Anda di halaman 1dari 10

PERILAKU ADIKSI REMAJA PADA GAME ONLINE

DI SURABAYA1

Elsa Rosiana D.M2

ABSTRAK
Game online saat ini tidak asing lagi bagi anak-anak khususnya remaja
dan permainan ini menjadi permainan yang sangat digemari. Berbagai kalangan
usia yang memainkan permainan game online, tidak hanya anak-anak, remaja,
bahkan orang dewasa sangat gemar bermain permainan game online. Permainan
ini memungkinkan remaja masuk dalam kriteria adiksi pada game online, karena
permainan yang sangat seru dan tampilan yang menarik bagi remaja sehingga
tidak sadar mereka masuk dalam kriteria adiksi pada game online. Kegemaran
anak yang mencapai tingkat adiksi ini akan mempengaruhi kehidupan mereka di
dunia nyata, hingga akan membuat mereka melakukan tindakan-tindakan
kenalakan seperti membolos sekolah, malas belajar, waktu tidur berkurang,
kurangnya sosialisasi, berkata kasar, membohongi orang tua, serta kesehatan
mereka akan terganggu. Permasalahan tersebut kemudian dibahas oleh peneliti
dengan menggunakan teori kecanduan dari Lemmens untuk menggambarkan
perilaku adiksi anak, anak yang mengalami kecanduan atau adiksi pada game
online tentunya memiliki motivasi untuk mencapai misi atau tujuan dalam
bermain. Maka dari itu peneliti juga menggunakan teori motivasi dari Yee untuk
menggambarkan motivasi anak dalam bermain game online. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif deskriptif, lokasi penelitian ini yaitu warung
internet penyedia game di Surabaya yang memiliki kriteria bagi peneliti.

Kata kunci : Perilaku Adiksi, Remaja, Game Online

ABSTRACT

Online games are now not foreign to children, especially teenagers and
this game becomes a very popular game. Various aged people who play online
games, not only children, teenagers, even adults are very fond of playing games
online games. This game allows adolescents to enter in the addiction criteria in
online games, because the game is very exciting and attractive appearance for
teenagers so that they are not aware of entry into the criteria of addiction in the
online game. Enthusiasm of children who achieve addiction levels will affect their

1
Judul diambil dari judul asli skripsi yang berjudul “Perilaku Adiksi Remaja Pada Game Online di
Surabaya”
2
Korespondensi: Elsa Rosiana D.M. Program Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya. Email: elsarosiana02@gmail.com
lives in the real world, so it will make them perform actions such as hooking
school, lazy learning, sleep time is reduced, lack of socialization, say rude,
deceive parents, and their health Will be disturbed. The problem is then discussed
by researchers using the theory of addiction from Lemmens to describe the
behavior of child addiction, children who experience addiction or addiction in
online games must have the motivation to achieve the mission or goal in play.
Therefore the researchers also used the motivation theory of Yee to describe the
motivation of children in playing online games. This study uses descriptive
quantitative method, the location of this research is internet cafe game providers
in Surabaya which has criteria for researchers.

Keywords: Behavior of Addiction, Teenagers, Online Games

PENDAHULUAN
Game online adalah salah satu bentuk hiburan digital yang paling banyak
diminati, dan saat ini menjadi tren dan lifestyle yang sedang digandrungi oleh
semua kalangan termasuk remaja. Berkaitan dengan pemilihan handphone,
seseorang lebih memilih handphone yang sedang trend saat ini untuk mengikuti
(lifestyle) gaya hidup. Menurut Kasali (2001:91), gaya hidup yaitu pola konsumsi
yang mencerminkan pilihan seseorang terhadap berbagai hal serta bagaimana
menghabiskan waktu dan uangnya. Fenomena game online sebagai gaya hidup di
berbagai belahan dunia saat ini, game online yang mulanya diperuntukkan bagi
remaja-remaja dan remaja kini telah dimainkan dan sangat diminati oleh orang-
orang dewasa.3
Sekarang ini banyak sekali game online yang menyediakan fitur
“komunitas online”, sehingga menjadikan game online sebagai aktivitas sosial,
game semacam ini biasanya lebih diminati. Terciptanya komunitas-komunitas
game yang memfasilitasi para gamer untuk menuangkan segala pengalaman
mereka seputar bermain game tersebut, tidak hanya itu saja komunitas-komunitas
tersebut kemudian menjadikan ajang komunikasi multicultural yang dapat
menjelma menjadi gaya hidup dan penyambung tali silaturahmi antara gamers.
Game online kini dapat berubah menjadi suatu jaringan sosial untuk para gamers
yang dapat mengalahkan beberapa situs popular lainnya. Game online yang kini
telah menjadi gaya hidup yaitu pemanfaatan waktu bermain yang berlebihan. Kita
semua mengetahui bahwa segala sesuatu yang berlebihan tidaklah
menguntungkan. Bermain game online yang secara berlebihan yang rela
membuang waktu secara berjam-jam hanya untuk bermain game juga tidak baik
dan bisa juga dianggap sebagai game addict.
Bermain game online selama berjam-jam tanpa adanya batasan waktu bisa
dikatakan seseorang akan kecanduan dengan bermain game online, kecanduan
bermain game secara berlebihan dikenal dengan istilah game addiction (Grant &
Kim, 2003).4 Adiksi yaitu sebagai suatu perilaku tidak sehat atau merugikan diri
3
Kasali, Rhenald. 1998. Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting, dan Positioning.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
4
Grant, J. E. & Kim, S. W. (2003). Dissociativesymptoms in pathological
gambling. Psychopathol, 36, 200–203.
sendiri yang berlangsung terus menerus yang sulit diakhiri individu. Mark (2004)
juga menyatakan adiksi merupakan perilaku ketergantungan baik secara fisik
maupun psikologis dalam suatu aktivitas.5 Adiksi ditandai dengan pemain
bermain game secara berlebihan seakan-akan tidak ada hal yang ingin dikerjakan
selain bermain game dan seolah-olah game ini adalah hidupnya, serta memiliki
pengaruh negatif bagi pemainnya.
Karakteristik kecanduan cenderung progresif dan seperti siklus. Nicholas
Yee (2002) menyebutkan indikator dari individu yang mengalami kecanduan
terhadap games, memiliki sebagian atau semua ciri-ciri berikut, cemas, frustrasi
dan marah ketika tidak melakukan permainan, perasaan bersalah ketika bermain,
terus bermain meskipun sudah tidak menikmati lagi, masalah dalam kehidupan
sosial, dan masalah dalam hal finansial atau hubungan dengan orang lain.6 Bahkan
lebih akut kasus kecanduan game online pemain dapat berkembang secara tidak
rasional, terhadap siapapun yang mencoba untuk membatasi keasyikan sehari-hari
dengan game online. Perkembangan bermain remaja saat ini sudah mulai
berkembang, tidak hanya video game saja tetapi permainan remaja yang saat ini
digemari yaitu game online. Berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi
penggunaan internet, game online salah satu aplikasi yang mengakses internet
untuk melakukan permainan. Game online saat ini menjadi tren yang baru yang
banyak digemari karena seseorang tidak lagi bermain sendirian, tetapi
memungkinkan orang bermain bersama puluhan orang bahkan ratusan orang
sekaligus dari berbagai banyak lokasi.
Disisi lain dalam perkembangan game online tersebut muncul dampak
bagi remaja yang memainkan baik itu dampak positif maupun negatif. Dampak
negatif yang ditimbulkan dalam bermain game online. Banyaknya orang bermain
game online di Indonesia muncul fenomena baru di kalangan para gamer.
Pekerjaan maupun kewajiban akan terlupakan jika sering bermain game online
hingga lupa akan waktu, bahkan dengan bermain game online dapat muncul
terjadinya tindak kejahatan karena kehabisan uang untuk bermain game online,
Salah satu bentuk penipuan yang bisa terjadi pada game online adalah laki-laki
yang menggunakan karakter perempuan, kemudian berusaha menarik perhatian
laki-laki untuk berinteraksi, selanjutnya gamer yang menggunakan karakter avatar
perempuan akan meminta item mall maupun equipment dalam game online. Laki-
laki homoseksual menjadi salah satu yang lebih suka menggunakan karakter
perempuan dalam game online (Huh and Dmitri Williams, 2009;5).7
Beberapa individu yang gemar bemain game dalam beberapa segi lebih
memberi kepuasan psikologis dari pada game yang model lama, untuk
memainkannya perlu keterampilan lebih kompleks. Kecekatan lebih tinggi, serta
menampilkan masalah yang lebih relevan secara sosial dan gambar yang lebih

5
Mark, D. G. (2004). Demographic factorsand playing variables in online
computergaming.Cyberpshychology,7(4),479–487.doi:10.1089/cpb.2004.7.479.
6
Yee, N. (2002). Ariadne: UnderstandingMMORPG addiction. Diakses dari
http://www.nickyee.com/hub/addiction/addiction.pdf.
7
Huh, Searle and Dmitri Williams. (2009). Dude Look Like a Lady: Gender Swiping in an
game online. Diakses http://dmitriwilliams.com/research.html pada 7 September 2016
pukul 22.00 WIB
realistis. Dari sini maka jelaslah bahwa seseorang yang gemar bermain Game
Online akan mendapatkan kepuasan psikologis dimana manusia terdorong untuk
menuntaskan dan memenangkan permainan yang ada di Game Online tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Motivasi Bermain Game Online
Selain dari permainan yang disediakan, terdapat motivasi seseorang untuk
terus bermain game online, seperti hasil penelitian Yee (2006) yang menemukan
bahwa terdapat tiga komponen utama dari motivasi seseorang bermain game
online yaitu: “Achievement (prestasi),Social (sosial), Immersion (penghayatan) “.8
Achievement dalam bermain game online akan mendorong seseorang
untuk mengatasi rintangan, menunjukkan kekuatan, memperjuangkan sesuatu
yang sulit dengan cara sebaik-baiknya dan secepat mungkin sehingga akan terus
bermain game online.
Social dalam permainan game online mengandung pengertian bagaimana
seorang pemain berinteraksi dengan pemain lain dalam dunia permainan tersebut.
Interaksi unik ini akan membuat seorang pemain ingin terus bermain dan berada
di dunia game disbanding di dunia nyata. Terakhir, komponen
Immersion mengandung pengertian terbawanya seorang pemain oleh game
baik dalam unsur cerita dan suasana ataupun tertariknya seorang pemain terhadap
game dan strategi-strategi yang digunakannya sehingga akan membawa pemain
tersebut terus memainkan game online.
Kecanduan Game Online
Dapat disimpulkan bahwa kecanduan merupakan tingkah laku yang
bergantung atau keadaan yang terikat yang sangat kuat secara fisik maupun
psikologis dalam melakukan suatu hal, dan ada rasa yang tidak menyenangkan
apabila hal tersebut tidak bisa terpenuhi. Maka kecanduan game online yaitu suatu
keadaan seseorang yang terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan tidak bisa
lepas untuk bermain game online, dari waktu ke waktu akan terjadi peningkatan
frekuensi, durasi atau jumlah dalam melakukan hal tersebut, tanpa memperdulikan
konsekuensi-konsekuensi negatif yang ada pada dirinya. Adapun maksud kriteria
adiksi game di antaranya adalah salience, tolerance, mood modification, relapse,
withdrawal, conflict, and problems (Lemmens, (2009).9
o salience (pemain berpikir tentang game sepanjang hari)
o tolerance (pemain menghabiskan waktu bermain game yang semakin
meningkat)
o mood modification (pemain bermain game sampai melupakan
kegiatannya)

8
Yee, N. (2006). The Demographics, Motivations, and Derived Expe-riences of Usersof
Massively-Mult-iuser Online Graphical Environments. : Teleoperators andVirtual Environments.
15, 309-329. (Online), (http//www.nickyee. com/daedalus, diakses November 2016).
9
Lemmens, J. S., Valkenburg, P. M., Peter, J. 2009. Development and validation of a game
addiction scale for adolescents. Media Psychology, 12 (1), 77-95.doi:
10.1080/15213260802669458 (diakses Oktober 2016).
o relapse (kecenderungan pemain bermain game kembali setelah lama tidak
bermain)
o withdrawal (pemain merasa tidak baik atau merasa buruk ketika tidak
dapat bermain game)
o conflict (pemain bertengkar dengan orang lain karena pemain bermain
game secara berlebihan)
o problems (pemain mengabaikan kegiatan penting lainnya yang akhirnya
menyebabkan permasalahan)

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh
Sugiyono (2012:8) yaitu “Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan”.10
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 13-18 tahun yang
sedang bermain game online di warung internet penyedia game online, dengan
jumlah 100 remaja yang berusia 13-18 tahun. Penelitian ini menggunakan
pengambilan sampel berupa purposive sampling. Sebelum peneliti menyebarkan
kuisioner, peneliti masuk ke dalam warung internet penyedia game, selanjutnya
peneliti menanyakan terlebih dahulu mengenai usia responden, dan sudah berapa
lama bermain game online dihitung mulai pertama bermain game. Setelah
memenuhi kriteria responden maka akan diberi kuisioner untuk mengisi.

ANALISIS DATA
Motivasi Remaja Dalam Bermain Game Online
Game online saat ini menjadi tren yang baru yang banyak dogemari karena
seseorang tidak lagi bermain sendirian, tetapi memungkinkan orang bermain
bersama puluhan orang. Seseorang melakukan sesuatu tentu ada motivasi yang
menyebabkan perilaku tersebut. Yee (2002) melakukan penelitian pada 6700
pemain MMORTS tentang motivasi bermain mereka. Hasil penelitian ini berhasil
merumuskan 10 jenis motivasi para pemain game online MMORTS yakni :
“Advancement, Mechanics, Competition, Socializing, Relationship, Teamwork,
Discovery, Role-Play, Custoization, dan Escapism”. Kesepuluh jenis tersebut
membentuk tiga komponen utama dari motivasi seseorang untuk bermain game
online menurut Yee (2006), yakni : “Achievement (prestasi), Social (sosial), dan
Immersion (penghayatan)”.

10
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
 Achievement
Berdasarkan data dari lapangan bahwa remaja di Surabaya untuk menjadi
kuat di lingkungan dunia virtual atau mencapai tujuan prestasi dalam bermain
adalah sebagian besar remaja di Surabaya memilih jawaban mencari item-item
langka dengan cara mencarinya sendiri dengan presentase 46% dari 100
responden untuk mencapai tujuan prestasi, dan setelah survey di lapangan untuk
menjadikan karakter mereka lebih kuat remaja di Surabaya lebih memilih
jawaban sering bermain dengan presentase 66% dari total 100 responden (bisa
dilihat tabel III.10 halaman III-9).
 Social
Berdasarkan tabel III.12 (halaman III-11) mengenai seberapa sering
remaja di Surabaya berinteraksi dengan pemain lain, menunjukkan bahwa remaja
di Surabaya sering berinteraksi dengan pemain lain ketika bermain game online
Dengan presentase 69%. Berdasarkan hasil probing dengan responden dapat
diketahui alasan remaja sering berinteraksi dengan pemain lain karena bisa
sharing seputar game, bisa curhat tentang dunia nyata, dan tidak hanya itu saja
tetapi juga mendapatkan infomasi-informasi mengenai turnamen dimana saja
diadakan, dan juga dapat membentuk suatu komunitas di dalam game. Hal
tersebut juga terlihat pada tabel III.13 (halaman III-12) bahwa mayoritas alasan
remaja di Surabaya tergabung dalam suatu komunitas dengan presentase 100%,
untuk bisa saling berinteraksi dengan pemain lain. Interaksi sosial dalam
permainan game online adalah hal yang paling penting, pemain harus
berkolaborasi dengan pemain lain di dalam game agar sukses dalam tingkat yang
lebih rumit.
 Immersion
Hasil temuan dilapangan menunjukkan, menurut remaja di Surabaya
menjadi seorang pemimpin di dalam sebuah komunitas adalah hal yang sangat
menarik, dengan presentase 69% remaja di Surabaya mayoritas menjadi
pemimpin di dalam sebuah komunitas mereka. Menjadi seorang pemimpin
pastinya sudah mengetahui semua aturan-aturan yang ada di dalam game online
dan paham semua apa yang harus dilakukan menjadi seorang pemimpin.
Berdasarkan tabel III.21 dan III.22 mengenai alur cerita seperti apa yang
lebih digemari oleh remaja di Surabaya, hasil temuan data di lapangan
menunjukkan, bahwa remaja di Surabaya mayoritas gemar membaca atau melihat
alur cerita yang ada di dalam permainan game online dengan presentase 94%
remaja di Surabaya memilih jawaban iya lebih suka membaca atau melihat alur
cerita. Berdasarkan hasil probing dengan responden dapat diketahui, mereka lebih
suka membaca dan melihat alur cerita di dalam game terlebih dahulu sebelum
memainkan permainan. Dengan membaca atau melihat alur cerita di dalam game
inilah remaja akan menjadi adiksi game oline. Gamer yang motivasinya
immersion akan cenderung terlibat dalam bermain peran, mengksplorasi cerita di
balik permainan, menikmati dekorasi avatar online mereka, dan menggunakan
game online sebagai bentuk pelarian untuk menghindari masalah kehidupan nyata
dan interaksi sosial.
Perilaku Adiksi Game Online
Adiksi bermain game secara berlebihan dikenal dengan istilah game
addiction (Grant,J.E. & Kim, S.W. (2003).11 Adiksi game online ditandai oleh
sejauh mana seseorang bermain secara berlebihan yang dapat berpengaruh negatif
bagi pemain game. Artinya seorang remaja seakan-akan tidak ada hal yang ingin
dikerjakan selain bermain game, dan seolah-olah game ini adalah hidupnya. Hal
semacam ini sangat riskan bagi perkembangan remaja yang perjalanan hidupnya
masih panjang. Adapun kriteria adiksi game menurut Lemmnes, (2009)
diantaranya adalah Salience (pemain berfikir tentang game sepanjang hari),
Tolenrance (pemain menghabiskan waktu bermain game yang semakin
meningkat), Mood modification (pemain bermain game sampai melupakan
kegiatannya), Relapse (kecenderungan pemain bermain game kembali setelah
lama tidak bermain), Withdrawal (pemain merasa tidak baik atau merasa buruk
ketika tidak dapat bermain game), Conflict (pemain bertengkar dengan orang lain
karena pemain bermain game secara berlebihan), Problems (pemain mengabaikan
kegiatan penting lainnya yang menyebabkan permasalahan).
Peningkatan bermain remaja di Surabaya semakin hari semakin meningkat
hingga mereka mengabaikan kegiatan lainnya, bisa dilihat pada tabel III.30 dan
tabel III.28 (halaman III-26 dan III-27) bahwa remaja di Surabaya telah
menghabiskan waktu setiap kali bermain lebih dari 5 jam minimal 5 jam dalam
sekali bermain, dengan presntase 54% kemudian mengalami peningkatan pada
waktu yang telah dihabiskan dalam bermain bisa di lihat pada tabel III.30 dan
III.28 bahwa remaja di Surabaya yang awal mulanya bermain game online setiap
kali bermain menghabiskan minimal 5 jam dalam bermain kemudian meningkat
menjadi seharian penuh untuk bermain game online dengan presentase 46%.
Mereka tidak sadar bahwa waktu yang dihabiskan sudah terlalu lama yang
awalnya minimal 5 jam kemudian tujuan yang mau dicapai belum terselesaikan
maka akan menambah waktu hingga tujuan tersebut tercapai.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yee (2006), menurutnya, setiap
orang memiliki dorongan dan alasan yang berbeda untuk bermain game online.
misalnya, ada orang yang bermain game online untuk dapat menyelesaikan misi
yang ditawarkan dalam permainan tersebut. Namun, misi yang tak kunjung habis
dari permainan tersebut dapat membuat seseorang menjadi adiksi.

Salah satu faktor remaja bermain game juga dipengaruhi oleh teman-
teman dekat mereka bisa di lihat pada tabel III.33 (halaman III-30) awal mula
remaja di Surabaya mengetahui game online yaitu dari teman dekat dengan
presentase 67%. Karena yang awalnya diajak teman hanya melihat teman bermain
game kemudian mencoba bermain punya teman dan akhirnya merasa tertarik
dengan permainannya, lama-kelamaan bermain sendiri karena tertarik melihat
permainannya yang seru. Dorongan sosial yang menjadi dominan pada kriteria
adiksi ini karena teman mereka yang membuat remaja untuk bermain kembali
setelah lama tidak bermain game online yaitu dari pengolahan data di lapangan
dapat diketahui, dengan bermain game online mereka bisa berinteraksi dengan

11
Grant, J. E. & Kim, S. W. (2003). Dissociativesymptoms in pathological gambling. Psychopathol,
36, 200–203.
orang banyak termasuk teman-teman mereka dengan presentase 41% bisa di lihat
pada tabel III.35 (halaman III-32).
Yee (2006), dorongan sosial merupakan interaksi yang terjadi diantara
pemain game online. Interaksi yang terjadi diantara para pemain game online bisa
menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk menjadi adiksi
terhadap game online karena seseorang merasa menemukan teman yang cocok
dan mengerti dengan apa yang dilakukannya.
Selanjutnya pada kriteria adiksi yang terakhir oleh Lemmens (2009) yaitu
kriteria adiksi Problem pemain mengabaikan kegiatan penting lainnya yang
menyebabkan permasalahan yaitu seorang pemain menjadi kurang tidur karena
bermain game secara berlebihan atau telah mengabaikan kegiatan penting lainnya
sehingga menimbulkan masalah pada dirinya. Berdasarkan pemaparan Lemmens
tersebut, survey dilakukan kepada responden menyebutkan bahwa remaja di
Surabaya yang adiksi game online mereka telah mengabaikan kegiatan lainnya
dengan presentase sebanyak 88% remaja di Surabaya memilih jawaban iya bisa di
lihat pada tabel III.49, kegiatan yang diabaikan misalnya seperti sekolah, belajar,
makan, tidur, olahraga, dll. Hasil pengolahan data di lapangan menunjukkan
bahwa remaja di Surabaya mayoritas mengabaikan kegiatan belajar dengan
presentase 33% bisa di lihat pada tabel III.50 (halaman III-45).
Dari hasil pengolahan data tersebut dapat terlihat jelas bahwa remaja yang
terlalu berlebihan bermain game online akan lebih mudah terkena dampak negatif
pada game online. Seperti hasil di lapangan tersebut remaja akan mengabaikan
kegiatan belajar mereka yang berdampak buruk bagi remaja di dalam lingkungan
sekolah. Remaja akan mendapatkan nilai jelek jika tidak belajar. Griffiths, Davies
& Chappell (2003 dalam Williams, Dimitri, Nick Yee and Scott A. Caplan.
2008:994) menunjukkan bahwa remaja usia 12 sampai 19 tahun secara signifikan
lebih cenderung mengorbankan pendidikan maupun pekerjaan mereka untuk
bermain game online.12
Kenakalan remaja pun semakin tinggi dengan munculnya game online
cenderung remaja menirukan permainan yang mengandung kekerasan, misalnya
permainan game online Point Blank. Dimana remaja sekarang lebih sering
memainkan permainan ini karena permainannya yang seru, remaja bisa menjadi
pemeran utama dan yang bisa tembak-menembak membunuh musuh dengan
berbagai cara baik dengan menggunakan senjata api sampai menggunakan pisau
dan tangan, hal ini untuk mendapatkan skor tertinggi. Bisa di lihat pada tabel
III.36 dengan presentase sebanyak 53% remaja sering memainkan game online
yang bergenre kekerasan yaitu permainan game online Point Blank. Peneliti
melihat bahwa game online Point Blank banyak mengandung unsur kekerasan
terlihat pada alur permainan yang menuntut pemain untuk saling membunuh,
dengan durasi yang cukup lama 4-6 jam dalam sehari jika remaja bermain game
ini maka akan terbiasa dengan unsur kekerasan.

12
Williams, Dimitri, Nick Yee, and Scott A. Caplan. (2008). Who Plays How Much and Why?
Debunking the Stereotypical Gamer Profile (Journal of Computer-Mediated Communiction).
PENUTUP
KESIMPULAN
Motivasi remaja di Surabaya memenuhi kriteria motivasi dalam bermain
game online tingginya motivasi seseorang bermain game online yang disebabkan
oleh achievement keinginan remaja untuk berprestasi dalam mencapai misi yang
sudah dilakukan dengan meningkatkan karakter remaja rela menghabiskan
waktunya untuk bermain berjam-jam dengan teman dekatnya guna mencapai misi
yang ditentukan. Sebanyak 67% remaja sangat bersedia menghabiskan waktunya
untuk meningkatkan karakter mereka demi mencapai tujuan dalam permainan
game online. Selain itu ada dorongan Social, dorongan ini dalam motivasi remaja
bermain game online dimana remaja bisa chating dalam game tidak hanya itu saja
tetapi remaja juga bisa membentuk Clan atau Guild seperti komunitas. Mayoritas
remaja di Surabaya tergabung dengan suatu komunitas dengan sebanyak 100%
responden menjawab iya tergabung dalam suatu komunitas. Kemudian pada
dorongan immersion remaja di Surabaya juga termotivasi pada dorongan ini
karena dengan memahami permainan game online ini remaja juga menjadi
pemimpin dalam sebuah komunitas dengan presentase 69%. Tidak hanya sekali
atau dua kali memainkannya, ada yang membutuhkan melakukan permainan
berulang-ulang kali untuk dapat memahami dan menentukan strategi yang tepat
dalam melakukan permainan.
Gambaran mengenai perilaku adiksi remaja pada game online, bahwa
remaja di Surabaya yang sedang bermain game online mengalami adiksi. Hasil
peneliti menunjukkan bahwa mayoritas remaja di Surabaya yang sedang bermain
game online rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain game online.
Dengan presentase sebanyak 54% remaja bermain game online dengan waktu
minimal 5 jam bisa dilihat pada tabel III.30 (halaman III-27), kemudian secara
tidak sadar waktu bermain remaja terus meningkat dengan menghabiskan waktu
sehari penuh dalam bermain game online dengan presentase sebanyak 46% remaja
memilih jawaban sehari penuh. Remaja yang adiksi game online juga rela
mengorbankan banyak hal mulai dari mengorbankan uang saku demi bermain
game online untuk membayar billing dan membeli voucher untuk bermain, tidak
sedikit uang yang dikeluarkan untuk membayar semuanya lebih dari 100.000 uang
yang dikeluarkan dengan presentase sebanyak 40% remaja mengeluarkan uang
lebih dari 100.000 untuk membeli voucher dan membayar billing bisa dilihat pada
tabel III.32. Kemudian tidak hanya itu saja remaja juga rela membolos sekolah,
mencuri uang orang tua, berbohong, kehilangan motivasi belajar, dan
menganggap permainan adalah bagian terpenting dari hidupnya. Remaja adiksi
game online akan marah ketika mereka tidak dapat bermain game online dalam
waktu sehari, karena game online yang membuat mereka nyaman bisa meluapkan
segala emosinya. Berbagai dampak negatif yang muncul ketika remaja mengalami
adiksi pada game online seperti, dampak fisik yang terjadi bagi remaja adiksi
game online adalah pancaran radiasi komputer yang dapat merusak saraf mata dan
otak, selain itu dampak negatif pada kesehatan remaja kurangnya jam tidur
terhadap remaja adiksi game online, ginjal, lambung akan terganggu karena
terlalu banyak duduk dan kurangnya minum bahkan lupa makan sehingga remaja
akan rentan terkena penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Kasali, Rhenald. 1998. Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting, dan


Positioning. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Grant, J. E. & Kim, S. W. (2003). Dissociativesymptoms in pathological
gambling. Psychopathol, 36, 200–203.
Mark, D. G. (2004). Demographic factorsand playing variables in online
computergaming.Cyberpshychology,7(4),479–
487.doi:10.1089/cpb.2004.7.479.
Yee, N. (2002). Ariadne: UnderstandingMMORPG addiction. Diakses dari
http://www.nickyee.com/hub/addiction/addiction.pdf.
Huh, Searle and Dmitri Williams. (2009). Dude Look Like a Lady: Gender
Swiping in an game online. Diakses
http://dmitriwilliams.com/research.html pada 7 September 2016 pukul
22.00 WIB
Yee, N. (2006). The Demographics, Motivations, and Derived Expe-riences of
Users of Massively-Mult-iuser Online Graphical Environments. :
Teleoperators andVirtual Environments. 15, 309-329. (Online),
(http//www.nickyee. com/daedalus, diakses November 2016).
Lemmens, J. S., Valkenburg, P. M., Peter, J. 2009. Development and validation of
a game addiction scale for adolescents. Media Psychology, 12 (1), 77-
95.doi: 10.1080/15213260802669458 (diakses Oktober 2016).
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Grant, J. E. & Kim, S. W. (2003). Dissociativesymptoms in pathological
gambling. Psychopathol, 36, 200–203
Williams, Dimitri, Nick Yee, and Scott A. Caplan. (2008). Who Plays How Much
and Why? Debunking the Stereotypical Gamer Profile (Journal of
Computer-Mediated Communiction).

Anda mungkin juga menyukai