Anda di halaman 1dari 15

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang tapi
sekarang penggunaan sabun cair telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik.
Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel
dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, deterjen
sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau membersihkan.
Sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang
dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti
natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang
dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan
gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium
yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat
pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun.
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun
sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan
campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.Bahan pembuatan sabun terdiri
dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan
sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam
pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai
guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses
pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat,
parfum, dan pewarna.
Fungsi utama dari sabun sebagai zat pencuci adalah sifat surfaktan yang
terkandung di dalamnya. Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar
yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (hidrofobik)
sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui cara pembuatan sabun cuci piring.


2. Mengetahui pH sabun cuci piring.
3. Mengetahui viskositas sabun cuci piring.
4. Mengetahui daya buih sabun cuci piring.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Produk


Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri
dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium
atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara
kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani.
Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan
sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun
dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak.
Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol,
sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi
terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi
terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009).

Pencuci piring merupakan cairan kental bening berwarna yang berfungsi


untuk membersihkan peralatan makan seperti piring, gelas, sendok/garpu dan
peralatan dapur pada umumnya. Produk Pencuci piring pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga jenis berdasarkan kenampakan fisik. Pertama adalah berbentuk bubuk
atau serbuk, kemudian bentuk pasta, dan yang ketiga berbentuk cairan. Produk dalam
bentuk bubuk atau scouring powder agak kurang dikenal meslipun juga dijual di
swalayan. Produk kedua berbentuk pasta atau lebih dikanal dengan sabun colek.
Produk ketiga dalam bentuk cairan kental adalah yang paling banyak dipakai.
Kecenderungan akan pemakaian produk ini dari waktu ke waktu meningkat cukup
tajam. Hal ini dapat difahami bahwa pola pencucian piring (termasuk alat rumah
tangga lain) mulai bergeser dari cara yang lama/tradisional dengan abu godok dan
sabun colek menuju cara baru yang lebih praktis. Adanya bentuk berupa cairan
menjadikan parktis untuk digunakan serta aroma produk yang khas menjadikan
Cairan Pencuci Piring mempunyai nilai lebih dibanding produk pencuci piring lain
lain(Arthur D.,1989).

2.1 SNI Sabun Cuci Piring


Berikut merupakan syarat mutu sabun cuci piring berdasarkan SNI, 1994:

2.3 Fungsi Bahan


1. Texapon

Texapon merupakan nama dagang dari senyawa kimia Sodium Lauryl Sulfate
(SLS). Texapon mempunyai bentuk berupa gel dengan warna bening. Texapon
merupakan bahan yang menghasilkan busa.

2. Garam dapur ( NaCl)

Natrium klorida biasa dikenal sebagai garam dapur. Merupakan senyawa ionik
dengan rumus NaCl. NaCl adalah garam yang paling bertanggung jawab atas salinitas
dari laut dan dari cairan extrakulikuler dari multiser banyak organisme sebagai bahan
utama dalam garam yang dapat dimakan ini, biasanya digunakan sebagai bumbu makan
dan makanan pengawet. Dalam pembuatan sabun cair fungsinya sebagai pengental sabun
yang masih berupa air.

3. Natrium Sulfat

Natrium sulfat atau biasa juga disebut sodium sulfat dan salt cake merupakam
padatan berbentuk kristal putih yang larut dalam air dan gliserol. Natrium sulfat
tidak beracun dan tidak mudah terbakar. 

4. Air

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun
atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air
bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. Air
sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia.
Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah
tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan
sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion
hidroksida (OH-).

5. Pewarna

pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01
0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk
menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan
transparan (Wasitaatmadja, 1997).

6. Melati essens
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi
ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik memilih
bau dan warna sabunbergantung pada permintaan pasar atau masyarakat
pemakainya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk
membedakan produk masing-masing (Wasitaatmadja, 1997).

2.4 Reaksi yang Terjadi


Pembuatan sabun mengggunakan prinsip saponifikasi. Saponifikasi adalah
reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan larutan alkali. Dengan
kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan
mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesa dan air serta
garam karbonil (sejenis sabun). Sabun merupakan salah satu bahan yang digunakan
untuk mencuci baik pakaian maupun alat-alat lain. Alkali yang biasanya digunakan
adalah NaOH dan Na2CO3 maupun KOH dan K2CO3. Ada dua produk yang
dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun adalah
hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh
dari lemak hewan dan nabati. Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam
pembuatan sabun, anatara lain : minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut
oil), minyak sawit (palm oil), minyak kedelai (soybean oil) dan lain-lain. Masing-
masing mempunyai karakter dan fungsi yang berlainan. (Wikipedia, 2007)
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Beaker glass
b. Neraca analitik
c. Spatula
d. Gelas ukur
e. Aqua botol 1,5 L
f. Pengaduk
3.1.2 Bahan
a. Texapon 50 gr
b. Garam dapur (NaCl) 50 gr
c. Natrium sulfat (Na2SO4) 25 gr
d. Air bersih 900 ml
e. Pewarna secukupnya
f. Melati essens secukupnya
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Skema kerja

Texapon 50 g Na2SO4 50 g

Air 300 Pencampuran Air 300 ml Pencampuran


ml

Pengadukan secara perlahan Pengadukan

Pencampuran

+ larutan NaCl

Pewarna dan Pencampuran


essens melati

Pendiaman 24 jam

Sabun cuci piring

3.2.2 Fungsi Perlakuan


Bahan berupa texapon, Na2SO4 ,dan NaCl ditimbang masing masing sebanyak 50
gram. Selanjutnya ketiga bahan dilarutkan dengan air masing masing sebanyak 300
ml , pada pengadukan bahan texapon , pengadukan dilakukan secara perlahan agar
tidak terlalu banyak menghasilkan busa pada bahan. Setelah bahan tercampur dengan
air, texapon dan Na2SO4 dicampurkan dengan larutan NaCl dan dilakukan
pencampuran dengan melakukan penambahan pewarna dan melati essens.
Selanjutnya, sabun didiamkan selama 24 jam dan dilakukan pengamatan.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Viskositas
Sampel Viskositas
Kelompok 2 4
Kelompok 6 4
Keterangan :
1. Sedikit cair
2. Agak cair
3. Kental
4. Agak kental
5. Sangat kental

4.1.2 Nilai pH
Sampel
Pengulangan
Kel. 2 Kel. 6
1 6,9 6,9
2 6,9 6,8
3 6,8 7,1

4.1.3 Daya Buih


Sampel Daya Buih
Kelompok 2 Sedikit Buih
Kelompok 6 Banyak Buih
BAB 5. PEMBAHASAN

Pada praktikum pembuatan sabun cuci piring , dilakukan pengamatan pada uji
viskositas, Ph dan daya buih dan didapatkan hasil sebagai berikut.
Pada uji coba viskositas, dengan nilai 1 sedikit cair , 2 agak cair , 3 kental , 4
agak kental dan 5 sangat kental ; didaptkan hasil viskositas pada nilai uji 4
yaitu agak kental.

Viskositas dipengaruhi oleh kadar air dalam sabun tersebut. Makin sedikit kadar air
dalam sabun viskositas semakin tinggi, dan sebaliknya makin banyak kadar air dalarn
sabun maka viskositas semakin rendah (Abdurahman, 2009). Selain itu kemungkinan
disebabkan kurangnya bahan pengental yang ditambahkan atau kadar air yang terlalu
tinggi sehingga viskositas kedua kelompok memiliki hasil yang sama.
Pada pengujian Ph didapatkan hasil bahwa sabun cuci piring yang dihasilkan
mendekati Ph netral.

Nilai pH merupakan parameter yang sangat penting dalam pembuatan sabun, karena
nilai pH menentukan kelayakan sabun untuk digunakan (Makin, 2012). Nilai pH
larutan sabun bergantung pada jenis lemak, sebagai contoh sabun yang dibuat dari
minyak kelapa mempunyai pH antara 9 dan 10, sedangkan sabun dari lemak hewani
memberikan pH sekitar 10,8. Dari praktikum yang telah dilakukan pH sabun cuci
piring kedua kelompok yaitu 6,687 (kelompok 2) dan 6,93 (kelompok 6).
Nilai pH mempunyai kecenderungan semakin turun dengan semakin lamanya
pengadukan dan semakin banyaknya rasio air/sabun. Hal tersebut karena alkali yang
digunakan (KOH) bereaksi semakin sempurna dengan asam-asam lemak yang
terdapat dalam minyak, sehingga residu KOH semakin rendah dan sabun tidak lagi
menjadi terlalu basa. Selain itu, peningkatan rasio air menyebabkan pH menurun,
karena air bersifat netral sehingga penambahan air menyebabkan konsentrasi sabun
turun dan akibatnya pH menurun. Lama pengadukan berpengaruh sangat nyata
terhadap pH sabun cair dan rasio air/sabun berpengaruh nyata terhadap pH sabun cair.
Namun interaksi antara kedua tidak berbeda nyata.

Salah satu daya tarik sabun adalah kandungan buihnya. Perilaku konsumen
menunjukkan bahwa akan puas jika, sabun yang dipakai berbuih banyak. Sabun cuci
piring kedua kelompok menunjukan hasil sedikit buih (kelompok 2) dan banyak buih
(kelompok 6). Daya buih mempunyai kecenderungan makin menurun dengan
semakin lamanya pengadukan dan sema-kin banyaknya rasio air-sabun.
Adanya penurunan buih tersebut karena dipengaruhi oleh pH, sehingga
semakin menurun pH daya buih yang dihasilkan ikut menurun. Disamping itu,
adanya peningkatan jumlah air yang ditambahkan dalam sabun juga berpengaruh
terhadap buih yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari daya bersih sabun cair
yang dihasilkan, karena daya buih sabun menunjukkan tingkat keefektifan daya
bersih dari sabun (Setokromo, 2004), sehingga adanya penurunan daya buih akibat
penambahan air menunjukkan daya bersih sabun ikut menurun.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Viskositas sabun cuci piring kedua kelompok menunjukan hasil yang sama yaitu
agak kental
2. pH sabun cuci piring kedua kelompok yaitu 6,687 (kelompok 2) dan 6,93
(kelompok 6).
3. Sabun cuci piring kedua kelompok menunjukan hasil sedikit buih (kelompok 2)
dan banyak buih (kelompok 6). Daya buih mempunyai kecenderungan makin
menurun dengan semakin lamanya pengadukan dan sema-kin banyaknya rasio
air-sabun.
6.2 Saran
Saran untuk praktikum ini yaitu praktikan harus lebih kondusif saat
melakukan praktikum, karena hal tersebut dapat mempengaruhi hasil akhir. Selain itu
pembagian tugas harus dilakukan secara merata agar semua praktikan dapat mengerti
tahapan tahapan yang akan dilakukan dalam praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Arthur D. Little, Environtment & Human Safety of Major Surfactant, The Soap &
Detergent Association, 1989.

Abdurahman, 2009. Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas


Ditinjau Dari Kinetika Reaksi Kimia. Palembang : Universitas Sriwijaya.

Makin, 2012. Pengaruh Penambahan Variasi Konsentrasi Asam Sitratterhadap


Kualitas Sintesis Sabun Transparan. Gorontalo Gorontalo: Universitas Negeri.

Qisti, R., 2009, Sifat Kimia Sabun Transparan Dengan Penambahan Madu Pada
Konsetrasi Yang Berbeda, Skripsi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor

Setokromo, 2004. Penelitian Pembuatan Sabun Transparan. Bogor :


IPB.

Wasitaatmadja, 1997, Penuntun Kosmetik Medik, Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai