Anda di halaman 1dari 10

Tugas Mandiri

Pancasila

Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan


Ilmu Pengetahuan
(Konsep, Realita, Masalah, dan Solusi)

Oleh :

Nama : Wahyu Tisyahr Khairani

Nim : G011191318

Kelas : Pancasila E

UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT)

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
1. Konsep Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Sejak dulu, Ilmu Pengetahuan mempunyai posisi penting dalam aktivitas berpikir manusia.
Istilah Ilmu Pengetahuan terdiri dari dua gabungan kata berbeda makna, Ilmu dan Pengetahuan.
Segala sesuatu yang kita ketahui merupakan definisi pengetahuan, sedangkan ilmu adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode tertentu. Sikap
kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di sekitarnya, berbanding lurus
dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya, timbul gejala
dehumanisasi atau penurunan derajat manusia. Hal tersebut disebabkan karena produk yang
dihasilkan oleh manusia, baik itu suatu teori mau pun materi menjadi lebih bernilai ketimbang
penggagasnya. Itulah sebabnya, peran Pancasila harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak
terjerumus pada pengembangan ilmu pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan.
Konsep Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pernah dikemukakan oleh Prof
Notonagoro, anggota senat Universitas Gadjah Mada sebagaimana dikutip oleh Prof. Koesnadi
Hardjasoemantri, yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan pegangan dan pedoman dalam
usaha ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sebagai asas dan pendirian hidup, sebagai suatu
pangkal sudut pandangan dari subjek ilmu pengetahuan dan juga menjadi objek ilmu
pengetahuan atau hal yang diselidiki (Koesnadi, 1987: xii). Penggunaan istilah “asas dan
pendirian hidup” mengacu pada sikap dan pedoman yang menjadi rambu normatif dalam
tindakan dan pengambilan keputusan ilmiah. Pancasila adalah gagasan vital yang berasal dari
kebudayaan Indonesia, artinya nilai-nilai yang benar-benar diramu dari sistem nilai bangsa
Indonesia sendiri.Konsep Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu menurut cara
pandang Daoed Joesoef adalah sebagai tuntunan dan pertimbangan nilai dalam pengembangan
iptek. Oleh karena itu, Pancasila memiliki metode tertentu dalam memandang, memegang
kriteria tertentu dalam menilai sehingga menuntunnya untuk membuat pertimbangan tertentu
tentang gejala, ramalan, dan anjuran tertentu mengenai langkah-langkah praktikal.
Ilmu pengetahuan adalah suatu kesatuan fenomena yang diketahui dan dipahami secara logis,
rasional, obyektif, dan induktif-empiris dalam pikiran manusia. Ketika ilmu pengetahuan itu
diterapkan dan diwujudkan secara konkrit untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, ia disebut
teknologi. Contohnya, biologi adalah ilmu pengetahuan. Ketika digunakan untuk menjadikan
buah durian menjadi semakin besar dengan biji yang semakin keci-kecil, ia adalah teknologi
(bioteknologi). Elektronika adalah ilmu pengetahuan. Ketika digunakan di dalam alat-alat,
sehingga antara orang-orang yang berjarak ribuan kilometer bisa saling berbicara, ia menjadi
teknologi telekomunikasi.
Suatu pengetahuan dapat disebut ilmu, jika pengetahuan dan cara kerjanya memenuhi norma-
norma ilmiah. Norma-norma ilmiah tersebut adalah (1) mempunyai dasar pembenaran; (2)
bersifat sistematik; dan (3) bersifat intersubyektif. Pengetahuan ilmiah dikatakan mempunyai
dasar pembenaran jika segenap pengaturan cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh
derajat kepastian yang sebesar mungkin. Setiap pernyataan ilmiah harus harus didasarkan atas
pemahaman yang dapat dibenarkan secara apriori dan tangkapan empiris yang telah dikaji secara
ilmiah secukupnya. Permasalahannya bukan agar orang dapat mengetahui segalanya, tetapi agar
orang dapat melakukan verfikasi serta pembenaran terhadap isi pengetahuan tersebut. Bersifat
sistematik berati terdapat sistem di dalam susunan dan cara memperoleh pengetahuan yang
dimaksud.
Kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengakibatkan peradaban manusia
