Anda di halaman 1dari 6

RETINOPATI DIABETIK (tanda & gejala, serta patologi)

Retinopati diabetik pada stadium awal tidak memiliki tanda dan gejala yang spesifik,
tanda dan gejala spesifik baru terjadi pada kondisi retinopati diabetik stadium lanjut
dimana ditandai dengan sebaga berikut:
1. Kadar gula darah
2. HbA1c yang relatif tinggi
3. Pandangan kabur (pada kondisi edema makula) dan juga pandangan kabur
seperti tertutup bayangan hitam (pada kondisi perdarahan vitreus ).
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis retinopati
diabetika diantaranya :
 Kadar Gula Darah ( Sewaktu, Gula I-II )
 Kadar HbA1C
 Pemeriksaan segmen anterior bola mata dengan slitlamp
 Pemeriksaan segmen posterior bola mata dengan ophthalmoscope maupun
condensing lens.
Pemeriksaan segmen posterior bola mata akan menunjukkan seberapa berat
komplikasi diabetes melitus pada mata pasien. Apakah pasien tersebut berada pada
stadium ringan sedang ( non proliferative diabetic retinopathy ) atau berada pada
stadium sedang berat ( proliferative diabetic retinopathy .
Pada stadium ringan sedang (non proliferative diabetic retinopathy) pasien diberikan
edukasi untuk mengatur diet dan kadar gula darah dipertahankan < 200 mg/dl. Selain
itu pasien diminta untuk kontrol evaluasi tajam penglihatan dan kondisi syaraf mata
secara berkala antara 6 bulan- 1 tahun sekali.
Pada stadium sedang berat ( severe non proliferative diabetic retinopathy dan
proliferative diabetic retinopathy ) selain hal tersebut diatas perlu juga dilakukan
tindakan sesuai dengan derajat berat penyakitnya antara lain :
 Laser fotokoagulasi retina ( pan retinal photocoagulation, focal laser
photocoagulation )
 Injeksi steroid atau pun injeksi anti-VEGF didalam bola mata
 Operasi Vitrektomi, pada kondisi stadium lanjut bila terdapat perdarahan
vitreus yang tidak hilang, ablasio retina, traksi pada retina yang melibatkan
makula.
Retinopati diabetik stadium ringan sedang apabila kondisi gula darah terkontrol baik
dengan evaluasi yang teratur memiliki prognosis yang baik. Namun apabila kadar
gula darah tidak terkontrol baik mengakibatkan perburukan kondisi syaraf mata dan
membutuhkan tindakan pembedahan seperti vitrektomi maka prognosisnya tidak
sebaik stadium ringan (yankes.kemkes.go.id/read-retinopati-diabetik-5913.html)

Gejala Nefropati Diabetik


Pada tahap awal perkembangannya, nefropati diabetik seringkali tidak menunjukkan
gejala apa pun. Namun bila kerusakan ginjal terus berlanjut, akan timbul sejumlah
gejala, seperti:
 Frekuensi buang air kecil meningkat atau sebaliknya.
 Gatal-gatal.
 Hilang nafsu makan.
 Insomnia.
 Lemas.Mata bengkak.
 Mual dan muntah.
 Pembengkakan pada lengan dan tungkai.
 Sulit berkonsentrasi.
 Terdapat protein dalam urine dan urine berbusa.
Penyebab Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik terjadi ketika diabetes menyebabkan kerusakan dan terbentuknya
jaringan parut pada nefron. Nefron adalah bagian ginjal yang berfungsi menyaring
limbah dari darah, dan membuang kelebihan cairan dari tubuh. Selain menyebabkan
fungsinya terganggu, kerusakan tersebut juga membuat protein yang disebut albumin
terbuang ke urine dan tidak diserap kembali. Belum diketahui mengapa kondisi di
atas terjadi pada penderita diabetes, tetapi diduga terkait dengan tingginya kadar gula
dan tekanan darah, dua kondisi yang dapat mengganggu fungsi ginjal. Selain kadar
gula darah yang tinggi (hiperglikemia) dan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang
tidak terkontrol, faktor lain yang dapat meningkatkan risiko nefropati diabetik adalah:
 Merokok.
 Menderita diabetes tipe 1 sebelum usia 20 tahun.
 Menderita kolesterol tinggi.
 Memiliki berat badan berlebih.
 Memiliki riwayat diabetes dan penyakit ginjal dalam keluarga.
 Menderita komplikasi diabetes lain, seperti neuropati diabetik.
(Shahbazian, dkk. 2013).
Diagnosis Nefropati Diabetik
Pasien terserang nefropati diabetik bila penderita diabetes mengalami sejumlah gejala
yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun untuk memastikannya, dokter dapat
melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memeriksa fungsi ginjal, seperti:
1. Tes BUN (blood urea nitrogen) atau ureum. Tes ini bertujuan untuk
mengukur kadar urea nitrogen dalam darah. Urea nitrogen adalah zat sisa
metabolisme yang normalnya disaring oleh ginjal dan dibuang bersama urine.
Kadar BUN normal tergantung kepada usia dan jenis kelamin, yaitu 8-24
mg/dL pada pria dewasa, 6-21 mg/dL pada wanita dewasa, dan 7-20 mg/dL
pada anak usia 1-17 tahun.
2. Tes kreatinin. Tes ini dilakukan untuk mengukur kadar kreatinin dalam
darah. Sama seperti urea nitrogen, kreatinin juga merupakan limbah sisa
metabolisme, yang normalnya dibuang bersama urine. Umumnya, kreatinin
normal pada individu usia 18-60 tahun berkisar antara 0.9-1.3 mg/dL untuk
pria, dan 0.6-1.1 mg/dL untuk wanita.
3. Tes LFG (laju filtrasi glomerulus). Tes LFG adalah jenis tes darah yang
dilakukan untuk mengukur fungsi ginjal. Makin rendah nilai LFG, makin
buruk fungsi ginjal dalam menyaring limbah, sebagaimana akan dijelaskan di
bawah ini:
 Stadium 1 (LFG 90 ke atas): ginjal berfungsi dengan baik.
 Stadium 2 (LFG 60-89): gangguan ringan pada fungsi ginjal.
 Stadium 3 (LFG 30-59): gangguan fungsi ginjal tahap menengah.
 Stadium 4 (LFG 15-29): gangguan berat pada fungsi ginjal.
 Stadium 5 (LFG 15 ke bawah): gagal ginjal.
4. Tes urine mikroalbuminuria. Pasien dapat diduga menderita nefropati
diabetik bila urine mengandung protein yang disebut albumin. Tes dapat
dilakukan dengan mengambil sampel urine pasien secara acak di pagi hari
atau ditampung selama 24 jam. Kadar albumin dalam urine masih terbilang
normal bila di bawah 30 mg. Sedangkan kadar albumin dalam kisaran 30-300
mg (mikroalbuminuria), menandakan kondisi penyakit ginjal tahap awal. Bila
lebih dari 300 mg (makroalbuminuria), kondisi tersebut menandakan penyakit
ginjal yang sudah berkembang lebih parah.
5. Uji pencitraan. Dokter dapat melakukan USG ginjal atau foto Rontgen,
untuk melihat struktur dan ukuran ginjal pasien. CT scan dan MRI juga dapat
dilakukan guna menilai kondisi sirkulasi darah di ginjal.
6. Biopsi ginjal. Bila diperlukan, dokter dapat mengambil sedikit sampel
jaringan dari ginjal pasien. Sampel tersebut akan diambil dengan jarum halus
dan diteliti menggunakan mikroskop.
(Nazar, C. 2014)
Pengobatan Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik tidak dapat diobati, namun perkembangannya dapat dicegah agar
tidak semakin parah. Pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk mengendalikan
kadar gula darah dan tekanan darah tinggi. Metode pengobatan meliputi pemberian
obat-obatan, seperti:
 Obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitor) atau ARB
(angiotensin II receptor blocker), untuk menurunkan tekanan darah tinggi
sekaligus menahan bocornya albumin ke urine.
 Obat penurun kolesterol, seperti statin, untuk menangani kolesterol tinggi,
salah satu faktor risiko nefropati diabetik.
 Insulin, untuk menurunkan kadar gula darah.
Selain pemberian obat-obatan, dokter juga akan menganjurkan pasien menjalani pola
makan yang lebih ketat. Di antaranya dengan membatasi asupan protein, mengurangi
asupan sodium atau garam kurang dari 1500-2000 mg/dL, membatasi konsumsi
makanan tinggi kalium seperti pisang dan alpukat, serta membatasi konsumsi
makanan tinggi fosfor seperti yoghurt, susu, dan daging olahan.
Bila pasien nefropati diabetik mengalami gagal ginjal tahap akhir, dokter dapat
menyarankan pasien untuk menjalani terapi pengganti ginjal. Prosedur ini bertujuan
untuk membersihkan darah dari limbah sisa metabolisme. Bentuk terapi pengganti
ginjal bias berupa cuci darah menggunakan mesin (hemodialisis) 2-3 kali seminggu,
cuci darah melalui perut atau peritoneal dialysis (CAPD), atau transplantasi ginjal.
(Mayo Clinic. 2016).
Pencegahan Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik dapat dihindari dengan cara memperbaiki gaya hidup melalui
langkah-langkah sederhana, seperti: (NIH. 2017)
 Menangani diabetes dengan benar. Penanganan diabetes yang benar dapat
menunda atau bahkan mencegah nefropati diabetik.
 Menjaga tekanan darah dan kesehatan secara umum. Individu dengan
faktor risiko nefropati diabetik disarankan untuk rutin mengunjungi dokter
guna mewaspadai tanda-tanda kerusakan ginjal.
 Ikuti petunjuk penggunaan obat. Gunakan obat dengan benar, khususnya
bila pasien nefropati diabetik mengonsumsi obat pereda nyeri golongan obat
antiinflamasi nonsteroid. Penggunaan obat yang tidak sesuai petunjuk bisa
memicu kerusakan ginjal.
 Menjaga berat badan ideal. Lakukan olahraga rutin beberapa hari dalam
seminggu agar berat badan ideal tetap terjaga. Bagi penderita obesitas,
konsultasikan dengan dokter mengenai cara menurunkan berat badan yang
tepat.
 Berhenti merokok. Rokok dapat merusak ginjal dan memperparah kondisi
ginjal yang sudah rusak.
Komplikasi Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik merupakan penyebab terbanyak penyakit ginjal kronis atau gagal
ginjal kronis tahap akhir di Indonesia dan di dunia. Di Indonesia sendiri, 52 persen
pasien yang menjalani cuci darah diakibatkan oleh nefropati diabetik.
Komplikasi lain akibat nefropati diabetik yang dapat berkembang secara bertahap
dalam hitungan bulan atau tahun, antara lain: (NIH. 2017)
 Luka terbuka di kaki.
 Anemia atau kekurangan sel darah merah.
 Kenaikan kadar kalium dalam darah (hiperkalemia) secara mendadak.
 Retensi cairan yang dapat memicu pembengkakan di tangan, kaki, atau paru-
paru (edema paru).

Refrenc:
Nazar, C. (2014). Diabetic Nephropathy; Principles of Diagnosis and Treatment of
Diabetic Kidney Disease. Journal of Nephropharmacology, 3(1), pp. 15-20.
Shahbazian, H. Rezaii, I. (2013). Diabetic Kidney Disease; Review of the Current
Knowlegde. Journal of Renal Injury Prevention, 2(2), pp. 73-80.
Indonesian Renal Registry (2016). 9th Report of Indonesian Renal Registry.
NIH (2017). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases.
Diabetic Kidney Diseases.
Mayo Clinic (2016). Diseases and Conditions. Diabetic Nephropathy.

Anda mungkin juga menyukai