Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KIMIA BAHAN MAKANAN

SIFAT DAN KANDUNGAN SERTA INDEKS GLIKEMIK


LABU KUNING (Cucurbita moschata Durch)
BAGI PENDERITA DIABETES

Di susun oleh :

Kelas A
Adelya Agustina (08061281823033)
Widea Fitri Utami (08061181823011)
Dosen Pembimbing : DR. Miksusanti, M.Si.

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Kimia
Bahan Makanan dengan judul “SIFAT DAN KANDUNGAN SERTA INDEKS
GLIKEMIK LABU KUNING (Cucurbita moschata Durch) BAGI
PENDERITA DIABETES”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Indralaya, 4 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan............................................................................................. 3
1.4 Manfaat ........................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus ............................................................................ 4
2.2 Labu Kuning ................................................................................... 6
1. Klasifikasi ................................................................................ 6
2. Morfologi ................................................................................. 7
3. Kandungan gizi labu kuning .................................................... 7

2.3 Indeks Glikemik ............................................................................. 7


2.4 Kadar gula darah ........................................................................ 9
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 11
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan..................................................................................... 14
4.2 Saran ............................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM)
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional
maupun lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami
peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes
merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam
darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia.
Berdasarkan perolehan data International Diabetes Federation (IDF) tingkat
prevalensi global penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan
diperkirakan pada tahun 2035 mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus)
diantara usia penderita DM 40-59 tahun (International Diabetes Federation, 2013).
Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah pasien
DM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China (Suyono, 2006).
Kontrol glukosa pada penderita diabetes mellitus merupakan salah satu
faktor yang harus dikendalikan. Pengaruh konsumsi pangan terhadap kadar glukosa
darah selama periode tertentu disebut respons glikemik. Pemahaman yang baik
terhadap respons glikemik sangat diperlukan, baik bagi orang sehat untuk
menghindari terjadinya DM, maupun bagi penderita DM (Sheard et al. 2004).
Respon glikemik dipengaruhi oleh tipe diet seseorang, bahan pangan dicerna
dengan kecepatan berbeda-beda sehingga respons kadar glukosa darah juga
berbeda. Secara umum, pangan yang menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat
memiliki indeks glikemik (IG) tinggi, sedangkan pangan yang menaikkan kadar
gula darah dengan lambat memiliki IG rendah .Nilai IG setiap produk pangan
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kadar serat pangan, kadar amilosa dan
amilopektin, daya cerna pati, dan cara pengolahan.