mengalami perubahan yang sangat signifikan. Berbagai dibelahan dunia seakan berada dalam
radius yang sangat dekat, jarak tidak lagi menjadi penghalang dalam berkomuinkasi. Berbagai
teknologi canggih yang bertujuan untuk mempermudah segala macam urusan manusia telah
ditemukan dan dikembangkan untuk dipakai oleh masyarakat luas. Perkembangan teknologi
digital telah mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, tidak hanya sebagai mesin penggerak
ekonomi namun juga termasuk bidang IPTEK dan pendidikan tinggi (Maemunah, 2018).
Pengembangan IPTEK tidak dapat terlepas dari situasi yang melingkupinya, hal ini berarti
bahwa IPTEK selalu berkembang dalam suatu ruang budaya. Pada gilirannya, perkembangan
IPTEK akan bersentuhan dengan nilai-nilai ideologi bangsa, yang didalamnya termasuk nilai
agama dan budaya. Sehingga, IPTEK perlu mempertimbangkan nilai-nilai ideologi bangsa dalam
pengembangannya agar tidak merugikan umat manusia.
2. Realita Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Andaikan para ilmuwan dalam pengembangan ilmu konsisten akan janji awalnya ditemukan
ilmu, yaitu untuk mencerdaskan manusia, memartabatkan manusia dan mensejahterakan
manusia, maka pengembangan ilmu yang didasarkan pada kaidah-kaidah keilmuannya sendiri
tak perlu menimbulkan ketegangan-ketegangan antara ilmu (teknologi) dan masyarakat. Fakta
yang kita saksikan saat ini ilmu-ilmu empiris mendapatkan tempatnya yang sentral dalam
kehidupan manusia karena dengan teknologi modern yang dikembangkannya dapat memenuhi
kebutuhan praktis hidup manusia. Ilmu-ilmu empiris tersebut tumbuh dan berkembang dengan
cepat melebihi ritme pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia. Ironisnya tidak
diimbangi kesiapan mentalitas sebagian masyarakat, khususnya di Indonesia. Teknologi telah
merambah berbagai bidang kehidupan manusia secara ekstensif dan mempengaruhi sendi-sendi
kehidupan manusia secara intensif, termasuk merubah pola pikir dan budaya manusia, bahkan
nyaris menggoyahkan eksistensi kodrati manusia sendiri (Iriyanto, 2005). Misalnya, anak-anak
sekarang dengan alat-alat permainan yang serba teknologis seperti playstation, mereka sudah
dapat terpenuhi hasrat hakikat kodrat sosialnya hanya dengan memainkan alat permainan
tersebut secara sendirian. Mereka tidak sadar dengan kehidupan yang termanipulasi teknologi
menjadi manusia individualis. Masih terdapat banyak persoalan akibat teknologi yang dapat
disaksikan, meskipun secara nyata manfaat teknologi tidak dapat dipungkiri.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kini bukan lagi sekedar sarana bagi kehidupan umat
manusia, tetapi telah menjadi sesuatu yang substansial. Iptek telah menjadi bagian dari harga diri
(prestige) dan mitos, yang akan menjamin survival suatu bangsa, prasyarat (prerequisite) untuk
mencapai kemajuan (progress) dan kedigdayaan (power) yang dibutuhkan dalam hubungan antar
sesama bangsa. Dalam kedudukannya yang substansif tersebut, Iptek telah menyentuh semua
segi dan sendi kehidupan secara ekstensif, dan pada gilirannya mengubah budaya manusia secara
intensif (Ditjen Dikti, 2013: 118).
Lompatan-lompatan kemajuan teknologi, terutama teknologi transportasi, telekomunikasi, dan
informasi, telah semakin memacu globalisasi berproses semakin cepat dan meluas ke segala
aspek kehidupan. Salah satu implikasi globalisasi ialah berkembangnya suatu standarisasi yang
sama dalam kehidupan di berbagai bidang. Negara atau pemerintahan di mana pun, terlepas dari
sistem ideologi atau sistem sosial yang dimiliknya. Dipertanyakan apakah hak-hak azasi
dihormati, apakah demokrasi dikembangkan, apakah kebebasan dan keadilan dimiliki oleh setiap
warganya, bagaimana lingkungan hidup dikelola. Nyatalah bahwa implikasi globalisasi menjadi
semakin kompleks, karena masyarakat hidup dengan standar ganda. Di satu pihak sementara
orang ingin mempertahankan nilai-nilai budaya lama yang diimprovisasikan untuk melayani
perkembangan baru yang kemudian disebut sebagai lahirnya budaya sandingan (sub-culture),
sedang di lain pihak muncul tindakan-tindakan yang bersifat melawan terhadap
