PRODUKTIFITAS PRIMER
Disusun Oleh:
Kelompok 1 / Perikanan C
Alvis Diandra Putra 230110180125
Reggieta Aulia Dwi Oktaviani 230110180131
Siti Zahra Riandi 230110180133
Mohammad Badai Putra Surahman 230110180162
Ocsasena Pratama 230110180167
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2020
Jurnal 1 Internasional:
Judul Abundance of Phytoplankton In The Coastal Waters of South
Sumatera
Jurnal Ilmu Kelautan
Volume, Nomor 22(1): 31-39
dan Halaman
Tahun 2017
ISSN 0853-7291
Penulis Riris Aryawati, Dietriech G. Bengen, Tri Prartono, and
Hilda Zulkifli
Abstrak
Fitoplankton memiliki peran penting dalam pembentukan basis rantai
makanan yang bertanggung jawab dalam produksi primer, kelimpahan dan jumlah
spesies fitoplankton dapat mempengaruhi tingkat kesuburan air secara tidak
lansung. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keberaadaan fitoplankton sebagai
bioindikator kualitas perairan yang ditinjau dari kelimpahan, indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman, dan koefisien saprobik di perairan
Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan di sepuluh stasiun saat air pasang dan
surut dengan pengambilan sampel fioplankton secara vertical menggunakan jaring
plankton yang berbentuk kerucut dengan diameter 30 cm, panjang 100 cm, dan
ukuran mata jaring 30 μm.
Hasil penelitian menemukan 41 genera fitoplankton yang terdiri dari famili
Bacillariophyceae (26 genera), Dinophyceae (7 genera) Cyanophyceae (7 genera)
dan Chlorophyceae (1 genus). Jumlah genera tertinggi tercatat pada saat pasang
surut pada bulan November (24 genera), dan terendah pada bulan Mei saat pasang
tinggi (16 genera). Kelimpahan fitoplankton tertinggi tercatat pada bulan Agustus
saat pasang tinggi (2,68 x 107 sel.m-3), dan terendah pada bulan Mei saat air
pasang (6,59 x 105 sel.m-3). Indeks keanekaragaman (H'), indeks keseragaman (E),
dan indeks dominansi (D) berkisar antara 0,64–3, 0,15–0,71, dan 0,15–0,83
Pendahuluan
Pada daerah pesisir Sumatera Selatan sumber air berasal dari sungai Musi
dan Banyuasin serta sungai kecil lainnya yang dimanfaatkan untuk kegiatan
rumah tangga, industri, transportasi, budidaya, penangkapan ikan, dan lainnya.
Kegiatan tersebut akan menghasilkan limbah yang akan mempengaruhi organisme
pada perairan, salah satunya fitoplankton. Fitoplankton merupakan salah satu
produsen pada perairan yang dapat digunakan sebagai bioindikator untuk kualitas
air. Fitoplankton dapat dijadikan bioindikator dikarenakan habitat, mobilitas, dan
mendiami suatu perairan dengan waktu yang relatif lama. Penyebaran kelimpahan
dan keanegaraan fitoplankton dapat menunjukan perubahan kualitas air yang
dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas pada perairan pesisir. Oleh karena itu,
jurnal ini bertujuan meneliti kelimpahan musiman dan keragamaan fitoplankton
serta mengevaluasi kualitas perairan pesisir Sumatera Selatan.
Bahan dan Metode
Pengambilan sampel di perairan Banyuasin pada 10 stasiun saat air pasang
dan surut. Pengambilan sampel dilakukan secara vertikal dari kedalaman 2 meter
ke permukaan air. Alat yang digunakan jaring plankton dengan ukuran mata jaring
30 μm, diameter mulut jaring 30 cm, dan panjang jaring 100 cm, ember, botol
sampel 250 mL, dan bahan pengawet 4% formaldehida.
Menganalisis data kelimpahan fitoplankton menggunakan formula APHA
dab analisis keragaman fitoplankton menggunakan persamaan Shannon dan
Weaver. Pada penelitian ini terdapat indeks keragaman yang menunjukan
banyaknya variasi gen atau spesies dalam suatu perairan, indeks keseragaman
untuk menentukan pola sebaran biota, indeks dominasi untuk mengetahui
dominasi spesies tertentu.
Hasil dan Pembahasan
1. Spesies dan Kelimpahan Fitoplankton
Mengamati komposisi spesies dapat menggambarkan keanekaragaman atau
jumlah spesies dalam suatu komunitas dan dapat digunakan untuk menganalisis
lingkungan perairan tersebut. Komposisi genus pada perairan Banyuasin di
dominasi oleh 26 genera kelompok diatom, 7 genera Dinophyceae, 7 genera
Cyanophyceae, dan 1 genus Chlorophyceae. Pada saat pasang surut lebih
didominasi oleh kelompok Bacillariophyceae karena mampu beradaptasi dan
toleransi yang tinggi.
Kelimpahan fitoplankton berbanding lurus dengan produktivitas perairan.
Kelimpahan pada perairan Banyuasin berkisar antara 6,59x105 - 4,21x107 sel.m-3,
secara umum kelimpahan akan lebih tinggi pada saat air surut daripada air pasang.
Pada setiap bulan kelimpahan didominasi oleh kelompok Bacillariophyceae,
namun pada bulan Agustus didominasi oleh Chaetoceros dan Skeletonema, hal
tersebut dapat diakibatkan oleh tingginya kadar silikat dan didukung oleh suhu
dan tingkat salinitas.
2. Keragaman Fitoplankton
Berdasarkan hasil indeks keseragaman, keanekaragaman, dan dominasi
menunjukan bahwa perairan Banyuasin secara umum tidak stabil. Pada bulan Mei
kondisi perairan sangat baik sedangkan pada bulan agustus sangat tidak
menguntungkan, hal tersebut diduga akibat faktor lingkungan. Pada musim
peralihan (Mei) kondisi lingkungan sangat mendunkung untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan berbagai fitoplankton sehingga meningkatnya kelimpahan
berbagai spesies, berbeda dengan musim timur (Juli) yang kondisi lingkungannya
tidak kondusif untuk tumbuh dan berkembang sehingga hanya spesies tertentu
yang dapat berdaptasi seperti Bacillariophyceae, Chaetoceros, dan Skeletonema.
3. Kondisi Kualitas Air di Perairan Pesisir Sumatera Selatan
Berdasarkan hasil pengukuran parameter air, suhu air laut berkisar antara
27,6-31,9°C, salinitas berkisar antara 0,09-33,05 ppm, pH berkisar antara 6,0-8,5;
DO berkisar antara 3,49-8,22 mg.L-1, fosfat berkisar antara 0,02-1,11 mg.L-1, nitrat
berkisar antara 0,64-3,98 mg.L1, silikat berkisar antara 0,001-0,430 mg.L-1. Nilai
parameter lingkungan di perairan pesisir Sumatera Selatan, secara umum dinilai
masih layak untuk pertumbuhan fitoplankton.
Parameter suhu air laut masih dapat mendukung pertumbuhan fitoplankton,
nilai pH perairan laut dan pesisir secara umum berkisar antara 7,7-8, nilai DO
untuk menunjang organisme secara normal harus melebihi 2 mg.L -1, baku mutu
nitrat air laut 0,008 mg.L-1, baku mutu fosfat air laut 0,015 mg.L-1, dan konsentrasi
silikat lebih rendah pada musim kemarau daripada musim hujan.
Kesimpulan
Hasil penelitian menemukan 41 fitoplankton yang terdiri dari famili
Bacillariophyceae (26 genera), Dinophyceae (7 genera) Cyanophyceae (7 genera)
dan Chlorophyceae (1 genus) dengan jumlah genera tertinggi pada musim pasang
surut di bulan November (24 genera) dan terendah pada musim pasang tinggi di
bulan Mei (16 genera). Kelimpahan fitoplankton tertinggi tercatat pada bulan
Agustus saat pasang tinggi (2,68 x 107 sel.m-3), dan terendah
pada bulan Mei saat air pasang (6,59 x 10 5 sel.m-3). Indeks keanekaragaman (H'),
indeks keseragaman (E), dan indeks dominasi (D) berkisar antara 0,64-3; 0,15-
0,71, dan 0,15-0,83.
Jurnal 2 Internasional:
Primary Productivity of Jatigede Reservoirs in Sumedang, West Java
Produktivitas Primer Waduk Jatigede di Sumedang, Jawa Barat
Muthi’ah Atsari Hamiedah1*, Zahidah1 , Heti Herawati1 and Isni Nurruhwati
Abstrak
Waduk Jatigede merupakan waduk yang terletak di Sumedang Jawa Barat
yang dibangun untuk irigasi air, pembangkit listrik, pariwisata, dan perikanan
tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai produktivitas primer
sebagai salah satu indikator kelayakan badan air Waduk Jatigede untuk
menangkap aktivitas perikanan. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus -
September 2019. Pengambilan sampel dilakukan dilakukan di 4 stasiun di
permukaan, setengah kedalaman kompensasi, dan kedalaman kompensasi.
Estimasi produktivitas primer menggunakan metode pengukuran konsentrasi
klorofil-a. Hasilnya menunjukkan waduk Jatigede air oligotrofik karena
produktivitas primer di perairan Waduk Jatigede adalah relatif rendah jika
dihitung berdasarkan konsentrasi klorofil-a.
Pengantar
Waduk Jatigede memiliki luas ± 4122 ha dan terletak di Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat. Waduk dibangun dengan batang Sungai Cimanuk dan
merupakan waduk multifungsi. Waduk ini berfungsi sebagai pembangkit listrik,
irigasi, dan pengendalian banjir. Perikanan tangkap menjadi salah satu sektor yang
dapat dikembangkan sebagai alternatif untuk mata pencaharian masyarakat di
waduk jatigede. Upaya yang bisa dilakukan untuk referensi sumber daya ikan di
darat secara umum dengan distribusi benih ikan dan pengendalian air . Perluasan
benih ikan sedang dilakukan untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan
perikanan. Untuk kegiatan penangkapan ikan diperlukan perairan subur dengan
kelimpahan fitoplankton yang cukup banyak.dikarenakan ikan yang ditebar
diharapkan dapat memanfaatkan fitoplankton sebagai pakan alami.
Kualitas air merupakan parameter yang perlu diperhatikan,
dipertimbangkan dalam menentukan air layak atau tidak kegiatan perikanan
tangkap. Salah satu harapan kualitas air di saluran air adalah untuk melihat nilai
produktivitas primer. Produktivitas adalah kecepatan proses fotosintesis atau
pengikatan karbon dan produksi karbohidrat (organik zat) dalam satuan waktu dan
volume tertentu . Dalam ekosistem perairan, fitoplankton menjadi salah satu
organisme produsen utama yang menyebar di perairan yang lebih luas. Karena itu
secara signifikansi fitoplankton di perairan lebih tinggi dari dua produsen utama
yaitu Macrofita dan
Perifiton.
Fitoplankton mengubah zat anorganik menjadi bahan organik melalui
proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari hasilnya disebut produksi
primer. Fitoplankton mengandung klorofil – a pigmen aktif dalam sel tumbuhan
yang berperan sebagai peran penting dalam proses fotosintesis irigasi . Klorofil-A
adalah salah satunya parameter yang menentukan primer produktivitas di dalam
air. Konsentrasi klorofil-a sangat kuat terkait dengan kondisi lingkungan air.
Metode
2.1 Area Penelitian
Penelitian dilakukan di Waduk Jatigede , Sumedang, Jawa Barat,
Indonesia. Penelitian dilakukan selama Agustus 2019 hingga September 2019
yang merupakan musim kemarau Indonesia. Pengamatan kualitas air dilakukan di
Laboratorium Sumber Daya Perairan (SDP) Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penentuan stasiun dilakukan
dengan metode survey dan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling. Penentuan penelitian Stasiun dan pengambilan sampel dipilih
berdasarkan air sungai yang mengalir dan masuk ke Waduk Jatigede, termasuk:
Stasiun 1 adalah inlet Waduk Jatigede terletak di Desa Sukamenak,
Darmaraja, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan lokasi geografis 6 °
55'58.8 "S - 108 ° 05'20.3 "E. Station 1 dipilih karena merupakan daerah
masukan air yang didominasi di tepi Sungai Cimanuk dengan rata-rata
kedalaman 2, 89 m.
Stasiun 2 adalah bagian tengah, beralih dari masuknya air dari Sungai
Cimanuk ke bagian tengah waduk. Stasiun 2 memiliki kedalaman rata-rata
4,88 m. Stasiun 2 terletak di Desa Leuwihideung, Darmaraja, Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat dengan letak geografis 6 ° 54'40.1 "S-108 °
05'46.4" BT.
Stasiun 3 adalah bagian tengah dari reservoir yang menerima masukan air
dari Sungai Cimanuk serta anak sungai lainnya, seperti Sungai Cinambo,
Sungai Cibayawak, Sungai Cihonje, Sungai Cicacaban, dan Sungai
Cimuja. Stasiun ini memiliki kedalaman rata-rata 31.94 m. Stasiun 3
terletak di desa Jemah, Darmaraja, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
dengan lokasi geografis 6 ° 53'06.8 "S108 ° 06'11.3" E
Stasiun 4 merupakan zona keluarnya air dari Waduk Jatigede dari berbagai
masuknya air. Stasiun memiliki kedalaman rata-rata dari 53 m. Stasiun 4
terletak di desa Cijeungjing, Darmaraja, Sumedang, Jawa Barat dengan
letak geografis lokasinya adalah 6 ° 51'32.6 "S - 108 ° 05'49.0" E.
2.2 Pengambilan Sampling dan Pengukuran Air
Pengambilan sampel air dan klorofil-a dilakukan keluar dengan lima kali
pengambilan sampel dalam 1 minggu Sampel diambil dari jam 9 pagi sampai jam
2 siang. Air dan klorofil-a diambil di keempat stasiun tersebut dilakukan di bagian
permukaan, dengan kedalaman setengah kompensasi, dan kedalaman kompensasi
di setiap stasiun observasi. Sampel klorofil-A diambil dengan memasukkan 1 liter
air ke dalam vial kemudian airnya disaring menggunakan kertas saring untuk
mendapatkan klorofil-a di laboratorium. Pengukuran kualitas air seperti derajat
keasaman (pH), CO2, dan DO (Oksigen Terlarut) diukur secara in situ. Sedangkan
nitrat, fosfat, dan BOD (Biokimia Oksigen Permintaan) diukur di ex situ.
2.3 Pengukuran Produktivitas Primer
Metode yang digunakan untuk penghitungan produktivitas primer adalah
perhitungan pigmen klorofil-a konsentrasi sebagai berikut
Klorofil-a = Ca. (v / V.L)
Ca Diperoleh dari persamaan: 11,6 D665 - 1,31 D645 -0,14 D630
Deskripsi:
v = Acetone Volume used (mL)
V = Filtered water Volume to be extracted (L)
L = Cuvet length (cm)
D665 = Optical density at wavelengths 665 nm
D630 = Optical density at wavelengths 630 nm
Abstrak
Produktivitas primer perairan merupakan faktor penting dalam
pemantauan kualitas perairan laut karena berperan dalam siklus karbon dan rantai
makanan bagi organisme heterotrof. Estimasi produktivitas primer perairan dapat
diduga melalui nilai konsentrasi klorofil-a, namun konsentrasi klorofil-a
permukaan laut hanya mampu menjelaskan 30% produktivitas primer laut.
Penelitian ini bertujuan untuk membangun model estimasi produktivitas primer
berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-a dari lapisan kedalaman permukaan sampai
kedalaman kompensasi. Model hubungan produktivitas primer dengan konsentrasi
klorofil-a yang diekstrak dari citra satelit Landsat-8 kemudian dapat digunakan
untuk mengestimasi produktivitas primer satelit. Penentuan klasifikasi kedalaman
dilakukan dengan mengukur nilai koefisien atenuasi menggunakan luxmeter
underwater datalogger 2000 dan secchi disk. Penetrasi cahaya yang masuk ke
kolom perairan dimana produksi primer masih berlangsung atau kedalaman
kompensasi berkisar antara 28,75 – 30,67 m.1
Pendahuluan
Produktivitas primer adalah kecepatan terjadinya proses fotosintesis atau
pengikatan karbon dan produksi karbohidrat (zat organik) dalam satuan waktu dan
volume tertentu. Produktivitas primer perairan merupakan salah satu faktor
penting dalam ekosistem perairan laut, karena berperan dalam siklus karbon dan
rantai makanan untuk organisme heterotrof. Pada ekosistem akuatik sebagian
besar produktivitas primer perairan dilakukan olah fitoplankton dan kurang lebih
produksi primer di laut berasal dari fitoplankton.
Konsentrasi klorofil-a sering digunakan untuk mengestimasi biomassa
fitoplankton dan produktivitas perairan yang dapat digunakan dalam pengelolaan
sumberdaya laut dan pemantaun kualitas perairan. Pemanfaatan teknologi
penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendeteksi biomassa pigmen, namun
tidak dapat mendeteksi produktivitas primer. Sehingga produksi oleh fitoplankton
dihitung menggunakan model bio-optik melalui perekaman data oleh sensor
satelit. Prosedur untuk mengestimasi produktivitas primer dari data satelit dapat
dihitung menggunakan algoritma model produktivitas primer
Model estimasi produktivitas primer perairan menggunakan penginderaan
jauh satelit telah banyak dikembangkan yaitu oleh Behrenfald and Falkowski,
(1997); Behrenfald et al. (2005); Hirawake et al. (2012). Namun, penerapan
model ini membutuhkan masukan data yang banyak. Selain itu, kendala dari
model hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan produktivitas primer perairan
yaitu salah satunya karena sensor satelit hanya mampu mendeteksi pada
kedalaman permukaan laut atau kedalaman satu atenuasi cahaya. Menurut
Campbell et al., (2002) konsentrasi klorofil-a permukaan hanya mampu
menjelaskan kurang lebih 30 % produktivitas primer laut sedangkan produktivitas
primer berlangsung sampai 4,6x kedalaman atenuasi cahaya atau kedalaman
kompensasi. Kedalaman kompensasi sendiri merupakan kedalaman dimana
intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas cahaya di permukaan dimana proses
fotosintesis dan respirasi seimbang.
Metodologi
1. Lokasi dan data
Penelitian dilakukan di perairan pulau Karimunjawa dan Kemujan pada 20 stasiun
pengamatan. Karakatersitik perairan Karimun Jawa yang terdiri dari ekosistem
karang, mangrove dan lamun membuat produktivitas primer dipengaruhi banyak
faktor. Penelitian dilakukan pada 15-18 Mei 2016 dan berada pada koordinat 5⁰
46’ 00” – 5⁰ 54’ 00” LS dan 110⁰ 22’ 30” – 110⁰33’30” BT. Data citra satelit
yang digunakan adalah citra Landsat-8 OLI pada path/ row 120/64 dengan tanggal
perekaman satelit 15 Mei 2016.
Sampel air yang diambil yaitu pada kedalaman permukaan atau kedalaman
satu atenuasi cahaya (k-1), kedalaman tengah zona eufotik dan kedalaman
kompensasi. Kedalaman kompensasi dihitung menggunakan rumus:
4.6
kedalaman konpensasi=
k
Pengukuran produktivitas primer dilakukan secara insitu dari komposit
sampel air yang telah didapat dengan menggunakan metode botol-terang dan botol
gelap. Pengukuran dilakukan pada siang hari antara pukul 09.00 – 15.00 WIB
dengan inkubasi selama 3 - 5 jam. Oksigen terlarut yang diukur menggunakan
metode Winkler. Nilai okigen terlarut tersebut kemudian digunakan untuk
menghitung nilai produktivitas primer.
3. Pengolahan Citra Satelit
Tahap pengolahan citra satelit dimulai dengan melakukan koreksi
geometrik dan radiometrik. Koreksi geometrik pada prinsipnya digunakan untuk
memperbaiki kesalahan posisi citra satelit terhadap lokasi sebenarnya di
permukaan bumi dan memiliki acuan sistem koordinat. Citra satelit Landsat-8
OLI juga dikoreksi secara radiometrik untuk mengubah nilai digital number (DN)
menjadi nilai reflektansi dengan resolusi radiometrik 16-bit integer pada produk
level 1 dan dikonversi menjadi nilai reflektansi Top of Atmosphere (TOA).
Konversi nilai untuk reflektansi TOA menggunakan persamaan dari USGS
(2015):
pλ’ = Mp*Qcal + Ap
dimana :
ρλ' = reflektansi TOA (top of atmosfer), tanpa koreksi sudut matahari,
Mp = REFLECTANCEW_ MULT_ BAND_x, di mana x adalah nomor Band,
Ap = REFLECTANCEW_ADD_BAND_x, di mana x adalah nomor Band,
Qcal = Nilai digital number (DN).
Dimana:
ρλ = TOA reflektansi,
in θ) = Sudut elevasi matahari.
5. Validasi Model
Akurasi data dari pengukuran dengan citra satelit, dengan membanding-
kannya dengan data pengukuran insitu menggunakan analisis Root Mean Square
Difference (RMSD). Perhitungan RMSD adalah sebagai berikut:
N
RMSD=
dimana:
√ ∑ logPPi−logPPj2
i1=1
n
Log PPi = data produktivitas primer estimasi citra satelit (mgC/ m3/jam),
Log PPj = data produktivitas primer insitu (mgC/m3/jam),
N = jumlah data.
Apabila nilai RMSD <0.3 mengindikasikan keakuratan pada model
terhadap nilai pengukuran insitu.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa penetrasi cahaya yang masuk kedalam
kolom perairan pada zona eufotik mencapai 28,75 – 30,67 m. Model estimasi
produktivitas primer berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-a citra satelit Landsat-8
dapat dihitung menggunakan persamaan PP= 46,376+ 33,204Chlsat. Model
persamaan tersebut dapat digunakan untuk analisis spasial citra satelit, untuk
mengestimasi produktivitas primer di suatu wilayah menggunakan citra satelit
Landsat-8.