Anda di halaman 1dari 20

Analisa Fundamental Saham

Yuganur Wijanarko
Alias “Papah Lauren”
Analisa Fundamental adalah studi tentang ekonomi, industri, dan kondisi
perusahaan untuk memperhitungkan nilai dari saham perusahaan. Analisa
fundamental menitikberatkan pada data-data kunci dalam laporan keuangan
perusahaan untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah di apresiasi
secara akurat.

Secara umum untuk menganalisa perusahaan dengan menggunakan analisa


fundamental terdiri dari 4 langkah yaitu:

1. Menghitung kondisi ekonomi secara keseluruhan

Kondisi ekonomi dipelajari untuk memperhitungkan jika kondisi ekonomi secara


keseluruhan baik untuk pasar saham.
•Apakah tingkat inflasi tinggi atau rendah?
•Apakah suku bunga naik atau turun?
•Apakah konsumen yakin atau ragu-ragu dalam mengeluarkan uang?
•Apakah neraca perdagangan untung atau rugi?
•Apakah supply uang naik atau turun?
Ini adalah sebagian pertanyaan seorang fundamental analis menanyakan untuk memperhitungkan
jika kondisi ekonomi secara keseluruhan baik untuk pasar saham
2. Menghitung kondisi industri secara keseluruhan

Industri di mana perusahaan berada secara langsung mempengaruhi masa


depan perusahaan tersebut. Bahkan saham yang paling baik pun dapat
menghasilkan pengembalian yang pas-pasan jika mereka berada dalam
industri yang sedang payah . Biasanya saham yang lemah dalam industri yang
kuat lebih disukai daripada saham yang kuat dalam industri yang lemah

3. Menghitung kondisi perusahaan

Setelah melihat dari sisi ekonomi dan industri kita perlu memperhitungkan
kesehatan keuangan sebuah perusahaan. Jika sebuah perusahaan yang telah
kita analisa secara ekonomi dan industri itu baik tapi kita tidak menghitung
kondisi perusahaan tersebut maka akan sia-sia lah semua analisa
fundamental yang kita lakukan.
Karena pasar saham adalah pasar ekspektasi dimana semua pemegang saham
mengharapkan perusahaannya selalu menghasilkan laba yang pada akhirnya
laba ini akan di bagikan kepada pemegang saham yang kita kenal dengan istilah
deviden.

Walaupun tidak semua pemegang saham tidak mengharapkan pembagian


deviden ini karena pada dasarnya keuntungan yang diperoleh dari permainan
saham ini bukan hanya deviden, tetapi ada juga yang di sebut dengan capital
gain yaitu keuntungan yang diperoleh dari fluktuasi harga saham yang
biasanya diharapkan oleh investor yang memiliki time horizon yang pendek.

Menghitung kondisi perusahaan biasanya dilakukan dengan menggunakan


rasio-rasio keuangan. Rasio secara garis besar di bagi dalam 5 kategori utama
antara lain, yaitu : profitability (keuntungan), price (harga), liquidity
(likuiditas), leverage (dukungan), dan efficiensi (efisiensi). Berikut penjelasan
penggunaan ratio dan cara menghitungnya :
a. Net Profit Margin

Net profit margin adalah rasio profitability yang dihitung dengan membagi
keuntungan bersih dengan total penjualan.

Net Profit Margin = Net Profit : Total Sales

Rasio ini menunjukan keuntungan bersih dengan total penjualan yang dapat
di peroleh dari setiap rupiah penjualan.
Sebagai ilustrasi, apabila profit margin sebuah perusahaan adalah 30%
jumlah keuntungan yang dapat diperoleh dari setiap Rp 1000 adalah Rp 300

Sebagai contoh, untuk saham perbankan, NPM 09 tertinggi adalah BBCA


b. Price Earning Ratio / PER

Price earning ratio /PER adalah rasio price yang dihitung dengan membagi
harga saham saat ini dengan Earning Per Share( EPS),
EPS sendiri merupakan rasio yang menunjukan berapa besar keuntungan
yang diperoleh investor atau pemegang saham per saham.
Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menggembirakan pemegang saham
karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham.

EPS = Net Profit : Jumlah saham

PER = Harga Saham : EPS

PER menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan


dalam menghasilkan laba. PER dihitung dalam satuan kali. Bagi para
investor semakin kecil PER suatu saham semakin bagus karena saham
tersebut termasuk murah
c. Book Value / Nilai Buku

Nilai Buku adalah rasio price yang dihitung dengan membagi total aset bersih (
Aset - Hutang ) dengan total saham yang beredar

Book Value = Total Ekuitas (Aset - Hutang) : Jumlah Saham yang


beredar

Book Value digunakan untuk melihat harga suatu securitas apakah overpriced
atau underprice

d. Price to Book Value (PBV)

Price to book value atau PBV menggambarkan seberapa besar pasar menghargai
nilai buku saham suatu perusahaan. Makin Tinggi rasio ini berarti pasar percaya
akan prospek perusahaan tersebut.

PBV = Harga Saham : Book Value


e. Current Ratio

Current Ratio adalah rasio likuiditas yang dihitung dengan membagi aset saat ini
dengan hutang saat ini.

Current Ratio = Aset Saat Ini : Hutang Saat Ini

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab


hutang saat ini. Semakin tinggi rasionya, semakin tinggi likuiditas perusahaan
tersebut. Sebagai contoh, rasio 3.0 mempunyai arti bahwa aset saat ini jika
dilikuidasi, akan cukup membayar 3 kali dari hutang saat ini.
f. Debt Ratio

Debt rasio adalah rasio leverage yang dihitung dengan membagi total hutang
dengan total aset.

Debt Ratio = Total Utang : Total Aset

Rasio ini mengukur seberapa banyak aset yang dibiayai oleh hutang. Sebagai
contoh, debt ratio 40% menunjukkan bahwa 40% dari aset dibiayai oleh
hutang.

Hutang bisa berarti buruk bisa juga berarti bagus. Selama ekonomi sulit dan
suku bunga tinggi, perusahaan yang memiliki debt rasio yang tinggi dapat
mengalami masalah keuangan, sebaliknya juga selama ekonomi baik dan suku
bunga rendah hutang dapat meningkatkan keuntungan
4. Menghitung nilai saham perusahaan

Setelah memperhitungkan kondisi ekonomi, industri, dan perusahaan. Seorang


fundamental analis dapat mulai memperhitungkan apakah saham suatu
perusahaan overvalued, undervalued, atau pas harganya. Beberapa model
penilaian telah disusun untuk membantu kita menghitung nilai saham. Ini
menyertakan model deviden yang menitikberatkan pada nilai saat ini dari
pendapatan yang diharapkan, dan model aset yang menitikberatkan pada nilai
saat ini dari aset perusahaan.

5. Market Cap (Kapitalisasi)

Pilih emitten dengan kapitalisasi terbesar di sektornya untuk alasan liquiditas


(pemain asing lebih menyukai big cap vs small cap) dan sustainability
perusahaan.

Status sebagai perusahaan BUMN juga bisa menjadi plus faktor untuk safety.
Menyaring Emitten dengan analisa Fundamental
1. Mengikuti skema “syariah islam” tidak membeli perusahaan listed dengan
DER (debt equity ratio) diatas 2x (highly leverage) namun bisa ada
pengecualian bila ada prospek untuk mengurangi posisi hutang untuk
perusahaan tsb melalui berbagai corporate action.

2. Saham dengan PER diatas 25x sebaiknya tidak dimasukan kedalam portfolio
investasi kecuali ada prospek untuk perbaikan laba yang cukup signifikan di
kemudian hari yang dapat menurunkan PER atau secara valuasi price to
book (PBV) murah.

3. Return on Equity (ROE) harus minimal diatas cost of capital/equity atau


bunga yang diberikan untuk meminjam uang dari perbankan. Bila ROE bisa
diatas average ROE listed company di IHSG lebih baik (contohnya ROE IHSG
20x, sebaiknya mencari company dengan ROE diatas itu)

4. Net profit margin (NPM) atau Operating profit Margin (OPM) sebaiknya
harus diatas cost of capital/equity.
Memilih Emitten Perbankan: Murah Vs Untung

• Mencari yang murah dengan metode melihat valuasi PER/PBV yang


semakin rendah namun secara praktek lebih baik mencari yang untung
(ROE & NPM tinggi), menandakan bahwa kredit macet semakin rendah

• Pilih satu bank BUMN, satu lagi swasta dengan market cap terbesar untuk
dimasukan ke portofolio.

• Semakin besar hutang (DER), semakin besar loan portfolio

• BMRI & BBNI memiliki jumlah loan portofolio yang sama, namun ROE/NPM
BMRI yang jauh lebih tinggi dari BBNI menandakan kredit macet sedikit
lebih besar di BBNI

• Valuasi BBKP jauh lebih murah dari BBRI namun, ROE/NPM BBRI yang lebih
tinggi dengan loan porto lebih kecil menandakan BBRI lebih effisien dalam
manajemen hutang portofolionya versus BBKP
PER09 PBV09 ROE09 NPM09 DER09
BBRI 14x 4x 28% 20% 9.61x
BMRI 15x 3.4x 22% 20% 10x
BBNI 12x 2.3x 10% 19% 10x
BJBR 11x 4x 34% 22% 11.4x
BBKP 9x 1.5x 17% 11% 15x
BBCA 19x 5x 26% 27% 9x
BDMN 16x 2.6x 16.60% 16.50% 4.7x
SDRA 13x 1.8x 14% 11% 7x
PNBN 19x 2.5x 14% 13.60% 7x
BNLI 11x 2.2x 11% 20% 11X

• Loan portofolio terbesar (dilihat dari DER) adalah BJBR dengan ROE terbesar (22%)

• Bank paling effisien dalam keuntungan margin dari loan portofolionya adalah BBCA
dengan NPM 09 sekitar 27%

• Secara Valuasi PER/PBV09 yang paling murah adalah BBKP, namun NPM09 terkecil
Mining: Energy-(Batubara) Mahal no problem

• Pilih emitten dengan market cap terbesar karena disitu minat asing akan
banyak, emitten dengan cap kecil lebih mudah terkena “market
cornering”.

• Valuasi PER/PBV mahal bukan masalah asalkan ROE/NPM diatas 20%

• Pilih yang mempunyai hutang rendah (DER dibawa 2x) agar potensi future
capex besar

• Walaupun valuasi PER/PBV murah, namun sebaiknya jangan memilih yang


berhutang besar (diatas 2x) karena akan menghambat proses dana untuk
operasional dan expansi tambang (Kecuali ada skenario di masa depan
untuk mengurangi hutang tersebut melalui berbagai corporate action)

• Fokus ke pemakai end user domestik & fixed kontrak agar tidak rentan
terhadap fluktuasi harga batubara & permintaan export yang menurun.
PER09 PBV09 ROE09 NPM09 DER09
ADRO 19x 3.7x 19% 14% 1.30x
BUMI 9x 2.1x 24% 10% 3.6x
ITMG 18x 7x 39% 17% 0.76x
PTBA 20x 7x 34.00% 24% 0.41x
DOID 15x 12x 13% 8% 14x
BYAN 12x 12x 13% 4% 1.70x
CNKO 60x 1x 1% 1% 0.37x

• ADRO bila dilihat dari kacamata valuasi, market cap & profitabilitas
merupakan pilihan utama, namun bila anda mencari yang untung
(ROE/NPM besar) tapi tidak mempermasalahkan valuasi, maka ITMG
& PTBA adalah jawabannya.
Property: Profitabilitas versus Valuasi
• Dalam memilih emitten property sebaiknya melihat dari segi profitabiltas
(ROE/NPM) dengan memilih DILD, BSDE & ASRI versus valuasi murah (PBV &
NAVS/saham) seperti BKSL & ELTY.

PER09 PBV09 ROE09 NPM09 DER09 NAVS09


DILD 14x 1.86x 13% 49% 0.23x Rp.414
SMRA 31x 3.25x 10% 15% 1.55x Rp.746
ASRI 14x 2.31x 12% 31% 0.96x Rp.225
BSDE 24x 3.5x 15% 30% 0.9x Rp.440
BKSL N/A 0.84x 1% 6% 0.15x Rp.155
CTRP 12x 0.57x 5% 44% 0.57x Rp.607
MDLN N/A 0.70x 0.20% 0.30% 0.68x Rp.573
LPKR 19 1.66x 8% 15% 7x Rp.752
ELTY 36x 0.9x 1% 11.00% 1.3x Rp.301
CPO: Size does matter (big versus small cap)
• Sektor CPO yang cenderung kurang liquid menyebabkan asing memilih emitten
dengan market capt besar, infrastuktur untuk processing & transportasi ke end user
yang lengkap, serta nama yang dikenal seperti LSIP AALI walaupun secara valuasi
PER/PBV terlihat mahal.

• Struktur hutang rendah (DER dibawah 1x) akan mempermudah capex

PER09 PBV09 ROE09 NPM09 DER09


AALI 25x 5x 21% 18% 0.24x
LSIP 19x 3.2x 17% 25% 0.32x
BWPT 12x 2.3x 10% 19% 0.7x
GZCO 26x 3.7x 8% 25% 0.8X
SGRO 19 3x 15% 17% 0.36x
TBLA 9x 1.5x 15% 7% 1.71x
UNSP 19x 0.5x 3% 27% 1x
Consumer: Mie (Non-durable) & Mobil (Durable)
• Consumer non-durable adalah yang bergerak di bidang makanan (INDF) & sabun
detergen (UNVR), sedangkan non-durable adalah mobil (ASII) dan retailer seperti
Ramayana (RALS).

• Pilihan yang mempunyai market cap terbesar di sektor tersebut adalah ASII, UNVR,
GGRM, HMSP & INDF.

PER09 PBV09 ROE09 NPM09 DER09


ASII 15x 4.5x 30% 10% 1.21x
UNVR 35x 39x 111% 18% 2.06x
INDF 15x 3.5x 24% 7% 10x
RALS 53x 2.27x 4% 3% 0.46x
MPPA 34x 1.46x 4% 2% 1.73x
MYOR 14x 3.2x 24% 6% 1x
GGRM 19x 3.6x 19% 10% 0.50x
HMSP 14x 13x 86% 14% 1.67x
ROTI 16x 2.6x 16.60% 16.50% 4.7x
Portofolio ideal per sector & market cap terbesar

1. Consumer: Astra International (ASII) & Indofood (INDF)


2. Coal: Adaro Energy (ADRO)
3. CPO: Astra Agro Lestari (AALI)
4. Bank: Bank BRI (BBRI)
5. Mining (Metal): International Nickel (INCO)
6. Telco: Telekomunikasi (TLKM)
7. Infrastructure : Perusahaan Gas(PGAS)
8. Cement : Indo cement (INTP)
9. Property: Bumi Serpong Damain (BSDE)

Anda mungkin juga menyukai