Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh yang sehat membutuhkan asupan gizi dan nutrisi seimbang untuk menjalankan fungsi setiap bagian
organ tubuh dengan baik dan menjaga agar tubuh tetap dalam kondisi sehat. Setiap bagian tubuh mempunyai
peran dan fungsi sendiri-sendiri dan begitu juga dengan kebutuhan agar dapat bekerja dengan baik.

Karbohidrat, lemak, protein, dan beberapa zat mineral telah dianggap sebagai zat-zat makanan yang
dibutuhkan untuk fungsi tubuh normal. Akan tetapi berbagai pengamatan menduga bahwa senyawa-senyawa
organik lainnya adalah esensial untuk menjaga kesehatan. Telah diketahui bahwa proses pembekuan darah
diperlukan trombokinase, Ca++, vitamin K, protrombin. Jika salah satu komponen tidak ada, proses
pembekuan darah akan terhambat.

Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan tubuh untuk proses metabolisme dan
pertumbuhan yang normal. Vitamin-vitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup,
oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Vitamin tersebut pada umumnya dapat
dikelompokkan kedalam dua golongan utama yaitu vitamin yang larut dalam lemak yang meliputi vitamin A,
D, E, dan K dan vitamin yang larut dalam air yang terdiri dari vitamin C dan vitamin B (Winarno 1986).

Vitamin K merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak. Sekali diserap dalam, vitamin ini disimpan
dalam hati melalui sistem limfe. Absorbsi membutuhkan cairan empedu dan pakreas. Seperti halnya lemak,
vitamin juga memerlukan protein pengangkut untuk memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain.
Karena sifatnya yang tidak larut dalam air, maka vitamin K tidak dikeluarkan, akibatnya vitamin ini dapat
ditimbun dalam tubuh bila dikonsumsi dalam jumlah banyak.

Keberadaan vitamin K merupakan salah satu mikronutrien yang essensial bagi tubuh, sehingga informasi
mengenai fungsi, metabolisme, absorpsi dan sumber-sumber makanan vitamin K.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengetahui gambaran vitamin K dalam
tubuh.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari laporan ini adalah:

1. Mengetahui definisi dan bentuk vitamin K

2. Mengetahui sifat vitamin K

3. Mengetahui fungsi vitamin K

4. Mengetahui sumber-sumber vitamin K

5. Mempelajari angka kecukupan vitamin K

6. Memahami absorpsi dan transportasi vitamin K

7. Mempelajari metabolisme vitamin K

8. Mengetahui akibat kekurangan dan kelebihan vitamin K


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Bentuk Vitamin K

Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon yang berperan dalam
modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam proses pembekuan darah, seperti prothrombin,
proconvertin, komponen thromboplastin plasma, dan Stuart-Power Factor. Vitamin K juga adalah sekelompok
senyawa kimia yang terdiri atas filokuinon yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan menakuinon yang
terdapat dalam minyak ikan dan daging. Menakuinon juga dapat disintesis oleh bakteri di dalam usus halus
manusia (Sandjaja 2009).

Ada tiga bentuk vitamin K, yaitu: (1) Vitamin K1 (phytomenadione) yang tedapat pada sayuran hijau, (2)
Vitamin K2 (menaquinone) yang dapat disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes fragilis dan
beberapa strain Escherichia coli, (3) Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetis yang sekarang
jarang diberikan pada bayi yang baru lahir (neonatus) karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia
hemolitik. Vitamin K3 ini bersifat larut dalam air, digunakan untuk penderita yang mengalami gangguan
penyerapan vitamin K dari makanan (Sandjaja 2009).

Nama kimia dari vitamin K1 adalah 2-metil-3fitil-1,4-naftokuinon. Produk sintesis vitamin K3 (menadion atau
2-metil-1,4-naftokuinon) memiliki kekuatan tiga kali disbanding vitamin K. Dukimarol adalah senyawa
antagonik terhadap vitamin K (Winarno 1986).

Menadion (vitamin K3), yaitu senyawa induk seri vitamin K, tidak ditemukan dalam bentuk alami tetapi jika
diberikan, secara in vivo senyawa ini akan mengalami alkilasi menjadi salah satu menakuinon (vitamin K2).
Filokuinon (vitamin K1) merupakan bentuk utama vitamin K yang ada dalam tanaman. Menakuinon–7
merupakan salah satu dari rangkaian bentuk tak jenuh polirenoid dari vitamin K yang ditemukan dalam
jaringan binatang dan disintesis oleh bakteri dalam intestinum.