perubahanperubahan yang dirasakan sebagai penyebab kegerahan dan keresahan dari mereka
yang merasa dipinggirkan, tergeser dan tergusur dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu,
yang disebut sebagai budaya tandingan (counter-culture).
Pengembangan, penggunaan, dan pemanfaatan teknologi dalam kehidupan sekarang ini sudah
menjadi keharusan. Akan “tertinggal” ketika individu tidak bisa menggunakan dan
memanfaatkan teknologi di era ini. Namun demikian, hal yang patut diwaspadai dalam
pengembangan dan penggunaan teknologi adalah pengembangan dan penggunaannya yang tidak
bertanggungjawab, sehingga akan berdampak pada hal-hal negative Oleh karena itu, Setiap ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila merupakan pegangan dan pedoman dalam
usaha ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sebagai asas dan pendirian hidup, sebagai suatu
pangkal sudut pandangan dari subjek ilmu pengetahuan dan juga menjadi objek ilmu
pengetahuan atau hal yang diselidiki (Koesnadi, 1987 dalam Dikti, 2016).
3. Masalah
Kalau perkembangan ilmu pengetahuan sungguhsungguh menepati janji awalnya 200 tahun
yang lalu, pasti orang tidak akan begitu mempermasalahkan akibat perkembangan ilmu
pengetahuan. Bila penerapan ilmu benarbenar merupakan sarana pembebasan manusia dari
keterbelakangan yang dialami sekitar 1800-1900-an dengan menyediakan ketrampilan ”know
how” yang memungkinkan manusia dapat mencari nafkah sendiri tanpa bergantung pada pemilik
modal, maka pendapat bahwa ilmu pengetahuan harus dikembangkan atas dasar patokan-patokan
ilmu pengetahuan itu sendiri (secara murni) tidak akan mendapat kritikan tajam seperti pada
abad ini.
Namun dewasa ini menjadi nyata adanya keterbatasan ilmu pengetahuan itu menghadapi
masalah-masalah yang menyangkut hidup serta pribadi manusia. Misalnya, menghadapi soal
transplantasi jantung, pencangkokan genetis, problem mati hidupnya seseorang, ilmu
pengetahuan menghadapi keterbatasannya. Ia butuh kerangka pertimbangan nilai di luar disiplin
ilmunya sendiri. Kompleksitas permasalahan dalam pengembangan ilmu dan teknologi kini
menjadi pemikiran serius, terutama persoalan keterbatasan ilmu dan teknologi dan akibat-
akibatnya bagi manusia.
Salah satu kesulitan terbesar yang dihadapi manusia dewasa ini adalah keserbamajemukan
ilmu itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak lagi satu, kita tidak bisa mengatakan inilah satu-satunya
ilmu pengetahuan yang dapat mengatasi problem manusia dewasa ini. Berbeda dengan ilmu
pengetahuan masa lalu lebih menunjukkan keekaannya daripada kebhinekaannya. Seperti pada
awal perkembangan ilmu pengetahuan berada dalam kesatuan filsafat. Proses perkembangan ini
menarik perhatian karena justru bertentangan dengan inspirasi tempat pengetahuan itu sendiri,
yaitu keinginan manusia untuk mengadakan kesatuan di dalam keserbamajemukan gejala-gejala
di dunia kita ini. Karena yakin akan kemungkinannya maka timbullah ilmu pengetahuan. Secara
metodis dan sistematis manusia mencari azas-azas sebagai dasar untuk memahami hubungan
antara gejala-gejala
Misalnya dalam ilmu kedokteran dan ilmu alam. Makin meluasnya spesialisasi ilmu
dikarenakan ilmu dalam perjalanannya selalu mengembangkan macam metode, objek dan tujuan.
Perbedaan metode dan pengembangannya itu perlu demi kemajuan tiaptiap ilmu. Tidak mungkin
metode dalam ilmu alam dipakai memajukan ilmu psikologi. Kalau psikologi mau maju dan
berkembang harus mengembangkan metode, objek dan tujuannya sendiri. Contoh ilmu yang
berdekatan, biokimia dan kimia umum keduanya memakai ”hukum” yang dapat dikatakan sama,
tetapi seorang sarjana biokimia perlu pengetahuan susunan bekerjanya organisme-organisme
yang tidak dituntut oleh seorang ahli kimia organik. Hal ini agar supaya biokimia semakin maju
dan mendalam, meskipun tidak diingkari antara keduanya masih mempunyai dasar-dasar yang
Spesialisasi ilmu memang harus ada di dalam satu cabang ilmu, namun kesatuan dasar azas-azas
universal harus diingat dalam rangka spesialisasi. Spesialisasi ilmu membawa persoalan banyak
bagi ilmuwan sendiri dan masyarakat. Ada kalanya ilmu itu diterapkan dapat memberi manfaat
