Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH SIKAP & NORMA SUBJEKTIF

TERHADAP PERILAKU WAJIB PAJAK MELALUI

KONTROL PERILAKU PERSEPSIAN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Ujian Pasca Sarjana Program Strata Dua
Pada Jurusan Akuntansi

Oleh :

Ariyanto,SE
1825005

PASCA SARJANA MAGISTER AKUNTANSI

SEKOLAH TNGGI ILMU EKONOMI SWADAYA JAKARTA

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendapatan dari pajak merupakan inti pembiayaan negara yang tidak

sedikit, terbukti bahwa kurang lebih 70 persen belanja negara dicover oleh pajak

(www.pajak.go.id). Pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur, berupa

jalan raya, jembatan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan berbagai

fasilitas umum lainnya yang meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia

adalah bentuk kegunaan penerimaan pajak oleh pemerintah. Berdasarkan

fungsinya, perpajakan di Indonesia terbagi dalam empat fungsi, yaitu fungsi

budgetair “sumber keuangan negara”, fungsi regularend “pengatur”, fungsi

stabilitas, dan fungsi redistribusi pendapatan.

Fungsi Anggaran (Budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak

berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan

tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan

biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak

digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,

pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang

dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi

pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus

ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin

meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.


Fungsi Mengatur (Regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan

ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa

digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka

menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan

berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi

dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar

negeri.

Fungsi Stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk

menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi

dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur

peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif

dan efisien.

Fungsi Redistribusi Pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara

akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk

membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada

akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Pemerintah dapat mengatur pertumbuhan dan kontrol ekonomi melalui

kebijakan pajak. Pajak dapat sebagai alat untuk mencapai tujuan, contohnya

dalam rangka menggiring investasi, baik dalam negeri maupun luar negeri,

diberikan bermacam-macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi

produksi dalam negeri, pemerintah mengatur bea masuk yang tinggi untuk produk

luar negeri. Fungsi sebagai stabilitas, pemerintah memiliki anggaran untuk

menjalankan kebijakan dari pajak yang berhubungan dengan stabilitas harga

sehingga inflasi dapat dikendalikan. Fungsi Redistribusi Pendapatan yang


mengartikan bahwa pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk

membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai

pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya

akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Realisasi Pendapatan Bruto Direktorat Jenderal Pajak yang berakhir 31

Desember 2018 adalah sebesar Rp1.432.222.234.482.300,00 dan apabila dengan

memperhitungkan pengembalian pendapatan sebesar Rp118.874.347.242.581,00

realisasi Pendapatan Neto menjadi sebesar Rp1.313.347.887.239.719,00 atau

mencapai 92,23 persen dari estimasi yang ditetapkan untuk Tahun Anggaran 2018

sebesar Rp1.423.999.938.462.000,00. Dibandingkan realisasi pendapatan Tahun

Anggaran 2017 sebesar Rp1.151.077.845.435.275,00 maka pendapatan neto

Tahun Anggaran 2018 mengalami kenaikan sebesar Rp162.270.041.804.444,00

atau 14,10 persen. Kenaikan tersebut berasal dari kenaikan Penerimaan

Perpajakan sebesar Rp162.294.150.120.073,00 dan penurunan Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp24.108.315.629,00. Perbandingan antara

Realisasi Penerimaan Pajak dan PNBP Neto Tahun Anggaran 2018 dan 2017

sebagaimana

Tabel V.B.2.1. dan Grafik V.B.2.1. berikut:

(https://stats.pajak.go.id/sites/default/files/202003/Laporan%20Keuangan%20TA

%202018%20Audited.pdf)
Sikap Wajib Pajak yang buruk dapat menurunkan pendapatan pajak

