Anda di halaman 1dari 53

BAB III

ANALISIS PERENCANAAN JEMBATAN


GELAGAR KOMPOSIT BAJA - BETON
3.1 Metode Perancangan Jembatan Gelagar Komposit
Baja - Beton

Dalam perancangan jembatan gelagar komposit baja-beton ini, perancangan


yang dilakukan meliputi seluruh struktur atas jembatan gelagar komposit
baja-beton. Analisis dan perhitungan yang dilakukan dalam perencanaan ini
meliputi:

a. Perancangan pelat lantai kendaraan dengan menggunakan metode


M.Pigeaud;

b. Perancangan trotoar, kerb, dan pipa sandaran berdasarkan persyaratan


dalam standar jembatan gelagar komposit yang dibuat oleh Direktorat
Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum;

c. Perhitungan pembebanan jembatan jalan raya dengan menggunakan


peraturan dari RSNI T-02-2005 Standar Pembebanan untuk Jembatan;

d. Perancangan gelagar komposit baja-beton dan alat penyambung geser


dengan menggunakan peraturan RSNI T-03-2005 Perencanaan Struktur
Baja untuk Jembatan; serta

e. Perencanaan perletakan jembatan dengan tumpuan jenis elastomeric


bearing pad.

3.2 Perancangan Pelat Lantai Jembatan Berdasarkan


Metode M.Pigeaud

Dalam analisis dan perancangan struktur jembatan yang dibebani kelompok


beban terkonsentrasi terdapat pendistribusian beban ke struktur utama
jembatan (primary structure of the bridge), gelagar longitudinal, dan gelagar
melintang. Pendistribusian beban tersebut masih ditambah dengan
pendistribusian tegangan lokal (local stress distribution) pada pelat lantai
kendaraan yang ditimbulkan oleh beban roda kendaraan. Distribusi
tegangan ini terbatas pada pelat lantai kendaraan yang membentang antara
gelagar memanjang dan gelagar melintang.
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 15

Adanya lendutan keseluruhan yang terjadi pada struktur jembatan


menyebabkan lendutan tiap gelagar melintang dan memanjang berbeda,
sehingga kondisi batas pelat menjadi rumit. Oleh karena itu, metode M.
Pigeaud digunakan dengan anggapan pelat lantai kendaraan mempunyai
kondisi batas sederhana. Untuk memperhitungkan pengaruh kontinuitas
pelat, momen yang didapat dikalikan faktor reduksi momen.

Dari segi pembuatan, metode M. Pigeaud disusun berdasarkan


penyelesaian persamaan Lagrange untuk pelat tipis berlendutan kecil dan
berlaku untuk sembarang nilai rasio panjang dan nilai rasio lebar dan nilai
rasio sisi bidang beban dan sisi pelat yang berkesesuaian (Raju, N.K :
1991). Pendistribusian beban kepada pelat lantai dengan menggunakan
metode M.Pigeaud ditunjukkan dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Penyebaran beban menurut metode M. Pigeaud

Beban roda diasumsikan menyebar 450 sampai ketulangan pelat. Menurut


Pedoman Perencanaan Pembebanan Jalan Raya 1987 (PPJJR 1987)
dalam Siswanto, M. F. (1999) nilai u dan v ditentukan sebagai berikut:

u = 500 + 2H (3.1a)

v = 300 + 2H (3.2b)

dengan: u = panjang bidang beban roda (mm)


v = lebar bidang beban roda (mm)
H = tinggi penyebaran beban roda (mm)

Secara umum langkah-langkah penggunaan metode M. Pigeaud sebagai


berikut:

a. Menghitung nilai u dan v sehingga didapatkan nilai u/B dan v/L;

b. Menghitung faktor koreksi dari jenis perletakan, f1 berdasarkan kondisi


batas keempat sisi pelat lantai kendaraan;
16 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Gambar 3.2 Kombinasi perletakan sisi pelat dan faktor koreksinya, f1

c. Menentukan nilai rasio sisi panjang (B) da lebar pelat (L) terkoreksi, k;

L
k = f1 (3.2)
B
d. Menentukan koefisien momen m1 dan m2 yang didapat dengan cara
memplotkan nilai u/B dan v/L pada grafik M Pigeaud sesuai dengan nilai
k;

e. Menentukan reduksi momen lentur berdasarkan kondisi perletakan


keempat sisinya, rm. Untuk pelat bertumpuan jepit atau pelat menerus
pada keempat sisinya, nilai reduksi momen ditentukan sebesar 20%,
sedangkan kondisi perletakan yang lain ditentukan berdasarkan kondisi
perletakan pelat;

f. Nilai momen lentur pada arah lebar dan panjang pelat dihitung
berdasarkan asumsi kondisi pembebanan beban mati dan beban hidup
pada pelat lantai.

Sumber: http://www.steel-bridges.com/images/content/site_1/composte-
layer.gif
Gambar 3.2 Pelat lantai dalam kondisi pembebanan
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 17

Kondisi Pembebanan

Untuk pembebanan hidup berupa beban roda kendaraan terdapat beberapa


kondisi letak beban sebagai berikut:

a. Beban terpusat berada tepat di tengah pelat

Momen rencana:

Mx= P (m1 + 0,15 m2) (3.3a)

My= P (m2 + 0,15 m1) (3.3b)

Gambar 3.3 Beban terpusat berada tepat di tengah pelat

b. Dua beban terpusat simetris terhadap sumbu pelat

Momen rencana:

2P
Mx= (m1 + 0,15 m2) (3.4a)
u1

2P
My= (m2 + 0,15 m1) (3.4b)
u1

Gambar 3.4 Dua beban terpusat simetris sumbu panjang pelat

c. Dua beban terpusat simetris terhadap sumbu pelat

Momen rencana:

2P
Mx= (m1 + 0,15 m2) (3.5a)
v1

2P
My= (m2 + 0,15 m1) (3.5b)
v1

Gambar 3.5 Dua beban terpusat simetris sumbu pendek pelat


18 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

d. Satu beban terletak simetris terhadap sumbu pendek pelat

Momen rencana:

Mx=
P (m + 0,15 m ) (3.6a)
1 2
u1

My=
P (m + 0,15 m ) (3.6b)
2 1
u1

Gambar 3.6 Satu beban terletak simetris terhadap sumbu pendek pelat

e. Satu beban terletak simetris terhadap sumbu panjang pelat

Momen rencana:

Mx=
P (m + 0,15 m ) (3.7a)
1 2
v1

My=
P (m + 0,15 m ) (3.7b)
2 1
v1

Gambar 3.7 Satu beban terletak simetris terhadap sumbu panjang pelat

f. Beban terpusat berada sembarang pada pelat

Momen rencana:

Mx= P (m1 + 0,15 m2) (3.8a)


u1 v1

My= P (m2 + 0,15 m1) (3.8b)


u1 v1

Gambar 3.8 Beban terpusat berada sembarang pada pelat


BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 19

3.3 Perancangan Trotoar, Kerb, Dan Tiang Sandaran

Berdasarkan peraturan standar jembatan gelagar komposit dari Ditjen. Bina


Marga, Kementerian Pekerjaan Umum ketentuan dari perencanaan trotoar,
kerb dan tiang sandaran adalah sebagai berikut:

a. Tinggi trotoar adalah 25 cm dan lebar trotoar untuk jembatan kelas A


adalah 1 m. trotoar dibuat dengan kemiringan 2% . Mutu beton yang
digunakan adalah beton dengan tegangan izin tekan minimum 35
kg/cm2 dan tegangan izin tarik minimum adalah 5 kg/cm2;
b. Tinggi kerb adalah 25 cm dengan lebar bagian bawah 20 cm. Mutu
beton yang digunakan untuk kerb minimum K300 atau dengan kuat
tekan 25 MPa. Tegangan izin tekan minimum 100 kg/cm2 dan tegangan
tarik izin minimum 8,5 kg/cm2;
c. Tiang sandaran pada bagian bawah dengan ketinggian 1 m dibuat dari
beton bertulang dengan menggunakan tulangan  12 – 20. Lebar
bagian bawah 22 cm dan pada bagian pertemuan dengan pelat
sandaran dari baja selebar 25 cm;
d. Pelat sandaran dari baja yang digunakan setinggi 0,5 m dengan
ketebalan pelat 25 mm. Pelat tersebut harus digalvanis agar tidak
berkarat. Mutu baja yang digunakan adalah BJ 42;
e. Pipa sandaran yang digunakan dengan profil hollow section dengan
diameter 3”. Pelat tersebut harus digalvanis dan mutu baja yang
digunakan adalah BJ 32;
f. Untuk pipa air hujan digunakan pipa dengan diameter 4” yang harus
digalvanis pada bagian luar dan dalam pipa.

Gambar 3.9 Letak perancangan trotoar/kerb dan pipa sandaran


20 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

3.4 Pembebanan Jembatan Jalan Raya Menurut


RSNI T-02-2005

Pedoman pembebanan untuk jembatan jalan raya merupakan dasar dalam


menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan
regangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan
pedoman ini dimaksudkan untuk mencapai perencanaan ekonomis sesuai
kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan, dan syarat
teknis lainnya sehingga proses perencanaan menjadi efektif.

Di Indonesia peraturan tentang pembebanan jembatan jalan raya terus


mengalami perkembangan serta pembaharuan dari waktu ke waktu. Pada
mulanya peraturan pembebanan jembatan jalan raya dikemas dalam
Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR)
1987. Peraturan tersebut kemudian mengalami pembaharuan sesuai
dengan ilmu pengetahuan yang berkembang saat itu. Pada tahun 1992
dibuat suatu konsep untuk memperbaharui PPPJJR 1987, yaitu dengan
dirumuskannya Bridge Management System (BMS) 1992 yang merupakan
hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Australia. Perbedaan
antara PPPJJR 1987 dengan BMS 1992 adalah pada prinsip
perancangannya, PPPJJR 1987 menggunakan prinsip tegangan kerja,
sedangkan BMS 1992 menggunakan prinsip keadaan batas.

Pada saat ini peraturan pembebanan untuk jembatan jalan raya kembali
mengalami penyesuaian. SNI Pembebanan Untuk Jembatan tahun 2004
dibuat untuk menyesuaikan keadaan yang ada. Dibandingkan dengan BMS
1992, SNI Pembebanan Untuk Jembatan tahun 2004 ini terdapat beberapa
perbedaan yaitu berupa nilai serta faktor pembebanannya. Peraturan
pembebanan untuk jembatan jalan raya terbaru yang dikeluarkan adalah
RSNI T-02-2005. Meskipun masih dalam bentuk draf namun peraturan ini
telah disesuaikan dengan keadaan yang ada pada saat ini yaitu dengan
mengubah nilai serta faktor pembebanan yang ada.

Pada perancangan jembatan gelagar komposit baja-beton ini acuan yang


dipakai untuk perhitungan pembebanan adalah dengan menggunakan
pedoman dari RSNI T-02-2005 Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan
Raya. Berikut ini disajikan peraturan pembebanan menurut RSNI T-02-2005.

3.4.1 Beban Tetap

Beban tetap merupakan beban yang diakibatkan oleh berat sendiri dari
bagian-bagian struktur jembatan. Berat dari bagian-bagian bangunan
merupakan masa dikalikan dengan percepatan gravitasi g. Percepatan
gravitasi yang digunakan dalam tata cara ini adalah 9,8 m/det2. Besarnya
kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam
Tabel 3.1.
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 21

Tabel 3.1 Berat isi dan kerapatan masa untuk berat sendiri

Berat/Satuan Isi Kerapatan Masa


No. Bahan
(kN/m3) (kg/m3)
1 Campuran Aluminium 26,7 2720
2 Lapisan permukaan beraspal 22,0 2240
3 Besi tuang 71,0 7200
4 Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1760
5 Kerikil dipadatkan 18,8-22,7 1920-2320
6 Aspal beton 22,0 2240
7 Beton ringan 12,25-19,6 1250-2000
8 Beton 22,0-25,0 2240-250
9 Beton prategang 25,0-26,0 2560-2640
10 Beton bertulang 23,5-25,5 2400-2600
11 Timbal 111 11400
12 Lempung lepas 12,5 1280
13 Batu pasangan 23,5 2400
14 Neoprin 11,3 1150
15 Pasir kering 15,7-17,2 1600-1760
16 Pasir basah 18,0-18,8 1840-1920
17 Lumpur lunak 17,2 1760
18 Baja 77,0 7850
19 Kayu (ringan) 7,8 800
20 Kayu (keras) 11,0 1120
21 Air murni 9,8 1000
22 Air garam 10,0 1025
23 Besi tempa 76,5 7680
Sumber: RSNI T-02-2005
Beban-beban yang termasuk dalam beban tetap adalah sebagai berikut:

a. Berat sendiri
Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan
elemen- elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini
adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen
struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap.
Faktor beban yang digunakan berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Faktor beban untuk berat sendiri

FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K K
Biasa Terkurangi
Baja,aluminium 1,0 1,1 0,9
Tetap Beton pra cetak 1,0 1,2 0,85
Beton dicor ditempat 1,0 1,3 0,75
Kayu 1,0 1,4 0,7
Sumber: RSNI T-02-2005
22 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

b. Beban mati tambahan

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin
besarnya berubah selama umur jembatan seperti:

1. Pelapisan ulang dengan tebal 50 mm aspal beton;


2. Sandaran, pagar pengaman, dan penghalang beton;
3. Perlengkapan umum seperti pipa air dan penyaluran.

Faktor beban yang digunakan untuk beban akibat beban mati tambahan
dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Faktor beban untuk beban mati tambahan

FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K K
Biasa Terkurangi
Tetap Keadaan umum 1,0 2,0 0,7
Keadaan khusus 1,0 1,4 0,8
Sumber: RSNI T-02-2005

c. Pengaruh penyusutan dan rangkak

Pengaruh penyusutan dan rangkak harus diperhitungkan dalam


perencanaan jembatan-jembatan beton. Beban akibat susut dan rangkak
yang ditinjau dalam perencanaan ini meliputi beban dari tekanan tanah dan
pengaruh tetap pelaksanaan. Sedangkan beban akibat pengaruh prategang
tidak diperhitungkan karena struktur jembatan tidak menggunakan
komponen prategang.

d. Tekanan Tanah

Beban tekanan tanah digunakan untuk komponen struktur yang


berhubungan langsung dengan tanah. Tekanan tanah horizontal nominal
dapat dihitung dari teori tekanan tanah yang telah ditetapkan. Tekanan
horizontal akibat beban kendaraan vertikal dianggap ekuivalen dengan
beban tambahan tanah 600 mm. Perhitungan beban akibat tekanan
tanah dalam RSNI T-02-2005 disebutkan dalam butir 5.4.2.

e. Pengaruh tetap pelaksanaan

Pengaruh tetap pelaksanaan adalah disebabkan oleh metode dan urut-


urutan pelaksanaan jembatan. Biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-
aksi lainnya seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Faktor beban yang
digunakan untuk beban akibat pengaruh tetap dapat dilihat pada Tabel 3.4.
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 23

Tabel 3.4 Faktor beban untuk pengaruh pelaksanaan

FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K K
Biasa Terkurangi
Tetap 1,0 1,25 0,8
Sumber: RSNI T-02-2005

3.4.2 Beban Lalu Lintas

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur “D”
dan beban truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur
kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen
dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya.

Pembebanan truk “T” adalah kendaraan berat tunggal dengan tiga gandar
yang ditempatkan dalam kedudukan sembarang pada lajur lalu lintas
rencana. Hanya satu truk “T” boleh ditempatkan pada lajur lalu lintas
rencana. Lajur lalu lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah
maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan
dapat dilihat dalam Tabel 3.5. Dalam perencanaan ini, beban “T” dihitung
dengan memperhatikan garis pengaruh untuk memperoleh nilai yang
maksimal.

Tabel 3.5 Faktor beban untuk akibat beban lajur “D”

JANGKA FAKTOR BEBAN


WAKTU K K

Transien 1,0 1,0

Sumber: RSNI T-02-2005

Tabel 3.6 Jumlah lajur lalu lintas rencana

Lebar Lajur Jumlah Lajur Lalu Lintas


Tipe Jembatan
Kendaraan (m) Rencana
(1)
(2) (3)
Satu lajur 4,0 – 5,0 1
5,5 – 8,25 2 (3)
Dua arah, tanpa Median
11,3 – 15,0 4
8,25 – 11,25 3
11,3 – 15,0 4
Banyak arah
15,1 – 18,75 5
18,8 – 22,5 6
Sumber: RSNI T-02-2005
24 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Catatan:

(1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus
ditentukan oleh instansi yang berwenang;
(2) Lebar lajur kendaraan adalah jarak minimum antara trotoar atau
rintangan untuk satu arah atau jarak antara trotoar/median (untuk
banyak arah);
(3) Lebar minimum yang aman untuk dua lajur kendaraan adalah 6,0 m.
Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena
hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah
memungkinkan untuk menyiap.
a. Beban Lajur “D”
Intensitas dari beban “D”

Beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi merata (BTR) dan beban garis
(BGT) seperti terlihat pada Gambar 3.10. Beban garis satu BGT dengan
intensitas p sebesar 49 kN/m harus ditempatkan tegak lurus dari arah lalu
lintas jembatan. Beban terbagi rata : BTR mempunyai intensitas q kPa,
dimana besarnya q tergantung dari panjang total yang dibebani L seperti
berikut:

L  30m : q  9,0kPa (3.9a)

 15 
L  30m : q  9,0 0,5  kPa (3.9b)
 L
Penyebaran beban “D” pada arah melintang

Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga
menimbulkan momen maksimum. Bila lebar jalur kendaraan jembatan
kurang atau sama dengan 5,5 m maka beban “D” harus ditempatkan pada
seluruh jalur dengan intensitas 100%.

Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban “D” harus ditempatkan pada
dua lajur lalu lintas rencana yang berdekatan, dengan intensitas 100 %.
Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar n1 x 2,75 q kN/m dan beban
terpusat ekuivalen sebesar n1 x 2,75 p kN kedua-duanya bekerja berupa
strip pada jalur selebar n1 x 2,75 m. Lajur lalu lintas rencana yang
membentuk strip ini bisa ditempatkan di mana saja pada jalur jembatan.
Beban “D” tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur
dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini dapat dilihat
pada Gambar 3.11.

b. Pembebanan Truk “T”


Besarnya Pembebanan Truk “T”

Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan truk semi trailer yang
mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat pada Gambar 3.12. Berat
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 25

masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang


merupakan bidang kontak antara roda dan permukaan lantai. Jarak antara
2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 sampai 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Gambar 3.10 Beban lajur “D”

Gambar 3.11 Penyebaran pembebanan lajur “D” pada arah melintang

Posisi dan penyebaran pembebanan truk “T” dalam arah melintang

Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu
kendaraan truk “T” yang ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana.
26 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Kendaraan truk “T” ini harus ditempatkan di tengah-tengah lajur lalu lintas
rencana.

125 500 500


200 200 200

200 200
200
125 500 500

Gambar 3.12 Pembebanan Truk “T” (550 kN)

Respon terhadap beban lalu lintas “T”

Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh


momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan
cara:

1) Menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan
faktor yang diberikan dalam Tabel 3.7.
2) Momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang
diberikan dapat digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar
atau balok dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m
3) Bentang efektif S diambil sebagai berikut:
a) Untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa
peninggian), S = bentang bersih.
b) Untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda
atau tidak dicor menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah
lebar dudukan tumpuan.
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 27

Tabel 3.7 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T” (RSNI T-02-
2005)

Sumber: RSNI T-02-2005

c) Faktor Beban Dinamis

Faktor beban dinamis (FBD) merupakan interaksi antara kendaraan yang


bergerak dengan jembatan. Untuk pembebanan “D”: FBD merupakan fungsi
dari panjang bentang ekuivalen seperti dalam Gambar 3.13. Untuk bentang
tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang
sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE
diberikan dengan Persamaan 3.10 berikut ini:

LE  Lav Lmax (3.10)

dengan:
Lav = panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan
secara menerus.
Lmax = panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang
disambung secara menerus.
28 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Sumber: RSNI T-02-2005


Gambar 3.13 Faktor beban dinamis untuk pembebanan lajur “D”

Untuk pembebanan truk “T” : FBD diambil sebesar 30%.

d) Gaya Rem

Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan


sebagai gaya dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada
permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya rem diperhitungkan sebesar 5%
dari beban lajur D tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis. Gaya rem
dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik
tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan.

e) Pembebanan untuk Pejalan Kaki

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung


memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.
Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus
direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti
pada Gambar 3.14 Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk
kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk
memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 29

Sumber: RSNI T-02-2005


Gambar 3.14 Pembebanan untuk pejalan kaki

f) Gaya Sentrifugal

Untuk jembatan yang mempunyai lengkung 29 horizontal harus


diperhitungkan adanya gaya sentrifugal akibat pengaruh pembebanan lalu
lintas untuk seluruh bagian bangunan.