1
Salah satu faktor yang memengaruhi nilai IG suatu produk pangan adalah
cara pengolahan, seperti pemanasan, pemanggangan, pengukusan, penggorengan,
pendinginan, dan penggilingan (penepungan) untuk memperkecil ukuran partikel.
Proses pengolahan pada karbohidrat mengakibatkan karbohidrat menjadi lebih
mudah dicerna sehingga menaikkan indeks glikemik. Proses pengolahan juga dapat
mengakibatkan terbentuknya pati teretrogradasi (retrograded starch) yang lebih
sulit dicerna sehingga dapat menurunkan indeks glikemik (IG), sehingga penelitian
mengenai variasi metode pengolahan sangat diperlukan untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap nilai indeks glikemik terutama pada bahan pangan lokal yang
merupakan sumber karbohidrat dalam kaitannya dengan diet karbohidrat penderita
DM.
Tanaman labu kuning (waluh) merupakan suatu jenis buah yang termasuk
kedalam familia Cucurbitaceae, termasuk tanaman semusim yang sekali berbuah
langsung mati. Labu kuning salah satu tanaman yang mudah dalam pembibitan,
perawatan, dan hasilnya cukup memberikan nilai ekonomis yang tinggi kepada
masyarakat. Labu kuning banyak dibudidayakan di negara Afrika, Amerika, India
dan Cina. Labu kuning biasanya tumbuh pada dataran rendah maupun tinggi,
ketinggian tempat antara 0 m-1500 m diatas permukaan laut. Di Jawa Barat labu
kuning disebut dengan “ Labu Parang”, karena tanaman tersebut merupakan
tanaman tahunan yang menjalar (merambat) dengan perantara alat yang berbentuk
pipih, batangnya cukup kuat dan panjang terdapat bulu-bulu yang agak tajam
(Heliyani, 2012).
Labu kuning mempunyai kandungan nutrisi yang cukup lengkap di
antaranya yaitu karbohidrat (6,6 g), protein (1,1 g), lemak (0,3 g), kalsium (45 mg),
fosfor (64 mg), besi (1,4 mg), vitamin A(180 sl), vitamin B(0,08 mg), air(9,1 g),
vitamin C(5,2 mg). Tanaman Labu kuning memiliki banyak manfaat bagi kesehatan
diantaranya sebagai penambah nafsu makan anak, memperbaiki tekanan darah
tinggi, gangguan kandung kemih, sakit maag, memperbaiki kulit kusam dan
menghilangkan flek hitam. Selain itu, waluh juga mengandung antioksidan sebagai
penangkal radikal bebas dan kanker. Sifat labu kuning yang lunak dan mudah
dicerna serta mengandung karoten (pro vitamin A) cukup tinggi, serta dapat
menambah menarik warna pangan.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja kandungan labu kuning yang berpengaruh terhadap DM?
2. Mengapa labu kuning dapat dikategorikan indeks glikemik rendah?
3. Kandungan gizi apa yang terdapat dalam labu kuning?
4. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus?
5. Apakah perbedaan indeks glikemik tinggi dan rendah

1.3 Tujuan
1. Mengetahui kandungan labu kuning yang berpengaruh terhadap DM
2. Mengetahui penyebab rendahnya indeks glikemik pada labu kuning
3. Mengetahui kandungan gizi yang terdapat dalam labu kuning
4. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya diabetes
5. Mengetahui perbedaan indeks glikemik tinggi dan rendah

1.4 Manfaat
Diharapkan masyarakat dapat mengetahui nilai indeks glikemik dan beban
glikemik produk olahan labu kuning dan mengetahui faktor faktor yang
mempengaruhi nilai IG produk olahan bahan pangan serta mengetahui manfaat
produk olahan labu kuning terhadap penderita diabetel mellitus.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dikenal sebagai penyakit kencing manis
atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula dalam darah melebihi 150 mg/dl, dimana batas normal gula
darah adalah 70-150 mg/dl, sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme
dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin
sesuai kebutuhan tubuh (Ernawati, 2013).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme glukosa yang disebabkan
oleh gangguan dalam tubuh. Tubuh individu dengan diabetes tidak menghasilkan
cukup insulin, sehingga menyebabkan kelebihan glukosa dalam darah (Yuniarti,
2013). Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik yang tidak menular melanda
beberapa jutaan orang di seluruh dunia. Hal ini terkait dengan beberapa komplikasi
mikro dan makrovaskuler. Hal ini juga merupakan penyebab utama kematian.
Masalah yang belum terselesaikan adalah bahwa definisi dari ambang diagnostik
untuk diabetes (Misdiarly, 2006). Diabetes adalah kompleks, penyakit kronis yang
membutuhkan perawatan medis terus-menerus dengan strategi pengurangan risiko
multifaktorial di luar kendali glikemik (ADA, 2016).
Pengelolaan diabetes dilakukan dengan tiga cara, yaitu: obat antidiabetik
oral, insulin, dan diet. Mengelola diabetes melalui diet berarti menerapkan pola
makan seimbang dan membatasi diet secara terkendali (terapi nutrisi), yang berlaku
untuk semua penderita diabetes. Untuk diabetes tipe-1 diperlukan keseimbangan
asupan makanan dan suntikan insulin untuk mencapai kadar glukosa darah yang
terkendali sedangkan untuk diabetes tipe-2, dalam beberapa kasus, pola diet yang
baik saja sudah dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Dalam terapi nutrisi,
asupan glukosa dan karbohidrat dibatasi dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh.