bagi manusia, tetapi bisa sebaliknya merugikan manusia. Spesialisasi di samping tuntutan
kemajuan ilmu juga dapat meringankan beban manusia untuk menguasai ilmu dan mencukupi
kebutuhan hidup manusia. Seseorang tidak mungkin menjadi generalis, yaitu menguasai dan
memahami semua ilmu pengetahuan yang ada.
Spesialisasi mengandung segi-segi positif, namun juga dapat menimbulkan segi negatif. Segi
positif ilmuwan dapat lebih fokus dan intensif dalam melakukan kajian dan pengembangan
ilmunya. Segi negatif, orang yang mempelajari ilmu spesialis merasa terasing dari pengetahuan
lainnya. Kebiasaan cara kerja fokus dan intensif membawa dampak ilmuwan tidak mau
bekerjasama dan menghargai ilmu lain. Seorang spesialis bisa berada dalam bahaya mencabut
ilmu pengetahuannya dari rumpun keilmuannya atau bahkan dari peta ilmu, kemudian
menganggap ilmunya otonom dan paling lengkap. Para spesialis dengan otonomi keilmuannya
sehingga tidak tahu lagi dari mana asal usulnya, sumbangan apa yang harus diberikan bagi
manusia dan ilmu-ilmu lainnya, dan sumbangan apa yang perlu diperoleh dari ilmu-ilmu lain
demi kemajuan dan kesempurnaan ilmu spesialis yang dipelajari atau dikuasai. Bila keterasingan
yang timbul akibat spesialisasi itu hanya mengenai ilmu pengetahuan tidak sangat berbahaya.
Namun bila hal itu terjadi pada manusianya, maka akibatnya bisa mengerikan kalau manusia
sampai terasing dari sesamanya dan bahkan dari dirinya karena terbelenggu oleh ilmunya yang
sempit.
Dalam praktik-praktik ilmu spesialis kurang memberikan orientasi yang luas terhadap
kenyataan dunia ini, apakah dunia ekonomi, politik, moral, kebudayaan, ekologi dll. Persoalan
tersebut bukan berarti tidak terpecahkan, ada kemungkinan merelativisir jika ada kerjasama
ilmu-ilmu pengetahuan dan terutama di antara ilmuwannya. Hal ini tidak akan mengurangi
kekhususan tiap-tiap ilmu pengetahuan, tetapi akan memudahkan penempatan tiap-tiap ilmu
dalam satu peta ilmu pengetahuan manusia. Keharusan kerjasama ilmu sesuai dengan sifat sosial
manusia dan segala kegiatannya. Kerjasama seperti itu akan membuat para ilmuwan memiliki
cakrawala pandang yang luas dalam menganalisis dan melihat sesuatu. Banyak segi akan
dipikirkan sebelum mengambil keputusan akhir apalagi bila keputusan itu menyangkut manusia
sendiri.
4. Solusi
Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilnya selalu bermuara pada kehidupan manusia
maka perlu mempertimbangan strategi atau cara-cara, taktik yang tepat, baik dan benar agar
pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat mensejahterakan dan memartabatkan
manusia. Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secara imperatif kita meletakkan Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Pengertian
dasar nilai menggambarkan Pancasila suatu sumber orientasi dan arah pengembangan ilmu.
Dalam konteks Pancasila sebagai dasar nilai mengandung dimensi ontologis, epistemologis dan
aksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari
kebenaran yang tidak mengenal titik henti, atau ”an unfinished journey”. Ilmu tampil dalam
fenomenanya sebagai masyarakat, proses dan produk. Dimensi epistemologis, nilai-nilai
Pancasila dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok ukur kebenaran. Dimensi aksiologis,
mengandung nilai-nilai imperatif dalam mengembangkan ilmu adalah sila-sila Pancasila sebagai
satu keutuhan.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil budaya manusia harus
didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Pancasila yang sila-silanya merupakan satu kesatuan yang sistemik haruslah menjadi sistem etika
dan moral dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Mengembangkan ilmu pengetahuan harus tetap menjaga perimbangan antara rasional dan
irasional, perimbangan antara akal, rasa, dan kehendak. Pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan,
tetapi juga harus mempertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia
dan sekitarnya. Sila pertama ini menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai
sentral, melainkan sebagai bagian yang sistemik dari alam yang diolahnya. Ketuhanan
dalam kerangka Pancasila mencerminkan komitmen etis bangsa Indonesia untuk