Faktor-faktor yang digunakan untuk beban lalu lintas dapat dilihat pada
Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Faktor untuk beban lalu lintas selain beban dinamik

Aksi Faktor Beban keadaan batas


Lama
Daya Ultimit KUxx
Beban s
Nama Simbol Layan K
bekerja Normal Terkurangi
xx
Beban Lajur
TTD Transient 1,0 1,8 -
D
Beban Truk
TTT Transient 1,0 1,8 -
T
Gaya Rem TTB Transient 1,0 1,8 -
Pejalan Kaki TTP Transient 1,0 1,8 -
Gaya
TTR Transient 1,0 1,8 -
Sentrifugal
Sumber: RSNI T-02-2005
30 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

3.4.3 Beban Lingkungan

Aksi lingkungan termasuk pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa, dan


penyebab-penyebab alamiah lainnya. Yang termasuk dalam aksi lingkungan
antara lain:

a. Pengaruh Temperatur

Perubahan merata pada suhu jembatan menghasilkan perpanjangan atau


penyusutan seluruh panjang jembatan. Gerakan tersebut umumnya kecil di
Indonesia. Suhu rencana dan koefisien muai akibat suhu diberikan dalam
Tabel 3.9 dan Tabel 3.10 sebagai berikut:

Tabel 3.9 Temperatur jembatan rata-rata nominal

Temperatur
Temperatur jembatan
Tipe bangunan atas jembatan rata-rata
rata-rata minimum (1)
maksimum
Lantai beton di atas
gelagar atau box beton 150 C 400 C

Lantai beton di atas


gelagar, box atau rangka 150 C 400 C
baja
Lantai pelat baja di atas
gelagar, box atau rangka 150 C 450 C
baja
Sumber: RSNI T-02-2005
Catatan:
(1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 50 C untuk lokasi
yang terletak pada ketinggian lebih besar 500 m di atas permukaan laut.

Tabel 3.10 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur

Koefisien perpanjangan
Bahan Modulus elastisitas MPa
akibat suhu (per 0C)
Baja 12 x 10-6 200.000
Beton :
Kuat tekan <30 MPa 10 x 10-6 25.000
Kuat tekan >30 MPa 11 x 10-6 34.000
Aluminium 24 x 10-6 70.000
Sumber: RSNI T-02-2005

b. Aliran Air, Benda Hanyutan, dan Tumbukan dengan Batang Kayu

Beban akibat aliran air, benda hanyutan, dan tumbukan dengan batang kayu
digunakan untuk perencanaan pilar jembatan (struktur bawah jembatan).
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 31

c. Beban Angin

Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin (TEW1)
tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut:

TEW 1  0,0006 x C W x VW  x Ab kN


2
(3.11a)

dengan:
Ab = luas bagian samping jembatan (m2)
CW = koefisien seret (dapat dilihat pada Tabel 3.11)
TEW 1 = gaya nominal akibat angin
VW = kecepatan angin rencana (m/det) untuk keadaan batas yang
ditinjau

Kecepatan angin rencana harus diambil sesuai dengan nilai dalam Tabel
3.12. Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian
yang masif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Angin
harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila
suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis merata
tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti
diberikan dengan rumus:

TEW 2  0,0012 x C W x VW  x Ab kN u


2
(3.11b)

dengan:
CW = koefisien seret (diambil sebesar1,2)
TEW 2 = beban garis merata tambahan akibat kendaraan

Tabel 3.11 Koefisien seret CW

Tipe Jembatan CW
Bangunan atas masif : (1),(2)
b/d = 1,0 2.1 (3)
b/d = 2,0 1,5 (3)
b/d  6,0 1,25 (3)
Bangunan atas rangka 1,2
Sumber: RSNI T-02-2005
Catatan:
(1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
(2) d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif
(3) untuk harga antara dari b/d bisa di interpolasi linier
32 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Tabel 3.12 Kecepatan angin rencana VW

Lokasi
Keadaan Batas
Sampai 5 km dari pantai >5 km dari pantai
Daya Layanan 30 m/s 25 m/s

Ultimit 35 m/s 30 m/s

Sumber: RSNI T-02-2005

3.4.4 Beban Gempa

Pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit. Pada struktur
jembatan sederhana dapat di simulasi oleh suatu beban statik ekuivalen
sedangkan untuk jembatan besar (bentang panjang), jembatan yang rumit
atau penting diperlukan analisis dinamika lengkap.

Beban horizontal statis ekuivalen diperoleh dari persamaan berikut:

T*EQ = Kh x I x W T (3.12a)

Nilai Kh dinyatakan dalam:

Kh = C x S (3.12b)

dengan:
T*EQ = gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)
Kh = koefisien beban gempa horizontal
C = koefisien geser dasar (pada Gambar 3.15)
I = faktor kepentingan (pada Tabel 3.13)
S = faktor tipe bangunan (pada Tabel 3.14)
WT = berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan
gempa. Diambil sebagai beban mati ditambah beban mati
tambahan (kN)

Tabel 3.13 Faktor kepentingan (I)

Klasifikasi Harga
Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari , jembatan pada
jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute 1,2
alternatif
Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia,
tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu 1,0
lintas yang dikurangi
Jembatan sementara (misal : Bailey) dan jembatan yang
0,8
direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi
Sumber: RSNI T-02-2005
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 33

Tabel 3.14 Faktor tipe bangunan (S)

Faktor Tipe Bangunan S


Jembatan Jembatan dengan Daerah Sendi
Tipe Jembatan dengan Daerah Beton Prategang
Sendi Beton Prategang
Bertulang atau Prategang Parsial
Penuh
baja

Tipe A (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F

Tipe B (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F

Tipe C 3,0 3,0 3,0


Sumber: RSNI T-02-2005
Catatan:
F = Faktor perangkaan
= 1,25 – 0,025 n ; dan F  1,00
n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada
masing-masing bagian monolit dari jembatan yang terdiri
sendiri-sendiri (misalnya : bagian – bagian yang dipisahkan
oleh expansion joints yang memberikan keleluasaan untuk
bergerak dalam arah lateral secara sendiri-sendiri).
Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah)
Tipe B : jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah)
Tipe C : jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)
34 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

0,25 0,25
0,23 Tanah lunak
0,21 Tanah lunak
0,2 Tanah sedang
0,20 0,20 Tanah sedang
Tanah keras 0,17 Tanah keras
Koefisien "C"

Koefisien "C"
0,15 0,15
0,13
0,11
0,10 0,10

0,05 Daerah I 0,05 Daerah 2

0 1 2 3 0 1 2 3
Waktu Getar "T" (detik) Waktu Getar "T" (detik)

0,25 0,25
Tanah lunak
Tanah lunak
0,20 0,20 Tanah sedang
0,18 Tanah sedang
Tanah keras
Tanah keras
Koefisien "C"

Koefisien "C"

0,15
0,140,15 0,15

0,10 0,10
0,10 0,10

0,05 Daerah 3 0,05 Daerah 4

0 1 2 3 0 1 2 3
Waktu Getar "T" (detik) Waktu Getar "T" (detik)

0,25 0,25

0,20 0,20 Daerah 6


Tanah lunak
Tanah sedang
Koefisien "C"

Koefisien "C"

0,15 Tanah keras 0,15

Tanah lunak
0,10 0,10
Tanah sedang dan keras
0,07
0,06
0,05 Daerah 5 0,05

0 1 2 3 0 1 2 3
Waktu Getar "T" (detik) Waktu Getar "T" (detik)

Sumber: RSNI T-02-2005


Gambar 3.15 Koefisien geser dasar

Faktor- faktor beban yang digunakan pada aksi lingkungan dapat dilihat
pada Tabel 3.15.
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 35

Tabel 3.15 Faktor beban untuk aksi lingkungan

Aksi Faktor beban pada keadaan batas


Lama
beban Daya layan Ulitimit K Uxx
Nama Simbol bekerja Ksxx Normal Terkurangi
Temperatur TET Transient 1,0 1,2 0,8
Pengaruh
TEW Transient 1,0 1,2 -
Angin
Pengaruh
TEQ Transient - 1,0 -
Gempa
Sumber: RSNI T-02-2005

3.4.5 Beban lain-lain

a. Gesekan pada perletakan, dihitung dengan menggunakan beban tetap dan


harga rata-rata dari koefisien gesekan pada tumpuan yang bersangkutan
(atau kekakuan geser apabila digunakan perletakan elastomer). Dengan
nilai koefisien gesek () adalah sebagai berikut:

1) Perletakan rol baja struktural tunggal dengan kekerasan 110-240 HB 0,03;

2) Perletakan rol tunggal dengan permukaan kontak yang menggunakan


baja diperkeras dengan kekerasan tidak kurang dari 500 HB .............0,03;

3) Perletakan rol tunggal dan pelat perletakan dari baja mutu tinggi khusus
dan tahan karat yang diperkeras seluruhnya dengan permukaan halus
dan kekerasan tidak kurang dari 350 HB .............................................0,01;

4) Geseran baja tidak berkarat pada PTFE murni yang tidak dilumas untuk
nilai tegangan tekan rata-rata berikut (dihitung hanya untuk pengaruh
permanen):

5 MPa ....................................................................................................0,15

15 MPa ..................................................................................................0,10

30 MPa ..................................................................................................0,05

Nilai koefisien gesek alternatif dapat digunakan untuk jenis perletakan di


atas dan lainnya, berdasarkan pengujian yang berlaku atau data memadai
yang menetapkan nilai yang diambil.

b. Pengaruh getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat di


atas jembatan apabila tingkat getaran menimbulkan bahaya dan
ketidaknyamanan.

c. Beban pelaksanaan terdiri dari:

1) Beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan


36 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

2) Aksi lingkungan yang mungkin timbul selama pelaksanaan

3.5 Kombinasi Pembebanan

Dilakukan kombinasi pembebanan pada keadaan batas daya layan


(serviceability limit states) dan keadaan batas ultimit (ultimate limit state).
Dipilih beban yang terbesar dari kedua kondisi tersebut agar diperoleh
kondisi yang paling kritis. Ketentuan tata cara untuk mengombinasikan
beban-beban pada kondisi batas akan dijelaskan sebagai berikut:

3.5.1 Keadaan batas kelayanan (serviceability limit state)

Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah
pengaruh aksi tetap dengan satu aksi transien. Pada keadaan batas daya
layan lebih dari satu aksi transien bisa terjadi secara bersamaan. Kombinasi
beban terdiri atas tiga macam seperti diberikan dalam Tabel 3.16.

