Anda di halaman 1dari 9

Erwika A | Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child

[LAPORAN KASUS]

THERAPY MANAGEMENT OF SIMPLE FEBRILE SEIZURE WITH HYPERPIREXIA


IN THREE YEARS OLD CHILD

Asticaliana Erwika
Faculty of Medicine, University of Lampung

Abstract
Background: Febrile seizures are seizures that occur if body temperature rise more than 380C that caused by a process
extracranium in children aged less than 6 years, no evidence of central nervous system infection or acute systemic
metabolic disorders. Simple febrile seizures is 80% among all seizures. Patients were diagnosed with febrile seizures need to
be treated soon to prevent further neuronal damage. Case: Boys age 3 years old diagnosed with a simple febrile seizure and
hyperpyrexia. The patient had a high fever and convulsions of whole body twice in 48 hours, the length is less than 5
minutes. On physical examination the temperature was 40,20C (by axiler), normoreflexes physiological, pathological and
excitatory meningeal reflex not found. The results of routine laboratory tests of blood within normal limits. Medical
treatments were O2 nasal administration of 1L / min, intravenous fluids Asering XX gtt/minute, paracetamol syrup 4x1 cth,
diazepam injection of 3.5 mg IV, and kutoin 200 mg in 50 cc of 0.9% NaCl for 30 min, and education to families. Conclution:
Therafy of simple febrile seizure must be comprehensive, from therapy for acute phase, seeking for and treatment causes,
profilaxis for recurrent of febrile seizure, and family education.

Keywords : hyperpirexia, management therapy, simple febrile seizure

MANAJEMEN TERAPI KEJANG DEMAM SEDERHANA DENGAN HIPERPIREKSIA PADA ANAK


USIA TIGA TAHUN

Asticaliana Erwika
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Latar belakang: Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh lebih dari 38 0C yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium pada anak usia kurang dari 6 tahun, tidak ada bukti infeksi sistem saraf pusat
maupun ganguan metabolik sistemik akut. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang. Pasien yang
didiagnosis mengalami kejang demam perlu ditatalaksana dengan segera untuk mencegah kerusakan neuron lebih lanjut.
Kasus: Anak laki-laki usia 3 tahun didiagnosis kejang demam sederhana dengan hiperpireksia. Pasien mengalami demam
tinggi dan kejang seluruh tubuh sebanyak dua kali dalam 48 jam, lamanya kurang dari 5 menit. Pada pemeriksaan fisik
didapatka suhu suhu 40,2oC (peraxila), refleks fisiologis normal, rekfleks patologis dan rangsang meningeal tidak
ditemukan. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin dalam batas normal. Terapi medikamentosa yang dilakukan, yaitu
pemberian O2 nasal 1L/menit, cairan infus asering XX gtt.menit, parasetamol sirup 4x1cth, injeksi diazepam 3,5 mg IV,dan
kutoin 200 mg dalam NaCl 0,9 % 50 cc selama 30 menit, serta edukasi kepada keluarga. Simpulan: Tatalaksana kejang
demam sederhana dilakukan secara menyeluruh, mulai dari tatalaksana fase akut, mencari dan mengobati penyebab,
profilaksis terhadap berulangnya kejang demam, dan edukasi kepada keluarga.