menyelenggarakan kehidupan publik-politik yang berlandaskan nilai-nilai moralitas dan
budi pekerti yang lihur. Ilmu pengetahuan dan teknologi dimanfaatkan untuk
mengamalkan komitmen etis ketuhanan ini, Pancasila harus didudukkan secara
proporsional, bahwa ia bukanlah agama yang berpretensi mengatur sistem keyakinan,
sistem peribadatan, sistem norma dan identitas
keagamaan dalam ranah privat dan ranah komunitas agama masing-masing.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Nilai kemanusiaan memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah beradab demi kesejahteraan
umat manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diabdikan untuk peningkatan harkat
dan martabat manusia, bukan menjadikan manusia sebagai makhluk yang angkuh dan
sombong akibat memiliki ilmu pengetauan dan teknologi. Pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkeadilan harus disertai sikap empati, solidaritas, dan
kepedulian yang merupakan nilai-nilai manusiawi. Visi kemanusiaan yang adil dan
beradab bisa menjadi panduan bagi proses peradaban yang meliputi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara, dan dalam pergaulan antara bangsa.
3. Persatuan Indonesia
Nilai persatuan Indonesia memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia akan rasa
nasionalisme bangsa Indonesia. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi persatuan dan
kesatuan bangsa bangsa dapat terwujud dan terpelihara. Oleh karena itu ilmu pengetahuan
dan teknologi harus dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan
bangsa. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya diarahkan demi
kesejahteraan umum manusia termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia dan
rasa nasionalismenya. Negara persatuan Indonesia, sebagai ekspresi dan pendorong
semangat kegotong-royongan, harus mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
timpah darah Indonesia, bukan membela atau mendiamkan suatu unsur masyarakat atau
bagian tertentu dari teritorial Indonesia. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk mewujudkan negara persatuan itu diperkuat dengan budaya gotong royong dalam
kehidupan masyarakat sipil dan politik dengan tersus mengembangkan pendidikan
kewargaan dengan dilandasi prinsip-prinsip kehidupan publik yang lebih partisipatif dan
non-diskriminatif.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawa-
ratan/Perwakilan
Nilai ke rakyatan mendasari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
demokratis, yang artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang
telah teruji kebenarannya harus dapat dipersembahkan kepada kepentingan rakyat banyak.
Nilai kerakyatan juga mensyaratkan adanya wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mendalam yang mengatasi ruang dan waktu tentang materi yang dimusyawarahkan.
Melalui hikmah itulah, mereka yang mewakili rakyat bisa merasakan, menyelami, dan
mengambil keputusan yang bijaksana yang membawa Indonesia kepada keadaan yang
lebih baik.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Berdasrkan nilai keadilan,
mengimplementasikan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus menjadi
kesimbangan dan keadilan dalam kehidupan manusia, yaitu keseimbangan dan keadilan
dalam hubungan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan penciptanya, dan
manusia dengan lingkungan di mana mereka berada. Pengembangan ilmu pengetahuan
yang berkeadilan harus dapat teraktualisasi dalam pengelolaan kekayaan alam sebagai
milik berasama bangsa Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan
mencegah penguasaan oleh modal perorangan atau kelompok.
Sumber :

Syamsuddin. (2018). Pancasila Sebagai Dasar Nilai Ilmu Pengetahuan. Transformasi : Jurnal
Studi Agama Islam, 11(2), 150-171.

Widisuseno, I. (2013). Ipteks dan Strategi Pengembangannya. Humanika, 17(1), 62-78.

Yanzi, H., Muhammad, M.A., Obby, T.H., & dkk. (2019). Urgensi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai
Dasar Pengembangan Iptek Untuk Merespon Revolusi Industri 4.0. Semnas Pendidkan
Fkip 2019, 03 Januari 2019, FKIP Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai