Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan
manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak
hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga
menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk
mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia
berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah
perjanjian
    Salah satu bidang hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek
hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil
sebagai lawan dari hukum publik. Maka hukum perdata mengatur
hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta
benda, perjanjian,  kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
     Hukum Perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan
kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan
keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan
kepada masing-masing pihak.Perkataan “Hukum Perdata” dalam arti yang
luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok
yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Keberadaan
hukum perdata yang mengatur hubungan sesama manusia atau masyarakat
merupakan warisan peninggalan politik Pemerintah Hindia Belanda.
Pedoman politik bagi Pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di
Indonesia dituliskan dalam pasal 131 Indische staatsregeling, yang dalam
pokoknya sebagai berikut:
             Pemerintah Hindia Belanda melakukan modifikasi atas hukum
perdata dengan memuat sekumpulan peraturan perundang-undangan dalam
suatu kitab yang bernama “Burgerlijk Wetboek” yang sekarang dikenal
dengan istilah Kitab Undang-undang Hukum Perdata, selanjutnya disebut
KUHPer. Kitab hasil peninggalan warisan pemerintah Hindia Belanda ini
hingga kini masih berlaku sebagai pedoman hukum materil. Adapun
sistematika yang dipakai oleh KUHPer yang terdiri atas empat buku ini
adalah sebagai berikut:
a) Buku I yang bertitel “Perihal Orang”, memuat hukum tentang diri
seseorang dan Hukum Keluarga.
b) Buku II yang bertitel “Perihal Benda”, memuat hukum perbendaan
serta Hukum Waris.
c) Buku III yang bertitel “Perihal Perikatan”, memuat hukum kekayaan
yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-
orang atau pihak-pihak tertentu.
d) Buku IV yang bertitel “perihal pembuktian dan Lewat Waktu
(Daluarsa), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat lewat
terhadap hubungan-hubungan hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kontrak atau perjanjian ?
2. Sumber hukum kontrak?
3. Apa saja Syarat sahnya kontrak?
4. Apa saja unsur hokum kontrak ?
5. Asas – asas dalam berkontrak?
6. Anatomi suatu kontrak ?
7. Macam – macam kontrak dan berakhirnya kontrak?
8. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam perjanjian kontrak ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hukum kotrak atau
perjanjian
2. Untuk mengetahui dasar hukum perjanjian atau konntrak
3. Untuk mengetahui syarat hukum kontrak
4. Untuk mengetahui unsur hokum
5. Untuk mengetahui asas hokum kontrak
6. Untuk mengetahui anatomi hokum kontrak
7. Untuk mengetahui macam- macam hokum kontak dan berakhirnya
hokum kontak
8. Untuk mengetahui cara penyelesaiaan sengketa dalam perjanjian
kontrak
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum perjanjian dan kontrak


Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal. Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan
overeenskomst (dalam Bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas
kontrak sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian.
Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistem hukum nasional
memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan
antara pengertian “contract” dan “overeenkomst”. Kontrak adalah suatu
perjanjian (tertulis) antara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan
hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu.
1. Definisi perjanjian/ kontrak menurut para ahli
a. Menurut UU KUH Perdata dalam Buku 2 bab 1 tentang Perikatan
pasal 1313, menyebutkan Suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih.
2. Setiawan menilai bahwa rumusan Pasal 1313 BW tersebut selain tidak
lengkap juga terlalu luas. Dinilai tidak lengkap karena hanya
menyebutkan persetujuan sepihak saja. Disebut sangat luas karena kata
“perbuatan” mencakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan
melawan hukum. Karenanya, Setiawan mengusulkan perumusannya
menjadi “perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih.
3. Dalam KBBI[[3]] kontrak adalah
a. Perjanjian (secara tertulis) antara dua pihak dalam perdagangan,
sewa-menyewa, dsb
b. Persetujuan yang bersanksi hukum antara dua pihak atau lebih
untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan.
c. Mengikat dengan perjanjian (tentang mempekerjakan orang dsb).
d. Menyewa         
4. Polak menganggap bahwa suatu persetujuan tidak lain adalah suatu
perjanjian (afspraak) yang mengakibatkan hak dan kewajiban.
Perikatan dan perjanjian adalah suatu hal yang berbeda. Perikatan
dapat lahir dari suatu perjanjian dan Undang-undang. Suatu perjanjian
yang dibuat dapat menyebabkan lahirnya perikatan bagi pihak-pihak
yang membuat perjanjian tersebut. Sebagai bahan perbandingan untuk
membantu memahami perbedaan dua istilah tersebut, perlu dikutip
pendapat Prof Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengenai
perbedaan pengertian dari perikatan dengan perjanjian. Beliau
memberikan definisi dari perikatan sebagai berikut   “Suatu perikatan
adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu.”
Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:
 “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.”
Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu
merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat
didalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian,
sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak
hanya dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan

B. Sumber Hukum Kontrak


Mengenai sumber hukum kontrak yang bersumber dari undang – undang
dijelaskan :
1. Persetujuan para pihak
2. Undang – undang, selanjutnya yang lahir dari UU ini dapat dibagi:
a. Undang – undang saja
b. UU karena suatu pembuatan, selanjutnya yang lahir dari UU
karena suatu perbuatan dibagi :
1. Yang dibolehkan
2. Yang berlawanan dengan hokum
Hukum kontrak diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang terdiri dari 18
bab dan 631 pasal. Dimulai dari Pasal 1233 KUH Perdata sampai dengan
Pasal 1864 KUH Perdata. Secara lebih terperinci
1. Perikatan pada umumnya (Pasal 1233 – 1312)
2. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (Pasal 1313 – 1351).
3. Hapusnya perikatan (Pasal 1381 – 1456).
4. Jual beli ( Pasal 1457 – 1540).
5. Tukar menukar (Pasal 1541 – 1546).
6. Sewa Menyewa ( Pasal 1548 – 1600).
7. Persetujuan untuk melakukan pekerjaan(Pasal 1601 – 1617).
8.  Persekutuan ( Pasal 1618 – 1652).
9.  Badan Hukum (Pasal 1653 – 1665).
10. Hibah (Pasal 1666 – 1693).
11. Penitipan barang ( Pasal 1694 – 1739).
12. Pinjam pakai (Pasal 1740 – 1753).
13.  Pinjam-meminjam (Pasal 1754 – 1769).
14. Bunga tetap atau abadi (Pasal 1770 – 1773)
15. Perjanjian untung-untungan (Pasal 1774 – 1791).
16. Pemberian Kuasa (Pasal 1792 – 1819).
17. Penanggung utang (Pasal 1820 – 1850).
18.  Perdamaian (Pasal 1851 – 1864 KUHPerdata) .
C. Syarat Hukum Kontrak
1. Syarat sah yang subyekif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
Disebut dengan syarat subyektif karena berkenaan dengan subyek
perjanjian. Konsekuensi apabila tidak terpenuhinya salah satu dari
syarat subyektif ini adalah bahwa kontrak tersebut dapat “dapat
dibatalkan” atau “dimintakan batal” oleh salah satu pihak yang
berkepentingan. Apabila tindakan pembatalan tersebut tidak dilakukan,
maka kontrak tetap terjadi dan harus dilaksanakan seperti suatu
kontrak yang sah.
a. Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement)
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu
kontrak dianggap sah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada
kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut.
Akan tetapi, walaupun terjadi kesepakatan para pihak yang
melahirkan perjanjian, terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan
yang telah dicapai tersebut mengalami kecacatan atau yang biasa
disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan sehingga
memungkinkan perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh
pihak yang merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut.
Cacat kehendak/cacat kesepakatan dapat terjadi karena hal-hal
diantaranya yaitu:
1) Paksaan (dwang, duress)
2) Penipuan (bedrog, fraud)
3) Kekhilafan/kesesatan
4) Penyalahgunaan keadaan
Sebagaimana pada pasal 1321 dan pasal 1449 KUH Perdata
menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena
kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan sehingga
menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya.
b. Wenang / Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)
Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang
melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang
berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal
1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap
untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan
bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap
untuk membuat perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1330
KUH Perdata, yaitu
1) Orang-orang yang belum dewasa
2) Mereka yang berada dibawah pengampuan
3) Wanita yang bersuami. Ketentuan ini dihapus dengan
berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang
perkawinan. Karena pasal 31 Undang-Undang ini menentukan
bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan
masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan
hukum.                                          
2. Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek
perjanjian. Konsekuensi hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu
objektif akibatnya adalah kontrak yang dibuat batal demi hukum. Jadi
sejak kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal.
a. Obyek / Perihal tertentu
Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak
haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan
oleh hukum. Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam pasal
1332 ddan1333 KUH Perdata.
Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa “Hanya barang-
barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu
perjanjian”
Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa “Suatu
perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang
paling sedikit ditentukan jenisnya,Tidaklah menjadi halangan
bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian
dapat ditentukan / dihitung”
b. Kausa yang diperbolehkan / halal / legal
Maksudnya adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan
maksud / alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh
dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau
tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum (Pasal
1337 KUH Perdata). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga
menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau
dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak
mempunyai kekuatan hukum.

D. Unsur-unsur Hukum Kontrak


Adapun unsur-unsur dari perjanjian/kontrak adalah
1. Unsur Esensiali
Unsur Esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak
karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka
tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada
kesepaktan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan
menegenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut
batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan
2. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-
undang apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak , undang-
undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini
merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai
contoh, jika dalam kontrak todak diperjanjikan tentang cacat
tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa
penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi
3.   Unsur Aksidentalia
Unsur ini merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak
jikapara pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh. Dalam kontrak
jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur
lalai dalam membayar utangnya dikenakan denda dua persen perbulan
keteralambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan
berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh
kreditor tanpa melalui pengadilan.

E. Asas Hukum
Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima)
asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain
adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas
konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt
servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).
Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud:
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
            Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan
Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada
para pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c.  menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.      
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya
paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman
Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat
dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de
Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau.
Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk
memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak
asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair
ini menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin
kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama
sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat.
2. Asas Konsensualisme (concensualism)
 Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat
sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah
pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian
pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua
belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum
Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal
istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan
perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu
perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum
adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu
perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa
akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi
dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang
artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang
telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer
adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt
servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.
Istilah “Pacta Sunt Servanda” berarti “janji itu mengikat”. Yang
dimaksudkan adalah bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh
para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai isi
kontrak tersebut. Istilah terkenalnya adalah “my word is my bonds”
atau sesuai dengan tampilan bahasa Indonesia “jika sapi dipegang
talinya, jika manusia dipegang mulutnya”. Mengikatnya secara penuh
atas kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut oleh hukum
kekuatannya dianggap sama saja dengan kekuatan mengikat mengikat
dari suatu undang-undang. Karena itu, apabila suatu pihak dalam
kontrak tidak menuruti kontrak yang telah dibuatnya, oleh hukum
disediakan ganti rugi atau bahkan pelaksanaan kontrak secara paksa.
Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak
boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.
4. Asas Itikad Baik (good faith)
 Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer
yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan
debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari
para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad
baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang
memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada
itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta
dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak
memihak) menurut norma-norma yang objektif.Berbagai putusan Hoge
Raad (HR) yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik
dapat diperhatikan dalam kasus-kasus posisi berikut ini. Kasus yang
paling menonjol adalah kasus Sarong Arrest dan Mark Arrest. Kedua
arrest ini berkaitan dengan turunnya nilai uang (devaluasi) Jerman
setelah Perang Dunia I.
5. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang
yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315
dan Pasal 1340 KUHPer. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: “Pada
umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian
selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa
untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk
kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPer berbunyi: “Perjanjian
hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung
maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku
bagi mereka yang membuatnya.

F. Anatomi Suatu Kontrak


Setiap akta perjanjian / kontrak, baik yang dibuat dibawah tangan maupun
akta otentik biasanya akan terdiri dari bagian – bagian sebagai berikut:
a)    Judul
b)   Kepala
c)    Komparisi
d)   Sebab/dasar
e)    Syarat – syarat
f)    Penutup
g)   Tanda tangan
Untuk memudahkan melihat masing – masing anatomi dari suatu kontrak,
dapat dilihat contoh sebuah kontrak tentang sewa menyewa rumah seperti
dibawah ini:
KONTRAK SEWA – MENYEWA RUMAH
 Pada hari ini, Senin tanggal 1 januari 1990 dijakarta:
1. Tuan Agus Maksum , swasta, bertempat  tinggal dijakarta timur, Jl.
Nanas nomor 2 RT. 11 RW. 01 Cinapang Muara; selanjutnya disebut
juga pihak pertama
2. Tuan slamet, swasta, bertempat tinggal dibanyumas, jawa tengah, jl
bawah merah nomor 6; selanjutnya disebut juga pihak kedua.
 Bahwa pihak pertama adalah pemilik dari:………………………
Suatu unit rumah tinggal berbanding tembok, berlantai teraso,
beratap genteng, luas bangunan 170 m2 , lebar 10 m, panjang 17 m,
berdiri atas tanah hak pihak pertama, terletak di daerah khusus ibu
kota Jakarta barat, kecamatan grogol petamburan, kelurahan
jatipulo, setempat terkenal sebagai persil jalan dahlia No. 1;
pemilikan mana berdasarkan surat keputusan walikota Jakarta barat
No. xx tgl. 1 maret 1997.
 Bahwa pihak pertama dengan akta ini telah menyewakan kepada
pihak kedua yang menerangkan telah menyewakan kepada pihak
kedua menerangkan telah menyewa dari pihak pertama satu unit
rumah yang dimaksud di atas, berikut segala fasilitasnya antara lain
listrik dan PLN sebesar 2200 watt, pompa air listrik, telepon No.
1234567.
 Bahwa mengenai kontrak sewa menyewa ini oleh pertama dan
pihak kedua setuju diatur dengan syarat – syarat dan ketentuan
sebagai berikut:
PASAL 1
 Kontrak sewa – menyewa ini dilaksanakan untuk jangka waktu 1
tahun, terhitung mulai tanggal 1 maret 1990 sehingga berakhir ada
anggal 8 febuari 1991
 Setelah habis waktu 1 tahun tersebut pihak kedua berhak menyewa
kembali rumah yang disewakan tersebut dengan syarat – syarat dan
ketentuan – ketentuan yang dimuat dalam akta ini, tetapi dengan
uang sewa yang  akan ditetapkan oleh pihak pertama dan disetujui
oleh pihak kedua.
PASAL 2
 Uang sewa sebesar 2 juta untuk satu tahun masa sewa seperti
dimaksud dalam pasal ; jumlah uang ana akan diterima oleh pihak
pertama dari pihak kedua pada saat akta ini ditandatangani,
sehingga akta ini berlaku pula sebagai kuitansi yang sah untuk
penerimaan uang dimaksud.
PASAL 3
 Pihak Pertama  menjamin, bahwa selama perjanjian ini berlaku,
pihak kedua tidak akan mendapat gangguan atau tuntutan dari
siapa pun juga yang menyatakan mempunyai hak berlebih dahulu
atau turut berhak atas apa yang disewakan dengan akta ini.
PASAL 4
 Pihak kedua dengan tegas tidak diperkenankan untuk menyewakan
lagi apa yang disewakan dengan akta ini kepada orang lain/ badan
lain baik sebagian maupun seluruhnya.
 Pihak kedua dengan tegas dilarang untuk mendapatkan surat izin
perumahan atau sejenis itu untuk rumah tersebut.
PASAL 5
 Apa yang disewakan dengan akta ini hanya boleh ini hanya boleh
digunakan oleh pihak kedua menurut peruntukannya, yaitu
sebagai rumah tinggal, bukan sebagai tempat usaha / dagang.
PASAL  6
 Pihak kedua wajib memelihara apa yang disewa dengan akta ini
dengan sebaik – baiknya atas biaya pihak kedua
 Bilamana perjanijan sewa- menyewa ini oleh sebab apapun
berakhir, maka pihak kedua wajib mengembalikan apa yang
disewakan dengan akta ini dalam keadaan terpelihara baik.
PASAL 7
 Pihak kedua wajib mematuhi semua peraturan – peraturan yang
wajib, khusus dibidang kesusilaan / ketertiban umum, kebersiahan
dan kesehatan mengenai apa yang disewakan dengan akta ini, dan
pihak kedua menjamin bahwa mengenai hal ini pihak pertama
tidak akan mendapat teguran atau tuntutan apa pun.
PASAL 8
 Biaya pemeliharaan dan perbaikan pompa air, listrik dan telepon
demikian juga perbaikan seperti bocor dan kerusakan pada pintu,
jendela, kaca dan pengecetan dipikul dan dibayar oleh pihak kedua
selama masa persewaan ini, sedang segala pajak yang berkenan
dengan tanah dan rumah tersebut akan dibayar oleh pihak pertama.
PASAL 9
 Kecuali untuk perbaikan kecil dan perawatan, maka untuk tiap –
tiap perubahan dan tambahan pada bangunan dan pekarangan
rumah yang disewakan dengan akta ini, pihak kedua wajib
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari pihak pertama, walau
bagaimanapun segala perubahan dan perbaikan adalah menjadi
milik pihak pertama.
Pasal 10
 Kerusakan – kerusakan besar, yang tidak termasuk pemeliharaan
biasa, diantaranya tetapi tidak terbatas karena kesalahan –
kesalahan konstruksi, kebakaran, pekerjaan – pekerjaan lain yang
diharuskan oleh pemerintah harus diperbaiki dan diselesaiakan
selekas mungkin oleh dan atas biaya pihak pertama.
 Bilamana atas teguran pertama pihak kedua, pihak pertama tidak
melakukannya, maka pihak kedua berhak untuk melakukan
perbaikan – perbaikan yang diperlakukan dan biayanya tetap harus
dipukuli oleh pihak pertama, bilamana perlu diperhitungkan
dengan perpanjangan waktu sewa.
Pasal 11
 Bilamana selama dilakukan perbaikan – perbaikan seperti
dimaksud dalam pasal 10, pihak kedua tidak dapat menempati
rumah yang disewakan dengan akta ini maka jangka waktu
perbaikan – perbaikan tersebut diperhitungkan dengan
perpanjangan waktu selama pihak kedua tidak dapat menempati
rumah tersebut.
Pihak Pertama                                                 pihak Kedua

Ali hamid                                                        Selamet sugeng


Saksi – saksi:
1.    Tuan markus
2.    Tuan budiman simamora
Sekarang kita lihat kembali anatomi dan isi kontrak diatas.Judul
kontrak diatas berbunyi kontrak sewa menyewa rumah.Sedangkan kepala
akta adalah tulisan yang berbunyi “pada hari ini senin tanggal1 januari
1990 dijakarta.”
Bagian yang disebut komparasi atau para pihak adalah penyebutan
para pihak dalam akta, yaitu mulai dari nomor 1 tuan ali hamid sampai
dengan nomor 2 tuan  selamet sugeng. Dalam komparasi bisa saja disebut
lebih dari dua orang, yang disesuaikan dengan kebutuhan para pihak yang
akan membuat akta dimaksud.
Sebab atau dasar dalam akta harus jelas disebutkan. Hal ini perlu
kita ingat kembali bahwa dalam teori hukum perjanjian, salah satu syarat
supaya sah suatu perjanjian ialah adanya sebab/ dasar agar perjanjian itu
halal(tidak bertentangan dengan hukum dan kesusilaan). Singkatnya,
dalam suatu perjanjian harus disebutkan dasar yang menunjukkan identitas
barang, dasar pemiliknya, kemudian disusul dengan kesepakatan kedua
belah pihak.Dalam contoh akta di atas, dimulai dengan kata “bahwa pihak
pertama adalah pemilik dari satu unit rumah tinggal dan seterusnya”
sampai kalimat akhir sebelum dimulai pasal 1.
Mengenai syarat – syarat dalam suatu akta perjanjian dapat dibagi atas
3(tiga) syarat yaitu:
1. Syarat Esensialia yaitu syarat yang harus ada dalam perjanjian, kalau
syarat ini tidak ada, maka perjanjian tersebut cacat dalam artian tidak
mengikat para pihak yang bersangkutan
2. Syarat Naturalia yaitu syarat yang biasa dicantumkan dalam perjanjian
3. Syarat Aksidentalia yaitu syarat- syarat yang bersifat khusus
Yang terakhir yang harus ada dalam suatu akad adalah adanya tanda
tangan dari para pihak beserta saksi-saksinya.

G. Macam-macam Kontrak dan Berakhirnya Kontrak


1. Macam – macam kontrak
Berikut ini beberapa contoh yang terjadi dalam praktek bisnis pada
umumnya, antara lain:
a. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit dibedakan menjadi dua:
1) Perjanjian utang (contoh: perjanjian utang)
2) Perjanjian kredit barang (contoh perjanjian sewa beli,
perjanjian sewa usaha).
b. Perjanjian Leasing
Perjanjian leasing adalah perjanjian yang pembayarannya
dilakukan secara angsurannya lunas dibayar.
c. Perjanjian Keagenan Dan Distributor
Keagenan perjanjian adalah hubungan hukum antara pemegang
merk (principal) dan suatu perusahaan dalam petunjuk
untuk melakukan perakitan/ pembuatan/manufaktur serta
penjualan/ distribusi barang modal atau produk industry tertentu.
d. Perjanjian franchising dan lisensi
Adalah pemilikan dari sebuah rahasia dagang, paten, atau sebuah
produk yang memberikan lisensi kepihak lain (biasanya disebut
‘franchisee’) untuk menjual atau member pelayanan dari produk
dari bawah nama franchisor.
2. Berakhirnya kontrak
Secara umum tentang pembatalan perjanjian tidak mungkin
dilaksanakan, sebab dasar perjanjian adalah kesepakatan. Namun
demikian pembatalan perjanjian dapat dilakukan apabila:
a. Jangka waktu perjanjian telah berakhir
b. Salah satu pihak menyimpang dari apa yang diperjanjikan, dan
c. Jika bukti kelancaran dan bukti pengkhianatan (penipuan)
Adapun prosedur pembatalan perjanjian adalah dengan cara memberi
tahu terlebih dahulu kepada pihak yang bersangkutan dalam perjanjian
tersebut bahwa perjanjian atau kesepakatan yang telah diikat akan
dihentikan (dibatalkan), dalam hal ini harus diberitahukan alasan
pembatalan. Hal ini  dilakukan agar pihak yang bersangkutan dalam
perjanjian mempunyai risiko pemtalan. Sedangkan dalam praktek
bisnis berakhirnya kontrak dapat disebabkan:
a. Pembayaran
b.  Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpangan produk
yang hendak dibayarkan disuatu tempat
c. Pembauran hutang
d. Kompensasi
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
g. Hapusnya produk yang dimaksud dalam sebuah kontrak
h.  Pembatalan kontrak
i. Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan
j.  Lewat waktu.
H. Penyelesaian Sengketa Perjanjian Kontrak
1. Jalur pengadilan
Proses pengadilan ini pada umumnya akan diselesaikan melalui usaha
perdamaian oleh hakim pengadilan perdata. Apabila jalan perdamaian
tidak dapat diselesaikan oleh para pihak, proses penyelesaian
selanjutnya biasanya akan memakan waktu yang panjang. Sebab tiga
tingkatan proses pengadilan minimal akan dijalani untuk sampai pada
proses final yaitu mulai dari gugatan hingga kasasi ke MA
2. Jalur arbitras
Proses penyelesaian sengketa oleh seorang hakim atau para hakim
yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk dan mentaati
keputusan yang diberikan oleh para hakim yang mereka pilih
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan.
Pembagian antara hukum kontrak dan hukum perjanjian tidak dikenal
dalam BW karena dalam BW hanya dikenal perikatan yang lahir dari
perjanjian dan yang lahir dari Undang-undang. Menurut UU KUH Perdata
dalam Buku 2 bab 1 tentang Perikatan pasal 1313, menyebutkan Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
       Unsur-unsur yang terdapat dalam hukum perjanjian/kontrak yaitu
Unsur Esensiali, Unsur Naturalia, dan Unsur Aksidentalia. Sedangkan
didalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut
ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan
berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism),
asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith)
dan asas kepribadian (personality).
      Syarat sahnya perjanjian/kontrak yaitu adanya kesepakatan
kehendak(Consensus, Agreement), wenang/kecakapan berbuat menurut
hukum(Capacity), Objek/perihal tertentu, dan kausa yang
diperbolehkan/halal/legal. Beberapa teori yang digunakan yang dapat
digunakan untuk menetukan saat lahirnya perjanjian yaitu Teori
pernyataan, Teori pengiriman ,Teori pengetahuan dan Teori penerimaan.
Didalam pelaksanaan kontrak terdapat Prestasi(kewajiban memenuhi
perjanjian) dan Wanprestasi/ingkar janji(tidak melaksanakan kewajiban)
Asas-asas dalam kontra: Konsensualisme, Kebebasan berkontrak,
dan   Pacta sunt servanda. Setiap akta perjanjian / kontrak, baik yang
dibuat dibawah tangan maupun akta otentik biasanya akan terdiri dari
bagian–bagian sebagai berikut:
Judul, Kepala, Komparisi, Sebab/dasar, Syarat–syarat, Penutup, dan Tanda
tangan.
     Sebab berakhirnya perjanjian/kontrak yaitu pembayaran,penawaran
pembayaran diikuti dengan penyimpanan/penitipan, pembayaran hutang,
perjumpaan hutang/kompensasi,
pencampuran hutang, pembebasan hutang, musnahnya barang yang
terhutang, kebatalan/pembatalan, berlakunya suatu syarat batal dan
lewatnya waktu.

Anda mungkin juga menyukai