OLEH KELOMPOK 3:
RONALDO SITEPU (4192421010)
NADIYA SYAHPITRI (4192421025)
TARA PUSPITA SARI RITONGA (4191121021)
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah Strategi belajar mengajar fisika yang beretema TEORI BELAJAR KOGNITIVISME
yang berjudul “HUBUNGAN TEORI BELAJAR KOGNITIVISME DENGAN
PEMBELAJARAN FISIKA”, dapat diselesaikan dengan baik, dan dengan bimbingan dosen
pengampu mata kuliah strategi belajar mengajar fisika ibu Dr. Sondang R Manurung, M.Pd
Besar harapan penulis dengan terselesaikannya makalah ini dapat menjadi bahan untuk dapat
meningkatkan interaksi belajar mengajar dan mudah-mudahan isi dari makalah ini dapat di ambil
manfaatnya oleh semua pihak yang membaca makalah ini.
Tak lupa, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat
banyak kesalahan dalam makalah ini. Penulis juga sangat menyadari apa yang penulis susun ini
sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bisa membangun penulis dalam upaya memperbaiki karya-karya penulis selanjutnya.
Kurang lebinya makalah ini kami susun sebaik-baiknya kami ucapkan sekian dan terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................4
2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitivisme..................................................................................4
2.2 Tokoh yang berperan dalam Teori Belajar Kognitivisme......................................................5
2.3 Prinsip-prinsip Teori Belajar Kognitivisme.........................................................................11
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitivisme......................................................12
2.5 Aplikasi teori-teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran............................................13
2.6 Hubungan teori belajar kognitivisme dengan pembelajaran fisika......................................15
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................17
3.2 Saran.....................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................18
Pertanyaaan dan Jawaban..............................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam psikologi dan pendidikan, pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai proses
yang menyatukan pengaruh kognitif, emosional, dan lingkungan dan pengalaman untuk
memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan dalam pengetahuan seseorang,
keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2004; Ormrod, 1995). Hal ini juga dianggap
sebagai cara di mana informasi diserap, diproses, dan disimpan. “Teori Belajar” adalah hipotesis
rumit yang menggambarkan bagaimana sebenarnya prosedur ini terjadi. Teori belajar memiliki
dua nilai utama menurut Hill (2002), Salah satunya adalah dalam menyediakan kita dengan kosa
kata dan kerangka kerja konseptual untuk menafsirkan contoh pembelajaran yang kita amati.
Yang lainnya adalah dalam mengusulkan dimana kita seharusnya mencari solusi untuk masalah
praktis. Teori-teori tidak memberikan solusi, tetapi mengarahkan perhatian kita pada variabel
yang penting dalam menemukan solusi (Widiyati, 2014).
BAB II
2
PEMBAHASAN
Pada akhir 1950-an, teori belajar mulai berubah daripenggunaan teori belajar perubahan
tingkah laku (behaviorisme)menjadi pendekatan yang mengandalkan teori belajar dari ilmu
kognitif. Psikolog dan pendidikmulaitidak menekankan perhatian pada perilaku yang tampak dan
lebih menekankan pada proseskognitif yang lebih kompleks seperti berpikir, pemecahan
masalah, bahasa, pembentukan konsep danpemrosesan informasi(Snelbecker dalam Ertmer dan
Newby, 2013).
Kognitif menurut definisi mengacu pada individu memainkan peran dengandunia luar
melalui sensasi,persepsi, ingatan, imajinasi, penilaian,penalaran, pemikiran, dan fungsi yang
dikenal lainnya, melalui pemahamanberbagai hal atau sifat dari adegan yang ada di dunia luar
untukmemiliki pemahamanpenuh tentang hubungan di antara hal-hal ini dan adegan atau
peranaturan serta perilaku. Secarakeseluruhan, proses kognitif termasukmemperoleh
keterampilan mental, pembentukan pengetahuan, pengembanganbahasa, pengolahan dan
penerapan informasi, mental tingkat tinggikegiatan, danpertumbuhan struktur mental, dll.
Singkatnya, kognisi mengacu padaproses bagaimana seseorang “mendapatkan pengetahuan”
(Liao, 2012 : 168).
Teori pembelajaran digunakan dalam upaya untuk menjelaskan bagaimana orang dewasa
dan anak-anak belajar, hal ini memungkinkan kita untuk sepenuhnya memahami proses
kompleks yang terlibat dalam pembelajaran.Pembelajaran kognitif dalam arti luasnya mengacu
3
pada proses mental persepsi, memori, penilaian dan penalaran (Blanchette dan Richards, 2010).
Pembelajaran kognitif adalah proses atau tindakan mengetahui. Hal ini berfokus pada bagaimana
pengalaman seseorang sebelumnya dapat dipengaruhi oleh lingkungannya atau interaksi dengan
orang lain untuk menghasilkan perubahan dan pertumbuhan dalam cara berpikirnya. Ada banyak
kebingungan tentang bagaimana mendefinisikan pembelajaran kognitif dengan benar. Arhem dan
Liljenström (dalam Strauch dan Al Omar, 2014) mendefinisikan kognisi sebagai “pemrosesan
pengetahuan yang dimediasi oleh sistem saraf terpusat disarankan terutama untuk didasarkan
pada prinsip yang sama seperti proses adaptasi non-saraf”. Peterson, et. al (2009 : 519)
menemukan dalam studi mereka dari enam puluh lima peserta, bahwa gaya kognitif dipandang
sebagai stabil, bawaan dan terkait erat dengan mekanisme pemrosesan informasi yang
mendasari. Gaya belajar dilihat sebagai variabel, tergantung pada lingkungan dan dijelaskan
dalam dari efeknya yang lebih luas pada perilaku belajar - bukan efeknya pada proses kognitif.
Para ahli teori kognitif percaya bahwa itu adalah proses kognitif yang mempengaruhi
pembelajaran.
Tahap pra-operasional biasanya terjadi selama periode antara masa batita (18-24 bulan) dan
masakanak-kanak (7 tahun)tahun). Selama tahap ini anak mulai menggunakan bahasa; memori
dan imajinasijuga berkembang. Pada tahap pra-operasional,anak-anak terlibat dalam membuat
percaya dan dapatmemahami dan mengekspresikan hubungan antara masa lalu dan masa depan.
5
Lebihkonsep yang kompleks, seperti hubungan sebab dan akibat, belum dipelajari. Kecerdasan
bersifat egosentris danintuitif, bukanlogis.Tahap operasional konkrit biasanya berkembang antara
usia 7-11 tahun. Perkembangan intelektual pada tahap ini adalahditunjukkan melalui penggunaan
manipulasi simbolyang logis dan sistematis, yang terkait dengan benda-benda konkrit.Berpikir
menjadi kurang egosentrikdengan meningkatkan kesadaran akan peristiwa eksternal, dan
melibatkan referensi konkrit.Periode dari masa remaja hingga dewasa adalah tahap operasional
formal. Remaja dan orang dewasa menggunakan simbol yang terkaituntuk konsep abstrak.
Remaja dapat berpikir tentang berbagaivariabel dengan cara sistematis, dapat merumuskan
hipotesis, danpikirkan tentang hubungan dan konsep abstrak.Piaget percaya bahwa
perkembangan intelektual adalah proses seumur hidup, tetapiketika pemikiran operasional formal
tercapai,tidak diperlukan struktur baru. Perkembangan intelektualpada orang dewasa melibatkan
pengembangan skema yang lebih kompleks melaluipenambahan pengetahuan ( Zhou dan Brown,
2015 : 13-14).
b. Jerome Bruner
Jerome S. Bruner (1915) adalah salah satu psikolog terkenal dan berpengaruh pada abad ke-
20.Dia adalah salah satu tokoh kunci dalam apa yang disebut 'revolusi kognitif' - tetapi itu
adalahbidang pendidikan yang sangat dirasakan pengaruhnya. Buku-bukunya “Proses
Pendidikan danMenuju Teori Instruksi” telah dibaca secara luas dan diakui sebagai klasik, dan
karyanya pada program studi sosial - Man: A Course of Study (MACOS) - pada pertengahan
1960-an adalah tengara di pengembangan kurikulum. Baru-baru ini Bruner telah menjadi kritis
terhadap 'revolusi kognitif' dan telah melihat pada pembangunan psikologi budaya yang
mempertimbangkan dengan tepat konteks historis dan sosial para peserta. Dalam bukunya tahun
1996, The Culture of Education, argumen-argumen ini dikembangkan sehubungan dengan
pendidikan (dan pendidikan lebih umum). “Bagaimana seseorang menganggap pendidikan”,
tulisnya, “kita akhirnya bisa mengenali, adalah fungsi dari bagaimana seseorang memahami
budaya dan tujuannya, menyatakan dan sebaliknya” ( Smith dalam Bruner 1996: ix-x).
Jerome Bruner mengembangkan teori perkembangan mental, yang mendeskripsikan bahwa
terjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh cara mengatur materi pelajaran. Proses belajar
terjadi melalui tahap-tahap, yaitu : a) manipulasi objek langsung (enactive); b) representasi
gambar (iconic); c) manipulasi symbol (symbolic). Tahap enaktif adalah aktivitas peserta didik
6
untuk memahami lingkungan melalui observasi langsung realitas. Tahap ikonik terjadi saat
peserta didik mengobservasi realitas tidak secara langsung, tetapi melalui sumber sekunder,
misalnya melalui gambar-gambar atau tulisan. Tahap simbolik terjadi ketika peserta didik
membuat abstaksi berupa teori, penafsiran, analisis terhadap realitas yang telah diamati dan
dialami (Sani, 2013 :15).
c. David P. Ausubel
Nama lengkap Dr. Ausubel adalah David Paul Ausubel, seorang tokoh psikologi kognitif
yang lahir di New York pada tahun 1918. David Ausubel mengembangkan teori belajar
bermakna dengan menjelaskan bahwa bahan pelajaran akan lebih mudah dipahami jika bahan
ajar dirasakan bermakna bagi peserta didik. Proses belajar terjadi jika peserta didik mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang dipelajari. Bahan
ajar untuk belajar bermakna harus sesuai dengan struktur kognitif dan struktur keilmuan, serta
memuat keterkaitan seluruh bahan. Oleh sebab itu, dibutuhkan “peta konsep”, yaitu bagian atau
struktur tentang keterkaitan seluruh konsep secara terpadu dan terorganisasi baik secara hierarkis
dan distributif (Sani, 2013 : 15).
Gambar 2.2
Sesi
pembelajaran yang
menunjukkan
persyaratan untuk
pembelajaran yang
bermakna (Novak,
2011 : 2).
7
3) Sarana harus terkait dengan lingkungan peserta didik.
4) Kreativitas memperkuat imajinasi dan kecerdasan.
5) Pemetaan konsep membantu peserta untuk menghubungkan dan menghubungkan
konsep.
6) Kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan peserta didik dengan kebutuhan
khusus (Vallori, 2014 : 200).
8
langkah/peristiwa belajar. Sembilan langkah/peristiwa ini merupakan tahapan-tahapan yang
berurutan di dalam sebuah proses pembelajaran. Kesembilan langkah/peristiwa belajar yaitu :
1) Memperoleh Perhatian
2) Menginformasikan Para Pembelajar tentang Tujuan
3) Merangsang Mengingat Pembelajaran Sebelumnya
4) Menghadirkan Stimulus
5) Memberikan Panduan Pembelajaran
6) Meningkatkan Kinerja
7) Memberikan Umpan Balik
8) Menilai Kinerja
9) Meningkatkan Retensi dan Transfer
Agar kesembilan langkah/peristiwa itu berarti dan memberi makna yang dalam bagi
siswa, maka guru harus melakukan apa yang memang harus dilakukan. Dengan kata lain
menyediakan suatu pengalaman belajar atau apapun namanya agar kondisi mental siswa itu terus
terjaga untuk kepentingan proses pembelajaran. Apa yang dikemukan oleh Gagne itu akan
berarti jika kita guru mampu menyediakan sesuatu yang memang dibutuhkan.Tujuan kesembilan
langkah/peritiwa belajar adalah memberikan kondisi yang sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Kegiatan pembelajaran menurut Gagne dibagi menjadi tiga yaitu Pre-Activities, Main
Activities, dan Post Activities. Dalam pre-activities meliputi peristiwa belajar gaining attention,
informing learner of the objectives, dan Stimulating recall of prior learning. Sedangkan dalam
main activities meliputi peristiwa belajar presenting stimulus, providing learning guidance,
eliciting performance. Dan pada post-activities mencakup peristiwa belajar providing feedback,
assessing performance, enhancing retention and transfer.
Teori belajar kognitif dapat membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena
siswa sebagai peserta didik merupakan peserta yang aktif dalam proses pembelajaran yang
berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi
dalam ingatannya serta menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada
lebih mudah dipahami.
Dengan menerapkan teori kognitif maka pendidik dapat memaksimalkan ingatan yang
dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada
pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu
mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
10
a. Selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang
sama
Pada dasarnya teori kognitif lebih menekankan pada kemampuan ingatan peserta didik,
dan kemampuan ingatan masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi di sini
adalah selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang
sama dan tidak dibeda-bedakan.
11
4) Mencari contoh, tugas, ilustrasi, dan sebagainya;
5) Mengatur topik-topik pembelajaran mulai dari yang konkret ke abstrak, dari
yang sederhana ke kompleks, dan dari tahap enaktif, ikonik ke simbolik;
6) Mengevaluasi proses dan hasil belajar
12
Piaget juga berpendapat pengetahuan diperoleh dari tindakan. Perkembangan kognitif
sebagian besar bergantung pada seberapa aktif anak memanipulasi dan berinteraksi dengan
lingkungan. Perkembangan kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi
terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksian oleh siswa untuk memahami lingkungan
mereka. Dalam pembelajaran fisika, guru hadir sebagai fasilitator bagi siswa dalam
mengkonstruksi pemahaman pengetahuannya. Belajar fisika dapat menjadi daya tarik siswa jika
penyajiannya melibatkan siswa secara aktif baik dari mental maupun fisik dan bersifat nyata
(kontekstual).
Siswa diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget
dalam pembelajaran yaitu siswa hendaknya diberi peluang untuk berbicara dan diskusi dengan
teman-temannya. Sebagai contoh, jika diperhatikan dengan seksama konsep-konsep yang ada
dalam materi fisika di SMP sebagiannya akan ditemukan konsep-konsep yang sifatnya abstrak.
Agar siswa dapat memahami materi tersebut dengan lebih bermakna maka diharapkan siswa
sudah memiliki penalaran formal. Piaget menyatakan bahwa anak-anak dianggap siap
mengembangkan konsep khusus jika memperoleh skemata yang diperlukan. Hal ini berarti anak-
anak tidak dapat belajar (tidak dapat mengembangkan skemata) jika tidak memiliki
keterampilan kognitif. Artinya proses belajar mengajar menjadi terhambat bila penalaran formal
siswa tidak sesuai dengan yang diperlukan.
Ada beberapa kemampuan kognitif yang sangat berperan dalam meningkatkan
keberhasilan siswa dalam pemecahan soal-soal fisika yaitu kemampuan mengidentifikasi serta
menginterpretasi secara tepat konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika, kemampuan membuat
deskripsi serta mengorganisasi pengetahuan fisika secara efektif.
Hubungan teori belajar kognitivisme Bruner dalam pembelajaran fisika yaitu dengan
adanya bentuk pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan kognitif membuat
siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam
memecahkan masalah dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan
melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka
sendiri, bukan memberi tahu tetapi memberikan kesempatan atau dengan berdialog agar siswa
menemukan sendiri pemecahan masalahnya. Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan
siswa, memotivasi siswa untuk bekerja sampai menemukan jawabannya.
13
Penerapan teori belajar kognitif Bruner dalam pembelajaran fisika dapat disajikan pada
proses pembelajaran seperti pada saat guru mengajarkan suatu materi misalnya materi tentang
vector, langkah yang harus dilakukan guru adalah :
1) Guru menyajikan contoh materi vector
2) Guru membantu siswa untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep,
misalnya memberikan pertanyaan kepada siswa seperti “coba gambarkan vector dua
dimensi dan vector tiga dimensi”
3) Guru memberikan satu pertanyaan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mencari jawabannya sendiri
4) Guru mengajak dan memberi semangat siswa untuk memberikan pendapat
berdasarkan intuisinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Teori pembelajaran kognitivisme adalah proses atau tindakan mengetahui. Hal ini
berfokus pada bagaimana pengalaman seseorang sebelumnya dapat dipengaruhi oleh
lingkungannya atau interaksi dengan orang lain untuk menghasilkan perubahan dan
pertumbuhan dalam cara berpikirnya.
2. Tokoh yang berperan dalam teori belajar kognitivisme : Piaget, Bruner, Ausubel dan
Gagne
14
3. Prinsip-prinsip teori belajar kognitivisme :
Pembelajaran merupakan suatu perubahan status pengetahuan
Peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran
Menekankan pada pola pikir peserta didik
Berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan
informasi dalam ingatannya
Menekankan pada pengalaman belajar, dengan memandang pembelajaran sebagai
proses aktif di dalam diri peserta didik
Menerapkan reward and punishment
Hasil pembelajaran tidak hanya tergantung pada informasi yang disampaikan guru,
tetapi juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut
4. Kelebihan teori belajar kognitivisme :
Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri
Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
Memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik
Selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat
yang sama
Tidak memperhatikan cara peserta didik dalam mengeksplorasi atau
mengembangkan pengetahuan
Fasilitas harus mendukung
5. Aplikasi teori-teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran oleh Piaget, Bruner, Ausubel
dan Gagne.
6. Hubungan teori belajar kognitivisme dengan pembelajaran fisika : dengan adanya bentuk
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan kognitif membuat siswa belajar
melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan
masalah dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan
kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka
15
sendiri, bukan memberi tahu tetapi memberikan kesempatan atau dengan berdialog agar
siswa menemukan sendiri pemecahan masalahnya
3.2 Saran
Demikian penulis dapat menyusun makalah mengenai hubungan teori belajar
kognitivisme dengan pembelajaran fisika dengan sebaik-baiknya. Semoga pengetahuan yang
sedikit ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Makalah ini tentu ada kekurangan yang perludiperbaiki, untuk itu kritik dan saran dari
teman-teman pembaca akan kami terima dengan tangan terbuka sebagai masukan untuk
pembuatan makalah yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Blanchette, I., & Richards, A., (2010). The influence of affect on higher level cognition: A review of
research on interpretation, judgment, decision making and reasoning. Cognition & Emotion,
Vol. 24 No.4 : 561-595.
Ertmer, Peggy A., and Newby, Timothy J., (2013), Behaviorism, Cognitivism, Constructivism :
Comparing Critical Features From An Instructional Design Perspective, Performance
Improvement Quarterly, Vol. 26 No. 2 : 43-71.
Gagne, Robert M.,(1977),The Conditions of Learning. Holt, Rinehart, and Winston., New York.
16
Gagne, Robert M.,(1985),The Cognitive Psychology of School Learning. Little Brown Company,
Boston Toronto.
Liao, Shu Yang., (2012), The Applications of Piaget and Bruner’s Cognitive, Developmental
Theory in Children’s Dance Teaching, The International Journal of Arts Education, Vol.
10 No. 2 : 164-197.
Novak, Joseph D., (2011), A Theory of Education : Meaningful Learning Underlies the
Constructive Integration of Thinking, Feeling And Acting Leading to Empowerment for
Commitment and Responsibility, Meaningful Learning Review, Vol. 6 No. 2 : 1-14.
Peterson, E, R., Rayner, S,G., Armstrong, S, J., (2009). Researching the psychology of cognitive
style and learning style: Is there really a future?,Learning and Individual Differences,
Vol. 19 : 518-523.
Strauch, C, C., and Al Omar, J, M., (2014), Critical Analysis Of Learning Theories and
Ideologies and Their Impact on Learning: “Review Article”, The Online Journal of
Counseling and Education, Vol. 3 No. 2 : 62-77.
Susanti, L, (2015), Pemberian Motivasi Belajar kepada peserta didik sebagai bentuk aplikasi dari
teori-teori belajar. Jurnal PPKn dan Hukum. Vol.10 No.2 :71-83
Vallori, Antoni Ballester., (2014), Meaningful Learning in Practice, Journal of Education and
Human Development, Vol. 3 No. 4 : 200.
Warsita, Bambang., (2008), Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya, Rineka Cipta,
Jakarta.
17
Widiyati, (2014), Belajar dan pembelajaran perspektif teori kognitivisme. Jurnal biology science
& education, Vol.3 No. 2 :177-187
Zhou, Molly., and Brown, David., (2017), Educational Learning Theories : 2nd Edition.
University System of Georgia, Atlanta.
18