi.
Paru-paru itu adalah end organ bagi sel kanker atau tempat berakhirnya sel
kanker, yang sebelumnya dapat menyebar di aera payudara, ovarium, usus, dan
lain-lain (Stopler, 2010).
1.10 Pathway
Deskuamasi

Ulserasi bronkus
Sekunder: Metastase dari organ lain

Ca Paru
Lapisan epitel bronkus hiperplasi & metaplasi abnormal

Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma berkembang di tengah bronkus dan menonjol ke dalam


Adenokarsinoma

produksi mucus >>

Menyumbat jalan napas

Carcinoma sel kecil

Carcinoma non sel kecil

Karsinoma berkembang di pada jaringan paru perifer


Hiperplasia pada dinding bronkus

anemia
Sesak

anoreksia
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Dispnea
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh

(Sumber : Betz, C. L. & Sowden, 2002)


10
1.7 Manifestasi Klinis

Tabel 1.3 Manifestasi klinis Ca Paru sesuai dengan lokasinya

Adenokarsinoma Karsinoma Sel Karsinoma Sel Karsinoma Sel


Skuamosa kecil besar
dan
Bronkoalveolar
Tanda 1. Nafas dangkal 1. Batuk 1. SIADH 1. Batuk
dan
Gejala 2. Batuk 2. Dyspnea 2. Sindrom chusing berkepanjangan

3. Penurunan nafsu 3. Nyeri dada 3. Hiperkalsemia 2. Nyeri dada saat


makan menghirup
4. Atelektasis 4. Batuk
4. Trosseau 3. Suara serak
syndrom 5. Pneumonia 5. Stridor
e postobstruktif 4. Sesak napas
6. Nafas dangkal
6. Mengi
7. Sesak nafas
7. Hemoptisis
8. Anemia
8. Kelelahan
9. Penurunan berat
badan

Sumber: Tan, 2017

1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kanker paru ini adalah
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk (Purba &
Wibisono, 2015):
a. menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru;

b. kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas;

c. menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
organ-organ lainnya; dan

d. menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena
metastasis.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah (Purba &


Wibisono, 2015):

1. Radiologi

Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan


untuk mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi
yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan
tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan metastasis ke
organ lain.

2. Sitologi

Merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik


yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan
mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan
gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk
mendapatkan bahan sitologik.
3. Bronkoskopi

Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi


untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan
mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan
daging. Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di
sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.

4. Biopsi Transtorakal

Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis


tumor pada paru terutama yang terletak di perifer.
5. Torakoskopi

Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan


histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan
alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk
melihat dan mengambil sebagian jaringan paru yang tampak.

1.9 Penatalaksanaan

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017, manajemen


penatalaksanaan pada penyakit kanker paru dibagi berdasarkan klasifikasinya.
Pada kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), terdiri dari berbagai
jenis, antara lain adalah karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma,
karsinoma bukan sel kecil (KBSK) penatalaksanaannya tergantung pada stadium
penyakit, tampilan umum penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan, dan cost-
effectiveness. Modalitas penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, dan
kemoterapi. Penatalaksanaan kanker paru karsinoma bukan sel kecil antara lain:
1. Bedah
Terapi utama utama untuk sebagian besar KPBSK, terutama stadium I-II dan
stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis
pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan
reseksi sublobaris. Pasien dengan kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih
rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan.
2. Radioterapi
Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat
berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif. Radioterapi dapat diberikan pada
stadium I yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan
pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi.
Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca
operasi merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan
sebagai paliatif atau pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi).
3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini,
atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada
KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut,
kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum
pasien baik. Kemoterapi adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan
stadium lanjut.
Penatalaksanaan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) berbeda
dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK, penatalaksanaan dilakukan berdasarkan
stadium, antara lain :
1. Stadium terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi
berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling
banyak 4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan
lebih dari 6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling
baik adalah concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari
setelah awal kemoterapi. Regimen kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini
adalah EP, sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama,
sisplatin/karboplatin dengan irinotekan. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan
kemoterapi adjuvant atau kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi adjuvant
pada TNM stadium dini, dengan/tanpa pembesaran kelenjar getah bening.
2. Stadium lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi.
Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium ini adalah:
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), atau
sisplatin/karboplatin dengan irinotekan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada
lesi primer dan lesi metastasis.
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

2.1.1 Identitas Klien

Mengidentifikasi identitas klien kemudian dikaitkan dengan apakah ada faktor


resiko yang menyertainya. Pengkajian identifikasi klien meliputi:

1. Nama: Tulis nama panggilan pasien atau inisial


2. Umur: Resiko Ca paru meningkat pada orang berumur >40 tahun

3. Jenis kelamin: Ca paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di


Indonesia dan terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan

4. Agama: Tidak ada agama tertentu yang penganutnya memiliki resiko lenih
banyak mengidap Ca paru

5. Pendidikan: Tingkat pendidikan akan mempengaruhi resiko terserang Ca paru,


orang dengan pendidikan tinggi mungkin akan lebih berhati-hati ketika
berhadapan dengan asap yang berbahaya

6. Alamat: Jumlah kejadian Ca paru dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan karena banyaknya polusi udara di
perkotaan

7. No. RM: Dapat dicatat sesuai dengan urutan pasien masuk


8. Pekerjaan: Pekerjaan yang berhubungan erat dengan asap dan zat karsinogen
akan meningkatkan resiko lebih besar terserang Ca paru. Beberapa pekerjaan
yang meningkatkan resiko Ca paru adalah pekerja asbes, kapster salon, pabrik
industri, dan lain-lain

9. Status Perkawinan: Tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan


angka kejadian Ca paru

10. Tanggal MRS: Dilihat sejak klien masuk IGD


11. Tanggal Pengkajian: Ditulis dengan tanggal ketika perawat melakukan
pengkajian pertama kali

12. Sumber Informasi: Sumber informasi bisa didapat dari pasien, keluarga, atau
pasien dan keluarha. Dari pasien biasanya jika pasien tidak ada keluarga, dari
keluarga biasanya jika pasien tidak kooperatif, dan dari pasien dan keluarga
apabila keduanya kooperatif dalam memberikan informasi
2.1.2 Riwayat Kesehatan

1. Diagnosa Medik:

Ca Paru
2. Keluhan Utama:

Adenokarsinoma Karsinoma Sel Karsinoma Sel Karsinoma Sel


dan Skuamosa kecil besar

Bronkoalveolar
Tanda 1. Nafas dangkal 1. Batuk 1. SIADH 1. Batuk
dan
Gejala 2. Batuk 2. Dyspnea 2. Sindrom chusing berkepanjangan

3. Penurunan nafsu 3. Nyeri dada 3. Hiperkalsemia 2. Nyeri dada saat


makan menghirup
4. Atelektasis 4. Batuk
4. Trosseau 3. Suara serak
syndrom 5. Pneumonia 5. Stridor
e postobstruktif 4. Sesak napas
6. Nafas dangkal
6. Mengi
7. Sesak nafas
7. Hemoptisis
8. Anemia
8. Kelelahan
9. Penurunan berat
badan

3. Riwayat penyakit sekarang:

Batuk produktif, dahak bersifat mukoid atau purulen, atau batuh darah;
malaise; anoreksia; sesak nafas; nyeri dada dapat bersifat lokal atau pleuritik

4. Riwayat kesehatan terdahulu:


a. Penyakit yang pernah dialami:

Kaji apakah klien memiliki riwayat penyakit paru dan penyakit menular
atau menurun lainnnya sebelumnya. Penyakit paru seperti tuberkulosis dan
penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru.
Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai
enam kali lebih besar terkena kanker paru
b. Alergi : Kaji alergi klien terhadap makanan, obat, plester, dan lain-lain

c. Imunisasi : Kaji apakah klien mendapatkan imunisasi lengkap atau tidak

d. Kebiasaan/pola hidup/life style:

Kebiasaan yang sangat berkaitan denga Ca paru adalah kebiasaan


merokok, menghirup asap rokok, zat karsinogen, dan polusi udara.
Merokok merupakan faktor yang berperan paling penting yaitu 85% dari
seluruh kasus. Jika terjadi pada laki-laki maka yang harus dikaji adalah
usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya
kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok. Jika terjadi pada
wanita maka yang harus dikaji adalah seberapa sering menghirup asap
rokok atau terpapar zat lainnya

e. Obat-obat yang digunakan:

Menanyakan pada klien obat apa saja yang dikonsumsi sebelum MRS
f. Riwayat penyakit keluarga:

Mengkaji apakah terdapat riwayat keluarga sebelumnya yang mengidap


Ca paru, penyakit menular, atau menurun lainnya

2.1.3 Pengkajian Keperawatan

1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan

Pada klien dengan Ca paru sebagian besar akan merasakan sesak dan
menganggap sesak tersebut adalah sesak biasa karena pada klien Ca paru pada
fase awal akan jarang menimbulkan gejala. Gejala akan timbul biasanya jika
Ca paru sudah semakin meluas. Sehingga klien tidak terlalu perhatian dengan
gejala yang dirasakannya pada gejala awal
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)

a. Antropometeri : dilakukan dengan menghitung TB, BB, dan IMT.


Biasanya pada klien dengan Ca Paru apabila terjadi pada tipe
adenokarsinoma akan mengalami penurunan nafsu makan yang berakibat
pada penurunan berat badan

b. Biomedical sign : dilakukan dengan cek darah lengkap


c. Clinical Sign : dilakukan dengan mengkaji status umum pasien meliputi
mukosa bibir, konjungtiva, keadaan umum (lemas atau segar), dll

3. Diet Pattern : dilakukan dengan mengkaji bagaimana pola makan pasien saat
ini. Pada umumnya pada klien dengan Ca paru jika mengalami sesak nafas
maka nafsu makan akan semakin menurun
4. Pola eliminasi:

BAK
- Frekuensi: Mengalami peningkatan

- Jumlah : Mengalami peningkatan


- Warna : Kuning

- Bau : Amoniak dan obat

- Karakter : Cair

- Alat Bantu : Tidak menggunakan kateter

- Kemandirian : Dibantu
BAB

- Frekuensi: Mengalami sembelit

- Jumlah : 1 kali selama MRS

- Warna Bau : Khas feses

- Karakter : Keras

- Alat Bantu : Tidak terpasang alat bantu

- Kemandirian : Dibantu

5. Pola aktivitas & latihan

Pada klien dengan Ca Paru maka aktivitas sehari-hari mengalami penurunan

c.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum ✓
Toileting ✓
Berpakaian ✓
Mobilitas di tempat tidur ✓
Berpindah ✓
Ambulasi / ROM ✓
- Status Oksigenasi :
RR meningkat
tidak ada retraksi dada
Ada batuk dan sputum
- Fungsi kardiovaskuler : irama jantung teratur, nadi normal
Terapi oksigen : menggunakan alat bantu nafas nassal canul
6. Pola tidur & istirahat

1. Durasi : berkurang

2. Gangguan tidur : menahan nyeri dan sesak nafas

3. Keadaan bangun tidur : lemah

7. Pola kognitif & perceptual

a. Fungsi Kognitif dan Memori :

Pasien mampu berhitung dan mengingat apa yang telah dilakukan oleh
perawat saat dilakukan pengkajian.
b. Fungsi dan keadaan
indera : Keadaan indera
pasien baik

8. Pola persepsi diri


a. Gambaran diri: Klien biasanya mengkhawatirkan jika dia tidak bisa
bekerja seperti biasanya

b. Identitas diri: dilakukan dengan mengkaji identitas umum klien (jenis


kelamin, umur, dll)

c. Harga diri: Klien biasanya merasa malu memiliki penyakit kanker dan
khawatir jika setelah kemoterapi rambutnya akan rontok

e. Peran Diri : Pasien dengan Ca paru biasanya adalah seseorang dalam usia
produktif dan sedang bekerja (>40 tahun)

9. Pola seksualitas & reproduksi


a. Pola seksualitas

Tidak terdapat hubungan pola seksualitas dengan terjadinya Ca paru


b. Fungsi reproduksi

Fungsi reproduksi klien baik


10. Pola peran & hubungan
Klien dengan Ca paru biasanya akan lebih menjauh dari orang-orang
sekitarnya karena khawatir penyakitnya akan menular seperti TBC dan
penyakit paru lainnya
11. Pola manajemen koping-stress

Dilakukan dengan melihat seberapa besar optimism pasien dalam menghadapi


penyakit tersebut
12. System nilai & keyakinan

Dilakukan dengan mengkaji agama ataupun kepercayaan klien sebagai


pegangan hidup

2.1.4 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum:

b. Tanda vital:

c. Tekanan Darah : Normal, jika tidak ada riwayat hipertensi

d. Nadi : Meningkat (Normal 80-100x/menit)

e. RR : Meningkat (Normal 16-24x/menit)

f. Suhu : Biasanya normal (36,5-37,5) kecuali jika ada inflamasi

Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)


1. Kepala

Inspeksi: kepala simetris, rambut tersebar merata berwarna hitam kaji uban),
distribusi normal, kaji kerontokan rambut jika sudah dilakukan kemoterapi
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat lesi, tidak ada perdarahan, tidak
ada lesi.
2. Mata

Inspeksi: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks pipil
terhadap cahaya (+/+), kondisi bersih, bulu mata rata dan hitam
Palpasi: tidak ditemukan nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
3. Telinga

Inspeksi: telinga simetris, lubang telinga bersih tidak ada serumen, tidak ada
kelainan bentuk.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
4. Hidung

Inspeksi: hidung simetris, hidung terlihat bersih, terpasang alat bantu


pernafasan
5. Mulut

Inspeksi: mukosa bibir lembab, mulut bersih, lidah berwarna merah, gigi
bersih tidak ada karies gigi
Palpasi: tidak ada pembesaran tonsil
6. Dada

Paru Jantung
Inspeksi: Betuk dada kadang tidak simetris, Inspeksi: Tidak ada pembesaran jantung
kaji adanya retraksi dada Palpasi: Tidak ada edema dan nyeri tekan
Perkusi: Suara jantung pekak
Palpasi: Pengembangan paru tidak simetris,
kaji adanya kemungkinan flail chest Auskultasi: Tidak ada bunyi jantung
Perkusi: Suara paru sonor tambahan (Gallop, Gargling, Mur-mur,
Friction rub)
Auskultasi: Ada suara nafas
tambahan

Wheezing

7. Abdomen

Inspeksi: bentuk abdomen datar


Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi: Kaji adanya ketegangan abdomen
Auskultasi: Kaji adanya penurunan bising usus karena penurunan nafsu makan
8. Urogenital

Inspeksi: Tidak terpasanga alat bantu nafas


9. Ekstremitas

Inspeksi: ekstremitas biasanya sulit digerakkan karena takut sesak nafas


Palpasi: akral dingin, tidak ada edema, tugor kuit baik.

10. Kulit dan kuku

Inspeksi : Turgor kulit tidak baik, tidak ada lesi, kuku berwarna
pink Palpasi : kondisi kulit lembab, CRT <2 detik, dan akral dingin.

11. Keadaan local


Pasien tampak lemah berbaring di tempat tidur, terpasang alat bantu
pernafasan, kesadaran compos mentis (sadar penuh)
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium
Rontgen dada yang menunjukkan Ca paru

2.2 Diagnosa

Diagnosa yang sering muncul pada pasien dengan Ca Paru adalah:


1. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan himoptosis atau
bronkiektasis dan atelektasis

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031)


berhubungan dengan peningkatan produksi mukus

3. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan obstruksi bronkus


atau sumbatan parsial pada intrapulmoner proksimal

4. Nyeri kronis (00132) berhubungan denganpenyebaran


neoplastik ke mediastinum

5. Ansietas (00146) berhubungan dengan nyeri kronis


2.3 Intervensi

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Gangguan pertukaran gas Tujuan: 3140. Manajemen Jalan nafas
(00030) berhubungan dengan
Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam klien 13. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
himoptosis atau bronkiektasis gangguan pertukaran gas pada klien dapat
teratasi 14. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial
dan atelektasis
untuk memasukkan alat dan membuka jalan nafas
Kriteria Hasil:
15. Motivasi pasien untuk bernafas dalam dan pelan
0415. Status Pernafasan: Pertukaran Gas 16. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya
menuurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
1. Saturasi oksigen dari skala 1 menjadi
skala 4 17. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana
mestinya
2. Keseimbangan ventilasi dan perfusi dari
skala 1 menjadi skala 5 3320. Terapi Oksigen

3. Dispnea saat istirahat dari 1. Bersihkan mulut dan hidung


skala 1 menjadi skala 5
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas

3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem

humidifier

4. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan


5. Monitor alat pemberian oksigen

6. Monitor efektifitas terapi oksigen dengan tepat

2. Ketidakefektifan bersihan Tujuan: 3140. Manajemen Jalan Nafas


jalan nafas (00031)
Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam tidak 1. Instruksikan klien bagaimana agar bisa melakukan batuk
berhubungan dengan ada sumbatan pada jalan nafas klien efektif
peningkatan produksi
Kriteria Hasil: 2. Kolaborasi pemberian bronkodilator
sebagaimana mestinya
Mucus 0410 Status Pernafasan: Kepatenan Jalan
Nafas 3. Berikan bantuan terapi nafas (nebulizer) jika diperlukan
4. Posisikan klien untuk meringankan sesak nafas
1. Frekuensi pernafasan dari skala 1
menjadi skala 5 3320. Terapi Oksigen

2. Irama pernafasan dari skala 1 menjadi 1. Bersihkan mulut hidung dan sekresi trakea dengan tepat
skala 5
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret
3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem
dari skala 1 menjadi skala 4
humidifier
4. Akumulasi sputum dari skala 1 menjadi
skala 4 4. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan

5. Suara nafas tambahan dari 5. Monitor alat pemberian oksigen


skala 1
6. Monitor efektifitas terapi oksigen dengan tepat
menjadi skala 5
3. Ketidakefektifan pola napas Tujuan: 3140. Manajemen Jalan nafas
(00032) berhubungan dengan
Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam status 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
obstruksi bronkus atau pola nafas klien efektif
2. Motivasi pasien untuk bernafas dalam dan pelan
sumbatan parsial pada
Kriteria Hasil:
intrapulmoner proksimal Status Pernafasan 3. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana
mestinya
1. Frekuensi pernafasan dari skala 1
menjadi skala 5 3320. Terapi Oksigen

7. Bersihkan mulut hidung dan sekresi trakea dengan tepat


8. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Kapasitas vital dan volume tidal dari
skala 1 menjadi skala 4 9. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem

3. Suara auskultasi nafas dari humidifier


skala 1 menjadi skala 4
10. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
4. Irama pernafasan dari skala 1 menjadi
11. Monitor alat pemberian oksigen
skala 5
12. Monitor efektifitas terapi oksigen dengan tepat
4. Nyeri kronis (00132) Tujuan: 2210. Pemberian Analgesik
berhubungan dengan
Setelah dilakukan perawatan 3x24 klien 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan
penyebaran neoplastik ke sedikit atau tidak menunjukkan nyeri nyeri sebelum mengobati klien
mediastinum Kriteria Hasil:
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
1605. Kontrol Nyeri frekuensi obat analgesik yang diresepkan

1. Mengenali kapan nyeri terjadi dari skala 3. Cek adanya riwayat alergi obat
1 menjadi skala 3 4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
2. Menggambarkan faktor penyebab nyeri
dari skala 1 menjadi skala 3 5. Berikan analgesik sesuai dengan waktu paruhnya

3. Menggunakan tindakan pengurangan 1400. Manajemen Nyeri


nyeri (tanpa analgesik) dari skala 1
menjadi skala 3 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif dengan teknik
PQRST
4. Melaporkan nyeri terkontrol dari skala 1
menjadi skala 4 2. Gunakan strategikomunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri
2102. Tingkat Nyeri
3. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab
1. Nyeri yang  dilaporkan dari nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi
skala 1 menjadi skala 4 dari ketidaknyamanan akibat prosedur

2. Ekspresi wajah nyeri dari skala 1 menjadi 4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri


skala 3 5. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani
nyerinya dengan tepat.

6. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim


kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri  sesuai

kebutuhahan.
5. Ansietas (00146)  berhubungan Tujuan: 5820. Pengurangan Kecemasan
dengan nyeri kronis
Setelah dilakukan perawatan 3x24 klien 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
sedikit atau tidak menunjukkan tanda
ansietas 2. Jelaskan penyebab nyeri

Kriteria Hasil: 3. Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan


dan prognosis.
1211. Tingkat Kecemasan
4. Instruksikan klien untuk menggunakan tekhnik relaksasi
1. Perasaan gelisah dari skala 1 menjadi 5. Kolaborasi penggunaan obat-obatan untuk mengurangi
skala 5 kecemasan secara tepat

2. Rasa cemas yang disampaikan secara 6680. Monitor Tanda-Tanda Vital


lisan dari skala 1 menjadi skala 5
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
3. Peningkatan frekuensi nadi dari skala 1 status pernafasan dengan tepat.
menjadi skala 5
2. Monitor irama dan tekanan jantung
4. Gangguan tidur dari skala 1 menjadi
skala 5 3. Monitor nada jantung.

4. Monitor irama dan laju pernafasan.

5. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-


tanda vital
2.4 Discharge Planning

Discharge planning merupakan serangkaian keputusan dan aktivitas-aktivitas


yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang berlanjut dan
terkoordinasi ketika pasien akan pulang dari pelayanan kesehatan. Discharge
planning pada pasien kanker paru disusun berdasarakan tindakan keperawatan
yang meliputi observasi, mandiri, edukasi, dan kolaborasi yang disusun sebagai
berikut :

1. Observasi keadaan pasien meliputi tanda-tanda vital pasien

2. Kolaborasi dengan dokter untuk mengkonsultasikan tentang penanganan


lanjutan (Kemoterapi, radiasi, atau pembedahan)

3. Motivasi klien untuk tidak merokok dan tidak berada di dekat orang yang
sedang merokok

4. Hindari daerah yang banyak polusi udara atau pakailah masker untuk
mencegah debu masuk ke saluran pernafasan

5. Ajarkan kepada klien untuk meningkatkan daya tahan tubuh, cukup istirahat,
dan makan-makanan yang bergizi

6. Ajarkan kepada klien untuk menghindari menghirup zat karsinogenik (seperti


asbestos, uranium, dll)
DAFTAR PUSTAKA

Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC

Keliat, Budi Anna., et all. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017. Edisi 10. Jakarta: EGC

Kemenkes RI. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Paru.


http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKParu.pdf (Diakses pada 15
Januari 2018)

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc. Jogja: Mediaction

Nurjannah, I & Tumanggor, R.D. 2013. Nursing Interventions Classification


Edisi 6 (Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.

Nurjannah, I & Tumanggor, R.D. 2013. Nursing Outcomes Classification Edisi


5 (Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.

Purba, Ardina Filindri & Wibisono. 2015 Pola Klinis Kanker Paru di RSUP dr.
Kariadi Semarang Periode Juli 2013- Juli 2014.
http://eprints.undip.ac.id/46681/3/BAB_II_HASIL_KTI.pdf (Diakses pada
15 Januari 2018)

Sari, Lenny Widyawati Intan dan Purwoko, Yosef. 2015. Perbedaan Nilai Arus
Puncak Ekspirasi Sebelum dan Sesudah Pelatihan Senam Lansia Menpora
pada Kelompok Lansia Kemuning, Banyumanik, Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/46788/3/Lenny_Widyawati_Intan_Sari_2201011
1120052_Lap.KTI_Bab2.pdf (Diakses pada 15 Januari 2018)

Stoppler, M.C. 2010. Kanker Paru. http://www.emedicinehealth/ (Diakses pada 15


Januari 2018)

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC

Tan, Winston W. 2017. Non-Small Cell Lung Cancer Clinical Presentation


https://emedicine.medscape.com/article/279960-clinical. (Diakses pada 22
Januari 2018
Syafrullah, Sarah Carolin. 2015. Pengaruh Olahraga Renang terhadap Kapasitas
Vital Paksa dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
http://digilib.unila.ac.id/20701/14/BAB%20II.pdf (Diakses pada 15 Januari
2018)

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC

Tan, Winston W. 2017. Non-Small Cell Lung Cancer Clinical Presentation.


https://emedicine.medscape.com/article/279960-clinical. (Diakses pada 22
Januari 2018)

Anda mungkin juga menyukai