Tabel 3.16 Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan

Kombinasi primer: Aksi tetap + satu aksi transien (1),(2)

Kombinasi Kombinasi primer + 0,7 x (satu aksi transien lainnya)


sekunder:
Kombinasi tersier: Kombinasi primer + 0,5 x (dua atau lebih aksi transien)

Sumber: RSNI T-02-2005


Catatan:
(1) Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk
membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada jembatan.
Tidak ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTB atau
TTR terjadi dalam kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi
primer.
(2) Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi karena pengaruh temperatur
TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban.

Kombinasi beban yang digunakan dalam perancangan jembatan ini adalah


kombinasi beban primer yaitu kombinasi beban tetap dan satu beban
sementara, pada beban sementara dipilih yang paling kritis (terbesar).

3.5.2 Keadaan batas ultimit (ultimate limit state)

Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap
dengan satu pengaruh aksi transien. Gaya rem TTB atau gaya sentrifugal TTR
bisa digabungkan dengan pembebanan lajur “D” yaitu TTD atau pembebanan
truk “T” yaitu TTT, dan kombinasinya biasa dianggap sebagai satu aksi untuk
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 37

kombinasi beban. Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh temperatur


TET bisa juga digabungkan dengan cara yang sama.

Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk
kombinasi dengan aksi gempa.

Sebagai ringkasan dari faktor beban dan kombinasi beban yang lazim
digunakan dalam perencanaan jembatan komposit diberikan dalam Tabel
3.17 dan Tabel 3.18.

Tabel 3.17 Ringkasan aksi-aksi rencana

Faktor Beban Pada Keadaan


Aksi
Lamanya Batas
No waktu Daya Ultimit K
Simbol
Nama (3) Layan K
(1) Normal Terkurangi
1 Berat Sendiri PMS Tetap 1,0 * (3) * (3)
Beban Mati 0,7/0,8
2 PMS Tetap 1,0/1,3 (3) 2,0/1,4 (3)
Tambahan (3)
Penyusutan &
3 PSR Tetap 1,0 1,0 N/A
Rangkak
4 Prategang PPR Tetap 1,0 1,0 N/A
5 Tekanan Tanah PTA Tetap 1,0 * (3) * (3)
Beban
6 Pelaksanaan PPL Tran 1,0 1,25 0,8
Tetap
7 Baban Lajur “D” TTD Tran 1,0 1,8 N/A
8 Beban Truk “T” TTT Tran 1,0 1,8 N/A
9 Gaya Rem TTB Tran 1,0 1,8 N/A
Gaya
10 TTR Tran 1,0 1,8 N/A
Sentrifugal
11 Beban Trotoar TTP Tran 1,0 1,8 N/A
Beban-beban
12 TTC Tran * (3) * (3) N/A
Tumbukan
13 Penurunan PES Tetap 1,0 N/A N/A
14 Temperatur TET Tran 1,0 1,2 0,8
Aliran/Benda
15 TEF Tran 1,0 * (3) N/A
Hanyutan
Hidro/Daya
16 TEU Tran 1,0 1,0 1,0
Apung
17 Angin TEW Tran 1,0 1,2 N/A
18 Gempa TEQ Tran N/A 1,0 N/A
19 Gesekan TBF Tran 1,0 1,3 0,8
20 Getaran TVI Tran 1,0 N/A N/A
21 Pelaksanaan TCL Tran * (3) * (3) * (3)

CATATAN (1) Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol untuk beban
rencana menggunakan tanda bintang, untuk PMS = berat sendiri nominal, P*MS = berat
sendiri rencana

CATATAN (2) Tran = transien

CATATAN (3) Untuk penjelasan lihat pasal yang sesuai

CATATAN (4) “N/A” menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal dimana pengaruh
beban transien adalah meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol
38 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 39

Catatan untuk Tabel 3.18:


(1) Perencana harus dapat mengenali dan memperhitungkan kombinasi
beban yang tidak tercantum dalam tabel dimana untuk jembatan-
jembatan jenis tertentu mungkin menjadi kritis.
(2) Dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan
tanda (x) untuk kombinasi tertentu adalah dengan memasukkan faktor
beban daya layan penuh. Sedangkan untuk beban dengan tanda (o)
dengan memasukkan faktor beban daya layan sudah diturunkan
harganya.
(3) Dalam keadaan batas ultimate pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda
(x) untuk kombinasi tertentu adalah memasukkan faktor beban ultimit
penuh. Nomor dengan tanda (o) memasukkan harga yang telah
diturunkan.
(4) Beberapa aksi tetap berubah menurut waktu secara perlahan-lahan
kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan melihat
harga rencana maksimum dan minimum untuk menentukan keadaan
yang paling berbahaya (kritis).
(5) Gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara bersamaan pada
kondisi keadaan batas (limit states).
(6) Pengaruh temperatur, termasuk pengaruh perbedaan temperatur pada
jembatan, berubah pada seluruh jembatan. Pengaruh temperatur tidak
mungkin kritis pada keadaan batas ultimit kecuali ada kaitannya dengan
aksi lainnya. Dengan demikian hal ini hanya ditinjau pada tingkat daya
layan.
(7) Gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aksi
lainnya memberikan pengaruh yang mengakibatkan pergerakan arah
horizontal pada perletakan tersebut.
(8) Semua pengaruh dari air dapat dimasukkan dalam tabel secara
bersamaan.
(9) Pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.
(10) Beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban
ultimit (ditentukan berdasarkan kondisi setempat).
(11) Pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan.

Bagan alir dari kombinasi beban dapat dilihat pada Gambar 3.16.
40 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

KETAHUI AKSI-AKSI YANG


TERKAIT

APAKAH AKSI-AKSI
TIDAK TERCANTUM DALAM
PERATURAN?

HITUNG AKSI DAN PILIH


FAKTOR BEBAN

YA

CEK TERHADAP BEBERAPA


PENGARUH YANG SIFATNYA
MENGURANGI

UBAH AKSI NOMINAL KE DALAM AKSI


RENCANA DENGAN MENGGUNAKAN
FAKTOR BEBAN

AKSI RENCANA ULTIMIT AKSI RENCANA DAYA LAYAN

CEK KOMBINASI

KOMBINASI RENCANA AKHIR

Gambar 3.16 Bagan alir kombinasi pembebanan jembatan


BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 41

3.6 Perencanaan Gelagar Komposit Berdasarkan


Peraturan RSNI T-03-2005

Pada sub-bab ini akan diuraikan tentang sistem struktur komposit dan
perilaku gelagar komposit dalam menahan momen lentur dan gaya geser.
Gelagar komposit yang ditinjau adalah gelagar pada struktur bentang
sederhana dengan tumpuan sendi-rol sehingga hanya terdapat momen
positif yang bekerja.

3.6.1 Penentuan lebar efektif (b E )

Dalam struktur gelagar komposit, konsep lebar efektif bermanfaat dalam


desain apabila kekuatan harus ditentukan untuk suatu elemen yang
mengalami distribusi beban tak seragam. Intensitas tegangan serat ekstrem
fc’ mencapai maksimum di atas balok baja dan berkurang sedikit demi
sedikit secara non linear dengan bertambahnya jarak dari balok
penyangganya.

Secara praktis untuk keperluan desain, lebar efektif dapat ditentukan


sebagai berikut:

a. Apabila lantai beton meliputi kedua sisi gelagar


Lebar efektif diambil sebagai nilai terkecil dari:
1) bE ≤ 1/5 L untuk bentang sederhana
bE ≤ 1/7 L untuk bentang menerus
2) bE ≤ b0
3) bE ≤ 12 tp
b. Apabila lantai beton hanya berada pada satu sisi gelagar

Lebar efektif diambil nilai sebesar setengah dari nilai yang dihitung pada
kondisi beton meliputi kedua sisi gelagar pada butir 1), 2), dan 3) di atas.

Keterangan notasi:
L = panjang bentang jembatan.
tp = tebal pelat beton
bo = jarak antar gelagar memanjang

3.6.2 Menentukan rasio modular

Slab pada penampang komposit ditransformasikan menjadi baja


ekuivalennya. Proses transformasi ini dengan menggunakan suatu nilai
rasio modular (n) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara modulus
elastisitas baja (Es) dengan modulus elastisitas beton (Ec).
42 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Es
n= (3.13)
Ec

dengan:
n = nilai rasio modular
Es = modulus elastisitas baja (MPa)
Ec = modulus elastisitas beton (MPa)

Nilai Es yang digunakan sebesar 200.000 MPa, sedangkan nilai Ec diberikan


oleh persamaan berikut:

Ec = Wc1.5 x (0,043) x f 'c (3.14)

dengan:
Ec = modulus elastisitas beton (MPa)
Wc = berat jenis beton (kg/m3)
f’c = kuat tekan beton (MPa)

3.6.3 Metode pelaksanaan

Dalam perencanaan gelagar komposit ada dua macam metode pelaksanaan


yang sering digunakan, yaitu tanpa penunjang atau dengan penunjang.
Perbedaan metode pelaksanaan ini akan berpengaruh pada dukungan
beban.

a. Metode pelaksanaan tanpa penunjang (unshored construction)


Bila dalam proses pelaksanaan menggunakan metode tanpa penunjang,
gelagar baja ditempatkan terlebih dahulu dan akan mendukung berat
sendiri, berat slab beton, dan berat bekisting selama beton belum mengeras.
Setelah beton mengeras dan bekisting dilepas, balok akan berkomposit
dengan slab beton untuk mendukung semua beban mati dan beban hidup
yang bekerja setelah perawatan beton.

b. Metode pelaksanaan dengan penunjang (shored construction)


Sistem pelaksanaan ini dapat mengurangi tegangan beban daya layan,
dengan menumpukkan balok-balok baja pada perancah (shoring), sehingga
berat balok, bekisting, dan beton basah dipikul oleh perancah. Setelah beton
mengeras dan perancah dilepas, penampang akan berperilaku secara
komposit dalam mendukung semua beban.
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 43

3.6.4 Persyaratan gelagar komposit dalam menerima lentur


(flexure)

Profil gelagar baja IWF dalam menerima lentur didefinisikan sebagai


anggota struktural yang menyangga beban-beban transversal tegak lurus
terhadap sumbu longitudinal utama profil IWF, dimana beban-beban yang
bekerja merupakan kombinasi dari momen dan gaya geser. Beban aksial
yang bekerja pada umumnya kecil dan sering diabaikan. Resistensi gelagar
baja IWF dalam menerima lentur sebagian besar tergantung kepada tingkat
stabilitas yang disediakan. Jika sangat stabil dalam menerima beban-beban
yang besar, maka gelagar baja IWF dapat mengembangkan resistensi
momen melebihi momen leleh pertama My sampai dengan terciptanya
resistensi momen plastis penuh Mp.

Kunci yang menentukan besarnya resistensi momen plastis Mp adalah


stabilitas yang memadai dari potongan melintang struktur. Jika global tekuk
lokal dan tekul global terjadi, maka Mp tidak dapat tercapai. Tekuk global
dapat terjadi apabila tidak ada dukungan samping (lateral support) pada
struktur yang menerima lentur, sehingga potongan melintang struktur akan
terpelintir ketika sayap tekan bergerak secara lateral. Perilaku ini
didefinisikan sebagai tekuk torsi lateral/lateral torsional buckling (ٍSetiawan,
A :2008). Pada struktur gelagar komposit, pelat lantai yang menjadi satu
kesatuan dengan gelagar baja memberikan kekangan lateral sehingga tekuk
torsi lateral tidak terjadi. Oleh karena itu hal yang menentukan dalam
menghitung tahanan momen lentur adalah permasalahan tekuk lokal/local
buckling.

Tekuk lokal/local buckling dapat terjadi jika perbandingan lebar-ketebalan


dari elemen yang mengalami tekan terlalu besar, sehingga diperlukan
adanya pembatasan rasio lebar-ketebalan dari elemen yang mengalami
tekan. Perbandingan antara lebar dan ketebalan pada pelat sayap
dinyatakan dengan notasi  f , yang merupakan perbandingan antara lebar
pelat sayap yang mengalami tekan dan ketebalannya. Besarnya nilai f
pada profil I yang digunakan sebagai balok untuk menahan lentur dapat
dihitung dengan Persamaan 3.15 berikut ini:

bf
f  (3.15)
2tf
dengan:
f = nilai kelangsingan pelat sayap
bf= lebar pelat sayap (mm)
tf = tebal pelat sayap (mm)
44 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Selain pada pelat sayap, nilai kelangsingan juga harus ditinjau pada pelat
badan karena akibat lentur maka pelat badan akan mengalami tekan. Nilai
kelangsingan pelat badan dinyatakan dengan notasi w , yang merupakan
perbandingan antara lebar pelat badan dan ketebalannya. Besarnya nilai
w untuk pelat badan dinyatakan dalam Persamaan 3.16 berikut ini:

h
w  (3.16)
tw
dengan:
w = nilai kelangsingan pelat badan
h = lebar pelat badan (mm)
tw= tebal pelat badan (mm)

Dalam peraturan RSNI T-03-2005 diberikan persyaratan perbandingan


maksimum lebar terhadap tebal pelat untuk elemen tertekan. Persyaratan
yang diberikan berupa nilai p yang merupakan nilai maksimum

perbandingan lebar terhadap ketebalan untuk penampang kompak dan r


yang merupakan nilai maksimum perbandingan antara lebar terhadap
ketebalan untuk penampang tidak kompak. Besarnya nilai p dan r
diberikan pada Tabel 3.19 berikut ini.

Tabel 3.19 Nilai p dan r pada balok profil I yang menerima lentur

Elemen  p (kompak) r (tidak kompak)


Pelat sayap balok I dalam 170 370
lentur fy fy  fr
Pelat badan dalam tekan 1680 2550
akibat lentur fy fy
Sumber: SNI 03-1729-2002
Keterangan:
p = nilai kelangsingan maksimum pada penampang kompak

r = nilai kelangsingan maksimum pada penampang tidak kompak


fy = tegangan leleh pada elemen yang ditinjau (MPa)
fr = tegangan sisa pada pelat sayap yang mengalami tekan (MPa)
fr = 70 MPa untuk profil yang dibuat dengan cara dirol
fr = 115 MPa untuk profil yang dibuat dengan cara dilas
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 45

Apabila nilai  pada Persamaan 3.15 dan 3.16 lebih kecil dari pada nilai
p maka penampang elemen tersebut termasuk penampang kompak,
sehingga struktur tersebut akan mampu mengembangkan kemampuannya
sampai seluruh elemennya mengalami tegangan leleh tanpa mengalami
buckling. Jika nilai  terletak di antara nilai p dan r maka penampang
elemen tersebut digolongkan kedalam penampang tidak kompak,
sedangkan apabila nilai  lebih besar dari pada nilai r maka penampang
tersebut digolongkan sebagai penampang langsing.

a. Struktur gelagar penampang kompak

Apabila penampang gelagar baja pada pelat sayap maupun pelat badan
memenuhi  ≤ p , maka penampang tersebut merupakan penampang
kompak. Gelagar komposit dalam daerah momen positif tanpa
menggunakan pengaku badan memanjang dan tanpa lubang pada pelat
sayap profil baja yang tertarik serta sumbu garis netral momen plastis
berada di atas bagian badan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

2hcp E
 3,76 (3.17a)
tw fy

hcp
5
h' (3.17b)

(H  t p  th )
h'   (3.17c)
7,5

dengan:
hcp = tinggi badan profil baja yang tertekan (mm)
tw = ketebalan pelat badan profil baja (mm)
E = modulus elastisitas pada pelat badan (MPa)
fy = tegangan leleh pelat badan (MPa)
 = 0,9 untuk fy ≤ 250 Mpa
= 0,7 untuk fy > 250 Mpa
H = tinggi total gelagar baja (mm)
tp = tebal pelat lantai (mm)
th = tebal bantalan antara pelat lantai dengan serat atas profil baja
(mm)
46 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Pada struktur gelagar komposit kompak, gaya tekan pada slab beton C
dapat dihitung dan merupakan nilai terkecil dari persamaan berikut ini:

C = 0,85 fc’ bp tp + (Afy)c (3.18a)

dengan:
bp = lebar efektif slab beton
tp = tebal slab beton
f’c = kuat tekan slab beton (MPa)
(Afy)c = perkalian luas dan kuat leleh tulangan baja pada slab beton
A adalah luas tulangan dalam slab beton
fy adalah tegangan leleh tulangan baja dalam slab beton

C = (Afy)bf + (Afy)tf + (Afy)w (3.18b)

dengan:
(Afy)bf = hasil kali luas dan tegangan leleh sayap bawah gelagar baja
A = luas sayap bawah profil baja
fy = tegangan leleh sayap bawah profil baja
(Afy)tf = hasil kali antara luas dan tegangan leleh sayap atas gelagar baja
A = luas sayap atas profil baja
fy = tegangan leleh sayap atas profil baja
(Afy)w = hasil kali antara luas dan tegangan leleh badan gelagar baja
A = luas pelat badan profil baja
fy = tegangan leleh pelat badan profil baja

Kedalaman daerah tekan pada slab beton pada slab beton dapat dihitung
dari gaya tekan yang terjadi pada slab yang ditunjukkan pada persamaan
berikut:

C  ( Afy ) c
a= (3.19)
0,85 fc ' b p

Jika gaya tekan yang terjadi pada slab beton lebih kecil dari nilai C di atas
maka bagian atas dari gelagar baja akan mengalami gaya tekan C’ yang
diberikan persamaan berikut:

C' 
 ( Afy )  C
2 (3.20)

dengan  (Afy ) = (Afy) bf + (Afy)tf + (Afy)w

Lokasi garis netral pada profil baja diukur dari tepi atas profil (y) dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 47

Untuk C’< (Afy)tf

C'
y t tf (3.21a)
( Afy ) tf

Untuk C’≤ (Afy)tf

C '( Afy ) tf
y  t tf  D (3.21b)
( Afy ) w

dengan:
t tf = tebal sayap atas profil baja (mm)
D = tinggi pelat badan profil baja (mm)

Distribusi tegangan plastis ditunjukkan seperti Gambar 3.17 berikut ini:

Gambar 3.17 Distribusi tegangan plastis

Kuat lentur nominal penampang Mn ditentukan dengan rumus sebagai


berikut:

1) untuk hcp ≤ h’

Mn = Mp (3.22)

2) untuk h’≤ hcp ≤ 5h’

5M p  0,85M y 0,85M y  M p  hcp 


Mn     (3.23)
4 4  h' 
dengan:
Mp = kapasitas momen plastis gelagar komposit
My = kapasitas momen leleh gelagar komposit
48 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Dengan menggunakan gambar distribusi tegangan plastis pada Gambar


3.16 di atas maka dapat diperoleh besarnya kapasitas momen plastis
sebagai berikut:

Mp= (fybf x Abf x ybf) + (fyw.ten x Aw.ten x yw.ten) (3.24)

dengan:
fybf = tegangan leleh sayap bawah profil baja (MPa)
Abf = luas pelat sayap bawah profil baja (mm2)
ybf = jarak garis netral plastis ke garis netral sayap bawah profil baja
(mm)
fyw.ten = tegangan leleh pelat badan yang mengalami tegangan tarik
(MPa)
Aw.ten = luas pelat badan yang mengalami tegangan tarik (mm2)
yw.ten = jarak garis netral plastis ke garis netral pelat badan yang
mengalami tegangan tarik (mm)

Secara umum konsep yang digunakan dalam menentukan kapasitas momen


plastis adalah dengan ditinjau distribusi tegangan tarik ataupun tekan
terhadap momen yang dihasilkan berdasarkan eksentrisitas gaya terhadap
garis netral plastis. Apabila yang ditinjau adalah pada tegangan tarik maka
besarnya kapasitas momen plastis merupakan jumlah dari momen pada
setiap elemen yang mengalami tegangan tarik. Besarnya momen dapat
dicari dengan menghitung gaya tiap elemen dikalikan dengan jarak dari
garis netral elemen ke jarak garis netral plastis.

Besarnya kapasitas momen leleh (My) dapat dihitung dengan persamaan


berikut:

My = fy x Sbc (3.25)

dengan:
fy = tegangan leleh pada sayap bawah gelagar baja (MPa)
Sbc = momen statis pada sayap bawah beban jangka panjang (mm3)

b. Struktur gelagar penampang tidak kompak

Penampang tidak kompak adalah keadaan dimana serat-serat tertekan akan


menekuk setempat setelah mencapai tegangan leleh tetapi sebelum terjadi
pengerasan tegangan. Penampang tidak kompak memiliki daktilitas terbatas
dan kemungkinan tidak mampu mengembangkan kekuatan lentur plastis
secara penuh. Penampang tidak kompak memenuhi p ≤  f ≤ r .
Kuat lentur nominal pada penampang tidak kompak ditentukan sebagai
berikut:

 f p
M n  M p  (M p  M r ) (3.26)
r   p
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 49

dengan:
Mr = momen batas tekuk pada keadaan  f = r (Nmm)

f = parameter kelangsingan pelat sayap

r = nilai kelangsingan maksimum pada pelat sayap penampang


tidak kompak
p = nilai kelangsingan maksimum pada pelat sayap penampang
kompak

Nilai r dan  p dapat dihitung sesuai Tabel 3.19 sedangkan nilai 


dihitung sesuai Persamaan 3.15. Besarnya momen pada batas tekuk (Mr)
dapat dihitung sebagai berikut:

Mr = Sbc x (fy – fr) (3.27)

dengan:
Sbc = momen statis pada sayap bawah beban jangka panjang (mm3)
fy = tegangan leleh pada sayap bawah gelagar baja (MPa)
fr = tegangan sisa pada sayap bawah gelagar baja (MPa)

3.6.5 Persyaratan gelagar komposit dalam menerima geser


(shear)

Gaya geser ultimit dalam struktur gelagar komposit didukung oleh pelat
badan. Nilai kuat geser nominal pelat badan dipengaruhi oleh adanya
pengaku vertikal. Apabila pelat badan diberikan pengaku dengan jarak antar
pengaku a dan nilai a tersebut kecil maka kuat geser pelat badan diperoleh
dari kuat geser murni dan kuat geser pasca tekuk yang dihasilkan oleh aksi
medan tarik. Namun apabila jarak antar pengaku cukup lebar atau tanpa
pengaku vertikal maka kuar geser hanya diperoleh dari kuat geser murni
saja.

Kekuatan pelat badan dalam menahan geser ditentukan oleh keadaan leleh
pelat badan dan tekuk lokal pada pelat badan. Tekuk pada pelat badan
dapat terjadi pada kondisi tekuk elastis dan tekuk inelastis yang akan
mempengaruhi besarnya kuat geser nominal.

Tegangan tekuk untuk suatu elemen pelat (τcr ) dirumuskan sebagai berikut:

 2 .E.k n
 cr  (3.28)
12(1  v 2 )(h / t w ) 2
5
kn  5  (3.29)
( a / h) 2
50 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

dengan:
E = modulus elastisitas pelat badan (MPa)
v = angka poison
h = tinggi pelat badan (mm)
tw= tebal pelat badan (mm)
a = jarak pengaku vertikal (mm)
Didefinisikan Cv sebagai rasio antara tegangan tekuk geser τcr dengan
tegangan geser leleh τy, maka:

 cr  2 .E.k n
Cv   (3.30)
 y  y .12(1  v 2 )(h /t w ) 2

dengan mensubstitusikan τy = 0,6 fy serta v = 0,3 maka diperoleh Cv untuk


daerah tekuk elastis sebesar:

k n .E 1
Cv  1,5 . (3.31)
fy (h / t w ) 2

dengan fy adalah nilai kuat leleh pelat badan (MPa).


Pada daerah transisi antara tekuk elastis dan tekuk leleh maka akan terjadi
tekuk inelastis dan besarnya τcr untuk daerah ini adalah:

 cr  ( proporsional ).( cr elastis ) (3.32)

dengan mengambil nilai τproporsional = 0,8 τy maka diperoleh nilai Cv yaitu:

 cr 1  2 .E.k n
Cv   0,8. y (3.33)
y y 12(1  v 2 )(h / t w ) 2

dengan menyubstitusikan τy = 0,6 fy serta v = 0,3 maka diperoleh Cv untuk


daerah tekuk inelastis sebesar:

k n .E / fy
Cv  1,10 (3.34)
(h / t w )

Kuat geser nominal untuk elemen pelat badan ditentukan sebagai berikut:

Vn = Cv.(0,6 fy). Aw (3.35)

dengan:
Vn = kuat geser nominal pelat badan (N)
Cv = rasio antara tegangan tekuk geser τcr dengan tegangan geser
leleh τy
E = modulus elastisitas pelat badan (MPa)
fy = kuat leleh pelat badan (MPa)
Aw = luas pelat badan (mm2)
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 51

Untuk mempermudah pemahaman mengenai kuat geser pelat badan,


Salmon, C.G., & Johnson, J.E., dalam Agus Setiawan:2008 membuat grafik
seperti pada Gambar 3.18 sebagai berikut:

C
v

k n .E / fy
Cv  1,10
Vn=0,6.fy.Aw (h / t w )
1

0,8 k n .E 1
Cv  1,5 .
tekuk fy (h / t w ) 2
leleh inelastik

Vn=Cv.0,6.fy.Aw tekuk
h/tw
k n .E k n .E elastik
1,10 1,37
fy fy
Gambar 3.18 Tekuk pelat badan akibat geser murni

Apabila digunakan pengaku vertikal dengan jarak antar pengaku cukup kecil
yaitu dengan nilai perbandingan a/h < 3 maka kekuatan geser pelat badan
akan mendapatkan pengaruh aksi medan tarik yang akan memperbesar nilai
kuat geser nominal (Salmon, C.G., & Johnson, J.E.:1992). Tambahan
kekuatan geser nominal akibat adanya aksi medan tarik adalah:

h.tw.(1  Cv)  1 
Vtf    (3.36)
2  1  (a / h) 2 

Kekuatan geser nominal pelat badan yang memperhitungkan aksi medan


tarik adalah:

 1  Cv 
Vn  0,6. fyw. Aw Cv  
 1,15 1  (a / h) 2 
(3.37)

Pengaku vertikal diberikan apabila nilai Vu ≤ ø Vn atau jika nilai h/tw > 260
Adanya pengaku dapat meningkatkan kapasitas gaya geser nominal lewat
aksi medan tariknya dan dapat mencegah tekuk lokal sehingga pelat badan
dapat menjadi kompak.
52 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Persyaratan pengaturan letak dari pengaku vertikal berdasarkan RSNI T-03-


2005 adalah:

Gambar 3.19 Persyaratan pengaturan letak pengaku vertikal

3.6.6 Persyaratan gelagar komposit dalam menerima


kombinasi geser dan lentur

Gelagar komposit baja beton yang dibebani akan mengalami gaya geser
dan momen lentur. Apabila digunakan profil baja IWF maka gaya geser
tersebut akan secara dominan dipikul oleh bagian pelat badan. Sedangkan
momen lentur yang dialami gelagar tersebut akan didukung oleh bagian
sayap. Pada saat menerima momen lentur yang tinggi, pelat badan
mengalami leleh di bagian dekat sayap sehingga tidak mampu memikul
geser. Pada daerah pertengahan tinggi (kedalaman) badan gelagar, gaya
geser tersebut menyebabkan leleh sehingga bagian badan ini tidak mampu
memikul momen lentur.

Hubungan interaksi antara kuat lentur dengan kuat geser menurut Setiawan,
A (2008),ditunjukkan dalam Gambar 3.20.

Mu/ø Mn
A
1

0,75 B

0,6 1 Vu/ø Vn

Gambar 3.20 Interaksi geser dan lentur

Pada gambar di atas memberikan informasi sebagai berikut:


Untuk Vu/ø Vn ≤ 0,6 maka berlaku Mu ≤ ø Mn
Untuk Mu ≤ ø Mn ≤ 0,75 maka berlaku Vu/ø Vn

Apabila kedua kondisi tersebut tidak terpenuhi maka harus diperhitungkan


interaksi geser dan lentur yang direpresentasikan sebagai garis lurus AB
yang memiliki persamaan:
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 53

Mu 5 Vu
  1,375 (3.38)
 M n 8  Vn
Dalam RSNI T-03-2005, struktur yang mengalami kombinasi gaya geser dan
momen lentur harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Mu V
 0,625 u  1,375 (3.39)
 Mn  Vn
dengan:
Mu = momen ultimit yang bekerja
Mn = momen lentur nominal
Vu = gaya geser yang bekerja
Vn = kuat geser nominal
 = koefisien reduksi = 0,9 untuk geser maupun lentur.

3.6.7 Persyaratan gelagar komposit dalam menerima beban


terpusat

Apabila gelagar diberikan beban secara terpusat maka akan terjadi leleh
lokal akibat terjadinya tegangan tekan yang tinggi dan diikuti dengan tekuk
inelastik pada pelat badan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dihitung kuat
tumpu perlu (Ru) pada profil baja tersebut. Kuat tumpu perlu (Ru) pada pelat
badan harus memenuhi:

Ru ≤  Rb (3.40)

dengan Rb adalah kuat tumpu nominal pelat badan akibat beban terpusat
atau setempat.

Apabila persyaratan tersebut terpenuhi, maka tidak diperlukan pengaku


(stiffner) pada pelat badan. Besarnya Rb ditentukan berdasarkan kondisi
sebagai berikut:

a. Leleh lokal pada pelat badan

Untuk menentukan besarnya kekuatan pelat badan pada kondisi leleh pada
pelat badan maka digunakan keadaan seperti pada Gambar 3.21
k

N + 5k d
N + 2,5k

N
Gambar 3.21 Balok dengan beban terpusat di sekitar tumpuan
54 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Beban terpusat akan mengakibatkan pelat badan pada lokasi sejauh k dari
tepi pelat sayap mengalami kondisi kritis terhadap pelelehan. Berdasarkan
penelitian maka beban tersebut didistribusikan dengan kemiringan 1 : 2,5.

Bila jarak beban terpusat terhadap ujung balok lebih besar dari tinggi balok
d, maka:

Rb = (5k + N) fy tw (3.41a)

Bila jarak beban terpusat terhadap ujung balok lebih kecil atau sama dengan
tinggi balok maka:

Rb= (2,5k + N) fy tw (3.41b)

dengan:
N = dimensi longitudinal tumpuan (mm)
k = tebal sayap ditambah jari-jari peralihan (mm)
fy = tegangan leleh pelat badan (MPa)
tw= tebal pelat badan (mm)

b. Tekuk dukung pelat badan

Kuat pelat badan terhadap tekuk di sekitar pelat sayap yang dibebani
adalah:

1) bila beban terpusat dikenakan pada jarak lebih dari d/2 dari ujung balok:

 t 
1, 5
 Ef t
Rb  0,8t w
2
1  3 N  w   y f
(3.42a)
  d  t f 
  tw
 
2) bila beban terpusat dikenakan pada jarak kurang dari d/2 dari ujung balok
dan untuk N/d ≤ 0,2

  t w   Ef y t f
1, 5
 N 
1  3   
Rb  0,4t w
2
(3.42b)
  d  t f   tw
 
atau, untuk N/d > 0,2:

  N  tw 
1, 5
 Ef t
Rb  0,4t w
2
1  4   0,2
   y f
(3.42c)
  d  t f   tw
  
dengan:
N = dimensi longitudinal pelat perletakan atau tumpuan (mm)
d = tinggi pelat badan (mm)
E = modulus elastisitas pelat badan (MPa)
tw = tebal pelat badan (mm)
tf = tebal pelat sayap (mm)
fy = tegangan leleh pada pelat badan (MPa)
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 55

c. Tekuk lentur pelat badan

Kekuatan pelat badan yang ditinjau terhadap keadaan tekuk lentur akibat
gaya tekan terpusat adalah sebagai berikut:
3
24,08 t w
Rb  Ef y
h (3.43)

dengan:
tw= tebal pelat badan (mm)
h = tinggi pelat badan (mm)
E = modulus elastisitas pelat badan (mm)
fy = tegangan leleh pelat badan (mm)

Apabila kekuatan pelat badan Rb pada perhitungan di atas tidak memenuhi


syarat maka harus dipasang pengaku sehingga memenuhi:

Ru   Rn  As f y (3.44)

dengan As adalah luas pengaku dan fy adalah tegangan leleh pelat pengaku.

Gambar 3.22 Perletakan plat pengaku

3.6.8 Persyaratan lendutan pada gelagar komposit

Perhitungan lendutan secara tepat dengan mempertimbangkan pengaruh


faktor metode konstruksi apakah konstruksi dengan atau tanpa penopang
serta faktor susut dan rangkak pada slab beton.

Pada konstruksi tanpa penopang, terdapat pemisahan perhitungan lendutan.


Sebelum beton mengeras, beban mati primer akan menyebabkan lendutan
awal pada balok baja. Setelah beton mengeras dan berkomposit dengan
56 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

balok baja, beban mati sekunder dan beban hidup akan menyebabkan
lendutan pada penampang komposit.

Pada konstruksi dengan penopang, beban mati primer didukung oleh


penopang (shoring) sehingga tidak menyebabkan lendutan pada balok baja.
Semua beban baik beban mati primer, beban mati sekunder, dan beban
hidup akan didukung oleh struktur komposit apabila beton telah mengeras
dan penopang dilepas. Perhitungan harus dilakukan dengan memperhatikan
fakta bahwa beton akan mengalami rangkak akibat pembebanan jangka
panjang dan terjadinya susut. Perilaku inelastik dapat diperkirakan dengan
mengalikan rasio moduler n dengan suatu faktor yang akan mereduksi bE/n.
Hasilnya berupa momen inersia penampang komposit yang tereduksi untuk
perhitungan defleksi beban mati. Defleksi beban hidup biasanya dihitung
berdasarkan momen inersia penampang komposit elastis.

Gambar 3.23 Beban pada gelagar dengan tumpuan sederhana

Apabila suatu balok bertumpuan sederhana dibebani dengan beban seperti


pada Gambar 3.21, maka besarnya lendutan dapat dihitung dengan
persamaan:

Akibat beban merata Q:

5 Q L4
maks = (3.45)
384 E I
Akibat beban terpusat P:

1 P L3
maks = (3.46)
48 E I
Apabila beban titik yang terdapat pada bentang tidak berada pada tengah-
tengah bentang seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.24 di bawah ini,
maka untuk mencari besarnya lendutan pada tengah bentang digunakan
persamaan:
b

Gambar 3.24 Beban titik pada jembatan


BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 57

P.b(3L2  4b 2 )
δLL = (3.47)
48E s I XC 1
dengan:
δLL = lendutan pada tengah bentang akibat beban titik (mm)
L = bentang jembatan (mm)
b = jarak beban titik dari tumpuan dengan syarat b ≤ 0,5 L (mm)
P = beban titik pada jembatan (mm)
IXC1 = momen inersia komposit pada beban jangka pendek (mm4)

Dalam peraturan RSNI T-03-2005, disebutkan bahwa balok di atas dua


tumpuan atau gelagar menerus, lendutan maksimumnya adalah 1/800 ×
bentang. Sedangkan pada jembatan di daerah perkotaan yang sebagian
jalur digunakan pejalan kaki, batasan tersebut adalah 1/1.000 × bentang.
Lendutan di ujung kantilever tidak boleh melampaui 1/300 × panjang
kantilever. Sedangkan pada jembatan di daerah yang sebagian jalur
digunakan pejalan kaki, maka batasan lendutan pada kantilever tersebut
adalah 1/375 × bentang.

3.6.9 Perencanaan penghubung geser

Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja harus dipikul oleh
sejumlah penghubung geser sehingga tidak terjadi slip pada saat masa
layan. Dalam RSNI T-03-2005 perencanaan penghubung geser dilakukan
pada kondisi daya layan dan tidak perlu diperiksa pada kondisi ultimit.

Sumber: http://www.steel-bridges.com/images/content/site_1/stud-fixing.gif
Gambar 3.25 Jenis shear connector
58 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Besarnya gaya geser memanjang rencana per satuan panjang, VL* dihitung
dengan menggunakan persamaan:

V * . At .Yc
VL* = (3.48)
It
dengan:
VL* = gaya geser arah memanjang rencana tiap satuan panjang (N)
V* = gaya geser rencana dalam keadaan batas daya layan (N)
At = luas slab beton transformasi (mm2)
Yc = jarak garis netral penampang komposit terhadap titik berat luas
slab beton transformasi (mm)
It = momen inersia komposit penampang komposit (mm4)

Gaya geser memanjang rencana VL* , harus memenuhi persyaratan berikut


ini:

VL*≤  (3.49)

VLs= 0,55 n Vsu (3.50)

dengan:
Vsu = kekuatan geser statik dari penghubung (N)
 = faktor reduksi,bernilai 0,9 untuk geser
n = jumlah penghubung geser per satuan panjang

Ukuran dan jarak antara penghubung dapat dipertahankan konstan pada


setiap panjang dimana gaya geser rencana maksimum per satuan panjang
tidak melebihi kapasitas geser dengan lebih dari 10%. Ukuran dan jarak
antara penghubung geser pada ujung tiap bentang harus dipertahankan
untuk paling sedikit 10% panjang tiap bentang.

Berdasarkan standar jembatan gelagar komposit, jenis penghubung geser


yang digunakan adalah jenis stud bolts. Penghubung geser jenis ini
termasuk dalam kategori penghubung geser dengan jenis paku. Menurut
Raju, N.K (1991) kekuatan penghubung geser jenis ini dapat dihitung
sebagai berikut:

a. Untuk stud connector dari baja dengan fu = 460 MPa dan fy = 360 MPa
dan mempunyai perbandingan (h/d) ≤ 4,2 maka:

Vsu  48.h.d . fc (3.51)

b. Untuk stud connector dari baja dengan fu = 460 MPa dan fy = 360 MPa
dan mempunyai perbandingan (h/d) > 4,2 maka:

Vsu 196.d 2 . fc (3.52)

dengan:
Q = kekuatan geser satu buah penghubung geser jenis stud (N)
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 59

h = tinggi stud connector (mm)


d = diameter stud connector (mm)
fc = kuat tekan pelat lantai (MPa)

Spasi antar shear connector dalam arah memanjang dihitung dengan


persamaan:

N .Q
n *
(3.53)
VL
dengan:
n = jarak antar shear connector dalam arah memanjang (mm)
N = jumlah shear connector dalam satu baris
Q = kekuatan geser satu buah penghubung geser jenis stud (N)
*
VL = gaya geser arah memanjang rencana tiap satuan panjang (N)

3.6.10 Perencanaan Sambungan Pada Gelagar

Pada jembatan dengan gelagar baja maka keterbatasan panjang profil


menjadi hal yang perlu diperhatikan. Dalam standar jembatan gelagar
komposit, ditentukan panjang profil maksimum 6 m atau 12 m. Apabila
digunakan panjang profil maksimum 12 m maka penempatan sambungan
pada masing-masing bentang jembatan diatur sebagai berikut:

a. Bentang 10 m : tidak ada sambungan


b. Bentang 15 m : 12 m + 3 m
c. Bentang 20 m : 4 m + 12 m + 4 m

Gambar 3.26 Letak sambungan badan dan sambungan sayap

Sambungan pada gelagar digunakan alat sambung berupa baut mutu tinggi.
Pada sambungan ini digunakan pelat sambung pada bagian sayap maupun
badan. Gaya yang bekerja pada sambungan adalah gaya geser dan momen
lentur. Perencanaan sambungan baut harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
60 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

a. Menentukan konfigurasi jarak antar baut

s1

s1

s1 s s s1 s1 s s s1

Gambar 3.27 Denah susunan baut

Persyaratan jarak antar baut diatur sebagai berikut:


1,5 df ≤ s1 ≤ (4tp + 100) atau 200 mm
2,5 df ≤ s ≤ 15tp atau 200 mm
dengan:
df= diameter nominal baut
tp = tebal pelat tertipis dalam sambungan

b. Perencanaan sambungan berdasarkan gaya geser yang bekerja

Sambungan yang digunakan pada gelagar adalah tipe sambungan lurus


dengan menggunakan pelat sambung dan baut mutu tinggi sebagai alat
sambung. Pada penggunaan baut mutu tinggi persyaratan gaya tarik
minimum alat sambung ditentukan dalam Tabel 3.20 sedangkan luas baut
diberikan dalam Tabel 3.21.

Tabel 3.20 Gaya tarik baut minimum

Diameter nominal baut Gaya tarik minimum


(mm) (kN)
16 95
20 145
24 210
30 335
36 490
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 61

Tabel 3.21 Luas baut

Diameter nominal baut Luas baut (mm2)


df (1)
Ae (2) As (3) A0 (4)
16 144 157 201
20 225 245 314
24 324 353 452
30 519 561 706
36 759 817 1016
Catatan:
Ae (2) = Luas inti baut, diukur pada diameter lebih kecil dari benang
As (3) = Luas untuk menghitung kekuatan tarik
A0 (4) = Luas bagian polos nominal baut berdasarkan diameter nominal

Kuat tarik minimum baut (fuf ) dinyatakan dalam satuan Mega Pascal (MPa)
dapat dihitung dengan cara:

T
f uf  (3.54)
As

dengan:
fuf = kuat tarik minimum baut (MPa)
T = gaya tarik minimum baut, Tabel 3.20 (N)
As = luas baut, Tabel 3.21 (mm2)

Kekuatan nominal satu buah baut (Vf ) yang memikul gaya geser harus
memenuhi persamaan:

Vf = 0,62 fuf kr (nn Ae+nx Ao) (3.55)

dengan:
fuf = kekuatan tarik minimum baut (MPa)
kr = faktor reduksi, untuk memperhitungkan panjang sambungan
lebih Lj yang di baut, untuk semua sambungan lain, kr = 1,0
nn = jumlah bidang geser melalui bagian baut
Ae = luas diameter lebih kecil pada baut (mm2)
nx = jumlah bidang geser melalui bagian baut
Ao = luas batang polos nominal pada baut (mm2)

Kekuatan tumpuan nominal pelat lapis (Vb) yang memikul gaya geser
dihitung sebagai berikut:

Vb = 3,2 df tp fup (3.56)

dengan:
df= diameter baut (mm)
tp = tebal pelat lapis (mm)
fup = kuat tarik pelat lapis (MPa)
62 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Kekuatan nominal sambungan baut dalam menahan gaya geser, untuk satu
buat baut (Vn) diambil sebagai nilai terkecil dari Vf dan Vb di atas.

Suatu baut yang memikul gaya geser terfaktor, Vu harus memenuhi:

Vu ≤  Vn (3.57)

dengan:
Vn = kekuatan geser nominal satu buah baut (N)
 = faktor reduksi yang diambil sebesar 0,75

Jumlah baut yang diperlukan (n) pada sambungan dapat dihitung dengan
persamaan:

Vu
n (3.58)
 Vn
Pada sambungan gelagar yang terdapat pada pelat sayap, maka
sambungan tersebut didesain sebagai sambungan yang menahan gaya
tarik. Besarnya kekuatan tarik pada pelat sayap dihitung dengan
persamaan:

M max
Tuf  (3.59)
h
dengan:
Tuf = gaya yang bekerja pelat sayap (kN)
Mmax = kapasitas momen nominal gelagar (kNm)
h = tinggi profil baja (m)

Kekuatan baut dalam menahan gaya tarik dihitung berdasarkan Persamaan


3.60 sebagai berikut:

Ntf = As fuf (3.60)

dengan:
As = luas tegangan tarik baut (mm2)
fuf = kekuatan tarik minimum baut (MPa)

3.7 Perencanaan Perletakan Jembatan

Karet sintetis atau bantalan neoprene sudah digunakan secara luas sebagai
perletakan jembatan karena ekonomis dan hanya membutuhkan biaya
perawatan yang kecil. Bantalan neoprene memiliki beberapa karakteristik
yaitu kompak, tahan cuaca, dan tahan api. Oleh karena itu sekarang ini
perletakan elastomerik sudah hampir sepenuhnya menggantikan
penggunaan perletakan steel rocker dan perletakan roll. Chlorophene
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 63

adalah bahan mentah utama yang akan digunakan oleh IRC: 83 (Part II)-
1987 untuk pembuatan perletakan elastomer.

Elastomer yang digunakan untuk perletakan jembatan harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut:

a. Derajat kekerasan elastomer harus berada pada kisaran (60 ± 5) IRHD


(International Rubber Hardness Scale). Skala ini memiliki rentang antara
0 sampai 100. Sebagai perbandingan, derajat kekerasan untuk
penghapus adalah 30 dan untuk ban mobil adalah 60;
b. Daya rentang regangan ultimit minimum yang menyebabkan kegagalan
tidak boleh kurang dari 400%;
c. Modulus geser dari perletakan elastomerik tidak boleh kurang dari 0,8
N/mm2 atau lebih dari 1,20 N/mm2.

Gambar 3.28 Perletakan tumpuan

Gambar 3.29 Posisi gelagar jembatan komposit pada tumpuan


64 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Garis besar spesifikasi perancangan untuk perletakan elastomerik


sebagaimana yang tercantum dalam IRC: 83 (Part II)-1987 adalah sebagai
berikut:

a. Dimensi perletakan elastomerik standar dijabarkan dalam Tabel 3.5


meskipun demikian, cara interpolasi tetap diizinkan asalkan kriteria
perancangan terpenuhi;
b. Pada area bantalan perletakan, tegangan tekan yang nantinya terjadi
pada beton harus benar-benar berada pada batasan-batasan yang
diizinkan;
c. Beban vertikal rencana Nd harus berada pada batasan-batasan Nmax
dan Nmin yang tercantum dalam Tabel 3.22;
d. Rasio panjang total terhadap lebar harus sama dengan atau kurang dari
2.
e. Tebal total perletakan harus bernilai antara 1/5 sampai 1/10 dari lebar
total;
f. Ketebalan lapisan dalam dari elastomer hi, ketebalan lapisan laminasi
hs, dan ketebalan lapisan elastomer pernutup atas dan bawah hc,
ditentukan berdasarkan ketentuan di bawah ini:
hi (mm) 8 10 12 16
hi (mm) 3 3 4 6
hi (mm) 4 5 6 6
g. Pelindung samping elastomer untuk laminasi baja setebal 6 mm.
h. Ketebalan perletakan elatomerik harus memadai untuk membatasi
terjadinya regangan geser yang terjadi akibat adanya beban atau
pergerakan horizontal yang menyebabkan rangkak, penyusutan dan
temperatur pada nilai kurang dari 0,7 tanpa adanya analisis yang akurat.
Regangan geser Δbd akibat rangkak, susut dan temperatur dapat
ditentukan dengan asumsi regangan total untuk pelat beton lantai
kendaraan dengan perkuatan biasa sebesar 5 x 10-4.
i. Faktor bentuk (shape factor) harus lebih besar dari 6 dan kurang dari 12.
j. Jumlah lapisan elastomer (elastomeric layers) harus memenuhi
persamaan berikut:

αd = β.n. αbi.max (3.61)

dengan:
αd = sudut rotasi yang bisa diambil sebesar (400 Mmax L)/(EI)
10-3
n = jumlah lapisan elastomer
β = (σm)/( σm.max)
σm = tegangan tekan rerata
σm.max = 10 N/mm2
σbi.max = (0,5 σm hi)/(b.s2)
k. Dalam kondisi pembebanan kritis, batasan-batasan di bawah ini harus
terpenuhi untuk memastikan adanya gesekan/friksi yang mencukupi:
Regangan geser ≤ 0,2 + 0,1 σm
BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton | 65

10 N/mm2 ≥ σm ≥ 2 N/mm2
l. Tegangan geser total akibat beban normal dan horizontal serta rotasi
harus kurang dari 5 N/mm2.
Tegangan geser akibat beban normal = τc = (1,5 σm)/S N/mm2
Tegangan geser akibat beban horizontal = regangan geser = τr N/mm2
Tegangan geser akibat rotasi = τa = 0,5 (b/hi)2 σbi N/mm2
m. Dimensi standar perletakan elastomerik dan data spesifikasi
perancangan tercantum dalam Tabel 3.22.

Tabel 3.22 Dimensi standar perletakan elastomer (IRC: 83-Part II-1987)


66 | BAB III Analisis Perencanaan Jembatan Gelagar Komposit Baja - Beton

Informasi umum

Pemilihan Profil

Section
Properties

Design Lentur Design Geser Design Kuat


Tumpu Pelat
Badan

Cek kelangsingan Cek syarat ketebalan


pelat sayap dan pelat pelat badan Hitung kuat Hitung kuat
badan terhadap pengaku tumpu tumpu
berdasarkan berdasarkan
leleh pada tekuk pada
Kompak sayap dan sayap dan
? badan (Rb) badan (Rb)
Cek kelangsingan
pelat badan
Tidak Ya

Momen Nominal Momen Nominal


(Mn) (Mn) Kuat Geser
Nominal (Vn) Tentukan nilai
Rb terkecil

Momen Kuat Geser


Resistensi Resistensi Ru ≤ 
Mr =  Mn Vr =  Vn Rb?

Cek kombinasi Tidak Ya


geser dan lentur

Design
pengaku

Tidak Aman? Ya

Cek Lendutan

Tidak Aman?

Ya

SELESAI

Gambar 3.30 Bagan alir perencanaan gelagar komposit

Anda mungkin juga menyukai