2.2 Sifat Vitamin K

Vitamin K larut dalam lemak dan tahan panas, tetapi mudah rusak oleh radiasi, asam, dan alkali. Vitamin K
juga terdapat di alam dalam dua bentuk, keduanya terdiri atas cincin 2-metilnaftakinon dengan rantai
samping. Vitamin K1 mempunyai rantai samping fitil. Vitamin K2 merupakan sekumpulan ikatan yang rantai
sampingnya terdiri atas beberapa satuan isoprene (berjumlah 1 samping dengan 14 unit). Vitamin K3 terdiri
atas naftakinon tanpa rantai samping, oleh karena itu mempunyai sifat larut air. Vitamin K atau metadion baru
aktif secara biologis setelah mengalami alkalilasi didalam tubuh (Almatsier, 2006).

2.3 Fungsi Vitamin K

Vitamin ini merupakan kebutuhan vital untuk sintesis beberapa protein termasuk dalam pembekuan darah.
Disebut juga vitamin koagulasi, vitamin ini bertugas menjaga konsitensi aliran darah dan membekukannya
saat diperlukan. Vitamin yang larut dalam lemak ini juga berperan penting dalam pembentukan tulang dan
pemeliharaan ginjal. Selain berperan dalam pembekuan, vitamin ini juga penting untuk pembentukan tulang
terutama jenis K1. Vitamin K1 diperlukan supaya penyerapan kalsium bagi tulang menjadi maksimal
(Winarno 1986).

Vitamin K diperlukan untuk proses karboksilasi-gama pada residu glutamate untuk membentuk tiga protein
kunci yang terdapat dalam tulang, termasuk osteokalsin, yang memiliki aktifitas tinggi dalam mengikat
kalsium. Telah dilaporkan bahwa pada orang usia lanjut status vitamin K berbanding terbalik dengan resiko
fraktur (Barasi 2007).

Vitamin K merupakan kofaktor enzim karboksilase yang mengubah residu protein berupa asam glutamate
(glu) menjadi gama-karboksiglutamat (gla). Protein-protein ini dinamakan protein-tergantung vitamin K atau
gla-protein. Enzim karboksilase yang menggunakan vitamin K sebagai kofaktor didapat di dalam membran hati
dan tulang dan sedikit di lain jaringan. Gla-protein dengan mudah dapat mengikat ion kalsium. Kemampuan
inilah yang merupakan aktivitas biologik vitamin K. Vitamin K sangat penting bagi pembentukan protombin.
Kadar protombin yang tinggi didalam darah merupakan indikasi baiknya daya penggumpalan darah. Pada
proses pembekuan darah, gama-karboksilasis terjadi di dalam hati pada residu asam glutamate yang terdapat
pada berbagai faktor pembekuan darah, seperti factor II (Protrombin), VII, VIII, IX, dan X (Almatsier 2006).

Kemampuan gla-protein untuk mengikat kalsium merupakan langkah essensial dalam pembekuan darah. Gla
protein lain yang mampu mengikat ion kalsium terdapat di dalam jaringan tulang dan gigi sebagai osteokalsin
dan gla-protein matriks. Kedua jenis gla-protein ini mengikat hidroksiapatit yang diperlukan dalam
pembentukan tulang. Tanpa vitamin K, tulang memproduksi protein yang tidak sempurna, sehingga tidak
dapat mengikat mineral-mineral yang diperlukan dalam pembentukan tulang. Gla protein juga ditemukan
pada jaringan tubuh lain seperti ginjal, pankreas, limpa, paru-paru, dan endapan aterosklerotik namun
fungsinya belum diketahui dengan pasti. Gla protein di dalam otak diduga berperan dalam metabolisme
sulfatida yang diperlukan untuk perkembangan otak (Almatsier 2006).

2.4 Sumber Vitamin K

Sistem pencernaan manusia sudah mengandung bakteri di dalam usus halus (jejunum dan ileum) yang mampu
mensintesis vitamin K, yang sebagian diserap dan disimpan di dalam hati. Akan tetapi tubuh masih perlu
mendapat tambahan vitamin K dari makanan. Sumber utama vitamin K adalah hati, sayuran daun berwarna
hijau, kacang buncis, kacang polong, kol dan brokoli. Semakin hijau daun-daunan semakin tinggi kandungan
vitamin K-nya. Bahan pangan lain yang mengandung vitamin K dalam jumlah lebih sedikit adalah susu, daging,
telur, serealia, dan buah-buahan (pisang, jeruk, dan tomat) (Almatsier 2006)..

Teh juga merupakan sumber vitamin K yang baik. Dalam setiap gram teh terkandung sekitar 300-500 SI
vitamin K. Berbagai pangan probiotik (yoghurt, yakult, kefir, dan dadih) yang mengandung bakteri bersifat
menguntungkan kesehatan, ternyata bisa membantu menstimulasi produksi vitamin K di dalam usus besar
(Purwanto, 2002).

Tabel 1 Kadar Vitamin K pada berbagai bahan pangan (µg/100 gram)

Bahan Makanan µg Bahan makanan µg

Susu sapi 3 Asparagus 57

Keju 35 Buncis 14

Mentega 30 Brokoli 200

Ayam 11 Kol 125

Daging sapi 7 Daun selada 129

Hati sapi 92 Bayam 89

Hati ayam 7 Kentang 3

Minyak jagung 10 Tomat 5

Jagung 5 Pisang 2

Gandum 5 Jeruk 1

Tepung terigu 4 Kopi 38

Roti 4 Teh hijau 712

Air Susu Ibu (ASI) tidak banyak mengandung vitamin K, sedangkan bakteri yang dapat mensintesis vitamin K
tidak segera tersedia di dalam saluran cerna bayi. Untuk mencegah terjadinya gangguan penggumpalan darah
yang dapat menyebabkan perdarahan, bayi baru lahir dianjurkan mendapat vitamin K melalui mulut atau
injeksi intramuscular. Susu formula bayi sebaiknya difortifikasi dengan vitamin K (Almatsier 2006).
2.5 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Menurut standar RDA (Recommended Dietary Allowance), kebutuhan vitamin K seseorang tergantung dari
berat badannya. Untuk dewasa, setidaknya membutuhkan 1 mikrogram setiap hari per kg berat badan. Jadi,
kalau berat badan Anda 50 kg maka kebutuhan perharinya mencapai 50 mikrogram. Angka kecukupan vitamin
K yang dianjurkan untuk berbagai golongan umur dan jenis kelamin di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2
(Almatsier 2006).

Tabel 2 Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk Vitamin K

Golongan umur AKG (mkg)

0-6 bulan 5

7-12 bulan 10

1-3 tahun 15

4-9 tahun 20

Pria

10-12 tahun 45

13-15 tahun 65

16-19 tahun 70

≥ 20 tahun 80

Wanita

10-12 tahun 45

13-15 tahun 55

16-19 tahun 60

≥ 20 tahun 65

Hamil 65

Menyusui 0-6 bln 65

Menyusui 7-12 bln 65

2.6 Absorpsi dan Transportasi Vitamin K

Vitamin K bekerja sebagai kofaktor enzim karboksilase yang membentuk residu γ – karboksiglutamat dalam
protein precursor. Reaksi karboksilase yang tergantung vitamin K terjadi dalam retikulum endoplasmic
banyak jaringan dan memerlukan oksigen molekuler, karbondioksida serta hidrokuinon ( tereduksi ) vitamin
K dan di dalam siklus ini, produk 2,3 epoksida dari reaksi karboksilase diubah oleh enzim 2,3 epoksida
reduktase menjadi bentuk kuinon vitamin K dengan menggunakan zat pereduksi ditiol yang masih belum
teridentifikasi. Reduksi selanjutnya bentuk kuinon menjadi hidrokuinon oleh NADH melengkapi siklus vitamin
K untuk menghasilkan kembali bentuk aktif vitamin tersebut (Rusdiana 2004).
Sebanyak 50-80 persen vitamin K di dalam usus diserap dengan bantuan asam empedu dan cairan pankreas.
Setelah diserap di dalam usus halus bagian atas, vitamin K dikaitkan dengan kilomikron untuk diangkut melalui
sistem limfa ke hati. Hati merupakan tempat penyimpanan vitamin K utama di dalam tubuh. Kemudian,
vitamin K diangkut oleh lipoprotein VLDL plasma dari hati menuju ke berbagai sel tubuh. Karena vitamin K
bersifat larut dalam lemak, hal-hal yang menghambat penyerapan lemak secara otomatis juga akan
menurunkan penyerapan vitamin K (Almatsier 2006).

Dalam keadaan normal, sebanyak 30-40 persen dari vitamin K yang diserap akan dikeluarkan melalui empedu,
dan 15 persen melalui urin sebagai metabolit larut air. Simpanan vitamin K di dalam tubuh tidak banyak dan
pergantiannya terjadi dengan cepat. Simpanan di dalam hati sebanyak 10 persen berupa filokuinon dan 90
persen berupa menakuinon, yang kemungkinan disintesis oleh bakteri pada saluran pencernaan. Namun,
kebutuhan akan vitamin K tampaknya tidak dapat hanya dipenuhi dari sintesis menakuinon, diperlukan juga
diperoleh dari makanan (Almatsier 2006).

2.7 Metabolisme Vitamin K

Sebagaimana vitamin yang larut lemak lainnya, penyerapan vitamin K dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi penyerapan lemak, antara lain cukup tidaknya sekresi empedu dan pankreas yang diperlukan
untuk penyerapan vitamin K. Hanya sekitar 40 -70% vitamin K dalam makanan dapat diserap oleh usus.
Setelah diabsorbsi, vitamin K digabungkan dengan kilomikron, diangkut melalui saluran limfatik, kemudian
melalui saluran darah ditranportasi ke hati. Sekitar 90% vitamin K yang sampai di hati disimpan dalam bentuk
menaquinone. Dari hati, vitamin K disebarkan ke seluruh jaringan tubuh yang memerlukan melalui darah. Saat
di darah, vitamin K bergabung dengan VLDL dalam plasma darah (Rusdiana 2004).

Setelah disirkulasikan berkali-kali, vitamin K dimetabolisme menjadi komponen larut air dan produk asam
empedu terkonjugasi. Selanjutnya, vitamin K diekskresikan melalui urin dan feses. Sekitar 20% dari vitamin K
diekskresikan melalui feses. Pada gangguan penyerapan lemak, ekskresi vitamin K bisa mencapai 70 -80 %
(Rusdiana 2004).

2.8 Kekurangan dan Kelebihan Vitamin K

Kekurangan vitamin K menyebabkan darah tidak dapat menggumpal, sehingga bila ada luka atau pada operasi
terjadi perdarahan. Kekurangan vitamin K karena makanan jarang terjadi, sebab vitamin K terdapat secara
luas dalam makanan. Kekurangan vitamin K terjadi bila ada gangguan absorpsi lemak (bila produksi empedu
kurang atau pada diare). Kekurangan vitamin K bisa juga terjadi bila seorang mendapat antibiotika sedangkan
tubuhnya kurang mendapat vitamin K dari makanan. Antibiotika membunuh bakteri di dalam usus yang
membentuk vitamin K. Oleh karena itu, sebelum operasi biasanya diperiksa terlebih dahulu kemampuan
darah untuk menggumpal dan sebagai pencegahan diberi suntikan vitamin K. Vitamin K biasanya diberikan
sebelum operasi untuk mencegah perdarahan berlebihan (Almatsier 2006).

Jika vitamin K tidak terdapat dalam tubuh, darah tidak dapat membeku. Hal ini dapat meyebabkan
pendarahan atau hemorrhargia. Bagaimanapun, kekurangan vitamin K jarang terjadi karena hampir semua
orang memperolehnya dari bakteri dalam usus dan dari makanan. Namun kekurangan bisa terjadi pada bayi
karena sistem pencernaan mereka masih steril dan tidak mengandung bakteri yang dapat mensintesis vitamin
K, sedangkan air susu ibu mengandung hanya sejumlah kecil vitamin K. Untuk itu bayi diberi sejumlah vitamin
K saat lahir (Rahayu 2008).

Pada orang dewasa, kekurangan dapat terjadi karena sedikitnya konsumsi sayuran atau mengonsumsi
antobiotik terlalu lama. Antibiotik dapat membunuh bakteri menguntungkan dalam usus yang memproduksi
vitamin K. Terkadang kekurangan vitamin K disebabkan oleh penyakit liver atau masalah pencernaan dan
kurangnya garam empedu (Purwanto 2002).

