Anda di halaman 1dari 22

REVIEW JURNAL EUTROFIKASI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Produktivitas Perairan

Oleh:
Kelompok 5/Perikanan C
Dika Reihan Putra 230110180128
Muhammad Hibban A. 230110180150
Ervira Octaviola K. 230110180155
Muhammad Irfan S. 230110180165
Mutiara R. Adzani 230110180179

UNIVERSITAS PADJAJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2020
Jurnal 1: “PENCEMARAN BAHAN ORGANIK DAN EUTROFIKASI DI
PERAIRAN CITUIS, PESISIR TANGERANG”

1. PENDAHULUAN
Tangerang merupakan salah satu wilayah dengan aktivitas industri yang padat,
baik industri rumah tangga maupun aktivitas pabrik. Limbah yang berasal dari
aktivitas tersebut dibuang ke sungai yang mengalir di sekitar wilayah Tangerang,
dan bermuara ke pesisir. Menurut BPS Tangerang (2012), terdapat sekitar 692
industri di Kabupaten Tangerang, antara lain industri batu baterai, tekstil,
percetakan, karet, pematrian logam, perakitan mesin kendaraan dan elektronik
hingga aktivitas kendaraan. Pesisir Kabupaten Tangerang merupakan muara dari
salah satu perairan yaitu perairan Cituis.

Perairan Cituis merupakan salah satu perairan dengan aktivitas terpadat dan
terbesar di Pesisir Kabupaten Tangerang. Masukan bahan organik yang terbawa
melalui limbah yang dihasilkan oleh aktivitas industri akan masuk ke perairan dan
pada kondisi tertentu akan mengganggu existing perairan. Kandungan bahan
organik yang terlalu tinggi akan menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi,
dimana perairan mengalami peningkatan kadar bahan organik. Eutrofikasi ini
ditandai dengan terjadinya peningkatan fitoplankton dan tumbuhnya tumbuhan air
yang meningkat (blooming algae).

Eutrofikasi juga dapat mengurangi kadar oksigen terlarut dalam perairan, dan
tingginya kandungan amonia yang bersifat toksik bagi biota air. Tingginya aktivitas
industri, pemukiman dan adanya aktivitas perikanan TPI Cituis dikhawatirkan
menjadi input masukan bahan organik di perairan ini. Penelitian ini untuk
mengetahui kadar bahan organik di perairan ini dan indikasi terjadinya eutrofikasi
di Perairan Cituis.
2. METODE
Penelitian ini dilakukan di Perairan Cituis, Pesisir Kabupaten Tangerang.
Penelitian dilakukan dari bulan April 2013 sampai Juni 2013. Parameter yang diuji:

Parameter
DO NO2-
BOD55 PO4-3
NH3- pH
NO3-

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Perbandingan Kadar Bahan Organik dengan Baku Mutu


Berdasarkan hasil penelitian, kandungan amonia (NH3) di Perairan Cituis masih
sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Grafik perbadingan kadar ammonia
dengan baku mutunya menunjukkan rata-rata kandungan amonia masih berada
dibawah baku mutu. Welch (1980) menyatakan bahwa kandungan amonia < 1 mg/l
tidak akan mengganggu kehidupan organisme perairan.
Kandungan nitrat dalam air di Perairan Cituis rata-rata 0,07 mg/l. Sementara
itu, baku mutu yang ditetapkan oleh KepMen-Lh No. 51 tahun 2004 untuk baku
mutu nitrat bagi biota air adalah 0,008 mg/l. Berdasarkan nilai tersebut, maka
kandungan nitrat di Perairan Citius telah melewati baku mutu yang ditetapkan.
Tingginya kadar nitrat di Perairan Cituis diduga berasal dari aktivitas tempat
pelelangan ikan (TPI) dan pelabuhan pendaratan ikan (PPI) di Muara Cituis.
Limbah hasil perikanan akan masuk ke perairan dan menjadi sumber nitrat di
perairan Cituis. Tingginya kadar nitrat di Perairan Cituis dikhawatirkan akan
menyebabkan terjadinya eutrofikasi di perairan ini.

Kadar nitrit yang diperoleh selama penelitian rata-rata 0,013 mg/l. Hasil
penelitian menunjukan bahwa konsentrasi nitrit pada perairan Cituis masih sesuai
dengan baku mutu yang ditetapkan kepmen-LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku
mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan yaitu sebesar 2,0 mg/l. Nitrit di
perairan biasanya ditemukan dalam jumlah sedikit karena bersifat tidak stabil.
Senyawa nitrit yang terdapat di perairan merupakan hasil reduksi senyawa nitrat
atau oksidasi amonia oleh mikroorganisme dan berasal dari hasil ekskresi
fitoplankton (Makmur et al., 2012).

Kadar fosfat (PO4) yang diukur selama penelitian rata-rata 0,13 mg/l. Hasil
tersebut melewati baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 0,015 mg/l. Tingginya
kadar fosfat di Perairan Cituis diduga berasal dari aktivitas industri dan
permukiman. Wilayah Perairan Cituis merupakan wilayah timur pesisir Tangerang
yang berbatasan langsung dengan pemukiman kota Tangerang dan DKI Jakarta
sehingga peningkatan aktivitas pemukiman dan industri semakin meningkatkan
kadar pospat di wilayah ini.

Kisaran pH yang diperoleh di Perairan Cituis rata–rata 8.30. Berdasarkan


Kepmen-LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut baku mutu pH untuk
biota laut berkisar 7-8.5. Hal tersebut menunjukkan kisaran pH di Perairan Cituis
masih sesuai dengan baku mutu untuk biota air.
Berdasarkan hasil pengukuran nilai oksigen terlarut (DO) yang dilakukan
selama penelitian, menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut rata-rata 7,89 mg/l.
Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi oksigen terlarut masih sesuai
dengan baku mutu yang ditetapkan kepmen-LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku
mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan yaitu nilai DO sebesar 10 mg/l. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai DO di Perairan Cituis masih baik dan sesuai
untuk kehidupan biota air.

Kandungan BOD5 yang diperoleh rata-rata 1,81 mg/l. Hasil tersebut masih
sesuai dengan baku mutu berdasarkan Kepmen LH No.51 tahun 2004 yaitu sebesar
20 mg/l . Nilai BOD5 yang masih sesuai dengan baku mutu menunjukkan bahwa
secara umum aktivitas penguraian bahan organik oleh mikroorganisme pada saat
pengamatan sangat rendah.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan KepMen-LH no 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk
biota air, Kandungan bahan organik khususnya fospat dan nitrat yang telah
melewati baku mutu. Sementara itu, nilai nitrit, pH, BOD, DO serta ammonia masih
sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Tingginya kandungan nitrat dan pospat
di Perairan Cituis mengindikasikan telah terjadinya eutrofikasi di perairan tersebut
sehingga diperlukan pengawasan untuk menghindari eutrofikasi yang semakin
parah.
Jurnal 2: “DETEKSI EUTROFIKASI DI TELUK BENOA – BALI”

