Anda di halaman 1dari 15

ASKEP PADA PADA PENYAKIT ADDISON

(KRISIS ADRENAL)
Posted by Sarapan Sehat on 9 Mei 2012
Posted in: Uncategorized. Tagged: Keperawatan Medikal Bedah. 1 Komentar
A.      Konsep Dasar Medis

1. 1.    Definisi

Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua
kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di karakteristikan oleh
kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya
penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak
terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison 4html)

Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996)

Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya
auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)

Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart Edisi 8 hal
1325)

Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar adrenal
(Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik,
hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin
memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.

1. 2.    Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal

Gambar 1. Kelenjar Adrenal (Sumber: Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin)

Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam
jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra)
peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada
kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel
pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal
pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai
berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan
fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung
jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang
cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.

Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di sekitar
bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari
arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis
inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis
yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak
bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam
kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk
bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla
dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel
kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah
endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang
mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau
suprarenalis.

Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:

1) Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam

2) Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein

3) Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid

Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :

1. Medula Adrenal

Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf
simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal akan
menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine.
Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang
tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi
suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam
lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa
darah.

2. Korteks Adrenal

Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis.
Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
a. Glukokortikoid

Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan
hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks
adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan
sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan
menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya
diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh.
Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein
menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.

b. Mineralokortikoid

Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk
meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium
atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama
disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar
aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal
yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga
ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur
keseimbangan natrium jangka panjang.

c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)

Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis
dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini
memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula
mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal
dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi
seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom
Adreno Genital.

1. 3.    Etiologi
2. Tuberculosis
1. Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru)
2. Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Coccidioides
immitis, yang biasanya menyerang paru-paru.
3. Kriptokokissie
4. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
5. Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)
6. Adrenalitis auto imun

1. 4.    Patofisiologi

Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar


adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis
merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua
kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan
tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis
yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam
daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan
menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.

Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon
adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan
mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap
hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan
Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.

1. 5.    Tanda dan Gejala


1. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun,
hipotensi, dan hipoglikemi.
2. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
3. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar
matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
5. Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

1. 6.    Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah

1)    Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)

2)    Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)

3)    Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

4)    Penurunan kadar kortisol serum

5)    Kadar kortisol plasma rendah

6)    ADH meningkat

7)     Analisa gas darah: asidosis metabolic

8)   Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi)
jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.

1. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal.


2. CT Scan

Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi
pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik
adrenal

1. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat
adanya abnormalitas elektrolik
1. Tes stimulating ACTH

Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH diberikan
dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah
di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan –
tingkatan cortisol dalam darah dan urin.

1. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang”
diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik
di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit
setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon
kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran
respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon
ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

1. 7.    Penatalaksanaan Medik
1. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu
dosis 12,5 – 50 mg/hr
2. Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
3. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti
kortisol
4. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
5. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral

1. 8.    Komplikasi
1. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemiae
5. Sepsis
6. Ca. Paru
7. Diabetes melitus

1. B.       KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a)      Identitas

Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis adrenal

b)      Keluhan Utama

Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.

c)      Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru,
payudara dan limpoma

d)     Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal :
kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia
(gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)

e)      Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit
autoimun yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik ( Body Of System)

a)         Sistem Pernapasan

I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan
(dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung

P : Terdapat pergesekan dada tinggi

P : Resonan

A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi


b)        Sistem Cardiovaskuler

I : Ictus Cordis tidak tampak

P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra

P : Redup

A : Suara jantung melemah

c)         Sistem Pencernaan

Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering

Abdomen : I : Bentuk simetris

A: Bising usus meningkat

P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen

P : Timpani

d)        Sistem muskuluskeletal dan integumen

Ekstremitas atas : terdapat nyeri

Ekstremitas bawah : terdapat nyeri

Penurunan tonus otot

e)         Sistem Endokrin

Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH meningkat

Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin, cyanosis, pucat,
terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran
mukosa
f)         Sistem Eliminasi Uri

Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin

Eliminasi Alvi

Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen

g)        Sistem Neurosensori

Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang
(karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma
( dalam keadaan krisis)

h)        Nyeri / kenyamanan

Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas

i)          Keamanan

Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang diikuti
hipotermi (keadaan krisis)

j)          Aktivitas / Istirahat

Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu beraktivitas /
bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan
kekuatan dan rentang gerak sendi.

k)        Seksualitas

Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks sekunder (berkurang
rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido

l)          Integritas Ego

Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau
pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
3. Diagnosa Keperawatan

a)      Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal,
kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)

b)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukontikord

c)      Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan cairan


elektrolit dan glukosa

d)     Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik
tubuh

e)      Anxietas b/d kurangnya pengetahuan

f)       Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot

g)      Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus

4. Rencana Keperawatan

a)    Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output

Kriteria hasil :

 Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)


 TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37oC TD : 120/80 mmHg
 Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
 Turgor kulit elastis
 Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
 Membran mukosa lembab
 Warna kulit tidak pucat
 Rasa haus tidak ada
 BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H

Hasil lab
 Ht : W = 37 – 47 %
 L = 42 – 52 %
 Ureum = 15 – 40 mg/dl
 Natrium = 135 – 145 mEq/L
 Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
 Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl

Intervensi

1)        Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi
perifer

       R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon


aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol

2)        Ukur dan timbang BB klien

R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan pengobatan,
peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang
berhubungan dengan pengobatan strois

3)        Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang,
turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya

R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti

4)        Periksa adanya status mental dan sensori

R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak

5)        Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan
diare

R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan
mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi

6)        Berikan perawatan mulut secara teratur


R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan
kerusakan membrane mukosa

7)        Berikan cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan kemampuan
klien

R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut
memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral

Kolaborasi

8)        Berikan cairan, antara lain :

1. Cairan Na Cl 0,9 %

R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9 %


melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi

1. Larutan glukosa

R/ dapat menghilangkan hipovolemia

9)        Berikan obat sesuai dosis

1. Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam

R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium
sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung

1. Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr per oral

R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakbatkan retensi
garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit

10)    Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi

R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung, berikan
dekompresi lambung dan membatasi muntah
11)    Pantau hasil laboratorium

1. Hematokrit ( Ht)

R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan


kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh

1. Ureum / kreatinin

R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan
tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung

1. Natrium

R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan katena gangguan
reabsorbsi pada tubulus ginjal

1. Kalium

R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium
tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.

b)   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia)
defisiensi glukortikoid

            Kriteria hasil :

– Tidak ada mual mutah – Nyeri kepala

– BB ideal (TB-100)-10%(TB-100) – Kesadaran kompos mentis

– Hb : W : 12 – 14 gr/dl – TTV dalam batas normal

L : 13 – 16 gr/dl (S : 36 – 372 oC)

Ht : W : 37 – 47 % (RR : 16 – 20 x/menit)


L : 42 – 52 %

Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl

Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl

Bising Usus : 5 – 12 x/menit

Intervensi

1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah

R/ Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi


pencernaan dan absorpsi makanan

2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala,
sempoyongan

R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan
mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad

3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari

R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol terhadap makanan
dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi

4) Berikan atau bantu perawatan mulut

R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan

5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak sedap, tidak
terlalu ramai

R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan

6) Pertahankan status puasa sesuai indikasi


R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak

7) Berikan Glukosa intravena dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid

R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan


merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan
glukosa sebagai glikogen

Anda mungkin juga menyukai