Kata kunci: hiperpireksia, kejang demam sederhana, manajemen terapi,

Korespondensi : Asticaliana Erwika | alamatemail astica92@gmail.com

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 1


Erwika A | Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child

Pendahuluan menderita infeksi, dan kadar elektrolit,


Kejang demam ialah bangkitan seng dan besi darah rendah.4,5,6
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu Konsensus Penatalaksanaan Kejang
tubuh (suhu rektal diatas 38ºC) yang Demam Tahun 2006 membuat kriteria dan
disebabkan oleh suatu proses membagi kejang demam atas 2 golongan,
ekstrakranium. Kejang demam dapat juga yaitu kejang demam sederhana (simple
didefinisikan sebagai kejang yang disertai febrile seizure) dan kejang demam
demam tanpa bukti adanya infeksi kompleks. Kejang demam sederhana
intrakranial, kelainan intrakranial, berlangsung singkat, kurang dari 15 menit
kelainan metabolik, toksin atau dan umumnya akan berhenti sendiri,
endotoksin seperti neurotoksin Shigella.1,2 berbentuk umum tonik dan atau klonik,
Kejang demam pertama kali pada tanpa gerakan fokal, kejang tidak berulang
anak biasanya dihubungkan dengan suhu dalam waktu 24 jam. Kejang demam
yang lebih dari 38ºC, usia anak kurang dari sederhana merupakan 80% diantara
6 tahun, tidak ada bukti infeksi sistem seluruh kejang. Sedangkan, kejang demam
saraf pusat maupun ganguan metabolik kompleks (complex febrile seizure)
sistemik akut. Pada umumnya kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat
demam terjadi pada rentang waktu 24 fokal atau parsial satu sisi, berulang atau
jam dari awal mulai demam. Pada saat lebih dari 1 kali dalam 24 jam.1
kejang anak kehilangan kesadarannya dan
kejang dapat bersifat fokal atau parsial Kasus
yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, Pasien An. IFF, laki-laki, usia 3 tahun
maupun kejang umum di mana seluruh datang ke RS Abdul Moeloek diantar oleh
anggota gerak terlibat. Bentuk kejang orangtuanya dengan keluhan panas tinggi.
dapat berupa klonik, tonik, maupun tonik- Sampai di UGD RS Abdul Moeloek, pasien
klonik. Kejang dapat berlangsung selama sempat kejang 1 kali, lamanya ± 2 menit,
1-2 menit tapi juga dapat berlangsung kejang terjadi seluruh tubuh, mata
lebih dari 15 menit.3,4 mendelik ke atas. Dua hari sebelum masuk
Etiologi dan patogenesis kejang rumah sakit pasien mengalami diare.
demam sampai saat ini belum diketahui. Buang air besar cair sebanyak 3 kali tanpa
Kejang demam biasanya diawali dengan disertai lendir dan darah, kemudian
infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang pasien dibawa orang tuanya berobat ke
paling sering dijumpai menyertai kejang Puskesmas dan diberi oralit dan obat
demam adalah penyakit infeksi saluran sirup. Satu hari sebelum masuk rumah
pernapasan, otitis media, dan sakit pasien panas, panas mendadak
gastroenteritis. Umur anak, serta tinggi tinggi, terus-menerus disertai menggigil
dan cepatnya suhu meningkat namun tidak disertai muntah dan sesak
mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor napas. Tiba-tiba pasien kejang, kejang terjadi
hereditas juga mempunyai peranan yaitu seluruh tubuh, mata mendelik ke atas,
8-22 % anak yang mengalami kejang berlangsung 1 kali, lamanya ± 5 menit.
demam memiliki orangtua yang memiliki Setelah kejang berhenti pasien terbangun
riwayat kejang demam pada masa dan menangis. Keluarga langsung
kecilnya. Faktor predisposisi timbulnya membawa pasien ke Puskesmas. Di
bangkitan kejang demam berhubungan Puskesmas, pasien tidak kejang tetapi
dengan riwayat keluarga, riwayat masih panas. Pasien dipasang infus dan
kehamilan dan persalinan, gangguan diberi obat melalui anus. Keesokan
tumbuh kembang anak, seringnya harinya ± 2 jam SMRS pasien panas lagi

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 17


Erwika A | Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child

dan pasien mendadak panas tinggi,. lalu berat badan saat ini 12 kg, panjang badan
pasien dibawa ke RS Abdul Moeloek. 85 cm. Mata, telinga dan hidung dalam
Pasien merupakan anak pertama, batas normal. Tenggorokan pharing tidak
belum memiliki adik. Menurut ibu pasien hiperemis, tonsil T1-T1, leher KGB tidak
selama mengandung pasien, ia rutin didapatkan pembesaran. Regio Thorax:
memeriksakan kehamilannya ke bidan cor dalam batas normal. Pada auskultasi
setiap 1 bulan sekali dan tidak ada pulmo didapatkan suara nafas vesikuler
keluhan atau penyulit selama dikedua apex paru, suara rhonki (-/-).
kehamilannya. Pasien lahir cukup bulan, Ekstremitas superior dan inferior dalam
spontan, langsung menangis. Berat badan batas normal. Status neurologis : Refleks
lahir 3500 gram dan panjang badan 50 cm. fisiologis normal, rekfleks patologis (-),
Pasien diberi ASI hingga pasien berusia 2 rangsang meningeal (-).
tahun, namun 6 bulan pertama pasien Hasil pemeriksaan laboratorium
tidak diberi ASI secara eksklusif. Pada saat darah, Hb: 11,5 gr/% , LED: 10 mm/jam,
usia pasien 3 bulan, ibu pasien sudah leukosit: 8200/ul, trombosit : 276.000/ul,
memberikan makanan pendamping ASI, hitung jenis: 0/0/0/63/33/4.
yaitu bubur susu 2 kali sehari hingga usia 7 Diagnosis pasien ini adalah kejang
bulan. Kemudian, setelah 7 bulan pasien demam sederhana dengan hiperpireksia.
diberi makanan nasi tim (2-3x sehari), Pasien diberikan tatalaksana dengan nasal
diselingi buah sekali sehari. Usia 9 bulan, O2 1L/menit, IVFD Asering gtt XX/menit,
pasien diberi makan dengan bubur nasi parasetamol sirup 4x1cth, injeksi
(3x sehari) dan buah (1x sehari). Usia 1 diazepam 3,5 mg IV (bila kejang), kutoin
tahun hingga sekarang, pasien sudah 200 mg dalam NaCl 0,9 % 50 cc selama 30
diberi makanan orang dewasa dengan menit.
nasi, lauk dan sayur yang bervariasi (3x
sehari) dan buah. Ibu pasien rutin Pembahasan
membawa pasien ke Posyandu sampai Demam adalah kenaikan suhu tubuh
usia 6 bulan, karena pindah rumah pasien di atas 38oC rektal atau di atas 37,8o
tidak dibawa lagi ke Posyandu. Imunisasi aksila. Hiperpireksia adalah suatu keadaan
dasar belum lengkap (Campak belum). demam dengan suhu > 40°C. Kejang
Riwayat pertumbuhan dan status gizi baik, demam ialah kejang yang terkait dengan
riwayat perkembangan sesuai umur. demam dan umur, bangkitan kejang
Tidak ada riwayat terjatuh dengan terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang
kepala terbentur sebelum demam, tidak disebabkan oleh suatu proses
pingsan, tidak muntah, tidak nyeri kepala. ekstrakranium. Kejang demam
Riwayat kejang sebelumnya karena panas diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kejang
dan kejang tanpa adanya demam demam kompleks dan kejang demam
disangkal ibu pasien. Terdapat riwayat sederhana. Diagnosa kerja pada pasien ini
kejang di dalam keluarga yaitu paman adalah kejang demam sederhana dengan
pasien (adik dari ayah pasien). hiperpireksia.1,7
Hasil pemeriksaan fisik, keadaan Diagnosis kejang demam hanya
umum tampak sakit sedang, kesadaran dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
compos mentis, denyut nadi 132x/menit penyakit-penyakit lain yang dapat
reguler, isi dan tegangan cukup, heart rate menyebabkan kejang, di antaranya:
120x/menit, respirasi rate 36x/menit tipe infeksi susunan saraf pusat, perubahan
torakoabdomina, suhu 40,2oC (peraxila), akut pada keseimbangan homeostasis air
Status gizi baik berdasarkan BB/U, dengan dan elektrolit, dan adanya lesi struktural

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 18


Erwika A | Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child

pada sistem saraf misalnya epilepsi. meningitis bakterialis adalah 0,6 – 6,7%.
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, Pungsi lumbal menjadi pemeriksaan rutin
dan pemeriksaan penunjang yang pada kejang demam bila usia pasien
menyeluruh untuk menegakkan diagnosis kurang dari 18 bulan. Pada kasus ini
ini.8 pasien berumur 3 tahun dan secara klinis
Berdasarkan anamnesa dan tidak ditemukan gejala yang mengarah
pemeriksaan fisik yang hasilnya pada infeksi intrakranial sehingga
disesuaikan dengan kriteria Livingston pemeriksaan pungsi tidak perlu dilakukan.
yang telah dimodifikasi sebagai pedoman Pada kasus ini tidak dilakukan
untuk membuat diagnosis kejang demam pemeriksaan elektrolit dan gula darah
sederhana. Dari anamnesa di dapatkan sewaktu. Hal ini kurang sesuai karena
umur penderita < 6thn (3 tahun), kejang kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
didahului demam, kejang berlangsung kenaikan metabolisme basal 10% – 15%.
satu kali selama 24 jam, kurang dari 5 Mengakibatkan peningkatan glukosa dan
menit, kejang umum, tonik-klonik, kejang oksigen. Selain itu, dapat terjadi
berhenti sendiri, pasien tetap sadar perubahan keseimbangan dari membran
setelah kejang. Pada pemeriksaan fisik sel neuron dan dalam waktu yang singkat
didapatkan suhu tubuh 40,2oC dan tidak terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
ditemukan kelainan neurologis setelah natrium. Di lain pihak cek elektrolit juga
kejang. penting untuk memastikan apakah
Dari hal yang di uraikan di atas ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh
sesuai dengan kriteria kejang demam yang menjadi pencetus kejang demam.1,9
sederhana berdasarkan kriteria livingston. Terapi cairan yang diberikan pasien
Dari anamnesa juga didapatkan BAB cair ini menggunakan asering. Asering
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit merupakan cairan resusitasi yang
kemudian pasien dibawa keluarganya ke berfungsi untuk menggantikan kehilangan
Puskesmas dan diberikan oralit. Satu hari cairan akut. Asering mengandung Na+ 130
sebelum masuk rumah sakit, BAB sudah mEq/l, K+ 4 mEq/l, Cl- 109 mEq/l, Ca2+ 3
tidak cair lagi dan kemudian timbul panas, mEq/l, acetate 28 meq/l, anhydrous
panas mendadak tinggi. berdasarkan dextrosa 50 g/l. Pemakaian asering yang
penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. berlebihan dapat menyebabkan terjadi
dr. Lumbantobing pada 297 anak hipernatremia mengingat kadar Na+ yang
penderita kejang demam, infeksi yang tinggi pada asering, sedangkan pada
paling sering menyebabkan demam yang pasien ini tidak ada tanda-tanda dehidrasi
akhirnya memicu serangan kejang demam akibat diare. 10
salah satunya adalah gastroenteritis Terapi rumatan bertujuan untuk
27%.4,6 memelihara keseimbangan cairan tubuh
Pemeriksaan penunjang yang dan nutrisi. Terapi rumatan dapat
digunakan adalah pemeriksaan darah diberikan infus cairan elektrolit dan
lengkap. Pemeriksaan laboratorium tidak karbohidrat atau infus yang mengandung
dikerjakan secara rutin pada kejang karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengandung karbohidrat contohnya
mengevaluasi sumber infeksi penyebab larutan KA-EN, Dextran+saline, Ringer’s
demam. Pungsi lumbal untuk memeriksa dextrose 5, N4D5 sedangkan larutan
cairan serebrospinal dilakukan untuk rumatan yang hanya mengandung
menegakkan atau menyingkirkan karbohidrat adalah dextrose 5%. Pada
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya kasus ini sebaiknya diberikan cairan

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 19


Erwika A | Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child

rumatan berupa Dekstrosa dan Nacl Pada pasien ini, saat kejang yang
karena pada kasus demam terjadi pertama kali diberikan diazepam per
kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan rectal dengan dosis 10 mg. Kejang
peningkatan kebutuhan glukosa.11 berhenti namun keesokan harinya pasien
Pada kasus ini dengan berat badan kembali mengalami demam mendadak
pasien 12 kg sehingga kebutuhan tinggi, ia langsung dibawa ke rumah sakit.
cairan/hari : (10 kg x 100 ml/kgBB) + (2x50 Sampai di rumah sakit pasien kejang dan
ml/kgBB) = 1100 ml/hari. Didapatkan diberikan kutoin 200 mg dalam NaCl 0,9 %
demam dengan suhu 40,2o C, kebutuhan 50 cc selama 30 menit. Hal tersebut
cairan meningkat 10 % setiap 1oC kurang sesuai, karena seharusnya ketika
kenaikan suhu sehingga tambahan cairan terjadi kejang berulang pada kasus kejang
yang dibutuhkan= (1100 + (30%x1100)) = demam terapi yang seharusnya diberikan
1430 ml/hari. Tetesan per menit (makro)= adalah pemberian diazepam per rectal
1430 x 15 (tetes/menit) = 15 tetes dengan dosis 10 mg diulang 2 kali apabila
24 (jam) x 60 (detik) kejang belum berhenti. Kemudian, apabila
Pada kasus ini diberikan 15 tetes/menit kejang tetap juga belum berhenti maka
(makro) jumlah pemberian tetesan sesuai diberikan diazepam intravena dengan
dengan kebutuhan cairan perhari. dosis 0,3-0,5 mg/kgBB terlebih dahulu
Terapi yang diberikan pada pasien secara perlahan-lahan dengan kecepatan
untuk mengatasi kejang demam sudah 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit
sesuai, yakni dengan pemberian dengan dosis maksimal 20 mg.1,5
paracetamol, dimana paracetamol Bila kejang belum berhenti setelah
diberikan selama pasien mengalami pemberian diazepam IV maka diberikan
demam yaitu dengan dosis 10- fenitoin secara intravena dengan dosis
15mg/kgBB/kali dapat diulang 4-6 jam. awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan
Dengan BB 12 kg maka paracetamol yang kecepatan 1 ml/kgBB/menit atau <50
dapat diberikan 10mg x 12 kg = 120 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
mg/kali pemberian. Pada pasien ini selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari
diberikan paracetamol 4 x 1 cth  120 dimulai 12 jam setelah pemberian dosis
mg = 1 cth. Pada kasus ini diberikan 120 X awal. Namun, bila kejang belum juga
4 = 480 mg. Indikasi dan dosis berhenti maka pemberian fenitoin diulang
paracetamol pada kasus ini sudah sesuai. dengan dosis setengah dari dosis awal.
Pada kasus kejang demam terdapat Bila dengan fenitoin kejang belum
tiga hal penting dalam tatalaksana, yaitu berhenti maka pasien harus dirawat di
pengobatan pada fase akut, mencari dan ICU. 1,5
mengobati penyebab, pengobatan Diazepam intravena penting sebagai
profilaksis terhadap berulangnya kejang profilaksis intermiten, dimana diazepam
demam. Pada fase akut saat pasien kejang dapat diberikan pada pasien yang suhunya
yang harus dilakukan adalah melepas mencapai 40,20C untuk mencegah
pakaian ketat dan pasien dimiringkan timbulnya kejang kembali. Pemberian
untuk mencegah aspirasi apabila muntah. diazepam sebagai profilaksis intermiten
Untuk menghentikan kejang, obat yang merupakan pilihan tepat dibanding obat
diberikan pertama kali adalah diazepam anti kejang lain. Pemberian diazepam
per rectal 10 mg, lalu kemudian bila ditambah antipiretik jauh lebih efektif
kejang lagi bisa diberikan diazepam per untuk mencegah terulangnya kejang,
rectal dengan dosis yang sama yaitu 10 dibandingkan pemberian antipiretik saja.
mg. 1,5,12 Pada pasien ini sebaiknya diberikan

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 20


Erwika A | Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child

diazepam oral, karena melihat kondisi mendapatkan anak dengan usia muda
pasien yang sadar dan masih dapat makan lebih mudah mengalami kejang demam
dan minum. Pemberian diazepam rektal berulang. Pada usia kurang dari 12
dapat diberikan bila pasien mengalami bulan, keadaan otak belum matang,
penurunan kesadaraan atau saat pasien reseptor untuk asam glutamate baik
sedang kejang. 1,5 inotropik maupun metabotropik sebagai
Selain dengan pengobatan reseptor eksitator padat dan aktif,
medikamentosa diperlukan pengobatan sebaliknya reseptor GABA sebagai
suportif pada pasien dengan kejang inhibitor kurang aktif, sehingga pada
demam, yaitu dengan menjaga otak yang belum matang eksitasi lebih
keseimbangan cairan dan elektrolit, dominan dibanding inhibisi.
membebaskan jalan nafas dan terapi Corticotropin releasing hormone (CRH)
oksigen terutama untuk kejang yang merupakan neuropeptida eksitator,
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada
biasanya disertai terjadinya apnea, otak yang belum matang kadar CRH di
meningkatkan kebutuhan oksigen dan hipokampus tinggi, berpotensi terjadi
energi untuk kontraksi otot skelet yang bangkitan kejang apabila terpicu
akhirnya terjadi hiposekmia, hiperkapnia, oleh demam. Mekanisme homeostasis
asidosis laktat, disebabkan metabolisme pada otak belum matang masih lemah,
anaerobik. Menggunakan pakaian tipis akan berubah sejalan dengan
dalam ruangan yang baik ventilasi perkembangan otak dan pertambahan
udaranya. Anak tidak harus terus umur, oleh karena pada otak belum
berbaring di tempat tidur, tetapi dijaga matang neural Na+/K+ATP-ase masih
agar tidak melakukan aktivitas berlebihan. kurang. Pada otak yang belum matang
Anak dapat dikompres untuk mencegah regulasi ion Na+ , K+ , dan Ca++ belum
demam yang akan memicu kejang. sempurna, sehingga mengakibatkan
Umumnya mengkompres anak akan gangguan repolarisasi pasca
menurunkan demamnya dalam 30-45 depolarisasi dan meningkatkan
menit. 1 eksitabilitas neuron. Oleh karena itu
Terdapat faktor-faktor yang pada masa otak belum matang
berperan dalam terjadinya rekurensi mempunyai eksitabilitas neural lebih
kejang demam pada anak. Dari hasil tinggi dibandingkan otak yang sudah
penelitian didapatkan bahwa anak matang, sehingga pada masa ini rentan
dengan usia kejang demam pertama terhadap bangkitan kejang. 15,16,17
kali sebelum usia 12 bulan mempunyai Tidak ada perbedaan signifikan
kemungkinan untuk mengalami kejang terhadap rekurensi kejang demam
demam kembali 2,7 kali lebih besar menurut jenis kelamin. Hal tersebut
daripada anak yang mengalami kejang didapatkan pada penelitian yang
demam pertama pada usia lebih dari 12 dilakukan oleh Verity dkk dan Chung
bulan. Penelitian yang telah dilakukan dkk.13,17
oleh Verity dkk dan Reza dkk Rekurensi kejang demam 3,2 kali
menunjukkan hal yang sama bahwa lebih banyak pada anak dengan
rekurensi dari kejang demam meningkat riwayat kejang di keluarga. Penelitian
pada anak yang mengalami kejang demam yang dilakukan oleh Verity dkk dan Reza
pada usia lebih muda.13,14 dkk juga menunjukkan hal yang sama.
Demikian juga dengan penelitian Peneliti lain mendapatkan bahwa rekurensi
yang dilakukan oleh Pavlidou dkk kejang meningkat pada anak dengan onset

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 21


Erwika A | Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child

awal lebih muda dan juga pada anak dengan anak diartikan sebagai kejang berulang
riwayat keluarga kejang demam. 13,14,18 tanpa adanya demam. Kecil kemungkinan
Keluarga dengan riwayat pernah epilepsi timbul setelah kejang demam.
kejang demam sebagai faktor risiko untuk Sekitar 2 - 4 % anak kejang demam dapat
terjadinya kejang demam adalah kedua menimbulkan epilepsi, tetapi bukan
orang tua ataupun saudara sekandung karena kejang demam itu sendiri. Kejang
(first degree relative). Belum dapat pertama kadang dialami oleh anak dengan
dipastikan cara pewarisan sifat genetik epilepsi pada saat mereka mengalami
terkait dengan kejang demam, apakah demam. Namun begitu, antara 95 -98%
autosomal resesif atau autosomal anak yang mengalami kejang demam
dominan. Penetransi autosomal dominan sederhana tidak menimbulkan epilepsi.4,21
diperkirakan sekitar 60%-80%. Bila kedua Penelitian yang didapatkan bahwa
orang tuanya tidak mempunyai riwayat anak dengan suhu <39OC pada saat
pernah menderita kejang demam maka kejang mempunyai kemungkinan 4,4 kali
risiko terjadinya kejang demam hanya lebih besar mengalami rekurensi
9%. Apabila salah satu orang tua pasien kejang dibandingkan dengan anak yang
dengan riwayat pernah kejang demam kejang dengan suhu
mempunyai risiko untuk terjadi >39OC. Beberapa penelitian lain juga
bangkitan kejang demam 20%-22%. menunjukkan hal yang sama, tingkat
Apabila kedua orang tua pasien tersebut pireksia yang diderita oleh anak akan
mempunyai riwayat pernah menderita mempengaruhi rekurensi terjadinya
kejang demam maka risiko untuk terjadinya kejang demam.21,22
bangkitan kejang demam meningkat Hal ini diperkuat oleh penelitian
menjadi 59%-64%. Kejang demam lain yang dilakukan oleh El Radhi dkk
diwariskan lebih banyak oleh ibu didapatkan anak dengan suhu tubuh
dibandingkan ayah, 27% berbanding yang tidak terlalu tinggi (<39OC) pada saat
7%.19,20 kejang demam pertama akan lebih mudah
Tiap anak mempunyai ambang kejang untuk kejang kembali bila anak tersebut
yang berbeda dan tergantung tinggi menderita panas. Pemberian antipiretik
rendahnya ambang kejang seseorang anak dapat meningkatkan kenyamanan pada
akan menderita kejang pada kenaikan suhu anak, namun tidak dapat mencegah
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang terjadinya kejang demam.2,22
rendah, kejang telah terjadi pada suhu Beberapa penelitian mengatakan
380C, sedang anak dengan ambang kejang rekurensi dari kejang demam akan
yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu meningkat jika terdapat faktor risiko
mencapai 400C. Bangkitan kejang demam seperti kejang demam pertama pada usia
tergantung pada ambang kejang tersebut kurang dari 12 bulan, terdapat riwayat
yaitu lebih banyak pada anak dengan keluarga dengan kejang demam, dan jika
ambang kejang rendah.5 kejang pertama pada suhu <40 0C, atau
Kejang demam yang terjadi singkat terdapat kejang demam kompleks.
pada umumnya tidak berbahaya dan tidak Lennox-Buchthal dalam Kjeldsen dkk
meninggalkan gejala sisa, tetapi kejang berpendapat bahwa kepekaan terhadap
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) bangkitan kejang demam diturunkan oleh
biasanya disertai apnea. Kejang demam sebuah gen dominan dengan penetrasi
yang berlangsung lama dapat yang tidak sempurna. Lennox
menyebabkan kelainan anatomis di otak berpendapat bahwa 41,2% anggota
sehingga terjadi epilepsi. Epilepsi pada keluarga penderita mempunyai riwayat

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 22


Erwika A | Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child

kejang sedangkan pada anak normal kemungkinan meningitis. Terdapat tiga hal
hanya 3%.23 penting dalam tatalaksana kejang demam
Prognosis kejang demam baik, sederhana, yaitu pengobatan pada fase
namun bangkitan kejang demam akut, mencari dan mengobati penyebab,
membawa kekhawatiran yang sangat bagi pengobatan profilaksis terhadap
orang tuanya. Di India, hasil penelitian berulangnya kejang demam. Prognosis
Parmar dkk melaporkan 77,9% orang kejang demam sederhana adalah baik.
tua pasien kejang demam tidak Rekurensi kejang demam bergantung
mempunyai pengetahuan tentang pada ambang kejang anak.
kejang demam dan 90% menganggap
anaknya akan meninggal. Maka atas Daftar Pustaka
dasar pertimbangan kekhawatiran dan
1. Pusponegoro, Hardiono, Dwi Putro Widodo,
kebingungan orang tua terhadap Sofyan Ismail. Konsensus Penatalaksanaan
anaknya ketika mengalami bangkitan Kejang Demam. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
kejang, maka diperlukan tindakan Indonesia; 2006.
pencegahan terhadap berulangnya 2. American Academy of Pediatrics Steering
Committee on Quality Improvement and
bangkitan kejang demam tersebut.24,25 Management, Subcommittee on Febrile
Pada kasus ini didapatkan prognosis Seizures. Febrile seizures: clinical practice
yang baik pada pasien menurut hasil guideline for the long-term management of
anamnesis didapatkan kejang berlangsung the child with simple febrile
< 5 menit, kejang tidak berulang dalam 24 seizures. Pediatrics. 2008;121(6):1281–1286.
3. Hay, William. Current Diagnosis and
jam, riwayat keluarga (ayah, ibu dan
Treatment of Pediatrics. 19th edition. United
saudara sekandung) yang menderita States of America: McGrawHill. 2009; 697-698.
kejang karena demam ataupun tanpa 4. Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta:
demam tidak ada, pada riwayat persalinan Balai Penerbit FKUI. 2007.
dan riwayat kelahiran tidak ada 5. Behrman, RE. Kliegman, RM. Arvio. Nelson
Ilmu Kesehatan anak, Volume 3, Edisi 15.
permasalahan. Pada pemeriksaan fisik
Jakarta: EGC. 2005.
didapatkan suhu tubuh yang tinggi 40,20C 6. Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures.
(per axiler), tidak didapatkan pemeriksaan Accessed on April 16th 2013. Available
yang positif pada rangsangan meningeal. at:http://emedicine.medscape.com/article/80
Pasien memiliki ambang kejang yang 1500-overview
7. Dinarello CA and Gelfand JA. Fever and
tinggi karena pada saat kejang suhu tubuh
Hyperthermia. Singapore: The McGraw-Hill
pasien mencapai >400C, sehingga Company. 2005;104-108.
kemungkinan terjadinya kejang berulang 8. Deliana, Melda. Tatalaksana Kejang Demam
tanpa atau adanya demam hanya 2-3%.25 pada Anak. IDAI Sari Pediatri. 2012; 14(1):57-
61.
9. Bahtera, Tjipta. Kejang Demam dalam
Simpulan
Pedoman Pelayanan Medik Anak Edisi ke 2.
Diagnosis kejang demam sederhana Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
ditentukan berdasarkan anamnesa dan UNDIP. 2009.
pemeriksaan fisik yang berpedoman pada 10. Cunningham. Fluid and Electrolytes In
kriteria Livingston yang telah dimodifikasi. Neonatology management 5th edition.
McGraw-Hill. 2004;69-75
Pemeriksaan penunjang yang digunakan 11. Juffrie M. Penelitian Kendali Acak Terbuka
adalah pemeriksaan darah lengkap. Terhadap Efektivitas dan Keamanan Cairan
Pemeriksaan laboratorium yang perlu Elektrolit Rumatan pada Neonatus dan Anak
dilakukan meliputi pemeriksaan darah (KAEN 4B vs N/4DS. Sari Pediatri; 2004;
rutin dan pungsi lumbal untuk 6(2):91-96.
menegakkan atau menyingkirkan

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 23


Erwika A | Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child

12. Wolf, Paul; Shinnar, Shlomo. Febrile Seizures. Academy of Family Physicians.
Current Management in Child Neurology. 2006;73:1761-1766.
2005; 83-88. 25. Parmar RC , Sahu DR . Bavdekar SB .
13. C.M . Verity, N .R. Butler and J. Golding. Knowledge attitude and practices of parents
Febrile convulsions in a national cohort of children with febrile convulsion.J postgrad
followed up from birth. II-Medical history Med. 2001;47: 19-23.
and intellectual ability at 5 years of age.
Diunduh dari: http://www.jstor.org/
pss/29519078.
14. Reza M, Eftekhaari TE, Farah M. Febrile seizures:
Faktors affecting risk of recurrence. J Pediatr
Neurol. 2008; 6341-6344.
15. Pavlidou E, Tzitiridou M, kontopoulos E,
Panteliadis CP. Which factors determine
febrile seizure recurrence A prospective
study. Brain dev. 2008; 30:7-13.
16. Chen Y, Beder RA, Baram TZ. Novel and
transientpopulation of corticotrophin
releasing hormoneexpressing neurons in
developing hippocampus suggestunique
functional roles: a quantitative
spatiotemporal analysis. J Neurosc. 2008;
15:7171-81.
17. Chung B, Wat LC, Wong V. Febrile seizures in
southern Chinese children: incidence and
recurrece. Pediatric Neurol. 2006;34:121-
126.
18. Martin-Fernandez JJ, Molto-Jorda JM,
Villaverde R, Salmeron P, Prieto-Munoz I,
Fernández-Barreiro A.Risk factors in
recurrent febrile seizures. Rev Neurol.
2006; 24:1520-1524.
19. Singh R , Sceffer IE , Crossland K ,
Bercovic SF. Generalized epilepsy with febrile
seizure plus: A common childhood-onset
genetic epilepsy syndrome. Ann Neurol. 2009;
45:75-81.
20. Menkes JH, Sankar R. Paroxysmal Disorders.
Dalam:. Menkes JH, Sarnat BH, penyunting.
Child neurology. Edisi ke-6. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins JR. 2004; 987-
991.
21. Fetveit A. Assessment of febrile seizures in
children. Eur J Pediatric. 2008; 167:17-27.
22. Tanjung C, Mangunatmadja I, Sastroasmoro S,
Budiman I. Predictors for the recurrent
febrile seizures after the first complex febrile
seizures. Paediatr Indones. 2006;46: 204-208.
23. Kjeldsen MJ, Corey LA, Solaas MH. Genetic
factors in seizures: a population based
study of 47.626 US, Norwegian and Danish
twin pairs. Twin res hum genet. 2005; 8138-
8147.
24. James SM. Evaluation and Treatmen of
Child with Febrile Seizure. American

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 24

Anda mungkin juga menyukai