1. PENDAHULUAN
Eutrofikasi adalah peningkatan bahan organik yang disebabkan oleh
penambahan unsur hara dalam ekosistem perairan oleh aktivitas manusia seperti
urbanisasi, industrialisasi, pembuangan limbah, budidaya dan pertanian intensif
merupakan aktivitas yang mempercepat konsentrasi unsur hara di perairan. Salah
satu efek berbahaya dari eutrofikasi adalah Harmful Algae Blooms (HABs) atau
yang lebih dikenal dengan red tide. HABs merupakan peningkatan kelimpahan
fitoplankton pada ekosistem perairan yang dapat menyebabkan kematian akibat
kondisi toksisitas atau anoksia pada perairan (GEOHAB 2001). HAB tidak hanya
berbahaya bagi organisme laut, tetapi juga berbahaya bagi manusia yang
mengonsumsi ikan yang mengandung racun dari HAB. Racun biasanya menumpuk
di jaringan tubuh organisme dan menyebabkan beberapa penyakit seperti Paralytic
Shellfish Poisoning (PSP), Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP), Amnesic
Shellfish Poisoning (ASP), dan Ciguatera Fish Poisoning (CFP).
Di Indonesia, kasus HABs yang dicirikan oleh kondisi eutrofik atau hipertrofik
terjadi di Teluk Jakarta dan Teluk Lampung (Damar 2003). Kondisi yang
mendukung terjadinya eutrofikasi di perairan teluk adalah arus tenang, ombak kecil,
input unsur hara tinggi, dan faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, dll. yang
mendukung kehidupan fitoplankton. Turner dan Rabalais (1991) menjelaskan
bahwa teluk merupakan daerah yang paling banyak mendapat masukan nutrien dari
daratan. Teluk Benoa merupakan muara dari enam sungai di Bali yaitu sungai Buaji,
Sama, Mati, Badung, Bualu dan Loloan. Selain itu, Teluk Benoa dimanfaatkan oleh
nelayan sebagai zona penangkapan ikan (untuk ikan dan kerang) dan zona
budidaya. Jika HAB terjadi di Teluk Benoa dan masyarakat mengkonsumsi ikan
hasil tangkapan dari kawasan tersebut maka akan membahayakan kesehatan
manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi spasial unsur
hara berdasarkan total N dan P, rasio N total, dan tingkat trofik di Teluk Benoa.
2. BAHAN DAN METODE
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Juli 2017 saat musim kemarau.
Lokasi penelitian dilakukan di Teluk Benoa dengan 30 titik pengambilan sampel.
Pengukuran sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi pengukuran langsung
dan tidak langsung. Pengukuran sampel langsung adalah pengukuran oksigen
terlarut (DO) dengan DO meter sedangkan pengukuran tidak langsung dilakukan
dengan mengambil 1,5 liter air pada setiap titik pengambilan sampel menggunakan
Kemmerer water sampler pada kondisi pasang surut, kemudian dibawa ke
Laboratorium Analitik Universitas Udayana untuk pengukuran nitrat, nitrit,
amonia, dan fosfat.
Pengukuran konsentrasi unsur hara menggunakan metode spektrofotometri
(batas deteksi 0,001) sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Kandungan nitrat,
nitrit, amonia, dan fosfat masing-masing mengacu pada SNI 06-2480-1991, SNI
06-6989.9-2004, SNI 06-6989.30-2005, dan SNI 06-6989.31-2005.
Total N dihitung dari penjumlahan antara nitrat, nitrit dan amonia (Total
Inorganic Nitrogen/TIN) tanpa menghitung Total Organic Nitrogen (TON).
Perbandingan/rasio total N diperoleh dengan menggunakan persentase kandungan
nitrat, nitrit, dan amoniak di setiap stasiun. Tingkat trofik di Teluk Benoa mengacu
pada Richardson et al. (2007).
Trophic level Total N Total P
category (mg. L-1) (mg. L-1)
Oligotrophic 0.25 – 0.5 0.005 – 0.01
Mesotrophic 0.50 – 1.0 0.01 – 0.03
Eutrophic 1-2 0.03 – 0.1
Hypertrophic >2 >0.1
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Total N
Hasil pengukuran Total N di Teluk Benoa menunjukkan konsentrasi yang
berbeda-beda di setiap stasiun. N total terendah (0,089 mg. L-1) terdapat pada
stasiun 10 yang terletak di tengah Teluk Benoa, sedangkan konsentrasi tertinggi
(16,25 mg. L-1) terdapat pada stasiun 25 yang terletak di Sungai Loloan.
Konsentrasi Total N tertinggi di Sungai Loloan diperkirakan disebabkan oleh
pembuangan limbah yang intensif. Hal ini terlihat dari observasi visual yang
dilakukan di Sungai Loloan selama proses pengambilan sampel.

Secara spasial, konsentrasi Total N tertinggi berada di muara Sungai Loloan.


Tingginya konsentrasi Total N di muara Sungai Loloan diduga akibat aktivitas
Keramba Jaring Apung (FNC) yang terdapat di sekitar lokasi. Mansur et al. (2013)
menyebutkan bahwa 1 unit FNC mampu menghasilkan 243,9 kg nitrogen dalam
enam bulan budidaya ikan.
b. Rasio Total N
Perbandingan persentase Nitrat, Nitrit dan Amonia di Teluk Benoa berbeda
antar stasiun. Secara keseluruhan ditemukan konsentrasi nitrat yang mendominasi
pada setiap stasiun di Teluk Benoa. Konsentrasi amonia ditemukan lebih dominan
pada stasiun 1, 26 dan 30 dibandingkan nitrat dan nitrit. Gorlach dkk. (2013)
menjelaskan bahwa kegiatan FNC dapat meningkatkan kandungan amonia di
perairan, namun stasiun 1 dan 30 merupakan stasiun yang ditutup untuk budidaya
ikan dengan FNC. Tingginya konsentrasi amonia pada stasiun 1 dan 30 disebabkan
rendahnya oksigen terlarut (DO), kondisi ini membuat reaksi denitrifikasi menjadi
dominan. Tingginya amonia di stasiun 26 diduga akibat pembuangan limbah yang
dilakukan berbagai aktivitas di Pelabuhan Benoa seperti limbah toilet, fasilitas
kesehatan dan sisa makanan di kapal.

Rasio total N di sungai menunjukkan pola yang berbeda dengan di Teluk Benoa.
Konsentrasi amonia di sungai lebih dominan dibandingkan nitrat. Tingginya
konsentrasi amonia di sungai diduga karena DO yang rendah (3,25 - 5,15 mg. L-1).
Selain itu, tingginya amonia disebabkan oleh pembuangan limbah domestik di
sepanjang DAS hingga ke sungai. Perbandingan rasio N total hanya terlihat di
Sungai Badung yang memiliki nitrat lebih dominan dari pada amonia. Hal ini
disebabkan debit air yang tinggi mampu menetralisir limbah yang masuk. Suteja
dan Purwiyanto (2018) menjelaskan bahwa Sungai Badung memiliki debit air
terbesar dibandingkan sungai lainnya.

c. Total P
Konsentrasi total P di Teluk Benoa bervariasi antar stasiun. Konsentrasi rata-
rata Total P di Teluk Benoa adalah 0,5715 ± 0,3768 mg. L-1. Sebaran spasial Total
P di Teluk Benoa menunjukkan bahwa konsentrasinya meningkat di wilayah pesisir
Tanjung Benoa dan semakin menurun ke arah tengah teluk. Hal tersebut
diasumsikan dengan pembuangan limbah yang berasal dari kegiatan masyarakat
(hotel, pemukiman, dll) yang berada di sekitar Tanjung Benoa. Sebaran spasial
Total P di sisi barat Teluk Benoa (muara Sungai Mati, Sungai Sama dan Sungai
Badung) menunjukkan peningkatan konsentrasi ke arah tengah teluk. Hal ini
diasumsikan dengan adanya pengenceran fosfat oleh input air tawar yang tinggi dari
Sungai Mati dan Badung.

d. Tingkat Trofik
Berdasarkan total N dan P, perairan Teluk Benoa terbagi menjadi 4 kategori
yaitu oligotrofik, mesotrofik, eutrofik dan hipertrofik. Teluk Benoa secara umum
berada di wilayah oligotrofik dan mesotrofik berdasarkan total N. Eutrofik dan
hipertrofik terdapat di sekitar muara Sungai Loloan yang diduga disebabkan oleh
tingginya aktivitas limbah dari Sungai Loloan dan FNC. Kondisi hipertrofik
ditemukan hampir di seluruh Teluk Benoa berdasarkan total P. Mesotrofik dan
kondisi eutrofik ditemukan di depan Sungai Mati dan Badung, hal ini diduga
disebabkan oleh pengenceran P Total oleh air tawar yang masuk ke Teluk Benoa
melalui sungai.
4. KESIMPULAN
Konsentrasi tertinggi N dan P total ditemukan di muara Sungai Loloan yang
dekat dengan FNC. Perbandingan total N menunjukkan secara umum bahwa
perairan di Teluk Benoa didominasi oleh Nitrat. Konsentrasi amonia yang tinggi
ditemukan di semua sungai dan muara Sungai Loloan. Teluk Benoa sebagian besar
berada pada kondisi Oligotropik berdasarkan N total, sedangkan berdasarkan P
total, Teluk Benoa secara umum berada pada tingkat hipertrofik.
Judul Jurnal : ANALISIS EUTROFIKASI SUNGAI YANGTZE DI DAERAH
YIBIN CHINA

1. PENDAHULUAN
Berdasarkan penelitian sebelumnya sampai sekarang yang dimulai dari
tahun 2009-2010 dengan metode monitoring beberapa aspek kualitas air seperti
suhu air, pH, DO, Tranparansi (SD), TN, TP dan COD. Pengukuran kualitas air
tersebut dimaksudkan dalam membantu menganalisis Tingkat Eutrofikasi di Bagian
Sungai Yangtze di Daerah China dari tahun 2009-2010. Total Panjang bagian
sungai ini adalah sekitar sepanjnag 83,6 Km dengan beberapa kontruksi pembangkit
listrik yang dimanfaatkan pada aliran sungai ini seperti pada Xiludu Power Plant
dan Xiangjiaba Power Plant. Pemeriksaan kualitas air dari hulu sampai ke hilir
bagian sungai ini sangat penting untuk dilakukan analisis lebih lanjut terkait dengan
pemanfaatan sungai ini di sekitaran masyarakat nanti. Pengukuran kualitas air
tersebut dimulai dari pintu masuk aliran air di daerah Guagongshang dan berakhir
di daerah Jingkou.

2. METODE & HASIL PENELITIAN


2.1 Temperatur Air
Hasil pengukuran temperatur air pada beberapa bagian dari sungai Yangtze
dapat dilihat dari gambar 1 & 2 yang diukur dengan rentang beberapa bulan.
Pada gambar 1 yaitu pengukuran temperatur air di bagian Guagongshan
Temperatur tertinggi nya yaitu sekitar 26℃ yang terjadi di bulan agustus
pada tahun 2009, kemudian 24℃ di bulan Juni pada tahun 2010. Suhu
terendah di bagian Guagongshan yaitu sekitar 8.8℃ di bulan Februari pada
tahun 2009.
Sedangkan pada gambar 2 yaitu pengukuran temperatur air di bagian
Jingkou Temperatur tertinggi nya yaitu sekitar 32.1℃, yang terjadi di bulan
Agustus pada tahun 2009. Suhu terendah di bagian Guagongshan yaitu
sekitar 4.2℃ yang terjadi di bulan Februari pada tahun 2009. Pada suhu
temperature tersebut merupakan suhu yang cocok untuk perkembangan alga
sedangkan berdasarkan data yang telah didapatkan selama penelitian
menunjukkan bahwa perkembang alga terbaik yaitu pada temperature
sekitar 20-25℃ yang terjadi di rentang bulan April sampai dengan October.

2.2 Transparansi Air


Berdasarkan data yang didapat dapat dilihat pada gambar 3 dan 4,
Perubahan transparansi air yang terjadi pada tahun 2009 dan 2010
menunjukkan kesesuaian yang seragam (tidak terdapat perbedaan nyata),
kemudian hasil penelitian juga membuktikan bahwa selama periode bulan
Juli, September dan November menunjukkan tranparansi yang rendah, hal
ini dapat dikarenkan sedang terjadi musim reproduksi alga yang sangat aktif.

Pada tahun 2009, rata-rata nilai transparansi air di daerah sekitar


Guagongshan dan Jingkou adalah sekitar 6.86cm dan 7.07cm, dengan nilai
terendah yaitu sekitar 3.0cm di bulan Juli, dan nilai transparansi tertinggi
yaitu sekitar 10cm dan 11.5. Kemudian pada tahun 2010, rata-rata nilai
transparansi air di daerah sekitar Guagongshan dan Jingkou adalah sekitar
26,1cm dan 27,0cm, dengan nilai terendah yaitu sekitar 3.5cm di bulan
Agustus, dan nilai transparansi tertinggi yaitu sekitar 65cm di bulan juli.
Urutan trend perubahan transparansi terhadap perubahan musim selama
penelitian di bagian sungai Yangtze antara lain yaitu musim dingin > musim
semi > musim panas > musim gugur yang berarti perubahan transparansi air
paa sungai Yangtze ini tidak terlalu disebabkan oleh tingkat intensitas
cahaya matahari yang masuk, tetapi lebih focus terhadap tingkat kepadatan
pertumbuhan alga di lingkungan badan sungai.

2.3 pH
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 dan Gambar 6, kisaran pH adalah
sekitar 7,51-8,43, yang mengartikan nilai pada kategori pH basa sepanjang
tahun. Pada tahun 2009 dan 2010, pH relatif tinggi pada bulan Juli, Agustus
dan September, hal ini mungkin karena suhu pada bulan-bulan tersebut lebih
tinggi dan pertumbuhan alga yang lebih baik serta pengaruh reaksi kimia
yang lebih aktif.

2.4 CODmn
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7 dan Gambar 8, menunjukkan nilai
rata-rata CODmn adalah sekitar 3.4mg / l yang berarti menunjukkan nilai
yang tidak rendah. Nilai CODmn tersebut berbeda tergantung dengan
perubahan setiap musim, salah satu contohnya yaitu misalnya pada musim
panas nilainya tinggi, yang berarti kepadatan pencemar organik tinggi di
bagian Sungai Yangtze Yibin.
Untuk Nilai maksimal tertinggi pada tahun 2009 dan 2010 adalah 5.79mg /
l dan 6.98mg / l masing-masing terjadi pada bulan November dan
September. Sedangkan untuk nilainya terrendahnya terjadi pada bulan
Februari, April, Oktober dan Desember dengan berbagai variasi nilai
CODmn nya.

2.5 DO
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10, Yaitu Oksigen
terlarut (DO) tertinggi di bagian Yibin Sungai Yangtze yaitu rata-rata sekitar
8,93 mg / l. Untuk nilai maksimum dan nilai minimum nya sendiri masing-
masing adalah 10,66 mg/l dan 7,61 mg/l. Kemudian pada tahun 2009 dan
2010, DO terendah terjadi di beberapa bulan dimulai dari bulan Juni sampai
September, alasannya mungkin dikarenakan perkembangbiakan
fitoplankton yang sangat banyak, sehingga pertumbuhan dan dekomposisi
tersebut mengkonsumsi banyak oksigen terlarut, yang menyebabkan
rendahnya oksigen di dalam badan lingkungan air tersebut.

2.6 TP (Total Phosphorus)


Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11 dan Gambar 12, untuk di bagian
penampang Guagongshan, TP terendahnya adalah sekitar 0,148 mg / l dan
0,101 mg / l yang masing-masing terjadi pada bulan Maret 2009 dan Januari
2010 sedangkan untuk nilai TP tertinggi sebesar 0,379 mg / l dan 0,466 mg
/ l yang terjadi berturut-turut pada bulan November 2009 dan Juli 2010.
Kemudian untuk di daerah penampang Jingkou TP terendahnya adalah
sekitar 0.140 mg / l dan 0.094 mg / l yang terjadi berturut-turut pada bulan
Mei 2009 dan Februari 2010 sedangkan untuk nilai TP tertinggi adalah
0,337 mg / l dan 0,440 mg / l yang terjadi berturut-turut pada bulan Juni
2009 dan Agustus 2010.

2.7 TN (Total Nitrogen)


Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13 dan Gambar 14, nilai TN
tertinggi terjadi di bulan Maret, Mei, Juli dan Desember, dan nilai TN
terendah terjadi di bulan Oktober. Nilainya menurun dari bulan April hingga
Agustus pada tahun 2009, dan sebaliknya pada tahun 2010. Nilai dari kedua
daerah penampang tersebut meningkat dari bulan September hingga
Desember untuk tahun 2009 dan 2010.
3. PEMBAHASAN
3.1 Evaluasi Tingkat Eutrofikasi di Sungai Yangtze Yibin China
Evaluasi menggunakan metode “Grades marking method in Investigation
standard for eutrophication of lake” dan didapatkan hasil diantaranya
sebagai berikut :

Hasil evaluasi komprehensif menunjukkan air di kedua penampang Sungai


Yangtze Yibin dalam Status “Tinggi Nutrisi”, kemudian dari bagian
penampang Guagongshan hingga bagian penampang Jingkou terjadi
penurunan massa jenis untuk kandungan indeks mineral seperti (TP, dll),
sedangkan untuk tingkat (COD), klorofil a, serta indeks fisik (SD)
menunjukkan hasil yang semakin meningkat.

Hal tersebut terkait dengan kualitas air hulu yang mengandung banyak
nutrisi dan polutan organik, ketika air mengalir ke bagian Sungai Yangtze
Yibin, zat tersebut mengendap dan kemudian terurai. Sementara itu, DO dan
SD semakin baik dari hulu ke hilir. Biasanya, pada periode aliran tinggi
musim panas, ada lebih banyak debu dan nutrisi ke dalam air, yang
menyebabkan peningkatan COD, TN, TP, dll, dan mereka akan mencapai
puncak satu tahun. Sedangkan pada periode “low water” di musim dingin,
COD, TN, TP, dll, akan menurun nilainya dan DO dan SD akan mencapai
puncaknya. Di bagian Sungai Yangtze Yibin, COD, TN, TP memiliki
kepadatan tinggi, menandakan umumnya air di sungai Yangtze dalam status
kaya gizi (nutrisi).
3.2 Pengaruh Nitrogen dan Fosfor terhadap Eutrofikasi.
Menurut "rumus molekul " alga: C106H263O110N16P, jika kita bandingkan
antara atom nitrogen dengan atom fosfor maka akan mempunyai
perbandingan yaitu 16: 1, dengan rasio konsentrasi massanya yaitu 7,2: 1.
Oleh karena itu, jika rasio konsentrasi massa nitrogen dan fosfor dalam air
kurang dari 7, maka nitrogen adalah faktor mineral pembatas untuk alga,
jika lebih tinggi dari 7, maka fosfor akan menjadi factor mineral pembatas,
jika sama atau mendekati 7 , maka baik nitrogen maupun fosfor dapat
menjadi factor pembatas.

Rasio TN dan TP tahun 2009 dan 2010 menunjukkan rata-rata konsentrasi


massa TN dan TP serta rasionya dari sampel yang diambil dari bulan Maret
2009 sampai dengan Desember 2010. Rasio rata-rata TN dan TP adalah
4,05: 1, dan rasio konsentrasi massa bulanan TN dan TP kurang dari 14: 1.
Hal ini biasanya terjadi ddiduga dikarenakan TN / TP <14, maka nitrogen
merupakan faktor pembatas pertumbuhan alga. Aturan ini menunjukkan
bahwa pada musim pertumbuhan besar alga, alga bergantung pada nitrogen
di dalam air, oleh karena itu, nitrogen mungkin merupakan faktor nutrisi
pembatas yang penting untuk eutrofikasi di Sungai Yangtze.
3.3 Pengaruh Temperatur Air terhadap Eutrofikasi
Pertumbuhan fitoplankton membutuhkan suhu tertentu, dan perubahan suhu
menyebabkan perubahan faktor lain, misalnya pH dll. Perubahan faktor-
faktor tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan
fitoplankton, oleh karena itu suhu berpengaruh penting terhadap
fitoplankton. Berdasarkan data pemantauan penampang Guagongshan dan
Jingkou tahun 2009 dan 2010, suhu rata-rata 18,1 ℃, suhu tertinggi 32,1,
dan suhu terendah 4,2. Berdasarkan suhu optimum fitoplankton adalah 18-
28 ℃, maka suhu di bagian Sungai Yangtze Yibin sangat sesuai untuk
pertumbuhan fitoplankton. Oleh karena itu, suhu air tidak pernah menjadi
faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton.

3.4 Pengaruh pH dan Penetrasi Cahaya terhadap Eutrofikasi.


Sinar matahari merupakan faktor penting bagi ekosistem air. Transparansi
untuk bagian Yibin Sungai Yangtze dari Juni 2009 hingga Desember 2010
ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4, dari mana terlihat jelas bahwa
ketika pertumbuhan alga cepat, transparansi lebih rendah daripada musim
dingin, oleh karena itu, dampak dari sinar matahari pada pertumbuhan alga
tidak jelas.
Kemudian dapat dilihat di bagian Sungai Yangtze Yibin, sinar matahari
selalu mencukupi, oleh karena itu sinar matahari bukan merupakan faktor
pembatas pertumbuhan alga di sungai ini. Meskipun Air di bagian Yibin
Sungai Yangtze bersifat alkalescent (Basa) sepanjang tahun, setelah
dilakukan analisis data pH untuk kedua tahun tersebut, terlihat bahwa
terdapat korelasi negatif antara chla dan pH, koefisiennya kecil. Dan pH
yang cocok untuk pertumbuhan alga adalah 7,5-8,3, oleh karena itu, pH di
bagian Yibin Sungai Yangtze cocok untuk pertumbuhan alga.

4. KESIMPULAN
Dari kelima faktor yang dievaluasi tersebut, Nilai CODmn berada dalam status gizi
sedang, Kemudian SD, TP dan TN berada dalam status gizi kaya. Untuk hasil
evaluasi menyeluruh menunjukkan bahwa kualitas air di ruas Sungai Yangtze Yibin
tergolong kategori yang buruk, dan berada pada tingkat eutrofikasi yang sedang,
dimana nilai tingkat nitrogen merupakan faktor pembatas utama pada eutrofikasi
Sungai Yangtze Yibin China.
DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Tangerang dalam Angka. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tangerang.
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.
Damar, A. 2003. Effects of enrichment on nutrient dynamics, phytoplankton
dynamics and primary production in Indonesian tropical waters: a comparison
between Jakarta Bay, Lampung Bay and Semangka Bay. Forschungs-und
Technoliogiezentrum. Westkueste Publ. Ser: 196 pp.
GEOHAB. 2001. Global ecology and oceanography of harmful algal blooms,
science plan. P. Glibert and G. Pitcher (eds). SCOR and IOC, Baltimore and
Paris. 100 pp
Gorlach-Lira, K., Pacheco, C., Carvalho, L.C.T., Melo Júnior, H.N., Crispim, M.C.
2013. The influence of fish culture in floating net cages on microbial indicators
of water quality. Brazilian Journal of Biology 73(3): 457-463.
Makmur M, Haryoto K, Setyo SM dan Djarot SW. 2012. Pengaruh limbah organik
dan rasio N/P terhadap kelimpahan fitoplankton di kawasan budidaya kerang
hijau Cilincing. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, 15 (2): 51-64.
Mansur, W., Kamal, M.M., Krisanti, M. 2013. Estimasi limbah organik dan daya
dukung perairan dalam upaya pengelolaan terumbu karang di perairan Pulau
Semak Daun Kepulauan Seribu. Depik 2(3): 141-153
Richardson, C.J., King, R.S., Qian, S.S., Vaithiyanathan, P., Qualls, R.G., Stow,
C.A. 2007. Estimating ecological thresholds for phosphorus in the Everglades.
Environmental Science and Technology 41(23): 8084-8091.
Suteja, Y., Purwiyanto, A.I.S.P. 2018. Nitrate and phosphate from rivers as
mitigation of eutrophication in Benoa Bay, Bali Indonesia. IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science 162(012021): 1- 9.
Turner, R.E., Rabalais, N.N. 1991. Changes in Mississippi River water quality this
century. Implications for coastal food webs. BioScience 41: 140-147.
Yibin Peoples’ Government. 2004 Yibin Annual[R]. Beijing: Fangzhi Publish
House, 2004: 30-35.
Yan Lijiao, Jiao Li, Jin Xiaohui. Analysis of the main nutrition controlling factors
of Qiandaohu. Modern Ecological Agriculture, 2002, 3-4:89-93
Wang Zhengfang, Zhang Qing, Lv Haiyan. The impact of temperature, salt,
sunshine and pH on the growth of algae in the ocean [J]. Ocean and Lake,
2001.32(1)15-18.
Welch EB. 1980. Ecological Effect of Waste Water. Cambridge University Press.
London.

Anda mungkin juga menyukai