Aspirin berlebihan dapat mencegah pembekuan darah normal dengan mengganggu pembentukan platelet
dan faktor-faktor tergantung vitamin K. Diagnosa adanya defisiensi vitamin K adalah timbulnya gejala-gejala,
antara lain hipoprotrombinemia, yaitu suatu keadaan adanya defisiensi protrombin dalam darah. Selain itu,
terlihat pula perdarahan subkutan dan intramuskuler (Almatsier 2006).
Kelebihan vitamin K hanya bisa terjadi bila vitamin K diberikan dalam bentuk berlebihan berupa vitamin K
sintetik menadion. Gejala kelebihan vitamin K adalah anemia hemolisis, hiperbilirubinemia, kern ikterus, sakit
kuning (jaundice) dan kerusakan pada otak (Almatsier 2006).

Absorpsi adalah proses penyerapan makanan dari saluran pencernaan yang selanjutnya dipindahkan ke sistem
kardiovaskuler dan limfa untuk diedarkan ke seluruh tubuh.

Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah.

Hemorrhargia adalah keluarnya eritrosit (darah) dari pembuluh darah, karena pecahnya dindng pembuluh
darah setempat.

Kilomikron adalah ikatan lipoprotein besar, yang disintesis dalam mukosa usus, dikeluarkan ke limfe intestinal,
selanjutnya masuk ke dalam plasma darah sitemik tanpa melalui hati.

Koagulasi adalah proses dimana berbagai faktor pembekuan darah berinteraksi, yang akhirnya membentuk
bekuan fibrin yang tak larut.

Protrombin adalah protein yang larut dalam plasma darah, yang bila terjadi luka bersama dengan ion kalsium
membentuk trombin, yang mengaktifkan fibrinogen menjadi fibrin.

Proconvertin adalah faktor koagulasi yang dibentuk dalam ginjal dibawah pengaruh vitamin.

VLDL (Very Low Density Lipoprotein) adalah ikatan lipoprotein dengan densitas sangat rendah, disintesis hati,
memasuki plasma dan diedarkan ke seluruh tubuh.
IV. KESIMPULAN

1. Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, terdapat dalam 3 bentuk yaitu Vitamin K1
(phytomenadione), Vitamin K2 (menaquinone) dan Vitamin K3 (menadione).

2. Vitamin K tahan terhadap panas, tetapi mudah rusak oleh radiasi, asam, dan alkali.

3. Fungsi vitamin K adalah menjaga konsitensi aliran darah, membantu pembekuan darah saat diperlukan,
memaksimalkan penyerapan kalsium, dan proses karboksilasi-gama pada residu glutamate dalam
pembentukan tulang.

4. Sumber-sumber vitamin K adalah hati, sayuran daun berwarna hijau seperti kol dan brokoli serta bakteri
di dalam usus halus (jejunum dan ileum) juga mampu mensintesis vitamin K.

5. Standar kecukupan vitamin K seseorang tergantung dari berat badannya, untuk dewasa 1mikrogram
setiap hari per kg berat badan.

6. Absorpsi vitamin K dipengaruhi sekresi empedu dan cairan pankreas. Setelah vitamin K diserap oleh usus
halus, kemudian dikaitkan dengan kilomikron serta ditransportasikan ke hati melalui sistem limfe. Kemudian
diangkut oleh VLDL ke seluruh tubuh.

7. Vitamin K dimetabolisme menjadi komponen larut air dan produk asam empedu terkonjugasi.
Selanjutnya, vitamin K diekskresikan melalui urin dan feses.

8. Kekurangan vitamin K terjadi apabila terdapat gangguan absorbsi lemak sehingga hipotrombinemia
menyebabkan darah sukar membeku dan pendarahan atau hemorrhargia. Kelebihan vitamin K adalah anemia
hemolitik, hiperbilirubinemia, kern ikterus dan kerusakan pada otak.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Barasi, M. 2007. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hermaya, T. 1992. Ensiklopedi Kesehatan. Jakarta: PT.Cipta Adi Kusuma

Purwanto. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian

Rahayu. 2008. Vitamin K. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Rusdiana. 2004. Vitamin. Sumatera Utara : Penerbit Universitas Sumatera Utara.

Sandjaja. 2009. Kamus Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Wilson, E.D., K.H. Fisher dan P.A. Gracia. 1979. Principle of Nutrition. New York: John Wiley & Son,ed.

Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai