Anda di halaman 1dari 13

PENDEKATAN EXPRESSIVE WRITING PADA NARAPIDANA WANITA

YANG MENGALAMI KECEMASAN MENJELANG MASA BEBAS

Ariny Oktaviany dan Magdalena S. Halim


Magister Psikologi Profesi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
ariny.oktaviany@gmail.com

Abstrak
Kecemasan pada umumnya dialami oleh narapidana wanita menjelang
masa bebas, hal tersebut dapat disebabkan adanya stigma negatif dari masyarakat,
penolakan dari keluarga, dan persepsi negatif narapidana. Kecemasan yang
dialami narapidana akan memberikan dampak saat mereka kembali ke masyarakat
maupun memberikan dampak psikologis, seperti munculnya rasa rendah diri,
sehingga perlu dilakukan penanganan untuk meminimalisir kecemasan narapidana,
salah satunya dengan Expressive Writing. Tujuan penelitian ini mengetahui
dampak pendekatan Expressive Writing terhadap kecemasan pada narapidana
wanita yang sedang menunggu masa bebas. Desain penelitian ini adalah mixed
method, partisipan penelitian berjumlah 19 narapidana yang rata-rata berusia 21 –
40 tahun, memiliki pendidikan SMA, dan sebagian besar partisipan memiliki
status menikah. Partisipan diperoleh di LPW Palembang dan RUTAN Prabumulih.
Pelaksanaan intervensi dilakukan sebanyak enam sesi, masing-masing sesi
memiliki waktu 15 menit. Analisis data menggunakan uji beda Wilcoxon. Hasil
penelitian menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecemasan yang signifikan
setelah pemberian Expressive Writing. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan
Expressive Writing merupakan salah satu sarana yang dapat membantu
menurunkan tingkat kecemasan narapidana. Mayoritas partisipan memandang
Expressive Writing sebagai sarana untuk pengungkapan emosi dan mampu
menimbulkan efek yang melegakan setelah melakukannya. Penelitian lebih lanjut
dengan menggunakan pendekatan ini masih sangat dibutuhkan agar manfaatnya
dapat lebih dirasakan di berbagai area.

Kata kunci: kecemasan, narapidana wanita, expressive writing, masa bebas

Abstract
Anxiety is usually experienced by female inmates during their freedom. It
may be caused due to negative stigma from the society, rejection from their
families and negative perception towards inmates. The anxiety experienced by
female inmates will show its impact when they return to the society, including
psychological impact, such as low self-esteem. Therefore it requires some
treatments to minimize their anxiety, such as by expressive writing. The objective
of this research is to acknowledge the impact of Expressive Writing approach
towards anxiety on female inmates who are waiting for their freedom. The design
of this research is mixed method. Participants of the research are 19 female
inmates around 21 – 40 years old in average, high school graduates, and most of
the participants are already married. The participants are from LPW Palembang
and RUTAN Prabumulih. Intervention is performed in six sessions, each session is

59
15 minutes. Data analysis is using Wilcoxon signed rank test for quantitative
approach. The research showed significant difference of anxiety levels after the
Expressive Writing sessions. Expressive writing approach is one of some other
intervention that can help decreasing the inmates anxiety level. Most of the
participants see Expressive Writing as a way to express their emotion which is
capable to give relieving effect after performing it. Further research by using this
approach is still required therefore the benefit can be seen in various areas.

Keyword: anxiety, female inmates, expressive writing, freedom

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dengan mayoritas


masyarakat yang memiliki status ekonomi di bawah rata-rata. Kondisi
perekonomian tersebut memberikan dampak terhadap semakin meningkatnya
tindakan kriminal. Individu yang melakukan tindak kriminal menurut Abdulsyani
(1987) dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan
kondisi ekonomi dan pengaruh dari lingkungan. Faktor internal meliputi sifat
khusus dan sifat umum dalam diri individu, sifat khusus dalam diri individu antara
lain: individu yang mengalami gangguan mental, kemampuan mengendalikan
emosi, rendahnya kemampuan mental atau intelektual, dan bentuk anatomi.
Sedangkan sifat umum dalam diri individu antara lain: umur, kekuatan fisik,
kedudukan di dalam masyarakat, dan pendidikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012) pelaku tindak kriminal
tidak hanya dilakukan oleh laki-laki, namun juga dilakukan oleh wanita. Tindakan
kriminal yang dilakukan oleh wanita lebih kepada memuaskan atau mencapai
keinginan-keinginan mereka, terutama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.
Mengingat Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, wanita pelaku
tindakan kriminal yang telah terbukti bersalah akan mendapatkan hukuman
penjara atau dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Akan tetapi
Butler (2005) menyatakan sebanyak 53% masalah kesehatan mental yang dialami
oleh penghuni LAPAS wanita adalah kecemasan.
Kecemasan merupakan hasil integrasi proses kognitif, afeksi, fisiologis,
dan stimulus (Spielberger, 1972). Integrasi tersebut terjadi saat proses cognitive
appraisal yang merupakan suatu proses melakukan penilaian terhadap stimulus
dan diikuti perubahan atau reaksi emosi, baik emosi cemas maupun takut.
Penilaian stimulus tersebut berhubungan erat dengan unsur antisipatif, kondisi
ketidakpastian, dan kebermaknaan individu dalam dunia, ketika individu menilai
adanya suatu ancaman serta diikuti ketidakmampuan maupun ketidakberdayaan
dalam mengatasi ancaman maka akan menghasilkan kondisi emosi yaitu perasaan
cemas.
Spielberger (1966) membagi kecemasan menjadi dua yaitu state anxiety
dan trait anxiety. State anxiety merupakan kecemasan yang mengacu pada
perasaan subjektif terhadap ketakutan dan dapat berubah-ubah karena dipengaruhi
oleh situasi. Trait anxiety mengacu pada faktor kepribadian yang mempengaruhi
seseorang untuk mempersepsikan suatu keadaan sebagai situasi yang mengandung
ancaman atau situasi yang mengancam. Kecemasan pada umumnya dapat

60
disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor distal dan proximal. Faktor proximal
merupakan kondisi langsung yang dapat menimbulkan kecemasan, seperti situasi
saat itu yang sedang dihadapi dan faktor kepribadian. Faktor distal merupakan
faktor di luar lingkungan individu yang secara tidak langsung dapat menimbulkan
kecemasan, seperti status kondisi ekomoni, status ras minoritas, dan pengalaman
di masa lalu (Spielberger, 1972).
Kecemasan yang dialami oleh narapidana wanita pada umumnya dapat
disebabkan oleh faktor proximal atau faktor distal maupun gabungan kedua faktor
tersebut. Di Indonesia ditemukan bahwa kecemasan pada narapidana wanita
meliputi kekhawatiran akan pandangan masyarakat terhadap seorang mantan
narapidana, penerimaan anak, peran menjadi seorang ibu dan istri, serta cemas
menanti untuk bisa berkumpul bersama keluarga, mengalami cemas dalam
menghadapi kehidupan yang belum jelas, situasi baru yang mungkin menolak
kehadiran mereka, dan mobilisasi ekonomi (Widiyastuti & Pohan, 2004; Graffam
& Shinkfield, 2006; Utari, 2012). Tingkat kecemasan yang dialami oleh
narapidana wanita cenderung berbeda satu sama lain, hal tersebut disebabkan
adanya pengaruh waktu masa pembebasan. Semakin dekat masa bebas dapat
meningkatkan depresi dan kecemasan, hal tersebut akan semakin meningkat saat
mereka baru saja bebas dari penjara (Arehart & Treichel, 2010). Kondisi tersebut
disebabkan mereka menganggap masa pembebasan merupakan suatu stimulus
ancaman karena masyarakat cenderung mempunyai pandangan bahwa wanita
yang berstatus narapidana telah melakukan tindak kriminal berat yang tidak sesuai
dengan norma sosial (Currie, 2012).
Di samping itu menurut Heymans (dalam Kartono, 1981) wanita pada
hakekatnya memiliki sifat emosionalitas, wanita cenderung memberikan respon
yang lebih kuat dan lebih intensif secara emosional. Sifat emosionalitas yang
begitu kuat menyebabkan wanita lebih cepat bereaksi dengan hati penuh
ketegangan, bingung, dan lebih cepat merasa takut dan cemas. Adapun dampak
dari kecemasan yang dialami oleh narapidana wanita, antara lain kondisi emosi
yang kurang stabil, kesulitan tidur, melamun, menjadi gelisah, gangguan
pencernaan, menjadi tertutup, dan bahkan dapat menghambat kemampuan
interaksi sosial saat kembali ke lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu dengan
mempertimbangkan berbagai dampak negatif yang mungkin dapat dialami para
narapidana wanita, maka kecemasan pada narapidana wanita tersebut perlu
dicegah atau ditangani sebelum berkembang menjadi buruk.
Penanganan terhadap kecemasan yang dialami oleh narapidana wanita
dapat dilakukan dengan berbagai teknik pendekatan, salah satunya adalah
pendekatan Expressive Writing yang dikembangkan oleh Pennebaker tahun 1986.
Expressive Writing diartikan sebagai suatu pendekatan intervensi aktivitas
menulis mengenai pikiran dan perasaan yang mendalam terhadap pengalaman-
pengalaman yang berkaitan dengan kejadian-kejadian yang menekan atau bersifat
traumatik maupun menuliskan pikiran yang dianggap mengganggu (Pennebaker,
1997).
Expressive Writing merupakan salah satu teknik yang memungkinkan
untuk dapat dilaksanakan di LAPAS, mengingat situasi LAPAS tidak
memungkinkan untuk memberikan tugas rumah dan mengukur kemampuan

61
intelektual partisipan karena adanya aturan mengenai larangan menyimpan senjata
tajam dan sejenisnya di LAPAS (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2013).
Selain itu sebagian besar partisipan di LAPAS memiliki latar belakang pendidikan
rendah (Badan Pusat Statistik, 2011) dan sulit mendapatkan izin untuk melakukan
penelitian, sehingga perlu dipertimbangkan teknik terapi yang lebih efektif untuk
dilaksanakan di LAPAS, salah satunya dengan teknik Expressive Writing dimana
pelaksanaan Expressive Writing tanpa menekankan partisipan untuk melakukan
tugas rumah. Manfaat Expressive Writing dapat dirasakan dalam waktu cukup
singkat, yaitu selama 4 (empat) sesi dengan minimal waktu tiap sesi adalah 10
menit, dan dapat dilakukan oleh semua individu baik yang memiliki tingkat
pendidikan, ekonomi, dan usia yang berbeda-beda (Pennebaker & Chung, 2007).
Kegiatan Expressive Writing diyakini mampu memberikan efek terapeutik,
khususnya memberikan pengaruh pada emosi karena dapat memfasilitasi individu
untuk melakukan penyingkapan emosi dan sekaligus meregulasi emosi (Lepore,
1997). Melalui Expressive Writing, menurut Lowe (2006) dapat dihasilkan proses
cognitive restructuring yaitu situasi yang menekan dipandang secara berbeda
sehingga dapat menghasilkan respon yang berbeda dan membantu pelepasan
emosi yang dapat memberikan kesempatan untuk meningkatkan insight, self
reflection,serta memberikan dampak positif terhadap emotional well-being. Di
samping itu mengatasi trauma maupun stresor dengan menulis tentang
permasalahan serta mengakui emosi diperkirakan dapat menurunkan aktivitas
fisiologis sehingga secara bertahap menurunkan kecemasan dan membantu
mengatasi pikiran yang dapat meningkatkan kecemasan (Pennebaker, dalam
Baike & Wilhelm, 2005).
Penyingkapan emosi atau pelepasan emosi dinilai cukup penting sebagai
bagian dari proses terapi. Termasuk juga pentingnya penyingkapan emosi pada
narapidana wanita dalam masa pembebasan karena mereka mungkin saja
mengalami kecemasan yang tinggi. Penyingkapan emosi juga berdampak pada
proses fisiologis dan biokimia tubuh narapidana sehingga secara bertahap mampu
menurunkan tingkat kecemasan dan membantu mengatasi pikiran yang dapat
meningkatkan stres maupun kecemasan (Baike & Wilhelm, 2005).
Di Indonesia, beberapa penelitian mengenai efektivitas Expressive Writing
dalam upaya menurunkan emosi negatif sudah dilakukan. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan terjadinya penurunan skor post test mengenai emosi negatif, seperti
depresi serta kecemasan dan diikuti menurunnya skor emosi negatif
(Mardyaningrum, 2007; Qonitatin, Widyawati, & Asih, 2011; Hasanat &
Susilowati, 2011) dan penurunan simtom-simton kecemasan, depresi dan stres
( Qonitatin, Widyawati, & Asih, 2011). Berdasarkan hasil-hasil yang ditemukan
dalam penelitian tersebut, maka tampaknya pendekatan Expressive Writing ini
dapat dipertimbangkan sebagai salah satu jenis intervensi yang masih
memungkinkan untuk diberikan pada narapidana wanita menjelang masa bebas.
Expressive writing juga dinilai sebagai intervensi yang cukup sederhana, tidak
memerlukan biaya yang besar, bersifat anonim sehingga sesuai dengan
karakteristik wanita yang kurang terbuka, dan sesuai dengan latar belakang
pendidikan narapidana pada umumnya.

62
METODE
Partisipan
Partisipan di dalam penelitian ini berjumlah 19 narapidana wanita yang
diperoleh dari LAPAS dan RUTAN di wilayah Sumatera Selatan (17 narapidana
dari LAPAS Wanita Palembang Klas IIa dan 2 narapidana dari RUTAN Klas Ib
Prabumulih). Pengambilan partisipan dalam penelitian dilakukan dengan tehnik
criterion sampling, peneliti telah terlebih dahulu menetapkan kriteria partisipan
dalam penelitian ini (Patton, 2002). Adapun kriteria partisipan dalam penelitian
ini yaitu: (a) tidak berstatus residivis, dalam hal ini narapidana yang akan
dijadikan partisipan adalah narapidana yang baru pertama kali ditahan di LAPAS,
disebabkan narapidana yang lebih dari satu kali ditahan kemungkinan sudah tidak
mengalami kecemasan, dan (b) partisipan penelitian berjenis kelamin wanita.

Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berjenis mixed
method yaitu memadukan metode kuantitatif dan kualitatif, dengan menggunakan
strategi yang sequential explanatory strategy. Strategi ini memiliki karakteristik
berupa pengambilan data dengan metode kuantitatif kemudian dilanjutkan dengan
metode kualitatif sebagai pendukung data penelitian (Creswell, 2003). Analisis
data penelitian menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences
(SPSS) dengan metode Nonparametric Wilcoxon Signed Rank Test.

Instrumen Penelitian
Kecemasan partisipan diukur menggunakan Depression Anxiety Stress
Scale (DASS) versi Indonesia yang diadaptasi oleh Ajawaila, Larasati, Samodra,
& Wulandari (2012). Berdasarkan uji psikometrik, nilai reliabilitas DASS sebesar
0.953 dan nilai convergent validity 0.538. DASS memiliki jumlah 42 item dan
memiliki skala Likert sebagai pilihan jawaban dengan rentang 0 – 3. Skoring
DASS dilakukan dengan menjumlahkan semua item berdasarkan skala yang ada.
Masing-masing skala pada alat ukur DASS dapat dikategorikan berdasarkan level
rendah, sedang, dan tinggi. Selain mengukur kecemasan DASS juga dapat
mengukur dimensi depresi dan stres, namun yang menjadi analisis utama hanya
dimensi kecemasan.
Penelitian ini juga menggunakan NEO PI-R sebagai pendataan awal
(screening) ciri kepribadian. Partisipan yang memiliki domain neurotic tinggi
tidak akan diikutsertakan dalam penelitian, hal ini disebabkan partisipan dengan
domain neurotic tinggi kemungkinan memiliki ciri kepribadian pencemas (trait
anxiety). Penelitian ini hanya akan berfokus pada partisipan yang pada saat
pengambilan data berada dalam kondisi cemas (state anxiety). NEO PI-R yang
digunakan adalah versi bahasa Indonesia yang telah diadaptasi oleh Halim,
Derksen, dan van der Staak (2004). Berdasarkan uji psikometrik, diperoleh nilai
reliabilitas domain ekstraversion (.86), domain neuroticism (.90), domain
openness (.76), domain agreeableness (.75), dan domain conscientiousness (.90).
Uji validitas NEO PI R menggunakan analisis faktor Orthogonal Procrustes
Rotations, berdasarkan analisis faktor diperoleh nilai koefesien

63
kongruensi .96, .95, .91, .94, .95 untuk masing-masing domain N, O, E, A, C
(Halim, Derksen, & van der Staak, 2004). Skoring alat tes NEO PI-R dilakukan
dengan menjumlahkan skor total pada masing-masing facet, selanjutnya dilakukan
penjumlahan untuk masing-masing facet yang mengukur kelima domain N, E, O,
A , C. Interpretasi NEO PI-R dilakukan dengan melihat t-score pada masing-
masing domain dan facet, yang dikategorikan menjadi sangat tinggi, tinggi, rata-
rata, rendah, dan sangat rendah.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap, tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi mengurus surat izin ke Kanwil
Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan dan membuat rancangan
intervensi. Rancangan intervensi akan mengacu pada metode Expressive Writing
yang dikembangkan Pannebaker dan menggunakan expert validation untuk
menilai rancangan yang telah dibuat.
Tahap berikutnya pelaksanaan penelitian dilakukan di dua tempat yaitu
LAPAS Wanita Palembang dan RUTAN Prabumulih. Pada tahap awal peneliti
mengukur tingkat kecemasan (pre test) dan kepribadian partisipan, selanjutnya
dilakukan intervensi sebanyak enam sesi dalam waktu dua minggu. Setelah
intervensi selesai, peneliti melakukan pengukuran ulang terhadap kecemasan
partisipan (post test) dan melakukan wawancara singkat berdasarkan lembar kerja
yang terlebih dahulu telah diisi oleh partisipan. Selanjutnya satu minggu
kemudian dilakukan follow up untuk mengukur kecemasan partisipan. Berikut ini
gambaran rancangan intervensi yang telah dibuat peneliti:
1. Intervensi terdiri dari enam sesi, tiap sesi berjarak satu hari dan
masing-masing sesi memiliki waktu lima belas menit.
2. Jumlah partisipan harus disesuaikan dengan luas ruangan intervensi
agar tetap menjaga kenyamanan dan ketenangan selama intervensi
berlangsung.
3. Alat tulis yang digunakan dalam intervensi dapat berupa pulpen atau
pensil dan menggunakan kertas putih polos.
4. Masing-masing sesi memiliki instruksi yang berbeda-beda, sesi
pertama dan kedua lebih menekankan pada pelepasan emosi dan
menuliskan pikiran dari pengalaman yang tidak menyenangkan. Pada
sesi ketiga partisipan diminta untuk menuliskan dampak yang
diperoleh dari pengalaman tidak menyenangkan maupun dari emosi
yang meraka rasakan dan sesi keempat menekankan pada manfaat
yang diperoleh dari pengalaman yang penuh emosi tersebut. Di sesi
kelima partisipan diminta untuk menuliskan hal-hal apa saja yang
dapat mereka lakukan untuk mengatasi emosi yang dirasakan saat ini
maupun ketika kembali mengalami emosi yang sama di masa
mendatang. Sesi keenam partisipan akan diminta untuk menuliskan
mengenai semua pikiran dan emosi yang dirasa masih mengganggu
mereka, serta melihat dampak dan manfaat yang diperoleh dari hal
tersebut. Setelah selesai menulis, partisipan menyimpan kertas tersebut

64
dalam amplop dan diberi kebebasan untuk memberikan pada peneliti
atau menyimpannya sendiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Profil Data Kepribadian
Tabel 1: Frekuensi Data Kepribadian (N=19)
Domain
Kategori N E O A C
F % F % F % F % F %
Low 13 68 9 47 14 73 10 53 10 53
Average 6 32 9 47 4 21 7 37 7 7
High 0 0 1 6 1 6 2 10 2 2

Dari tabel di atas diketahui bahwa partisipan memiliki kategori rendah


pada kelima domain NEO PI-R. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa partisipan
penelitian ini adalah individu dengan karakteristik kepribadian tidak pencemas,
senang sendiri, cenderung konvensional dalam berperilaku atau lebih menyukai
hal yang sudah dikenal, kurang menaruh perhatian maupun simpatik pada
lingkungan serta terlihat pasif dan lebih suka sendiri saat di lingkungan, dan
cenderung tidak terburu-buru dalam melakukan pekerjaan. Pada penelitian ini
peneliti sengaja mengambil partisipan yang memiliki domain N rendah dengan
tujuan untuk menghindari partisipan yang memiliki kepribadian (trait) pencemas,
karena peneliti berusaha memperoleh partisipan yang mengalami kecemasan
disebabkan kondisi mereka yang akan bebas (state anxiety).

Profil Kecemasan Partisipan

Gambar 1. Profil Kecemasan Pre test – Post Test Partisipan

20 18,63
18 16,42
16
14

Pre Test Post Test

Gambar 2. Nilai Mean Kecemasan Pre Test – Post Test

65
Kedua gambar grafik di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan
jumlah partisipan yang mengalami kecemaan pada saat post test dibandingkan
pada saat pretest, baik yang mengalami kecemasan di level high maupun di level
moderat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kecemasan partisipan
menurun, menurunnya tingkat kecemasan partisipan juga didukung dari hasil
mean post test (16.42 dengan nilai standar deviasi 6.167) lebih rendah
dibandingkan nilai mean pre test (18.63 dengan nilai standar deviasi 5.540.

Penyebab Kecemasan Partisipan


Tabel 2: Penyebab Kecemasan (N=19)
Penyebab Kecemasan Frekuensi Persentase
Pandangan negatif 12 50 %
masyarakat
Anak- anak akan dicemooh 2 8.3 %
Tidak diterima keluarga 2 8.3 %
Sulit mendapatkan 2 8.3 %
pekerjaan
Masa depan tidak jelas 1 4.3 %
Pandangan negatif 3 12.5 %
masyarakat & tidak
diterima keluarga 2 8.3 %
Pandangan negatif
masyarakat & sulit
mendapat pekerjaan

Berdasarkan tabel di atas penyebab kecemasan partisipan cukup beragam,


kecemasan yang mereka alami pada umumnya disebabkan faktor eskternal,
sebagian besar disebabkan adanya kekhawatiran akan pandangan dari masyarakat
terkait dengan status mereka sebagai narapidana. Selain itu kecemasan yang
mereka alami tidak hanya disebabkan oleh satu faktor namun dapat disebabkan
oleh dua faktor sekaligus.

Hasil Uji Statistik


Tabel 3: Hasil Analisis Statistik
Dimensi Mean Pre Test Mean Post Test Nilai P Value
(Std. Deviation) (Std. Deviation)
Anxiety 18.63 (5.540) 16.42 (6.167) .037*
Depression 11.37 (5.449) 9.21 (5.453) .035*
Stress 12.42 (3.906) 10.42 (3.254) .014*
Keterangan: * signifikan di 0.05

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji beda Wilcoxon


ketiga dimensi dari alat ukur DASS memiliki nilai p value < 0.05. Nilai p value <
0.05 menunjukkan bahwa ketiga dimensi tersebut memiliki perbedaan yang
signifikan pada saat pre test dan post test, dimana nilai mean post test lebih
rendah dibandingkan nilai mean pre test. Dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan setelah diberikan intervensi.

66
Hasil Lembar Kerja Expressive Writing
Tabel 4: Hasil Lembar Kerja Expressive Writing.
Emosi Selama Menulis Frekuensi (F) Persentase (%)
Sedih 13 57
Kecewa 3 13
Kesal 1 4
Senang 3 13
Tidak Ada 4 9
Khawatir 1 4
Emosi Setelah Menulis Frekuensi (F) Persentase (%)
Lega 17 89
Tidak ada 2 11
Manfaat Expressive Writing Frekuensi (F) Persentase (%)
Sarana mengungkapkan emosi 17 81
Mengingat keluarga 2 9
Refleksi diri 1 5
Tidak ada 1 5
Pengungkapan Pikiran dan Frekuensi (F) Persentase (%)
Emosi
Sudah mengungkapkan 16 84
Tidak 3 16
Menyukai Kegiatan Menulis Frekuensi (F) Persentase (%)
Suka 10 53
Tidak suka 9 47

Tabel di atas menunjukkan bahwa emosi yang dirasakan oleh partisipan


cukup beragam. Mayoritas partisipan merasa sedih saat melaksanakan Expressive
Writing, namun setelah melakukan Expressive Writing partisipan merasakan
manfaat yang diperoleh yaitu rasa lega. Perasaan lega disebabkan partisipan telah
mengungkapkan emosi yang meraka alami selama ini. Rasa lega yang dialami
oleh partisipan menyebabkan mereka menilai pendekatan Expressive Writing
sebagai sarana untuk mengungkapkan emosi. Namun beberapa partisipan kurang
menyukai kegiatan Expressive Writing, hal ini disebabkan kurangnya motivasi
dalam menjalankan intrvensi dan tidak menyukai kegiatan menulis.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, diketahui bahwa hasil
dimensi kecemasan (anxiety) partisipan pada saat pre test mayoritas berada di
level high dan moderat. Sumber kecemasan yang dialami oleh partisipan cukup
beragam, namun mayoritas partisipan sebesar 50 % mengalami kekhawatiran akan
pandangan dari masyarakat. Kecemasan akan hal tersebut disebabkan masyarakat
memiliki stigma negatif terhadap individu yang pernah berstatus sebagai
narapidana. Menurut Cook dan Davies (1999) masyarakat cenderung mempunyai
pandangan bahwa wanita yang berstatus narapidana telah melakukan tindak
kriminal berat yang tidak sesuai dengan norma sosial. Norma sosial dalam hal ini
adalah stereotype mengenai bagaimana seharusnya wanita berperilaku dan apa
yang seharusnya tidak dilakukan wanita.
Selain itu sebagian besar partisipan yang mengalami kecemasan sudah
menikah dan merupakan ibu rumah tangga, dua kondisi tersebut memberikan

67
dampak terhadap munculnya rasa cemas dalam diri partisipan. Hal ini dapat
dilihat dari pernyataan partisipan bahwa sebanyak 8.3 % mengalami kekhawatiran
terhadap penolakan dari keluarga. Kecemasan tersebut disebabkan sebagai ibu
rumah tangga, frekuensi partisipan bertemu dengan keluarga cukup sering
sehingga hubungan keluarga menjadi hubungan yang dinilai cukup penting
(significant relationship). Menurut Klein dan Lindmen (dalam Spielberger, 1972)
ketakutan akan kehilangan yang berhubungan dengan relasi keluarga maupun
penolakan dari orang yang dianggap penting (significant relationship) dapat
menimbulkan kecemasan. Selain karena dipengaruhi penerimaan dari keluarga
maupun lingkungan, partisipan juga mengalami rasa cemas yang disebabkan masa
depan yang tidak pasti dan sulit mendapatkan pekerjaan. Kedua hal tersebut dapat
memberikan dampak terhadap mobilisasi ekonomi dan mempengaruhi kondisi
ekonomi partisipan, hal ini sejalan dengan pendapat Spielberger (1972) yang
menyatakan bahwa terjadinya perubahan status ekonomi maupun status sosial
juga dapat menimbulkan kecemasan
Melalui penelitian ini, peneliti mencoba mengurangi tingkat kecemasan
narapidana dengan memberikan intervensi melalui pendekatan Expressive Writing.
Setelah mengikuti sesi Expressive Writing nilai mean post test dimensi kecemasan
partisipan turun menjadi 16.42 dan persentase level kecemasan partisipan yang
berada di level high turun menjadi 42.10 % dan berdasarkan nilai uji statistik
diperoleh nilai p-value .037. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat berbedaan
antara sebelum dan sesudah intervensi, perbedaan tersebut dapat dilihat dari
turunnya nilai mean pre test dan post test, sehingga dapat dikatakan bahwa
Expressive Writing memiliki indikasi menurunkan kecemasan pada partisipan.
Turunnya kecemasan diduga disebabkan adanya perasaan lega setelah
proses intervensi. Perasaan lega tersebut dikarenakan mereka merasa telah
melepaskan emosi yang selama ini mereka alami melalui tulisan. Perasaan lega
merupakan efek dari penyingkapan emosi atau pelepasan emosi, pelepasan emosi
merupakan hal yang dinilai cukup penting sebagai bagian dari proses terapi
karena dapat memberikan efek berkurangnya emosi negatif dan meningkatkan
emotional well being (Pennebaker, 2010). Kemauan partisipan untuk menulis
pengalaman penuh emosional atau pikiran yang mengganggu, disebabkan
partisipan menilai expresisve writing sebagai media yang bersifat pribadi dan
rahasia.
Di samping itu, berdasarkan lembar kerja terdapat 11 % partisipan tidak
merasakan emosi apa pun setelah menulis. Partisipan yang tidak merasakan emosi
apa pun pada saat intervensi merupakan partisipan yang kurang memiliki minat
dan motivasi dalam menulis, sehingga membuat mereka terlihat tidak konsisten
dalam menulis saat intervensi berlangsung.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Hasil penelitian secara statistik menunjukan terdapat perbedaan yang
signifikan antara sebelum dan sesudah Expressive Writing dan turunnya mean
post testdibandingkan pre test. Berdasarkan analisis lembar kerja diketahui bahwa

68
mayoritas partisipan merasakan lega setelah diberikan Expressive Writing dan
menilai Expressive Writing sebagai salah satu media mengungkapkan emosi.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan dengan
metode Expressive Writing membantu dalam menurunkan tingkat kecemasan pada
narapidana wanita menjelang masa bebas.
Dalam melaksanakan penelitian ini peneliti telah berusaha melaksanakan
sesuai dengan prosedur penelitian ilmiah, akan tetapi peneliti menyadari
banyaknya hal-hal yang menjadi keterbatasan peneliti antara lain, penelitian ini
menggunakan partisipan dengan jumlah yang terbatas sehingga hasilnya tidak
dapat digeneralisasikan pada kelompok partisipan yang lebih besar dan terdapat
variabel lain yang sulit untuk peneliti kontrol seperti motivasi serta minat
partisipan dalam aktifitas Expressive Writing.

Saran
Saran untuk penelitian di masa yang akan datang yang mengangkat tema
sesuai dengan penelitian ini, maka perlu mempertimbangkan beberapa hal:
1. Pada penelitian selanjutnya dapat melakukan evaluasi terhadap intervensi
Expressive Writing yang telah dirancang oleh peneliti. Misalnya,
memperhatikan karakteristik partisipan yang dapat mengikuti intervensi
sehingga peneliti dapat menyesuaikan rancangan intervensi dengan
karakteristik maupun tingkat pendidikan partisipan.
2. Penelitian berikutnya dapat mempertimbangkan mengambil partisipan
yang memiliki tingkat kecemasan tinggi dan rendah maupun rata-rata
sehingga dapat dibandingkan hasil kecemasan partisipan.
3. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan penggunaan desain
penelitian A B A B maupun time series sehingga dapat memperoleh
baseline kecemasan pada partisipan.
4. Pihak LAPAS dan RUTAN dapat melakukan evaluasi kondisi emosi
kecemasan narapidana wanita sebelum bebas, dengan diketahuinya kondisi
narapidana diharapkan dapat lebih mempersiapkan narapidana saat
kembali ke dalam masyarakat.
5. Pihak LAPAS dan RUTAN dapat melakukan evaluasi kondisi emosi
kecemasan narapidana wanita sebelum bebas, dengan diketahuinya kondisi
narapidana diharapkan dapat lebih mempersiapkan narapidana saat
kembali ke dalam masyarakat.
6. Saran terhadap partisipan penelitian, bagi partisipan yang tertarik serta
merasakan manfaat Expressive Writing dan ingin terus melakukan
Expressive Writing, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukannya antara lain, usahakan dilakukan secara konsisten dan di
ruangan yang nyaman, ada privacy, dan tidak terlalu ramai.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. (1987). Sosiologi kriminalitas. Bandung: Remadja Karya.
Ajawaila, L. J., Larasati, D., Samodra, R., & Wulandari, A. (2012). Adaptasi
manual alat ukur DASS (depression anxiety stress scale). Makalah tidak

69
diterbitkan. Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.
Arehart, J. & Treichel. (2010). Inmates prerelease anxiety levels surprise
researchers. Arlington: American Psychiatric Publishing
Badan Pusat Statistik. (2011). Studi perempuan sebagai pelaku tindak
kriminalitas 2008. Diunduh dari
http://www.bps.go.id/publications/publikasi2011.php?pg=6&key=.
Badan Pusat Statistik. (2012). Statistik kriminal 2012. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Baike, K., A. & Wilhelm, K. (2005). Emotional and physical health benefits of
expressive writing. Advances in Psychiatric Treatment, 11, 338-346.
Butler. (2005). Mental disorder in the New South Wales prisoner population.
Sidney: Justice Health and University of New South Wales
Cook, S. & Davies, S. (1999). Harsh punishment: International experiences o
women’s imprisonment. Boston: Northeastern University Press
Creswell, J.W. (2003). A concise introduction to mixed method research.
Thousand Oaks, CA: Sage Publication.
Currie, B. (2012).Women in prison: A forgotten population. Internet Journal Of
Criminology, 1-30. Diunduh dari
http://www.internetjournalofcriminology.com/currie_women_in_prison_a
_forgotten_population_ijc_dec_2012.pdf.
Graffam, J. & Shinkfield, A. (2006). The relationship between emotional state and
other variable influencing successful reintegration of ex-prisoners.
International Journal of Offender Therapy and Comparative Crimonology,
55(3), 346-360. Diunduh dari
http://ijo.sagepub.com/content/58/4/435.full.pdf+html
Halim, M. S., Derksen, J.J. L., & van der Staak, C. P. F. (2004). Development of
the revised NEO personality inventory for Indonesia: A preliminary study.
Dalam B. N Setiadi, A. Supratiknya, W. J. Lonner & Y. H. Poortinga
(Eds.) Ongoing themes in psychology and culture. Diunduh dari
http://ebooks.iaccp.org/onging_themes/TOC/html
Hasanat, N., U. & Susilowati, T., G. (2011).Pengaruh terapi menulis pengalam
emosional terhadap penurunan depresi pada mahasiswa tahun pertama.
Jurnal Psikologi, 38(1), 92-107.
Kartono, K. (1981). Psikologi wanita: Gadis remaja dan wanita dewasa.
Bandung: Alumni.
Lepore, S. J. (1997). Expressive writing moderates the relation between intrusive
thoughts and depressive symptoms. Journal of Personality and Social
Psychology, 7(3), 1030-1037.
Lowe, G. (2006). Health-related effects of creative and expressive writing. Health
Education, 106 (1), 60-70.
Mardyaningrum, M., B. (2007). Efektivitas terapi menulis terhadap emosi korban
kekerasan dalam rumah tangga. Skripsi sarjana, tidak diterbitkan.
Universitas katolik Soegijapranata, Semarang.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (2013). Peraturan
menteri hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia. Diunduh dari
http://ditjenpas.go.id/sites/default/files/Permen%20nomor%206%20th%20

70
2013%20ttg%20Tata%20Tertib%20Lapas%20dan%20Rutan_0.pdf
Patton, M. Q. (2002). Qualitative research & evaluation methods. Beverly Hills:
Sage Publiction.
Pennebaker, J. W. (1997). Writing about emotional experiences as a therapeutic
process. Psychological Science, 8, 162-166.
Pennebaker, J. W. & Chung, C. K. (2007). Expressive writing: Connection to
physical and mental health. New York: Oxford University Press.
Pennebaker, J. W. (2010). Expressive writing in a clinical setting: A brief
practical guide to expressive writing for therapists and counselors.
Independent Practitioner, 30, 23-25.
Qonitatin, N., Widyawati, S., & Asih, G., Y. (2011). Pengaruh katarsis dalam
menulis ekspresif sebagai intervensi depresi ringan pada mahasiswa.
Jurnal Psikologi Undip, 9(1), 21-31.
Spielberger, C. D. (1966). Anxiety and behavior. New York: Academic Pres, inc
Spielberger, C. D. (1972). Anxiety: Current trends in theory and research. New
York: Academic Press, inc.
Utari, D. (2012). Gambaran tingkat kecemasan pada warga binaan wanita
menjelang bebas di lembaga pemasyarakatan wanita kelas II bandung.
Skripsi sarjana, tidak diterbitkan. Universitas Padjajaran, Bandung.
Widiyastuti, N. & Pohan, V. M. Q. (2004). Hubungan antara komitmen beragama
dengan kecemasan pada narapidana perempuan menjelang masa bebas.
Jurnal Psikologi. 2(2). 141-159.

71

Anda mungkin juga menyukai