negara. Bila setiap Wajib Pajak tersadarkan akan pentingnya kewajibannya untuk

membayar pajak, tentu penerimaan negara akan terus meningkat dikarenakan oleh

jumlah Wajib Pajak potensial semakin tinggi. Meskipun jumlah Wajib Pajak

potensial semakin meningkat, sebagian Wajib Pajak tidak mengerti peraturan

tentang perpajakan yang ada. Pelanggaran tidak membayar pajak banyak terjadi

oleh pengusaha. Hal itu dikarenakan pengaruh dari pengusaha A ke pengusaha B

yang serentak tidak membayarkan pajaknya. Pengaruh pengusaha tersebut

menggambarkan bahwa Norma Subjektif sebagai faktor yang penting dalam

kepatuhan membayar pajak (bppk.depkeu.go.id). Peran fiskus yang baik akan

turut meningkatkan pendapatan pajak, yang mana pemeriksaan yang dilakukan

fiskus akan lebih baik dan pelanggaran pajak akan menurun yang akan berdampak

terhadap kepercayaan masyarakat dalam pembayaran pajak. Pelaksanaan

pemeriksaan oleh pejabat fungsional yang dilakukan oleh KPP Madya Bogor di

Bogor. Peran dari anggota tim pemeriksa sangatlah menentukan hasil dari

pemeriksaan yang dilakukan.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan pengujian dari Pengaruh Sikap & Norma Subjektif terhadap Perilaku

Wajib Pajak melalui Kontrol Perilaku Persepsian.


2. Identifikasi Masalah

1. Penerimaan negara dari sektor pajak masih berada di bawah target

Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

2. Adanya Sikap Wajib Pajak yang kurangbaikdalam membayar

pajakyaitu Wajib Pajak menunggu untuk ditagih terlebih dahulu

dalammem bayar pajak

3. Para pengusaha saling memengaruhi satu sama lain untuk tidak membayar

pajak. Pengaruh antar pengusaha tersebut menunjukkan bahwa Norma

Subjektif menjadi factor penting dalam kepatuhan membayar pajak.

4. Meskipun jumlah Wajib Pajak potensial semakin meningkat, sebagian

Wajib Pajak tidak mengerti tentang peraturan perpajakan yang ada, hal

tersebut terjadi karena sosialisasi pajak kepada Wajib Pajak kurang

optimal dan kurangnya pemeriksaan dari pihak fiskus yang berarti bahwa

Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan Wajib Pajak tidak membayar pajak.

5. Masih banyak Wajib Pajak potensial yang belum terdaftar sebagai Wajib

Pajak aktual dan tidak berniat untuk membayar pajak.


3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka perlu

diadakan pembatasan masalah. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan untuk

meneliti pengaruh Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Keperilakuan yang

Dipersepsikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi karena faktor-

faktor tersebut diduga kuat memengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Untuk membatasi luasnya subjek penelitian, peneliti membatasi subjek penelitian

ini pada Wajib Pajak di Kota Madya Bogor

4. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas untuk memudahkan dalam

melakukan pembahasan penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Sikap berpengaruh terhadap perilaku Wajib Pajak di Kota

Madya Bogor?

2. Apakah Norma Subjektif berpengaruh terhadap Perilaku Wajib Pajak

Kota Madya Bogor?

3. Apakah sikap dan norma subjektif secara bersamaan berpengarauh

terhadap Perilaku Wajib Pajak Kota Madya Bogor?

4. Apakah Kontrol Perilaku Persepsian berpengaruh terhadap Perilaku

Wajib Pajak Kota Madya Bogor?


5. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

3.1. Tujuan penelitian


Penulisan tesis ini bertujuan untuk:

1. Menganlisa Sikap berpengaruh terhadap perilaku Wajib Pajak Kota

Madya Bogor ?

2. Menganlisa Norma Subjektif berpengaruh terhadap Perilaku Wajib

Pajak Kota Madya Bogor ?

3. Menganlisa sikap dan norma subjektif secara bersamaan berpengarauh

terhadap Perilaku Wajib Pajak Kota Madya Bogor?

4. Menganlisa Kontrol Perilaku Persepsian berpengaruh terhadap

Perilaku Wajib Pajak Kota Madya Bogor?

3.2. Kegunaan penelitian

Manfaat dari suatu penelitian terdiri dari dua aspek yaitu mencakup

kegunaan bagi perkembangan akademis dan kegunaan praktis serta sosial bagi

upaya pemecahan masalah. Maka dari itu, manfaat penelitian yang dihasilkan

adalah :

1. Manfaat Akademis: Memberikan sumbangan terhadap pemahaman

tentang teori perpajakan dan pemahaman ilmu Akuntansi

2. Kegunaan praktis dari penelitian ini, diantaranya:

a. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Pasca

Sarjana (S2) program studi Akuntansi dan Laporan Keuangan,

STIE Swadaya Jakarta.


b. Memberikan manfaat baik secara akademik maupun aplikatif

bagi masyarakat dan akademisi pada umumnya serta bagi

penulis pada khususnya; dan

c. Secara khusus memberikan informasi kepada pihak lain yang

berminat untuk meneliti masalah yang diangkat dalam

penelitian ini dan diharapkan menjadi referensi bagi

pengembangan dan bagi pihak yang ingin meneliti lebih lanjut

mengenai masalah ini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teori

A. Pajak

Dasar-dasar Perpajakan Definisi pajak, fungsi pajak, asas pemungutan

pajak, sistem pemungutan pajak, wajib pajak dan sanksi perpajakan akan

dijelaskan sebagai berikut: a. Definisi Pajak Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia No. 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

Sedangkan menurut Soemitro (dalam Mardiasmo, 2011:1), pajak adalah iuran

kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki

unsurunsur (Mardiasmo, 2011:1) :

1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah

negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan Undang-Undang.Pajak dipungut berdasarkan atau dengan

kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.


3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung

dapat di tunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Fungsi Pajak Menurut Resmi (2014:3), terdapat dua fungsi pajak yaitu:

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Artinya pajak merupakan

salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran

baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara,

pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas

negara.

2. Fungsi Regularend (Pengatur) Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi

serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

Asas Pemungutan Pajak Menurut Resmi (2014:10) terdapat tiga asas

pemungutan pajak, yaitu:

1. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal) Asas ini menyatakan bahwa negara

berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang

bertempat tinggal di wilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam

maupun luar negeri. Setiap wajib pajak yang berdomisili atau bertempat

tinggal di wilayah Indonesia (wajib pajak dalam Negeri) dikenakan pajak

atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun

dari luar Indonesia.


2. Asas Sumber Asas ini menyatakan bahwa Negara berhak mengenakan

pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan

tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan

dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.

3. Asas Kebangsaan Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak

dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya, pajak bangsa

asing di Indonesia dikenakan 10 atas setiap orang asing yang bukan

berkebangsaan Indonesia, tetapi bertempat tinggal di Indonesia.

Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:7-8) terdapat tiga

sistem pemungutan pajak, yaitu:

1. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang

memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: a) Wewenang

untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b) Wajib pajak

bersifat pasif. c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan

pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri

besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: a) Wewenang untuk

menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri, b)

Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang, c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya

mengawasi.
3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib

pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak

yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

Wajib Pajak Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi

pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak

dan kewajiban 11 perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. (Mardiasmo, 2011:23).

Sanksi Perpajakan Menurut Mardiasmo (2011:59), sanksi perpajakan

merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

(norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain

sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak

melanggar norma perpajakan. Dalam Undang-Undang perpajakan dikenal dua

macam sanksi, yaitu:

1. Sanksi Administrasi Merupakan pembayaran kerugian kepada Negara,

khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Menurut ketentuan dalam

Undang-Undang perpajakan ada 3 macam sanksi adminitrasi, yaitu berupa

denda, bunga, dan kenaikan.

2. Sanksi Pidana Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat

terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma

perpajakan dipatuhi. Menurut ketentuan dalam Undang-Undang


perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu: denda pidana, kurungan,

dan penjara.

B. Theory of Planned Behaviour (Perilaku)

Theory of Planned Behaviour (TPB) merupakan teori yang menjelaskan

bagaimana perilaku seseorang dapat terbentuk karena adanya niat untuk

berperilaku tertentu. Menurut Ajzen (dalam Hidayat dan Nugroho, 2010) faktor

sentral dari perilaku individu adalah bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh niat

individu (behavioral intention) terhadap perilaku tertentu tersebut. Sedangkan niat

untuk berperilaku dipengaruhi oleh variabel sikap (attitude), norma subjektif

(subjective norm), dan kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral

control). Orang dapat saja memiliki berbagai macam keyakinan terhadap suatu

perilaku, namun ketika dihadapkan pada suatu kejadian tertentu, hanya sedikit

dari keyakinan tersebut yang timbul untuk mempengaruhi perilaku. Sedikit

keyakinan inilah yang menonjol dalam mempengaruhi perilaku individu.

Keyakinan yang menonjol ini menurut Ajzen (dalam Hidayat dan

Nugroho, 2010) dapat dibedakan menjadi, pertama, behavioral belief, yaitu

keyakinan individu akan hasil suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut.

Behavioral belief akan mempengaruhi sikap terhadap perilaku (attitude toward

behavior). Kedua adalah normative belief, yaitu keyakinan individu terhadap

harapan normatif orang lain yang menjadi rujukannya, seperti keluarga, teman,

dan konsultan pajak, dan motivasi untuk mencapai harapan tersebut. Harapan
normatif ini membentuk variabel normatif subjektif (subjective norm) atas suatu

perilaku. Ketiga adalah control belief, yaitu keyakinan individu tentang

keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilakunya dan

persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi perilakunya.

Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu

perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subyektif, kepercayaan normatif

dan motivasi untuk patuh (Sulistomo dan Prastiwi,2011). TPB menjelaskan bahwa

niat individu untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu : attitude toward

the behavior, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku.

Dari beberapa definisi Theory of Planned Behaviour menurut beberapa

peneliti diatas maka dapat disimpulkan bahwa Theory of Planned Behaviour

adalah niat yang timbul dari individu tersebut untuk berperilaku dan niat tersebut

disebabkan oleh beberapa faktor dari internal maupun eksternal dari individu

tersebut. Niat untuk melakukan suatu perilaku tersebut dipengaruhi oleh tiga

variabel yaitu attitude toward the behavior, norma subyektif dan persepsi kontrol

perilaku.

Elemen-elemen Theory of Planned Behaviour

Theory of Planned Behaviour merupakan pengembangan dari Theory of

Reasoned Action (TRA) yang telah dikemukakan sebelumnya oleh Fishbein dan

Ajzen pada tahun 1975. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) TPB menjelaskan

niat individu untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:

a. Sikap arah perilaku yang mengarah pada perasaan memihak

(favorableness) atau perasaan tidak memihak (unfavorableness) terhadap suatu


objek yang akan disikapi yang timbul dari adanya evaluasi individual atas

keyakinan terhadap hasil yang didapatkan dari perilaku tersebut.

b. Norma subyektif yang mengarah pada tekanan sosial yang

dipersepsikan untuk melaksanakan perilaku tertentu atau tidak.

c. Kontrol perilaku yang dipersepsikan yang mengarah pada persepsi

mudah atau tidaknya untuk melakukan perilaku dan diasumsikan untuk bercermin

pada pengalaman di masa lalu seperti gangguan dan rintangan yang bisa

diantisipasi. Kontrol perilaku yang dipersepsikan mengacu pada sejauh mana

seorang individu merasa bahwa pelaksanaan atau bukan pelaksanaan dari perilaku

yang dimaksud adalah di bawah kendali/kehendaknya. Pada umumnya, semakin

keterpihakan suatu sikap dan norma subjektif terhadap perilaku, dan semakin

besar kontrol perilaku yang dipersepsikan, maka semakin besar pula niat individu

untuk melakasanakan perilaku tersebut dibawah pertimbangannya.

C. Norma Subyektif

Norma Subyektif Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2005), norma

memiliki arti aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam

masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang

sesuai dan berterima; aturan, ukuran atau akidah yang dipakai sebagai tolak ukur

untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu. Sedangkan subyektif berarti

mengenai atau menurut pandangan (perasaan) sendiri, tidak langsung mengenai

pokok atau halnya. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa norma

subjektif merupakan ukuran yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai atau
memperbandingkan sesuatu menurut pandangan atau perasaan masing-masing

individu. Menurut Ajzen (2005:118)

Didefinisikan sebagai presepsi seseorang akan tekanan sosial untuk

menunjukkan atau tidak menunjukkan tingkah laku pertimbangan tertentu. Norma

subyektif merupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan individu dimana satu

atau lebih orang di sekitarnya (misalnya teman, saudara) untuk menyetujui atau

tidak menyetujui suatu perilaku tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk

memenuhi mereka (Ajzen dalam Mustikasari, 2007). Seseorang dapat terpengaruh

atau tidak terpengaruh, sangat bergantung dari kekuatan kepribadian setiap

individu yang bersangkutan dalam menghadapi orang lain. Norma subyektif

dalam konteks perilaku ketidakpatuhan pajak berarti tingkat pengaruh orang-

orang yang berada disekitar individu tersebut yang dirasa sangat berperan dalam

mempengaruhi perilakunya untuk tidak patuh pajak. Orang-orang sekitar yang

dimaksud antara lain saudara, teman, konsultan pajak, petugas pajak dan masih

banyak pengaruh dari orang-orang lainnya.

C. Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan

Menurut Ajzen (2005:118) kontrol perilaku yang dipresepsikan sebagai

perasaan self efficiency atau kesanggupan seseorang untuk menunjukkan tingkah

laku yang diinginkan. Sehingga kontrol perilaku yang dipersepsikan merupakan

persepsi setiap individu tentang kemampuannya untuk melakukan perilaku

tertentu. Dalam model TPB, kontrol perilaku yang yang dipersepsikan mengacu

kepada persepsi seseorang terhadap sulit tidaknya melaksanakan perilaku yang

diinginkan, terkait dengan keyakinan akan tersedia atau tidaknya sumber dan
kesempatan yang diperlakukan untuk mewujudkan perilaku tertentu (Ajzen dalam

Mustikasari, 2007). Keyakinan tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa

lalu dengan tingkah 16 laku, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh informasi yang

tidak langsung akan tingkah laku tersebut yang diperoleh dengan mengobservasi

pengalaman orang lain yang dikenal.

Zaini (2010) menjelaskan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan

dibentuk oleh dua komponen. Pertama, keyakinan individu tentang kehadiran

kontrol yang berfungsi sebagai pendukung atau penghambat individu dalam

bertingkah laku (control belief). Serta presepsi individu terhadap seberapa kuat

kontrol tersebut untuk mempengaruhi dirinya dalam bertingkah laku (perceived

power). Sehingga kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap perilaku

ketidakpatuhan pajak ialah merupakan persepsi seseorang dalam seberapa kuat

mengontrol dirinya untuk menampilkan suatu perilaku ketidakpatuhan pajak

tersebut.

Indikator kontrol perilaku adalah sebagai berikut menurut Rusmana dan

Pangestu (2012) (1) Keputusan pribadi untuk melaksanakan kepatuhan wajib

pajak (2) kesanggupan untuk melaksanakan kepatuhan wajib pajak (3)

kemungkinan untuk melaksanakan kepatuhan wajib pajak (4) Tingkat kesulitan

melaksanakan kepatuhan wajib pajak

D. Sikap Wajib Pajak

Sikap (Attitude) ialah faktor dari dalam diri seseorang yang dipelajari agar

dapat memberikan respon positif maupun respon negatif pada penilaian sesuatu yang

diberikan. Sikap memiliki beberapa poin penting yang harus dijabarkan. Di antaranya
adalah: a) Sikap berorientasi pada respon yang mana sikap merupakan bentuk dari

perasaan yakni perasaan yang mendukung maupun memihak (favourable) serta

perasaan yang tidak keduanya pada sebuah objek. b) Sikap berorientasi kepada

kesiapan respon seperti sikap sebagai kesiapan untuk bereaksi pada sebuah objek

dengan menggunakan cara tertentu. Namun jika dihadapkan pada suatu stimulus yang

mungkin menginginkan sebuah respon suatu pola keperilakuan, ataupun kesiapan

antisipasi untuk bisa menyesuaikan diri dari situasi sosial yang sudah dikondisikan

Rahayunigsih (2008).

Adapun indikator sikap wajib pajak ini adalah: (1) Sikap wajib pajak terhadap

pelayanan pajak (2) Sikap wajib pajak terhadap sanksi pajak (3) Sikap wajib pajak

terhadap peraturan pajak yang berlaku (4) Sikap wajib pajak terhadap administrasi

pajak.

2. Kerangka Teoritis

Berdasarkan landasan teori dan tinjauan penelitian terdahulu seperti yang

telah diuraikan sebelumnya, maka kerangka pemikiran teoritis dalam penelitianini

disajikan sebagai berikut:


3. Hipotesis

Peneliti mengajukan beberapa hipotesis yang akan digunakan untuk

menarik kesimpulan yaitu :

 H1 : Sikap berpengaruh positif dan signifikan terhadap Perilaku Wajib

Pajak di Kota Madya Bogor.

 H2 : Norma Subjektif berpengaruh positif dan signifikan terhadap Perilaku

Wajib Pajak di Kota Madya Bogor.

 H3 : Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Perilaku Wajib Pajak di Kota Madya Bogor.

 H4 : Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Keperilakuan yang

Dipersepsikan secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Perilaku Wajib Pajak di Kota Madya Bogor.


BAB III

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menekankan pada

pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan

angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik (Indriantoro dan

Supomo, 2014:12). Penelitian ini menggunakan observasional analitik, yaitu

penelitian yang menjelaskan adanya hubungan sebab akibat antara variabel

melalui pengujian hipotesa, dimana bentuk hubungan dapat berupa perbedaan,

hubungan atau pengaruh.

2. Populasi dan Sampel

Populasi yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang

mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2014:115). Populasi

dan sampel yang menjadi obyek penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi

yang menghitung sendiri kewajiban perpajakannya bukan yang telah terpotong

secara langsung di wilayah kecamatan Panji kabupaten Situbondo yang terdaftar

sebagai wajib pajak orang pribadi pada kantor pelayanan pajak pratama

Situbondo. Perhitungan besarnya sampel menggunakan metode Slovin

(Kurniawati, 2012), dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: n : ukuran sampel

N : ukuran populasi

e : % kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel

yang masih dapat ditolerir (10%)


Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode pemilihan sampel bertujuan

(purposive sampling). Penggunaan metode pemilihan sampel ini dipilih karena

peneliti mempunyai tujuan atau target tertentu dalam memilih sampel secara tidak

acak (Indriantoro dan Supomo, 2014:131). Tujuan dan target dalam penelitian ini

ialah memilih kecamatan tertentu yang memiliki jumlah wajib pajak orang pribadi

yang paling banyak di suatu kabupaten. Kemudian yang dijadikan sampel adalah

penduduk yang memiliki nomer pokok wajib pajak dan menghitung sendiri

kewajiban perpajaknya.

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data subyek.

Data subyek adalah jenis data penelitian yang berupa opini, sikap, pengalaman

atau karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek

penelitian atau responden (Indriantoro dan Supomo, 2014:145). Dengan demikian,

data penelitian merupakan respon tertulis dari responden yang diberikan kepada

peneliti sebagai tanggapan atas pertanyaan tertulis (kuisioner) yang telah diajukan.

Sumber data berasal dari data primer. Data primer merupakan sumber data

penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media

perantara) (Indriantoro dan Supomo, 2014:146-147). Data primer yang digunakan

dalam penelitian ini berupa opini subyek penelitian (responden) secara individual.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei melalui

kuisioner. Metode survei merupakan metode pengumpulan data primer

yangmenggunakan pertanyaan lisan atau tertulis. Metode ini memerlukan adanya


kontak atau hubungan antara peneliti dengan subyek (responden) penelitian untuk

memperoleh data yang diperlukan (Indriantoro dan Supomo, 2014:152).

Pertanyaan tersebut diajukan dalam bentuk kuisioner secara personal oleh peneliti.

Kuisioner ini disampaikan secara langsung oleh peneliti kepada responden,

dengan pertimbangan peneliti dapat berkomunikasi secara langsung dengan

responden guna memberi penjelasan terkait dengan isi kuisioner tersebut dan hasil

kuisioner dapat langsung dikumpulkan setelah responden selesai menjawab. Jenis

skala yang digunakan untuk menjawab pertanyaan (kuisioner)

Penelitian ini adalah skala likert. Skala likert merupakan metode yang

mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ke-tidaksetujuan-nya terhadap

subyek, obyek atau kejadian tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2014:104). Bobot

dalam setiap kategori bisa saja berubah, bergantung pada variabel yang ingin

diteliti. Dalam penelitian ini menghapus poin ketiga yaitu netral, karena untuk

menghindari bias dari jawaban yang diberikan oleh responden. Skala likert yang

biasa digunakan dalam penelitian untuk menjawab pertanyaan (kuisioner)

memiliki lima kategori sebagaimana disajikan dalam tabel dibawah ini:


5. Operasional Variabel Penelitian

Variabel merupakan segala yang akan menjadi obyek pengamatan dalam

penelitian yang berupa konsep yang mempunyai variabel nilai (Taher, 2011:54).

Penelitian ini menggunakan enam variabel yang dibentuk dari satu atau beberapa

indikator sebagai pengukurnya. Adapun enam variabel tersebut dikelompokkan ke

dalam dua jenis, yaitu variabel independen dan variabel dependen.

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel lain (Indriantoro dan Supomo, 2014:63). Dalam

penelitian ini yang termasuk dalam variabel independen adalah sikap wajib

Pajak (X1) , Norma subyektif (X2) & Kontrol Perilaku (X3)

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau

dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini yang termasuk

dalam variabel dependen adalah Perilaku Wajib Pajak (Y)

6. Teknik Analisis Data

1. Teknik Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan

software SPSS. Tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan pengujian

hipotesis pengujian kualitas data dengan uji validitas dan reliabilitas

kemudian dilanjutkan dengan uji asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik

yang dilakukan terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji

heteroskedastisitas.
A. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran umum tentang objek

penelitian yang dijadikan sampel. Penjelasan data melalui statistik

deskriptif diharapkan memberikan gambaran awal tentang masalah yang

diteliti.

B. Uji Kualitas Data

Pengujian data bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang

digunakan valid dan reliabel, sebab kebenaran data yang diolah sangat

menentukan kualitas hasil penelitian

1. Uji Validitas

Kesahihan suatu alat ukur adalah kemampuan alat ukur itu untuk

mengukur apa yang sebenarnya harus diukur atau dengan perkataan lain

alat ukur dapat mengukur indikator-indikator suatu obyek pengukuran.

Kesahihan itu perlu sebab pemrosesan data yang tidak sahih atau bisa akan

menghasilkan kesimpulan yang tidak benar. Untuk melihat apakah

instrument tersebut valid, maka dilakukan uji validitas dengan cara

mengkorelasikan antara skor masing-masing butir pertanyaan terhadap

total skor. Bila korelasi antara masing-masing butir terhadap total skor

tersebut lebih besar dari nilai r tabel maka instrumen pertanyaan yang

digunakan dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan

sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran

diulangi dua kali atau lebih, Reliabilitas adalah indeks yang menujukkan
sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.

Pengujian reliabilitas dilakukan terhadap setiap konstruk atau variabel

yang digunakan dalam penelitian. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau

handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau

stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara one shot. Pengukuran variabel tersebut dilakukan

sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain untuk

mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.

3. Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji asumsi klasik terhadap data primer, maka

peneliti melakukan uji normalitas, uji multikolonieritas, uji

heteroskedastisitas.

1. Uji Normalitas

Salah satu uji persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan analisis

parameterik yaitu uji normalitas data populasi. Menurut Ghozali (2011;

160),uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memilki distribusi normal. Salah satu

cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat

grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan

distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun demikian hanya

dengan melihat histogram, hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk

jumlah sampel kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat

normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari

distribusi normal (Ghozali,2011:160).


2. Uji Multikolienaritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model

regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen (Ghozali,

2011:105). Cara umum untuk mendeteksi adanya multikolinear dalam

model ini adalah dengan melihat bahwa adanya R2 yang tinggi dalam

model tetapi tingkat signifikasi t-statistiknya sangat kecil dari hasil regresi

tersebut dan cenderung banyak yang tidak signifikan. Selain itu untuk

menguji multikolinearitas, bisa dilihat melalui matrik korelasinya. Jika

masing-masing variabel bebas berkorelasi lebih besar dari 80% maka

termasuk yang memiliki hubungan yang tinggi atau ada indikasi

multikolinearitas. Uji Multikolinearitas dapat dilakukan untuk hasil regresi

didalam kedua model yang akan diestimasi. Caranya adalah dengan

mencari angka tolerance, dimana tolerance adalah nilai 1-R2. R2 disini

adalah koefisien determinasi dari regresi atas suatu variabel bebas terhadap

sisa variabel bebas lainnya. Setelah angka tolerance diperoleh selanjutnya

dicari angka VIF (Variance Inflation Factor). Angka VIF merupakan

kebalikan dari tolerance. Dengan demikian, semakin tinggi nilai tolerance

maka semakin rendah derajat kolinearitas yang terjadi. Sedangkan untuk

VIF, semakin rendah nilai VIF semakin rendah derajat kolinearitas yang

terjadi. Batasan nilai maksimum VIF yang biasa digunakan untuk

menjustifikasi adanya kolinearitas adalah Apabila menggunakan

pendekatan VIF untuk menguji hipotesisnya, maka kriterianya adalah:

a. Apabila harga koefisien VIF hitung pada Collinearity Statistics sama


dengan atau lebih kecil dari 10 (VIF hitung ≤ 10), maka Hn yang berarti

tidak terdapat hubungan antar variabel independen (tidak terjadi gejala

multikolinearitas).

b. Apabila harga koefisien VIF hitung pada Collinearity Statistics lebih

besar daripada 10 (VIF hitung > 10), maka Hn yang berarti terdapat

hubungan antar variabel independen (terjadi gejala multikolinearitas)

3. Uji Heterokedastisitas

Mendeteksi heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik plot

antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan

residualnya SRESID. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada

membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian

menyempit) maka ini mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.

Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas

4. Analisis Regresi Linier Berganda

Pengujian regresi berganda dilakukan dengan penerapan uji

persamaan regresi linear berganda. Analisis regresi berganda adalah

hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,

X3, ..... Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui

arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau

negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai

variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Adapun rumus

yang digunakan: 𝑌𝑌 = 𝑎𝑎 + 𝑋𝑋1𝛽𝛽1 + 𝑋𝑋2𝛽𝛽2 + 𝑋𝑋3𝛽𝛽3 + 𝑒𝑒


Keterangan:

Y = Perilaku Wajib Pajak

X1= Sikap Wajib Pajak

X2= Norma Subjektif Wajib Pajak

X3= Kontrol Perilaku

a = Konstanta

𝛽𝛽 = Koefisien

e = error (5%)

5. Uji Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan melalui uji statistik F, uji

statistik t dan uji koefisien determinan (R2)

1. Uji Statistik F (Uji Signifikansi Simultan)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersamasama

terhadap variabel terikat. Uji F bertujuan untuk mengetahui pengaruh

antara variabel independen dengan dependen secara simultan. Untuk

mengetahui apakah terdapat pengaruh signifikan dari variabel masing-

masing independen dengan Signifikan sebesar 0,05, dapat disimpulkan

(Ghozali, 2011; 98).

a. Jika nilai Signifikan <0,05 maka, ini berarti menyatakan bahwa

semua variabel independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat.

b. Jika nilai Signifikan >0,05 maka, ini berarti menyatakan bahwa

semua variabel independen atau bebas mempunyai pengaruh secara


bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat.

2. Uji statistik t (Uji Signifikansi Parsial)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel penjelasan secara individual dalam menerangkan variabelvariabel

terikat (Kuncoro, 2013; 244). Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh

antara variabel independen dengan variabel dependen secara parsial.

Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel

masing-masing independen. Maka nilai Signifikan t dibandingakan dengan

derajat kepercayaannya. Apabila Sig t lebih besar dari 0,05 maka H1

positif, demikian pula sebaliknya jika Sig t lebih kecil dari 0,05, maka H1

negatif. Bila H1 positif, ini berarti ada hubungan yang signifikan antara

variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011; 101)

3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah

diantara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel

independen dalam menjelaskan variasi dependen sangat terbatas. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel dependen.

Anda mungkin juga menyukai