4
Gejala diabetes mellitus digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.
Gejala akut ini adalah gejala yang umum muncul pada penderita diabetes mellitus
seperti banyak makan (polifagia), banyak minum (polidipsi), banyak kencing
(polyuria) atau yang biasanya disingkat 3P. Fase ini biasanya penderita menunjukan
berat badan yang terus naik (bertambah gemuk), karena pada saat ini jumlah insulin
yang masih mencukupi, bila keadaan tersebut tidak segera diobati, lama-kelamaan
akan timbul gejala yang disebakan karena kurangnya insulin seperti mual dan nafsu
makan mulai berkurang. Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukan gejala
akut (mendadak) tetapi baru menunjukan gejala sesudah beberapa bulan atau
beberapa tahun mengidap penyakit DM gejala seperti ini disebut gejala kronik.
Gejala kronik ini seperti kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk – tusuk,
rasa tebal dikulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur, kram,
mudah mengantuk, mata kabur dan sering ganti kacamata, gatal di sekitar
kemalauan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, dan kemampuan seksual menurun
bahkan impoten (Misdiarly, 2006).
Pencegahan penyakit DM dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara
primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan secara primer bertujuan untuk mencegah
terjadinya diabetes. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan mengatur pola
makan yang seimbang, olahraga teratur, mempertahankan berat badan dalam batas
normal, tidur yang cukup, menghindari stres, dan menghindari obat-obatan yang
menimbulkan diabetes. Pencegahan sekunder bertujuan agar DM yang ada tidak
menimbulkan komplikasi penyakit lain, menghilangkan gejala dan keluhan
penyakit. Pencegahan DM sekunder dilakukan dengan diet seimbang dan sehat,
menjaga berat badan tetap normal, memantau gula darah, dan berolahraga secara
teratur. Pencegahan penyakit diabetes tersier bertujuan untuk mencegah terjadinya
cacat seperti buta, gagal ginjal, dan stroke.

5
2.2 LABU KUNING (Cucurbita moschata Durch)
1. Klasifikasi
Pada beberapa daerah nama tanaman yang dalam bahasa latin dikenal
dengan Cucurbita moschata yang termasuk suku Cucurbitaceae ini berbeda-beda.
Di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat buah ini dikenal dengan nama waluh
atau labu kuning. Di Madura disebut labuh, sedangkan di Malaysia disebut dengan
labu metah, ada pula yang menyebutnya labu parang. Jika dimasak untuk kolak
sebaiknya bijinya disertakan. Menurut hasil sejumlah penelitian, biji Cucurbita
moschata banyak mengandung zat yang berguna bagi kesehatan (Anonimus,
2011). Di Indonesia, labu terutama labu kuning banyak dimanfaatkan untuk
membuat berbagai macam hidangan seperti kolak, sup, cake hingga kue-kue basah
lainnya. Bijinya juga banyak dimanfaatkan sebagai camilan atau makanan ringan
(Alamendah, 2010).

Klasifikasi labu kuning (Simpson, 2006)


Regnum : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Cucurbitales
Family : Cucurbitaceae
Genus : Cucurbita
Species : Cucurbita moschata Durch.

6
2. Morfologi Cucurbita moschata
Tanaman Cucurbita moschata merupakan jenis tanaman semak dan
merambat yang mudah ditanam yaitu suatu kondisi yang tidak memerlukan
perawatan intensif. Tanaman ini sangat mudah/banyak dijumpai di Indonesia.
Tanaman Cucurbita moschata memiliki batang berkayu, lunak, berbentuk segi
empat, berambut, berbuku-buku, memiliki panjang batang kurang lebih 25 m dan
berwarna hijau muda (Alamendah, 2010).
Tanaman Cucurbita moschata memiliki daun tunggal, bentuk daunnya
bulat, tepi daun berombak sedangkan pangkal daunnya membulat dan berbulu.
Panjang daunnya 7-35 cm dengan lebar 6-30 cm, tanaman ini memiliki pertulangan
daun menyirip dan berwana hijau. Bunga Cucurbita moschata berwarna kuning,
berbentuk corong sedangkan kelopaknya berbentuk lonceng. Buah Cucurbita
moschata berbentuk bulat, berdaging yang berwarna kuning muda, dan bijinya
berbentuk pipih, keras, memiliki panjang kurang lebih 1,5 cm dengan lebar kurang
lebih 0,5 cm dan berwarna putih susu (Alamendah, 2010).
3. Kandungan gizi labu kuning

2.3 Indeks Glikemik


Nilai IG merupakan suatu ukuran untuk mengklasifikasikan pangan
berdasarkan pengaruh fisiologisnya terhadap kadar glukosa darah. Nilai IG
makanan terbagi menjadi 3 kategori: IG rendah (<55), IG sedang (55-70), dan IG
tinggi (>70).6 Perbedaan nilai IG pada makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu proses pengolahan, kadar pati seperti amilosa dan amilopektin, kadar serat
pangan, lemak, protein, dan zat antigizi.7 Selain mempengaruhi besarnya nilai IG,
7
kadar pati bersama dengan total gula berfungsi sebagai dasar dalam menentukan
jumlah available carbohydrate untuk pangan standar dalam pengukuran nilai IG
pada makanan. Disamping nilai IG, beban glikemik (BG) juga penting dalam
mencegah terjadinya DM. BG adalah angka yang menunjukkan jumlah kandungan
karbohidrat dalam satu porsi makanan yang berfungsi untuk menilai dampak
konsumsi karbohidrat dengan memperhitungkan IG makanan (Foster PK, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks glikemik antara lain :
Faktor Mekanisme
Proses pengolahan a. Ukuran partikel, makin kecil ukuran
partikel maka IG makanan makin tinggi
karena mengakibatkan mudah
terdegradasi oleh enzim. Enzim yang
bekerja mempercepat proses
pencernaan dan penyerapan
karbohidrat pati. b. Tingkat gelatinisasi,
semakin sedikit pati yang tergelatinasi,
semakin lambat proses pencernaannya
Kadar amilosa dan amilopektin Semakin banyak suatu makanan
mengandung amilosa, semakin lambat
kecepatan pencernaan gulanya. Hal ini
kebalikannya dengan amilopektin
Kadar gula sukrosa Sukrosa, yang disusun oleh glukosa dan
fruktosa. Keberadaan sukrosa
menghambat gelatinisasi dari molekul
pati dengan mengikat air selama proses
produksi makanan.
Kadar serat makanan Serat bertindak sebagai penghambat
fisik
Lemak dan protein Lemak dan protein memperlambat
proses pengosongan lambung. Protein
dapat meningkatkan sekresi insulin
tanpa meningkatkan glukosa darah.
Kadar anti gizi Beberapa bahan makanan mengandung
zat yang menghambat pencernaan pati,
misalnya pitat dan tannin

8
Pangan yang menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat memiliki IG
tinggi, sebaliknya pangan yang menaikkan kadar glukosa darah dengan lambat
memiliki IG rendah (Ragnhild et al. 2004; Rimbawan dan Siagian 2004; Atkinson
et al. 2008). Nilai IG dihitung berdasarkan perbandingan antara luas kurva kenaikan
glukosa darah setelah mengonsumsi pangan yang diuji dengan kenaikan glukosa
darah setelah mengonsumsi pangan rujukan terstandar, seperti glukosa (Marsono et
al. 2002) atau roti tawar (Brouns et al. 2005). Respons glikemik ditunjukkan oleh
kurva fluktuasi dari penyerapan glukosa dalam darah. Kurva fluktuasi dan area di
bawah kurva tersebut dijadikan acuan dalam perhitungan nilai IG suatu produk
pangan (Gambar 2).

Gambar 2. Kurva fluktuasi glukosa darah. Area di bawah kurva respons


glukosa darah merupakan jumlah A, B, C, D, E, F. Area di bawah garis dasar tidak
diperhitungkan (FAO/WHO 1998, Arvidsson-Lenner et al. 2004, Brouns et al. 2005,
Hoerudin 2012).

2.4 Kadar gula darah


Kadar gula darah diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan
tubuh. Dalam keadaan absorptif, sumber energi utama adalah glukosa. Glukosa
yang berlebih akan disimpan dalam bentuk glikogen atau trigliserida. Dalam
keadaan pascaabsoptif, glukosa harus dihemat untuk digunakan oleh otak dan sel
darah merah yang sangat bergantung pada glukosa. Jaringan lain yang dapat
menggunakan bahan bakar selain glukosa akan menggunakan bahan alternatif
(Sherood, 2012).

9
10
BAB III
PEMBAHASAN

Makanan IG rendah sebagian besar penyerapan glukosa terjadi di usus kecil


bagian atas (duodenum) dan bagian tengah (jejenum). Pada akhirnya, fluktuasi
kadar glukosa darah pun relatif kecil. Sebaliknya, makanan ber IG tinggi laju
pengosongan perut, pencernaan karbohidrat dan penyerapan glukosa berlangsung
cepat. Sebagian besar penyerapan glukosa hanya terjadi di usus kecil bagian atas
sehingga respon glikemik dicirikan dengan tingginya fluktuasi kadar glukosa darah
(Jenkins et al., 2002).
Makanan dengan nilai indeks glikemik rendah dan tinggi dibedakan
berdasarkan kecepatan dan penyerapan glukosa, serta fluktuasi kadarnya dalam
darah. Makanan ber IG rendah seperti labu kuning ini memiliki karakteristik yang
menyebabkan proses pencernaan di dalam perut berjalan lambat, sehingga laju
pengosongan perut pun berlangsung lambat. Hal ini mengakibatkan suspensi
pangan yang telah mengalami pencernaan di perut lebih lambat mencapai usus
kecil, sehingga pencernaan karbohidrat lebih lanjut dan penyerapan glukosa darah
di usus kecil terjadi secara lambat (Jenkins et al., 2002).
Rendahnya nilai IG pada labu kuning disebabkan oleh kandungan serat
yang lebih tinggi yaitu 8,35%. Serat dapat memperlambat laju makanan pada
saluran pencernaan dan menghambat aktivitas enzim sehingga proses pencernaan
khususnya pati menjadi lebih lambat dan respon glukosa darah akan lebih rendah.
Serat mempunyai efek hipoglikemik karena mampu memperlambat pengosongan
lambung, difusi glukosa, dan absorbsi glukosa sehingga dapat mengurangi
peningkatan glukosa darah.
Labu kuning mengandung senyawa betakaroten, flavonoid, vitamin C dan
vitamin E adalah antioksidan yang menghambat aktivitas radikal bebas yang
menyebabkan retensi insulin. Flavonoid berperan dalam menurunkan retensi
insulin dan menungkatkan sensitivitas insulin. Selain itu flavonoid juga memiliki
efek hipoglikemik dengan cara memblok aktivitas enzim alfa amilase dan alfa
glukosidase sehingga produksi glukosa menurun. Prinsip penghambatan ini
menyebabkan penundaan pemecahan karbohidrat dan disakarida, menghambat
absorbsi glukosa, dan menghambat metabolisme sukrosa menjadi glukosa serta

11
fruktosa. Mekanisme ini memiliki kesamaan aksi mekanisme seperti akarbose yang
selama ini digunakan sebagai obat untuk penanganan diabetes melitus (Withing
dkk,2011).
Polisakarida merupakan polimer karbohidrat yang kompleks. Polisakarida
pada labu kuning dilaporkan bersifat hipoglikemik, dan dari suatu penelitian
disebutkan bahwa polisakarida pada labu kuning dapat menekan peningkatan
glukosa darah dibandingkan glibenclamide. Selain itu, pemberian polisakarida labu
kuning sebanyak 200 mg/kg berat badan pada penderita diabetes akan memberikan
dampak baik terhadap penurunan glukosa darah pada 7 jam setelah pemberian.
Polisakarida yang diikat oleh protein di labu kuning dapat disebut sebagai agen
antidiabetes dimana dapat meningkatkan kadar toleransi glukosa, dan mengurangi
glukosa darah. Semakin tinggi kadar polisakarida yang diikat oleh protein, semakin
baik efek labu kuning dalam menurunkan kadar glukosa darah . Hal ini diperkuat
dengan penelitian pemberian polisakarida yang diikat oleh protein sebanyak 500
dan 1000 mg/kg berat badan dapat meningkatkan serum insulin, meningkatkan
toleransi glukosa, dan menurunkan glukosa darah pada 2 jam setelah makan, akan
tetapi penurunan paling baik terdapat pada dosis 1000 mg/kg berat badan (Withing
dkk,2011).
Labu kuning (Cucurbita sp) merupakan salah satu komoditas pertanian
yang mulai diminati oleh masyarakat karena keistimewaannya antara lain berasa
manis, memiliki aroma dan warna menarik, tahan disimpan lama dalam bentuk
masih utuh, dan murah harganya. Daging buah labu kuning berwarna kuning atau
jingga merupakan indikasi banyaknya pigmen karotenoid. Buah labu kuning
merupakan sumber provitamin A yang baik karena mengandung β-karoten
sebanyak 767 µg/g buah segar. Selain kandungan β-karoten yang tinggi, buah labu
kuning juga banyak mengandung pektin, karbohidrat lain, dan air (Gardjito, 1989).
Pektin pada labu kuning merupakan salah satu kandungan polisakarida yang
berkontribusi sebagai serat larut. Pektin tersusun oleh galaktosa, asam galakturonat,
glukosa, 9 rhamnosa, arabinosa, dan xylosa. Asam galakturonat pada pektin terdiri
dari ± 70 %. Pektin banyak ditemukan pada sayur dan buah. Pektin memiliki sifat
mampu menahan air, dapat membentuk gel, dan dapat menunda waktu
pengosongan lambung serta mengikat glukosa sehingga kecepatan absorpsi glukosa
di usus halus berkurang. Selanjutnya pektin akan menimbulkan rasa kenyang yang
lama dan akan menekan nafsu makan. Pektin dilaporkan memiliki sifat mampu
12
mengontrol tingkat glikemik serta mengurangi kebutuhan insulin, sehingga
peningkatan glukosa darah postprandial dapat dikendalikan. Oleh karenanya,
pektin dibutuhkan bagi penderita DM (Withing dkk,2011).
Berdasarkan penelitian pangan olahan labu kuning yang dibuat bolu labu
kuning dengan hasil perhitungan luas area dibawah kurva, bolu labu kuning
tersebut memiliki nilai indeks glikemik 64% yang termasuk dalam kategori nilai
indeks glikemik sedang (55-70), dan berdasarkan perkiraan per sajian bolu labu
kuning seberat 60 gram memiliki beban glikemik yang rendah yaitu 10,25 dan
olahan mie dari labu kuning dengan Formula (75% tepung labu) menunjukkan
penurunan kadar glukosa darah tertinggi yaitu 60 mg/dL dengan indeks glikemik
69,56 (Hawa dkk, 2015).

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Kandungan labu kuning yaitu flavonoid, pektin, β-karoten, dan kandungan


serat yang tinggi 8,35% dapat menurunkan kadar glukosa pada penderita
diabetes mellitus.
2. Rendahnya nilai IG pada labu kuning disebabkan oleh kandungan serat yang
lebih tinggi yaitu 8,35%. Serat dapat memperlambat laju makanan pada
saluran pencernaan dan menghambat aktivitas enzim sehingga proses
pencernaan khususnya pati menjadi lebih lambat dan respon glukosa darah
akan lebih rendah.
3. Labu kuning mengandung berbagai macam gizi seperti energi, protein,
lemak, karbohidrat, kalsium,fosfor, zat besi vitamin A B C dan air
4. Faktor-faktor yang dapat meyebabkan diabetes mellitus antaralain gaya
hidup,berat badan berlebih, hipertensi, aktivitas fisik, asupan
makanan,asupan energi, asupan karbohidrat,asupan lemak, jenis kelamin,
umur dan riwayat penyakit keluarga.
5. Makanan dengan nilai indeks glikemik rendah dan tinggi dibedakan
berdasarkan kecepatan dan penyerapan glukosa, serta fluktuasi kadarnya
dalam darah.

4.2 Saran
Pembuatan makalah ini dapat menjadi sumber referensi untuk masyarakat
memamfaatkan labu kuning segar maupun olahan sebagai alternatif makanan
bergizi tinggi untuk penderita diabetes mellitus.

14
DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association). 2016. Standards of Medical Care in


Diabetes 2016. Diabetes Care,39;1.
Alamendah., 2010, manfaat labu http://alamendah.wordpress.com, diakses pada
4 April 2020
Atkinson, F.S., K. Foster-Powell, and J.C. Brand Miller. 2008. International
tables of glycemic index and glycemic load values: 2008. Diabetes Care 31:
2281 2283.
Brouns, F., I. Bjorck, K.N. Frayn, A.L. Gibbs, V. Lang, G. Slama, and T.M.S.
Wolever. 2005. Glycemic index methodology. Nutr. Res. Rev. 18(1):
145 171.
Ernawati. (2013). Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Gardjito, 1989. Potensi Vitamin A Tepung Buah Waluh. Hasil Penelitian. Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hawa, I., & Murbawani, A. (2015, October 1). . Pengaruh Pemberian Formula
Enteral Berbahan Dasar Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch)
Terhadap Kadar Glukosa Darah Posrprandial Tikus Diabetes Mellitus.
Journal of Nutrition Collage, 4(4), 387-393. doi:10.14710/jnc.v4i4.10115
Heliyani, H. D. 2012. Pengembangan produk pangan berbahan baku labu kuning.
Jurnal Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. Vol 2, No 1, Diaskes
pada bulan Maret 2013, Hal 134-140.
International Diabetes Federation. 2013. Diabetes Mellitus. Diakses: 1 Mei 2016.
(https://en.wikipedia.org/wiki/International_Diabetes_Federation).
Infodatin. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI.
Jenkins, D.J., Kendall, C.W. & Augustin , L.S., 2002. Glycemic Index: Overview
of Implications in Health and Diseases. Am J Clin Nutr, 76(1), pp.266-73.
Marsono, Y., P. Wiyono, dan Z. Noor. 2002. Indeks glikemik kacang-kacangan.

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 13(3): 13 20.

Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Penerbit Populer

15
Obor, Jakarta.

Ragnhild, A.L., N.L. Asp, M. Axelsen, and A. Raben. 2004. Glycemic index

relevance for health, dietary recommendations, and nutritional labeling.

Scandinavian. J. Nutr. 48(2): 84-94.


Rimbawan dan Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penerbit
Swadaya.
Sarwono, dkk. 2007. Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Sheard, N., N. Clark, J. Brand-Miller, M. Franz, FX. Pi-Sunyer. E. Mayer-davis,
K. Kulkarni, and P. Geil. 2004. Dietary carbohydrate (amount and type) in
the prevention and management of diabetes: a statement by the American
Diabetes Association. Diabetes Care 27(9): 2266-2271.
Sherood, L. 2012. Fisiologi Manusia dan dari Sel ke Sistem. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Suyono, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi 3). Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Penyakit dalam FK-UI.
Withing, D., Leonor, G., Clara, W., & Jonathan, S. (2011). IDF Diabetes Atlas:
Global estimates of the prevalence of diabetes for 2011 and 2030.
Diabetes research and clinical practice 94(3), 3, 311-21.
doi:10.1016/j.diabres.2011.10.029
Yuniarti, et al. (2011). Efek Hidroterapi pada Penurunan Kadar Gula Darah Sesaat
(KGDS) terhadap Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Majalah Kedokteran
Andalas No.2, Vol. 36, Juli-Desember 2012.
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/download/128/12.

16

Anda mungkin juga menyukai